Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN DIABETES MELLITUS

Oleh

Herin Fidela Roosyidah

P17212205071

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN
Oktober

1
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DANGAN DIABETES MELLITUS

A. Definisi
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam
Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi
sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat,
sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah.
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapantahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan
semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah,
pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya.
B. Batasan Usia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
3) 3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan lansia menjadi :
1) Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)

2
2) Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia
lanjut dini (usia 60-64 tahun)
3) Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia
>65 tahun)
C. Ciri – Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan
tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran
fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang
rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai
Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua
RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal

3
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia
menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga
diri yang rendah.

D. Perubahan Pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif
yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya
perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan Lilik
M, 2011, 2011).
a) Perubahan Fisik
1. Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga
dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas
60 tahun.
2. Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering
dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot.
3. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan
penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi..
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak
teratur.
 Kartilago: jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan
mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata.

4
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi
yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago
pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
 Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah
bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas
dan fraktur.
 Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif.
 Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
4. Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa
jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan
jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin,
klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan
ikat.
5. Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
6. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena
kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan

5
rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,
ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
8. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi
yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
9. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya
ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.
b) Perubahan Kognitif
1. Memory (Daya ingat, Ingatan)
2. IQ (Intellegent Quotient)
3. Kemampuan Belajar (Learning)
4. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6. Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7. Kebijaksanaan (Wisdom)
8. Kinerja (Performance)
9. Motivasi
c) Perubahan mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2. Kesehatan umum
3. Tingkat pendidikan
4. Keturunan (hereditas)
5. Lingkungan

6
6. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.
d) Perubahan spiritual Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan,
hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.
e) Perubahan Psikososial
E. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau
ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya.
Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu
dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh
para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat selama
beberapa dekade terakhir. (WHO Global Report, 2016).
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetic dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. ( Price and Wilson, 2000 ). Diabetes mellitus adalah sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemi( Smeltzer and Bare,2000). Diabetes melitus merupakan peyakit kronis
yang berkaitan denan defisiensi atau resistansi insulin relatif atau absolut dan
ditandai dengan ganguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. (Paramita,
2011)

F. Klasifikasi
Menurut Kemenkes pada website P2PTM yang di akses pada tahun 2020,
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang
harus diwaspadai sebagai syarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering

7
dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air
kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/ mudah lapar). Selain
itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh
terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali
sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
1. Pada DM Tipe I 
Pada DM Tipe 1, gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
2. Pada DM Tipe 2 
Pada DM Tipe 2, gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe
2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa
tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah
terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar
sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah
dan syaraf.
Menurut Suyono, et all, 2001 menyebutkan bahwa klasifikasi DM dan
gangguan toleransi glukosa adalah sebagai berikut :

 Diabetes mellitus
a. DM tipe 1 (tergantung insulin)
b. DM tipe 2 (tidak tergantung insulin)
- Gemuk
- Tidak gemuk
c. DM tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu

- Penyakit pancreas
- Hormonal
- Obat atau bahan kimia
- Kelainan reseptor
- kelainan genital dan lain-lain

8
d. Toleransi glukosa terganggu
e. Diabetes Gestasional

G. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, jika terdapat insulin, asupan glukosa / produksi glukosa
yang melebihi kebutuhan kalori akan di simpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati
dan sel-sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemia ( kadar glukosa
darah > 110 mg / dl ). Jika terdapat defisit insulin, empat perubahan metabolic
terjadi menimbulkan hiperglikemi (Long ,1996). Empat perubahan yang terjadi
yaitu :
1. Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang
2. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah
3. Glikolisis meningkat sehingga dadangan glikogen berkurang dan glukosa
hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
4. Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah
ke dalam darah dari pemecahan asam amino dan lemak
Menurut Smeltzer and Bare, 2000, pada DM tipe 1 terdapat ketidak mampuan
menghasikan insulin karena sel-sel beta telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Akibat produksi glukosa tidak terukur oleh hati, maka terjadi hiperglikemia. Jika
konsentrasi klokosa dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa,
akibatnya glukosa muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa berlebihan
diekskresikan dalam urine disertai pengeluaran cairan dan elektrolit (diuresis
osmotik). Akibat kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
berkemih (poli uri) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan . pasien
juga mengalami peningkatan selera makan (polifagi) akibat penurunan simpanan
kalori.gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin ini disertai
dengan penurunan reaksi intra sel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk

9
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada gangguan sekresi insulin
berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit
meningkat. Namun jika sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
insulin maka kadar glukosa darah meningkat. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas,
poliuri, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan
yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi )

