Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. S DENGAN DIAGNOSA PNEUMONIA


DI RSUP PERSAHABATAN JAKARTA

OLEH:
FIRDA AYU MAGHFIRO
P17212205065

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan: Pneumonia


Asuhan Keperawatan: Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa
Pneumonia Di Rsup Persahabatan Jakarta

Telah di periksa dan di setujui


pada tanggal:

Mengetahui.
Pembimbing Institusi

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA

1.1 Definisi
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengenai saluran
pernapasan bawah dengan tanda dan gejala seperti batuk dan sesak napas. Hal ini
diakibatkan oleh adanya agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma
(fungi), dan aspirasi substansi asing yang berupa eksudat (cairan) dan konsolidasi
(bercak berawan) pada paru-paru (Abdjul and Herlina, 2020). Pneumonia adalah
penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan (paru-paru) tepatnya di alveoli yang
disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, maupun
mikroorganisme lainnya (Kemenkes RI, 2019).
Klasifikasi pneumonia menurut Nugraheni, Ambar Yunita (2018)
menyebutkan bahwa pneumonia dibagi berdasarkan lingkungan. Pneumonia
berdasarkan lingkungan berupa pneumonia komunitas, pneumonia nosocomial/
Rumah Sakit, dan pneumonia ventilator. Pneumonia komunitas adalah pneumonia
yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit, sedangkan pneumonia nosokomial
adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam atau lebih setelah dirawat di
rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun di ICU tetapi tidak sedang
menggunakan ventilator, Pneumonia berhubungan dengan penggunaan ventilator
(ventilator-acquired pneumonia/VAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah 48-
72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal.
Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan area paru yang terinfeksi
(lobar pneumonia, multilobar pneumonia, bronchial pneumonia, dan intertisial
pneumonia) atau agen kausatif. Pneumonia juga sering diklasifikasikan
berdasarkan kondisi yang mendasari pasien, seperti pneumonia rekurens
(pneumonia yang terjadi berulang kali, berdasarkan penyakit paru kronik),
pneumonia aspirasi (alkoholik, usia tua), dan pneumonia pada gangguan imun
(pneumonia pada pasien tranplantasi organ, onkologi, dan AIDS) (Dahlan, 2009).
1.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti
bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia
rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di
Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah bakteri
gram negative (PDPI,2003)
Menurut Wilson (2012), penyebab paling sering pneumonia yang didapat
dari masyarakat dan nosokomial:
a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma
pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia
pneumonia, anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella
pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral..
Selain itu, etiology dari pneumonia bisa disebabkan oleh aspirasi seperti
cairan amnion, makanan, cairan lambung, dan benda asing.
1.3 Patofisiologi
Menurut pendapat Sujono & Sukarmin (2009), kuman masuk kedalam
jaringan paru-paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus dan
alveolus. Setelah Bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan dan
menghasilkan cairan edema yang kaya protein.
Kuman pneumokokusus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau
lobus. Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga Alveoli penuh
dengan cairan edema yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga kapiler
alveoli menjadi melebar, paru menjadi tidak berisi udara. Pada tingkat lebih
lanjut, aliran darah menurun sehingga alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit
menjadi sedikit.
Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan sel
darah merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat eksudat pada
alveolus Sehingga membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat
mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen dan berdampak pada
penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Secara klinis penderita
mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus
menyebabkan peningkatan tekanan pada paru, dan dapat menurunan kemampuan
mengambil oksigen dari luar serta mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru.
Sehingga penderita akan menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat
menimbulkan retraksi dada.
Secara hematogen maupun lewat penyebaran sel, mikroorganisme yang
ada di paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadi fase peradangan lumen
bronkus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkan produksi mukosa dan
peningkatan gerakan silia sehingga timbul reflek batuk.
1.4 Manifestasi Klinis
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk
(baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen,
atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya
adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada
bagian bawah saat bernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus,
perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan
pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.
Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit yang
lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis
pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru
atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak/purulen
c. Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial
dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500
Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia
viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan
perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis,
dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia
Patient Outcome Research Team (PORT).

