Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan gas
setempat.(Sari & Cahyati, 2019). Pneumonia adalah infeksi jaringanparu-paru (alveoli) yang bersifat akut.
Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, maupun
pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. Bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah streptococcus dan
mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses, rhinovirus, in-
fluenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan para influenza virus.
Mikroorganisme penyebab pneumonia akan masuk kedalam jaringan paruparu melalui saluran pernafasan
atas, masuk ke bronkiolus dan alveoli lalu menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema
yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Bakteri pneumokokus dapat meluas melalui porus kohn
dari alveoli ke alveoli diseluruh segmen lobus. Timbulnya hepatisasi merah adalah akibat perembesan eritrosit dan
beberapa leukosit dari kapiler paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan
fibrin serta relatif sedikit leukosit mengakibatkan kapiler alveoli menjadi melebar sehingga mengurangi luas
permukaan alveoli untuk pertukaran oksigen dengan karbondioksida. Peradangan yang terjadi dapat menyebabkan
terjadinya hipersekresi sputum yang dapat menghalangi saluran pernapasan, membatasi aliran udara, dengan
demikian akan memperparah fungsi paru yang sudah menurun. Jika pasien tidak dapat batuk secara efektif untuk
mengurangi hasil sekresi sputum yang berlebih, maka dapat menyebabkan terjadinya obstruksi jalan napas
sehingga menimbulkan bersihan jalan napas tidak efektif.

B. Etiologi
Sebagian besar penyebab pneumonia adalah microorganisme ( virus,bakteri) dan sebagai kecil oleh
penyebab lainya seperti hidrokarbon ( minyak tanah, bensin atau sejenisnya ) dan masuknya, minuman ,susu,isi
lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi). Berbagai penyebab pneumonia tersebut di kelompokkan
berdasarkan golongan umur ,berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi).
Mikroorganisme tersering menjadi penyebab pneumonia adalah virus terutama respiratory synical virus
(RSV) .yang mencapai 40%, sedangkan golongan bakteri yang ikut berperan terutama streptococcus pneumonia
dan haemophilus influenza type b (Hib). Awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet),
kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran napas bagian atas ke jaringan (parenkim) paru dan
sebagian kecil karena penyebaran melalui aliran darah.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Mandan (2019) tanda gejala yang timbul pada pneumonia antara lain:
a. Demam menggigil
Terjadinya gejala seperti demam menggigil merupakan sebuah tanda adanya peradangan atau inflamasi yang
terjadi didalam tubuh sehingga hipotalamus bekerja dengan memberi respon dengan menaikan suhu tubuh.
Demam pada penyakit pneumoni dapat mencapai 38,80C sampai 41,10C.
b. Mual dan tidak nafsu makan
Gejala mual dan tidak nafsu makan disebabkan oleh peningkatan produksi sekret dan timbulnya batuk, sehingga
dengan adanya batuk berdahak menimbulkan penekanan pada intra abdomen dan saraf pusat menyebabkan
timbulnya gejala tersebut.
c. Batuk kental dan produktif
Batuk merupakan gejala dari suatu penyakit yang menyerang saluran pernapasan, hal ini disebabkan adanya
mikroorganisme atau non mikroorganisme yang masuk ke saluran pernapasan sehingga diteruskan ke paru-paru
dan bagian bronkus maupun alveoli. Dengan masuknya mikroorganisme menyebabkan terganggunya kinerja
makrofag sehingga terjadilah proses infeksi, jika infeksi tidak ditangani sejak dini akan menimbulkan
peradangan atau inflamasi sehingga timbulnya odema pada paru dan menghasilkan sekret yang berlebih.
d. Sesak napas
Adanya gejala sesak nafas pada pasien pneumonia dapat terjadi karena penumpukan sekret atau dahak pada
saluran pernapasan sehingga udara yang masuk dan keluar pada paru-paru mengalami hambatan.
e. Ronchi
Ronchi terjadi akibat lendir di dalam jalur udara, mendesis karena inflamasi di dalam jalur udara yang lebih
besar.
f. Mengalami lemas/ kelelahan
Gejala lemas/ kelelahan juga merupakan tanda dari Pneumonia, hal ini disebabkan karena adanya sesak yang
dialami seorang klien sehingga kapasitas paru-paru untuk bekerja lebih dari batas normal dan kebutuhan energi
yang juga terkuras akibat usaha dalam bernapas.
g. Orthopnea
Gejala orthopnea juga dapat terjadi pada klien dengan Pneumonia. Orthopnea sendiri merupakan suatu gejala
kesulitan bernapas saat tidur dengan posisi terlentang.
Sedangkan Gejala klinis dari pneumonia menurut Nursalam (2016) adalah demam, menggigil,
berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak
darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang
sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada
bagian bawah saat bernapas, takipnea, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak
menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, dan ronchi.