H. Tanda dan Gejala


Menurut Paramita, 2011 tanda gejala pasien DM yaitu :
1. Ketoasidosis atau serangan diam- diam pada tipe 1
2. Yang Paling sering terjadi adalah keletihan akibat defisiensi eneri dan keadaan
katabolis
3. Kadang kadang tidak ada gejala (pada diabetes tipe 2
4. Dieuretik ostomotik yan disertai poliuria, dehidrasi, polidipsia, selaput lendir,
dan kekencangan kulit buruk
5. Pada Ketoasidosi dan keadaan non-ketotik hipermosmolar hiperglikemik,
dehidrasi berpotensi menyebabkan hipovolemia dan syok
6. Jika diabetes tipe 1 tidak dikontrol, pasien mengalami penurunan berat badan
dan selalu lapar, padahal ia sudah makan sangat banyak
7. Gejala klasik :
 Poliuri
 Polidipsi
 Polifagi
8. Penurunan Berat Badan
9. Lemah
10. Kesemutan, rasa baal
11. Bisul / luka yang lama tidak sembuh
12. Keluhan impotensi pada laki-laki
13. Keputihan

10
14. Infeksi saluran kemih

I. Komplikasi
 Akut
a. Ketoasidosis diabetik
b. Hipoglikemi
c. Koma non ketotik hiperglikemi hiperosmolar
d. Efek Somogyi ( penurunan kadar glukosa darah pada malam hari diikuti
peningkatan rebound pada pagi hari )
e. Fenomena fajar / down phenomenon ( hiperglikemi pada pagi hari antara
jam 5-9 pagi yang tampaknya disebabkan peningkatan sikardian kadar
glukosa pada pagi hari )
 Komplikasi jangka panjang
a. Makroangiopati
 Penyakit arteri koroner ( aterosklerosis )
 Penyakit vaskuler perifer
 Stroke
b. Mikroangiopati
 Retinopati
 Nefropati
 Neuropati diabetik
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Pemeriksaan kadar serum glukosa
a. Gula darah puasa :
glukosa lebih dari 120 mg/dl pada 2x tes. Pada pemeriksaan ini
pasien harus berpuasa 8-10 jam sebelum pemeriksaan dilakukan.
Spesimen darah yang digunakan dapat berupa serum atau plasma
vena atau juga darah kapiler. Pemeriksaan gula darah puasa dapat

11
digunakan untuk pemeriksaan penyaringan, memastikan diagnostik
atau memantau pengendalian DM. Nilai normal 70-110 mg/dl.

b. Gula darah 2 jam pp :


200 mg / dl. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada
pasien tanpa perlu diperhatikan waktu terakhir pasien pasien.
Spesimen darah dapat berupa serum atau plasma yang berasal dari
darah vena. Pemeriksaan gula darah sewaktu plasma vena dapat
digunakan untuk pemeriksaan penyaringan dan memastikan diagnosa
Diabetes Melitus. Nilai normal <200 mg/dl.

c. Gula darah sewaktu :


lebih dari 200 mg / dl. Pemeriksaan ini sukar di standarisasi,
karena makanan yang dimakan baik jenis maupun jumlah yang sukar
disamakan dan juga sukar diawasi pasien selama 2 jam untuk tidak
makan dan minum lagi, juga selama menunggu pasien perlu duduk,
istirahat yang tenang, dan tidak melakukan kegiatan jasmani yang
berat serta tidak merokok. Untuk pasien yang sama, pemeriksaan ini
bermanfaat untuk memantau DM. Nilai normal <140 mg/dl.

 Tes toleransi glukosa


Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta satu nilai
lain lebih dari 200 mg/ dlsetelah beban glukosa 75 gr

 HbA1C
> 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol

 Pemeriksaan kadar glukosa urin


Pemeriksaan reduksi urin dengan cara Benedic atau menggunakan enzim
glukosa . Pemeriksaan reduksi urin positif jika didapatkan glukosa dalam
urin.

12
K. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadi komplikasi vaskuler serta
neuropatik.Tujuan terapetik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktifitas
pasien. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu diet, latihan,
pemantauan, terapi dan pendidikan kesehatan.

 Penatalaksanaan diet
Prinsip umum :diet dan pengndalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM.

Tujuan penatalaksanaan nutrisi :

a. Memberikan semua unsur makanan esensial missal vitamin, mineral


b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energi
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap haridengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis.
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
 Latihan fisik
Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat menurunkan kadar
glikosa darah dan mengurangi factor resiko kardiovaskuler. Latihan akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot
juga diperbaiki dengan olahraga.

 Pemantauan
Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan pencegahan
hipoglikemi serta hiperglikemia.

 Terapi
a. Insulin

13
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah

b. Obat oral anti diabetik


- Sulfonaria
 Asetoheksamid ( 250 mg, 500 mg )
 Clorpopamid(100 mg, 250 mg )
 Glipizid ( 5 mg, 10 mg )
 Glyburid ( 1,25 mg ; 2,5 mg ; 5 mg )
 Totazamid ( 100 mg ; 250 mg; 500 mg )
 Tolbutamid (250 mg, 500 mg )
- Biguanid
Metformin 500 mg

 Pendidikan kesehatan
Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain :

a. Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efek samping obat,


pengenalan dan pencegahan hipoglikemi / hiperglikemi
b. Tindakan preventif(perawatan kaki, perawatan mata , hygiene umum )
c. Meningkatkan kepatuhan progranm diet dan obat
(Smeltzer and Bare, 2000)

L. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

 Aktivitas / istirahat ;
Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan , kram otot, tonus otot menurun,

Gangguan tidur dan istirahat, takikardi dan takipnea, letargi, disorientasi,


koma, penurunan kekuatan otot

 Sirkulasi ;
Adanya riwayat hipertensi, MCI

Klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas

Ulkus, penyembuhan luka lama

14
Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tak ada, disritmia, krekles

Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung

 Integritas ego;
Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi, Ansietas, peka rangsang

 Eliminasi ;
Poliuri, nokturia, disuria, sulit brkemih, ISK baru atau berulang, Diare, nyeri
tekan abdomen, Urin encer, pucat, kuning, atau berkabut dan berbau bila
ada infeksi, Bising usus melemah atau turun, terjadi hiperaktif ( diare ),
abdomen keras, adanya asites

 Makanan / cairan ;
Anoreksia, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa / karbohidrat, Penurunan berat badan, Haus dan lapar terus,
penggunaan diuretic ( Tiazid ), kekakuan / distensi abdomen

Kulit kering bersisik, turgor kulit jelek, bau halitosis / manis, bau buah
(nafas aseton ).

 Neurosensori :
Pusing, pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parastesia, gangguan penglihatan, disorientasi, mengantuk, stupor / koma ,
gangguan memori ( baru, masa lalu ), kacau mental, reflek tendon dalam
menurun/koma, aktifitas kejang

 Nyeri / kenyamanan ;
Abdomen tegang/nyeri, wajah meringis, palpitasi

 Pernafasan ;
Batuk, dan ada purulen, jika terjadi infeksi

Frekuensi pernafasan meningkat, merasa kekurangan oksigen

15
 Keamanan ;
Kulit kering, gatal, ulkus kulit, kulit rusak, lesi, ulserasi, menurunnya
kekuatan umum / rentang gerak, parestesia/ paralysis otot, termasuk otot-otot
pernafasan,( jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam) ,demam,
diaphoresis

 Seksualitas ;
Cenderung infeksi pada vagina.

Masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa umum yang muncul pada pasien Diabetes Melitus :

 Defisit nutrisi berhubungan dengan defisiensi insulin, penurunan intake oral,


status hipermetabolisme
 Ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan dengan penggunaan
insulin atau obat glikemik oral
 Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
karena glaukoma
 Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis diabetes mellitus
 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

N. INTERVENS KEPERAWATAN
Standart Diagnosa Standart Luaran
Standart Intervensi Keperawatan
No. Keperawatan Keperawatan
Indonesia
Indonesia Indonesia
1. (D.0019) Status Nutrisi Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Defisit nutrisi (L.03030) Observasi
berhubungan dengan Setelah diberikan 1. Identifikasi status nutrisi
defisiensi insulin, intervensi keperawatan
2. Identifikasi alergi dan intoleransi
penurunan intake selama ….kali, status
makanan
oral, status nutrisi membaik dengan

16
hipermetabolisme kriteria hasil : 3. Identifikasi makanan yang disukai
- Berat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
badan sesuai IMT jenis nutrient
- Porsi
5. Identifikasi perlunya penggunaan
makan yang cukup
selang nasogastrik
sesuai kebutuhan
6. Monitor asupan makanan
tubuh
7. Monitor berat badan
- Freku
8. Monitor hasil pemeriksaan
ensi makan
laboratorium
membaik
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi

17
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu

Manajemen Hiperglikemia (I. 03115)


Observasi
1. Identifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemia
2. Identifikasi situasi yan
gmenyebabkan kebutuhan insulin
meningkat
3. Monitor kadar glukosa darah
4. Monitor tanda dan gejala
hiperglikemi
5. Monitor input dan output cairan
Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
2. Konsultasi dengan medis jika ada
tanda gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
Edukasi
1. Anjurkan menghindari olah raga saat
kadar glukosa darah lebih dari
250mg/dL
2. Anjurkan monitor kadar glukosas
darah secara mandiri