1.5

Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia.
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air
bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas
(Dahlan, 2009).
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari: Infiltrat interstisial, ditandai
dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan
hiperaerasi. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan
pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup
besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi
tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia. Bronkopneumonia, ditandai
dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercakbercak
infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial
2. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED
meningkat (Luttfiya, 2010).
3. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen
polisakarida pneumokokkus (Task Force on CAP, 2010).
4. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan
parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut
menunjukkan asidosis respiratorik (Luttfiya, 2010).
1.6 Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko
tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis),
abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas (Djojodibroto, 2013). Bakteremia
dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam
aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi
menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan
bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis,
arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema (Dahlan, 2009).
Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau
biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat
eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang disebabkan oleh P.
pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi
parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam
jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi
empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan
pembedahan (Djojodibroto, 2013).
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Farmakology
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan
antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian
antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman
penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan
antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga
kondisi pasien (Dahlan, 2009).
Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik
berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme,
karena hasil mikrobiologis umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam.
Maka dari itu membedakan jenis pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat
keparahan berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi
sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan antibiotika empirik
yang akan diberikan kepada pasien (Jeremy, 2007). Terapi antibiotik
diteruskan selama 7−10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa
komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat
diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.
Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2
> 8 kPa (SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan
stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya
tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure),
atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam
atau nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat
diberika mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi dahak (Dahlan,
2009). Rawat inap di ICU β lactam (cefotaxim, ceftriaxon, atau ampicilin
sulbaktam) + azitromisin atau floroquinolon respirasi (Jeremy, 2007).
Bila diperkirakan pseudomonas:
- β lactam antipseudomonas (piperasilin-tazobactam, cefepime,
imipenem atau merpenem) + ciprofloxasin atau levofloxacin
(750 mg) atau
- β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan azitromisin
atau
- β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan floroquinolon
antipneumococal (untuk pasien alergi penisilin ganti β lactam
dengan asteronam (Jeremy, 2007).
1.7.2 Non Farmakologi
Menurut Corwin (2007), terapi yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Istirahat cukup
b. Hidrasi untuk membantu mengencerkan secret
Minum air hangat akan membantu mengencerkan secret dan sputum
dapat keluar dengan bantuan batuk efektif.
c. Terapi oksigen yang dilembabkan dilakukan untuk menangani
hipoksia
Terapi oksigen diberikan kepada pasien yang mengalami sesak karena
penumpukkan secret yang menghambat saluran napas bagian atas.
d. Teknik napas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan
mengurangi resiko atelektasis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini semua data
dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan pasien saat ini.
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis,
psikologis, sosial, maupun spiritual pasien (Asmadi, 2008).
Pengkajian meliputi:
a. Identitas pasien Meliputi nama, nomor RM, umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, asuransi kesehatan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor registrasi, serta diagnose medis (Muttaqin, 2011).
b. Keluhan utama Keluhan utama pada gangguan sistem pernapasan, penting