D. Patofisiologi
Pneumonia terjadi akibat inhalansi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau
penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran pernapasan,
masuk ke bronchiolus dan alveoli lalu menimbulkan reaksi peradangan atau inflamasi hebat dan menghasilkan
cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan intersititial. Bakteri pneumokukus dapat meluas
melalui porus kohn dari aveoli ke aveoli di seluruh segmen/lobus. Timbulnya hepatisasi merah adalah akibat
perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru. alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema
yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar sehingga
mengurangi luas permukaan alveoli untuk pertukaran oksigen dengan karbondioksida. Peradangan yang terjadi
dapat menyebabkan peningkatan produksi spuntum. Jika pasien tidak dapat batuk secara efektif, berkurangnya luas
permukaan alveoli serta peningkatan produksi spuntum akan menyebabkan terjadinya obstruksi jalan napas
sehingga akan menyebabkan bersihan jalan napas tidak efektif.
E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ryusuke dan Damayanti (2017) pemeriksaan penunjang penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:
a. Rontgen thorax atau sinar X : Mengidentifikasi distribusi structural, dapat juga menyatakan abses luas/infiltrate,
empysema (stapilococcus). Infiltrasi penyebaran atau terlokalisasi (bakterial) atau penyebaran/perluasan infiltrat
nodul (virus). Pneumonia mikroplasma sinar X dada mungkin bersih.
b. Pemeriksaan laboratorium lengkap : Terjadi peningkatan leukosit dan peningkalan LED. LED meningkat terjadi
karena hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat.
c. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pemeriksaan gram atau kultur sputum dan darah yang diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, atau biopsi atau pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
d. Analisis gas darah : Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.
e. Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas
mungkin meningkat, complain menurun, dan hipoksemia.
f. Pewarnaan darah lengkap (Complete Blood Count – CBC): Leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai
pemeriksaan darah putih (white blood count - WBC) rendah pada infeksi virus.
g. Tes serologi: Membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.

G. Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Tetapi, beberapa pasien,
khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis),
abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas. Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang
menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi
menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai terdapat
komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema.
Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan efusi
pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang
disebabkan oleh . pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi
pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema.
Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan pembedahan.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia :
a. Memberikan oksigen jika diperlukan.
Terapi oksigen dianjurkan pada pasien dewasa, anak-anak dan bayi ketika menilai saturasi oksigen kurang dari/
sama dengan 90% saat pasien beristirahat dan bernapas dengan udara ruangan. Pada kasus pneumonia yang
mengalami hipoksia akut dibutuhkan segera pemberian terapi O2 dengan fraksi oksigen (Fio2) berkisaran 60 –
100% dalam jangka waktu yang pendek sampai kondisi klinik membaik dan terapi spesifik diberikan. Terapi awal
dapat diberiakan dengan nasal canul 1-6L/ menit atau masker wajah sederhana 5-8L/ menit, kemudian ubah ke
masker dengan reservoir jika target saturasi 94 – 98% tidak tercapai dengan nasal canul dan masker wajah
sederhana. Masker dengan reservoir dapat diberikan langsung jika saturasi oksigen <85% (Driscoll et al., 2017).
b. Untuk infeksi bakterial, memberikan antibiotik seperti macrolides (azithomycin, clarithomicyn),
fluoroquinolones (levofloxacin, moxifloxacin), beta-lactams (amoxilin atau clavulanate, cefotaxime, ceftriaxone,
cefuroxime axetil, cefpodoxime, ampicillin atau sulbactam), atau ketolide (telithromycin).
c. Memberikan antipiretik jika demam, seperti Acitaminophen, ibuprofen.
d. Memberikan bronkodilator untuk menjaga jalur udara tetap terbuka, memperkuat aliran udara jika perlu seperti
albuterol, metaproteranol, levabuterol via nebulizer atau metered dose inhaler.
e. Menambah asupan cairan untuk membantu menghilangkan sekresi dan mencegah dehidrasi.

I. Pengkajian Keperawatan
1. Airway
Terdapat adanya sekret di jalan napas, adanya bunyi nafas tambahan berupa ronchi pada sisi paru yang sakit.
2. Breathing
Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, napas cuping
hidung dan sesak berat. Pada kasus-kasus pneumonia berat, tarikan dinding dada jelas terlihat.
3. Circulation
Akral dingin, dan adanya sianosis perifer.
4. Disability
Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis respiratorik sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
5. Exposure
Pada klien dengan pneumoni sering tampak menggigil dan demam dengan suhu tubuh mencapai 38,80C sampai
41,10C.

J. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : Tampak lemas, dan sesak napas
b) Tanda-tanda vital: Tekanan darah : biasanya normal, Nadi: takikardi, Respiration rate : takipneu, dipsneu, napas
dangkal, Suhu: hipertermi.
c) Pemeriksaan fisik paru
Teknik dasar pemeriksaan fisik terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Berikut adalah
pemeriksaan fisik paru pada pasien pneumonia menurut :
(1) Inspeksi : Bentuk dada dan gerak pernapasan. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan
frekuensi napas cepat dan dangkal, napas cuping hidung, sesak berat, dan batuk produktif disertai dengan
peningkatan produksi sekret yang berlebih.
(2) Palpasi : Pemeriksaan palpasi dilakukan untuk menentukan gerakan dada pada saat bernapas (ekspansi paru),
peningkatan vokal premitus pada daerah yang terdampak, adanya nyeri tekan, dan teraba atau tidaknya massa.
(3) Perkusi: Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh
lapang paru, dan pekak terjadi bila terisi cairan pada paru-paru.
(4) Auskultasi: Didapatkan bunyi napas melemah dan adanya suara napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang
sakit.

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab (Nurarif & Kusuma 2015) Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul (SDKI, 2015) :
1. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d hipersekresi jalan nafas
3. Pola nafas tidak efektif berhubungn dengan hambatan upaya nafas

L. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1. Hipertemi berhubungan Termoregulasi (L.14134) Manajemen hipertermia (l.15506)
dengan proses penyakit Setelah di lakukan Tindakan keperawatan Observasi
Ditandai Dengan proses selama 3x24 jam maka di harapkan 1.1 Identifikasi penyebab hipertermia
infeksi termoregulasi membaik dengan kreteria 1.2 Monitor suhu tubuh
hasil: 1.3 Monitor keluara urine
1. Menggigil (5) 1.4 Monitor kadar elektrolit
2. akrosianosis (5) 1.5 Monitor komplikasi akibat hipertermia
3. konsumsi oksigen (5) Terapeutik
4. dasar kuku sianotik (5) 1.6 Sediakan lingkungan yang dingin
Keterangan: 1.7 Longgarkan atau lepaskan pakaian
1.meningkat 1.8 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
2.cukup meningkat 1.9 Berikan cairan oral
3.sedang 1.10 Berikan oksigen jika perlu
4.cukup menurun Edukasi
5.menurun 1.11 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
5.suhu tubuh (5 1.12 kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
6.suhu kulit (5) intravena, jika perlu
7.ventilasi (5)

Keterangan:
1) Memburuk
2) Cukup memburuk
3) Sedang
4) Cukup membaik
5) membaik

2. Ketidakefektifan bersihan Bersihan jalan nafas (L.01001) Manajemen jalan nafas (l.01011)
jalan nafas b.d hipersekresi Setelah di lakukan Tindakan Observasi
jalan nafas d.d sindron keperawatan selama 3x24 jam maka di 1.1 Monitor pola nafas
aspirasi mekonium harapkan bersihan jalan nafas teratasi 1.2 Monitor bunyi nafas
dengan kreteria hasil: 1.3 Monitor bunyi nafas tambahan
1. produksi sputum (5) 1.4 Monitor sputum
2. mengi dari (5)
Terapeutik
3. meconium dari (5)
1.5 Pertahankan kepatenan jalan napas
4. sianosis dari (5)
1.6 posiskan semi fowler
Keterangan
1.7 Lakukan penghisapan lendir
1) meningkat
1.8 lakukan hiperoksigenasi
2) cukup meningkat
1.9 berikan oksiigen, jika perlu
3) sedang
4) cukup menurun Edukasi
5) menurun 1.10 anjurkan asupan cairan 2000ml/hari

Kolaborasi
1.11 Kolaborasi pemberian bronkodilator

3. Pola nafas tidak efektif Pola napas (l.01004) Pemantauan respirasi (i.01014)
berhubungn dengan Setelah di lakukan Tindakan Observasi:
hambatan upaya nafas d.d keperawatan selama 3x24 jam maka di 3.1 monitor frekuensi, irama, kedalaman dan u
pola nafas abnormal (hiper harapkan pola nafas membaik dengan paya napas
ventilasi) kreteria hasil: 3.2 monior pola napas (bradipnea, takipnea,
1. ventilasi semenit (5) hiperventilasi,kusmauul, chyene-stoke)
2. kapasitas vital (5) 3.3 monitor adanya produksi sputum
3. tekanan ekspirasi (5) 3.4 monitor adanya sumbatan jalan napas
4. tekanan inspirasi (5) 3.5 asukultasi bunyi napas
5. diameter thorak (5) 3.6 monitor saturasi oksigen
Keterangan : 3.7 monitor nilai AGD
1) menurun 3.8 monitor hasil X-ray thoraks
2) cukup menurun
Teraupetik:
3) sedang
3.9 atur interval pemantauan respirasi sesuai
4) cukup meningkat
kondisi pasien
5) meningkat
3.10 dokumentasikan hasil pemantauan

6. Dyspnea (5) Edukasi:


7. Penggunaan otot bantu napas 3.11 Informasikan hasil pemantauan
(5)
8. Pemanjangan fase ekspirasi (5)
9. Ortopnea (5)
10. Pernafasan cuping hidung (5)

Keterangan
1) meningkat
2) cukup meningkat
3) sedang
4) Cukup menurun
5) menurun
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti A.A.A Karina dan Oyagi Ryusuke. 2017. Pneumonia. Badung. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
Mandan, A. N. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita Pneumonia Dengan Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Napas.
Nataliswati, T., & Anantasari, R. (2018). Pengaruh latihan pursed lips breathing terhadap perubahan rr pasien
pneumonia di rsud lawang. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5(3), 188–194.
https://doi.org/10.26699/jnk.v5i3.art.p188-194
Sari, M. P., & Cahyati, W. H. (2019). HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH Tren Pneumonia Balita di Kota
Semarang Tahun 2012-2018. 3(3), 407–416.
Sulistyaningrum, R. (2016). Pola Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik Pada Penderita Pneumonia Di Rumah
Sakit X Periode Agustus 2013-Agustus 2015. Skripsi, 14. Retrieved from
http://eprints.ums.ac.id/43321/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf

Anda mungkin juga menyukai