18
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
4. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
dengan insulin)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian insulin
2. (D.0027) Kestabilan Kadar Manajemen Hiperglikemia (I. 03115)
Ketidakstabilan kadar Glukosa Darah (L. Observasi
glukosa darah 03022) 6. Identifikasi kemungkinan penyebab
berhubungan dengan Setelah diberikan hiperglikemia
penggunaan insulin intervensi keperawatan 7. Identifikasi situasi yan
atau obat glikemik selama ….kali, kadar gmenyebabkan kebutuhan insulin
oral glukosa darah berada meningkat
pada rentang normal 8. Monitor kadar glukosa darah
dengan kriteria hasil : 9. Monitor tanda dan gejala
- Meng hiperglikemi
antuk menurun 10. Monitor input dan output cairan
- Ousin Terapeutik
g menurun 3. Berikan asupan cairan oral
- Lelah/ 4. Konsultasi dengan medis jika ada
lesu menurun tanda gejala hiperglikemia tetap ada
- Kadar atau memburuk
glukosa dalam Edukasi
darah membaik 5. Anjurkan menghindari olah raga saat
- Kesad kadar glukosa darah lebih dari
aran membaik 250mg/dL
6. Anjurkan monitor kadar glukosas
darah secara mandiri
7. Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
8. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.

19
dengan insulin)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian insulin
3. (D.0085) Persepsi Sensori Minimalisasi Rangsangan (I.08241)
Gangguan persepsi (L.09083) Observasi
sensori berhubungan Setelah diberikan Periksa status mental, status
dengan gangguan intervensi keperawatan sensori, dan tingkat kenyamanan
penglihatan karena selama ….kali, persepsi (mis. nyeri, kelelahan)
glaukoma sensori membaik
Terapeutik
dengan kriteria hasil :
1. Diskusikan tingkat toleransi
- Verba
terhadap beban sensori (mis.
lisasi melihat
bising, terlalu terang)
bayangan
2. Batasi stimulus lingkungan
meningkat
(mis. cahaya, suara, aktivitas)
- Tanda
3. Jadwalkan aktivitas harian dan
-tanda vital dalam
waktu istirahat
batas normal
4. Kombinasikan
prosedur/tindakan dalam satu
waktu, sesuai kebutuhan
Edukasi
Ajarkan cara meminimalisasi
stimulus (mis. mengatur
pencahayaan ruangan, mengurangi
kebisingan, membatasi kunjungan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
2. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
4. (D.0111) Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan (I.12383)
Defisit pengetahuan (L.12111) Obsevasi

20
berhubungan dengan Setelah diberikan a. Identidikasi kesiapan dan
kurang terpapar intervensi keperawatan kemampuan menerima informasi
informasi selama ….kali, tingkat b. Identifikasi faktor yang dapat
pengetahuan meningkat meningkatkan dan menurunkan
dengan kriteria hasil : motivasi perilaku hidup bersih dan
- Perilaku sesuai sehat
anjuran meningkat Terpeutik
- Perilaku sesuai 1. Sediakan materi dan media
dengan pengetahuan pendidikan kesehatan
meningkat 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
- Kemampuan sesuai kesepakatan
menjelaskan 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
pengetahuan Edukasi
tentang topic 1. Jelaskan faktor resiko yang dapat
meningkat mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
5. (D.0142) Tingkat Nyeri Pencegahan Infeksi (I.14539)
Resiko infeksi (L.08066) Observasi
berhubungan dengan Setelah diberikan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
penyakit kronis intervensi keperawatan dan sistemik
diabetes mellitus selama ….kali, infeksi Terapeutik
tidak terjadi dengan 1. Batasi jumlah pengunjung
kriteria hasil : 2. Berikan perawatan kulit pada area
- Demam menurun edema
- Kemerahan 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
menurun kontak dengan pasien dan lingkungan
- Nyeri menurun pasien
- Bengkak menurun 4. Pertahankan teknik aseptik pada
- Tanda-tanda vital pasien berisikko tinggi
dalam batas normal Edukasi

21
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

O. EVALUASI
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi dengan
criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Kerangka
kerja valuasi sudah terkandung dalam rencana perawatan jika secara jelas telah
digambarkan tujuan perilaku yang spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai
criteria evaluasi bagi tingkat aktivitas yang telah dicapai (Friedman,1998)
Evaluasi disusun mnggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang obyektif.
A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan
obyektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
(Suprajitno,2004)

22
DAFTAR PUSTAKA

Azizah & Lilik Ma’rifatul, (2011). Keperawatan LanjutUsia. Edisi 1. Yogyakarta :


Graha Ilmu
Kemenkes. 2020. Penyakit Diabetes Mellitus. (Online)
(http://p2ptm.kemkes.go.id/informasi-p2ptm/penyakit-diabetes-melitus) diakses
12 Oktober 2020.
Kholifah, Siti Nur. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Gerontik. Jakarta :
Pusdik SDM Kesehatan BPPSDM.
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes.
4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 2000
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical
nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Undang-Undang No 13 (1998). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
WHO Fact Sheet of Diabetes, 2016

23

Anda mungkin juga menyukai