untuk mengenal tanda serta gejala umum sistem pernapasan.Termasuk dalam
keluhan utama pada sistem pernapasan, yaitu batuk, batuk darah, produksi
sputum berlebih, sesak napas, dan nyeri dada. Keluhan utama pada bersihan
jalan napas tidak efektif adalah batuk tidak efektif, mengi, wheezing, atau
ronkhi kering, sputum berlebih (Muttaqin, 2008).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu Perawat menanyakan tentang penyakit yang
pernah dialami klien sebelumnya, yang dapat mendukung dengan masalah
sistem pernapasan. Misalnya apakah klien pernah dirawat sebelumnya,
dengan sakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat, pengobatan
yang pernah dijalanidan riwayat alergi (Muttaqin, 2008).
2) Riwayat kesehatan sekarang Pengkajian riwayat kesehatan sekarang pada
sistem pernapasan seperti menanyakan riwayat penyakit sejak timbulnya
keluhan hingga klien meminta pertolongan.Misalnya sejak kapan keluhan
bersihan jalan napas tidak efektif dirasakan, berapa lama dan berapa kali
keluhan tersebut terjadi. Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada
klien dengan sedetail-detailnya dan semua diterangkan pada riwayat
kesehatan sekarang (Muttaqin, 2008)
3) Riwayat kesehatan keluarga Pengkajian riwayat kesehatan keluarga pada
sistem pernapasan adalah hal yang mendukung keluhan penderita, perlu
dicari riwayat keluarga yang dapat memberikan presdiposisi keluhan
seperti adanya riwayat sesak napas, batuk dalam jangka waktu lama,
sputum berlebih dari generasi terdahulu (Muttaqin, 2008).
4) Riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional
1. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat Keluarga sering menganggap
seperti batuk biasa, dan menganggap benar-benar sakit apabila sudah
mengalami sesak napas.
2. Pola metabolik nutrisi Sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik
melalui control saraf pusat), mual muntah karena terjadi peningkatan
rangsangan gaster dari dampak peningkatan toksik mikroorganisme.
3. Pola eliminasi Penderita mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan karena demam.
4. Pola tidur-istirahat Data yang muncul adalah pasien kesulitan tidur
karena sesak napas. Penampilan lemah, sering menguap, dan tidak bisa
tidur di malam hari karena tidak kenyamanan tersebut.
5. Pola aktivitas-latihan Aktivitas menurun dan terjadi kelemahan fisik.
6. Pola kognitif-persepsi Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang
pernsh disampaikan biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan
oksigenasi pada otak.
7. Pola persepsi diri-konsep diri Tampak gambaran keluarga terhadap
pasien, karena pasien diam.
8. Pola peran hubungan Pasien terlihat malas jika diajak bicara dengan
keluarga, pasien lebih banyak diam.
9. Pola toleransi stress-koping Aktivitas yang sering tampak saat
menghadapi stress adalah pasien selalu diam dan mudah marah.
10. Pola nilai-kepercayaan Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring
dengan kebutuhan untuk mendapat sumber kesembuhan dari Allah
SWT.
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum umum klien dengan pneumonia dapat dilakukan dengan
menilai keadaan fisik bagian tubuh. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
pada klien dengan pneumonia biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh
yaitu lebih dari 40 C, frekuensi napas meningkat.
2. Pola pernafasan Inspeksi: bentuk dada dan gerak pernapasan. Pada klien
dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan
dangkal. Napas cuping hidung dan sesak berat. Batuk produktif disertai
dengan peningkatan produksi sekret yang berlebih. Perkusi: klien dengan
pneumonia tanpa disertai komplikasi, didapatkan bunyi resonan atau sonor
pada seluruh lapang paru. Auskultasi: didapatkan bunyi napas melemah dan
adanya suara napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Peting bagi
perawat untuk mendokumentasi hasil auskultasi di daerah mana didapatkan
adanya ronkhi.
3. Sistem neurologi: klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi
penurunan kesadaran, Pada pengkajian objektif wajah klien tampak
meringis, menangis, merintih (Muttaqin, 2008).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
pernafasan akibat peningkatan mucus berlebih (D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar
kapiler oleh adanya oedema alveoli (D0003)
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru menurun
(D.0005)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan umum (D.0056)
5. Hipertermi berhubungan dengan proses radang (D.0130)
3. Intevensi Keperawatan
No DIAGNOSA
TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI SIKI
. KEPERAWATAN
Bersihan Jalan Napas Tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan MANAJEMEN JALAN NAPAS (I.01011)
Efektif (D.0001) 3x24 jam diharapkan bersihan jalan napas Observasi
meningkat - Monitor adanya sumbatan jalan napas
Kriteria Hasil : - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
 Tidak ada sesak usaha napas)
 Frekuensi napas normal (16 – - Monitor bunyi napas tambahan (mis.
20x/menit) Wheezing, ronkhi)
 Tidak ada sputum berlebih - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Pasien dapat batuk efektif - Monitor kemampuan batuk efektif
1.  Tidak ada suara napas tambahan Terapeutik
- Posisikan semi fowler
- Berikan minuman hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Berikan oksigen
Edukasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik (Combivent 2,5 ml)
2. Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
(D.0003) 3x24 jam diharapkan pertukaran gas Observasi
meningkat - Monitor pola napas (frekuensi, kedalam, usaha
Kriteria Hasil : (L.01003) napas)
 Pola napas membaik - Monitor bunyi napas tambahan (mis.
 Pernapsan cuping hidung Wheezing, ronkhi)
menurun - Monitor saturasi oksigen
 Nilai PCO2 normal (35-45 - Monitor nilai AGD
mmHg) - Monitor keefektifan terapi oksigen
 Nilai PO2 normal(80-100 mmHg) Terapeutik
 Nilai pH normal (7,35 – 7,45) - Atur pemantauan respirasi
 Nadi Normal (80-100x/menit) Edukasi
 Tidak ada suara napas tambahan - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
(4) - Informasikan hasil pemantauan
 Tingkat kesadaran meningkat TERAPI OKSIGEN
Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor efektifitas terapi oksigen
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan oksigen tambahan
- Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
- Berikan posisi semi fowler
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain,
penggunaan oksigen saat aktivitas atau tidur
Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
(D.0005) 3x24 jam diharapkan pola napas Observasi
membaik 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
Kriteria hasil: (L.01004) upaya napas
1. Dipsnea menurun 2. monitor pola napas
2. Penggunaan otot bantu napa 3. monitor kemampuan batuk efektif
menurun 4. monitor adanya produksi sputum
3. Pernapasan cuping hidung 5. monitor adanya sumbatan jalan napas
3. menurun 6. palpasi kesimetrisan ekspansi paru
4. Frekuensi napas membaik 7. monitor SPO2
8. Monitor hasil Xray
Terapeutik
1. atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan
4. Intoleransi aktivitas Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi (1.05178)
(D.0056) keperawatan selama 3 jam toleransi 1. Observasi
aktivitas meningkat dengan criteria hasil:  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
(L.05047) mengakibatkan kelelahan
- Frekuensi nadi 60-100x/mnt  Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Warna kulit membaik  Monitor pola dan jam tidur
- Tekanan darah membaik  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
- Saturasi oksigen 95-100% melakukan aktivitas
- Frekuensi nafas 12-20x/m 2. Terapeutik
- Keluhan Lelah menurun  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
- Dispnea saat aktivitas menurun stimulus (Missal cahaya,suara,kunjungan)
- Aritmia menurun  Lakukan latikan rentang gerak pasif dan aktif
- Sianosis menurun  Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitas duduk disisi tempat tidur jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asypan makanan
5. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipertermia (1.15506)
(D.0130) selama 3x24 jam, masalah termogulasi Observasi
membaik dengan kriteria hasil: (L.14134) - Identifikasi penyebab hipertermia (mis.: dehidrasi,
- Suhu tubuh dalam rentang normal terpapar lingkungan, panas,)
- Nadi dan RR dalam rentang normal - Monitor suhu tubuh
- Tidak ada perubahan warna kulit dan - Monitor kadar elektrolit
tidak ada pusing - Monitor keluaran urine
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering ketika
mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
- Lakukan pendinginan eksternal (mis.: selimut
hipotermia/kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen dan aksila)
- Hindari pemberian antipiretik/aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu.
Edukasi Termogulasi (1.12457)
Observasi
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik
 Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
 Ajarkan kompres hangat jika demam
 Ajarkan cara pengukuran sushu
 Anjurkan penggunaan pakaian yang dapat
menyerap keringat
 Anjurkan tetap memandikan pasien, jika
mungkin
 Anjurkan pemberian antipiretik sesuai indikasi
 Anjurkan banyak minum
 Anjurkan menciptakan lingkungan yang aman
dan nyaman
 Anjurkan penggunaan pakaian yang longgar
 Anjurkan melakukan pemeriksaan darah jika
demam > 3hari
DAFTAR PUSTAKA

Abdjul, R. L. and Herlina, S. (2020) ‘Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa


Dengan Pneumonia : Study Kasus’, Indonesian Jurnal of Health
Development, 2(2), pp. 102–107.

Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia.

Djojodibroto, R.D. Respirologi : Respiratory Medicine. 2013. Jakarta : ECG.

Dunn, L. Pneumonia : Classification, Diagnosis and Nursing Management. Royal


Collage of Nursing Standard Great Britain. 2007. 19(42). hal :50-54.

Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health Profile
2018]. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatanindonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.pdf

Khasanah, fitri nur. (2017). Asuhan Keperawatan Pada..., ASTRIA EMA


KHARISMA Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015. 9–40.

Nugraheni, Ambar Yunita, dkk. (2018). Farmakoterapi Dasar. MUP

Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1,
Yogyakarta : Graha Ilmu

Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FK UI

Task Force on CAP. Philippine Clinical Practice Guidelines on the Diagnosis,


Empiric Management, and Prevention of Community-acquired Pneumonia
(CAP) in Immunocompetent Adults. 2010

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai