Anda di halaman 1dari 34

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EFUSI PLEURA DI


RUANG SAKURA RUMAH SAKIT
DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Iva Rohmawati, S.Kep.
NIM 182311101011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
DESEMBER, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Efusi


Pleura di Ruang Sakura RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan disahkan
pada:
Hari, Tanggal :
Tempat :

Jember, Desember 2018

Mahasiswa

Iva Rohmawati, S.Kep.


NIM 182311101011

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Sakura
Universitas Jember RSD dr. Soebandi

Ns. Fitrio Deviantony, M.Kep. Ns. Endang Purwati, S.Kep.


NRP. 60018001 NIP 19651215 1 198903 2 016
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Penyakit


1. Review Anatomi dan Fisiologi
Paru paru merupakan organ berpasangan, berbentuk seperti piramida, dan
terhubung ke trakea melalui bronkus kanan dan kiri. Pada permukaan inferior,
paru dibatasi oleh diafragma. Diafragma merupakan otot datar berbentuk
kubah yang terletak di dasar paru paru dan rongga toraks. Paru paru tertutup
oleh rongga pleura (CNX OpenStax, 2018).
Boka (2017) menjelaskan bahwa rongga pleura pada kondisi normal
merupaka ruang potensial yang berada di antara pleura parietalis dan viceral.
Pleura parietal merupakan bagian yang melapisi permukaan dada bagian
dalam rongga toraks, termasuk medial bilateral, subkostal kiri, dan kanan
diafragma, dan permukaan otot paling dalam. Sedangkan pleura viceral
merupakan selaput yang menyelubungi kedua paru paru, mengikuti lipatan
interlobus, dan bertemu pleura parietal pada pangkal paru.

Gambar 1. Anatomi Paru-Paru


Setiap paru, terdiri dari unit yang lebih kecil dan disebut lobus. Antara
lobus satu dengan yang lain dipisahkan oleh fissura. Paru kanan terdiri aTas 3
lobus: lobus superior, tengah, dan inferior. Paru kiri terdiri dari 2 lobus: lobus
superior dan inferior. Segmen bronkopulmonal merupakan pembagian lobus,
dan setiap lobus memiliki beberapa segmen bronkopulmonal. Setiap segmen
menerima udara dari bronkus tersier dan dapat memasok darah melalui arteri
pada segmen tersebut.

Gambar 2. Arteri dan Vena yang berhubungan dengan Proses Respirasi di


Paru-Paru
Paru paru merupakan organ penting dalam profes pertukaran gas dan
berfungsi sebagai sistem transportasi untuk gas di seluruh tubuh. Selain itu,
persarafan oleh saraf simpatik dan parasimpatik memberikan tingkat kontrol
yang penting melalui dilatasi dan kontriksi saluran pernafasan. Paru-paru
mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis.
Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya,
yang disebut katup semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel
kanan dan mengalir melewati katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri
pulmonais. Arteri pulmonais bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis
kanan dan kiri yang masing-masing mengalir keparu kanan dan kiri. Di paru
arteri pulmonalis bercabang-cabang berkali-kali menjadi erteriol dan
kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluan pernapasan,
melalui sebuah alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi
venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk membentuk vena
pulmonalis yang besar. Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali
keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi
sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar 15 mmHg.
Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari darah dan
oksigen diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi
sistemik dan par, maka suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat
berlangsung bagi semua sel.

Gambar 3. Parietal dan Viceral Pleura pada Paru-Paru


Pleura memiliki 2 fungsi utama:
1) Menghasilkan cairan pleura
2) Menciptakan rongga yang memisahkan dengan organ utama
Cairan pleura disekresikal oleh sel mesothelial dari kedua lapisan pleura
(viseral: yang menempel di paru, dan parietal: yang menempel di rongga toraks).
Cairan pleura berfungsi untuk melumasi permukaan paru. Pelumasan ini bertujuan
untuk mengurangi gesekan antara dua lapisan untuk mencegah terjadinya trauma
saat bernafas, dan menciptakan tegangan permukaan yang membantu
mempertahankan posisi paru paru melawan dinding toraks. Karakteristik adhesif
dari cairan pleura ini menyebabkan paru paru membesar ketika dinding toraks
mengembang selama proses ventilasi, dan memungkinkan paru paru mengisi
udara (Boka, 2017).

Mekanisme pernafasan terdiri dari proses inspirasi dan ekspirasi. Pada saat
proses inspirasi, otot antar tulang rusuk berkontraksi dan terangkat sehingga
volume rongga toraks bertambah besar, sedangkan tekanan rongga toraks menjadi
lebih kecil daripada tekanan udara luar, sehingga udara mengalir dari luar ke paru
paru. Pada saat proses ekspirasi, otot antar tulang rusuk kembali ke posisi semula
atau relaksasi, sehingga volume dalam rongga toraks mengecil sedangkan
tekanannya membesar. Tekanan ini akan mendesak dinding paru paru, sehingga
rongga paru paru membesar. Keadaan inilah yang menyebabkan udara dalam paru
paru terdorong ke luar.

2. Definisi
Judith (2018) menjelaskan bahwa efusi pleuramerupakan kondisi
dimana terjadi penumpukan cairan yang berlebihan pada rongga antara paru
paru dan dada (rongga pleura). Selaput tipis yang disebut pleura, berfungsi
menutupi bagian luar paru paru dan bagian dalam rongga dada. Pleura selalu
memiliki sedikit cairan dalam lapisannya untuk membantu melumasi paru
paru saat mengembang dan mengempis dalam proses respirasi.
Gambar. Efusi Pleura

3. Epidemiologi
American Thoracic Society (2017) menjelaskan bahwa prevalensi efusi
pleura di Amerika Serikat setiap tahunnya berkisar kurang lebih 1 juta kasus.
Menurut penelitian yang dilakukan, 15% pasien dengan efusi pleura yang
dirawat di rumah sakit, mengalami kematian dalam 30 hari.

4. Etiologi
Louise (2018) menjelaskan bahwa ruang pleura normal mengandung
sekitar 10 mL cairan. Hal ini menggambarkan adanya:
a. Keseimbangan antara kekuatan hidrostatis dan onkotik di kapiler
pleura viseral dan parietal
b. Keseimbangan drainase limfatik persisten.
Efusi pleura terjadi akibat gangguan pada keseimbangan dua hal
tersebut. Adanya efusi pleura dapat terjadi oleh adanya mekanisme
berikut:
a. Perubahan permeabilitas membran pleura. Kondisi ini dapat terjadi
pada kasus infeksi, keganasan, dan emboli paru.
b. Penurunan tekanan onkotik intravaskuler. Kondisi ini dapat terjadi
pada kasus hipoalbuminemia karena sindrom nefrotik atau sirosis.
c. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan vaskuler. Kondisi ini
dapat terjadi pada kasus trauma, keganasan, infeksi, infark paru,
hipersensitifitas obat, uremia, dan pankreatitis.
d. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik atau
paru. Kondisi ini terjadi pada kasus gagal jantung kongestif, dan
sindrom vena cava superior.
e. Penurunan tekanan dalam ruang pleura. Kondisi ini terjadi akibat
adanya ketidakmampuan paru untuk melakukan ekspansi penuh
selama proses inspirasi. Hal ini dikenal sebagai kasus “trapped lung”,
misalnya pada kasus atelektasis luas karena bronkus atau kontraksi
terhalang fibrosis yang menyebabkan fisiologi paru restriktif.
f. Penurunan drainasi limfatik atau penyumbatan pembuluh darah
limfatik, termasuk obstruksi duktus torasikal atau ruptur seperti akibat
keganasan maupun trauma.
g. Peningkatan cairan peritoneum dengan ekstravasasi mikroperfungsi di
diafragma melalui limfatik atau defek diafragma mikrostruktur
misalnya pada kasus hidrothoraks hepatik, sirosis, dan dialisis
peritoneal.
h. Gerakan cairan dari edema paru di seluruh pleura viceral
i. Peningkatan tekanan onkotik cairan pleura sehingga menyebabkan
akumulasi cairan lebih lanjut

Brunner dan Suddart (2014) menjelaskan bahwa efusi pleura bukan


merupakan penyakit primer, tetapi penyakt sekunder yang disebabkan oleh
penyakit lain. Efusi pleura dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
1. Infeksi
Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan terjadi efusi pleura yaitu
tuberkulosis, pneumonia, abses paru dan abses subfrenik.
2. Non infeksi
Penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain
yaitu Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor
ovarium, gagal ginjal, dan gagal hati.

5. Klasifikasi
Louise (2018) menjelaskan bahwa efusi pleura diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu:
a. Efusi pleura: transudat
Efusi pleura jenis transudat terjadi akibat ketidakseimbagan antara
tekanan onkotik dan tekanan hidrostatik. Efusi pleura ini merupakan
penumpukan cairan seperti cairan pleura biasa. Kondisi ini terjadi akibat
gagal jantung kongertif sebagai penyebab paling umum.
b. Efusi pleura: eksudat
Efusi pleura eksudat terjadi berdasarkan hasil dari proses inflamasi pleura
atau akibat penurunan drainase limfatik. Kondisi ini terjadi ketika rongga
pleura berisi cairan ekstra darah, sel inflamasi atau dapat juga bercampur
bakteri. Efusi pleura jenis ini seringkali terjadi akibat pneumonia atau kanker
paru paru.

6. Patofisiologi
Pleura parietalis dan viceralis berhadapan satu sama lain dan hanya
dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa. Lapisan tipis tersebut
menggambarkan adanya keseimbangan antara transudasi kapiler pleura
dan reabsorpsi oleh vena viceral dan parietal dan saluran getah bening.
Cairan pleura dapat dihasilkan oleh pleura parietalis akibat tekanan
hirostatis, tekanan koloid, dan daya tarik elastis. Sebagian cairan akan
diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil (10-
20%) akan dialirkan ke dalam pembuluh limfe. Terkumpulnya cairan
secara berlebihan pada rongga pleura disebut dengan efusi pleura. Hal ini
dapat terjadi jika terdapat gangguan keseimbangan dalam proses produksi
dan absorbsi cairan pada pleura terganggu akibat inflamasi, perubahan
tekanan osmotik, peningkatan tekanan vena (gagal jantung) (Simanjuntak,
2014). Efusi pleura merupakan istilah yang digunakan pada kondisi
penimbunan cairan dalam rongga pleura, yang dapat berupa transudat
maupun eksudat. Trnasudat terjadi akibat adanya peningkatan tekanan
vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung kongestif yang
menyebabkan ketidakseimbangan tekanan dan pengeluaran cairan dari
pembuluh darah (Boka, 2017).
Trnasudat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada kondisi
penyakit hati dan ginjal, atau penekanan tumor pada vena cava.
Penimbunan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan nama
hindrothoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun di dasar paru paru
akibat mengikuti gaya gravitasi. Penimbunan eksudat timbul jika terdapat
peradangan atau keganasan pleura dan akibat permeabilitas kapiler atau
gangguan absorpsi getah bening. Eksudat dan transudat dibedakan
berdasarkan kadar protein di dalamnya (Boka, 2017).

7. Manifestasi Klinis
Nurafif dan Hardhi (2015) menjelaskan bahwa tanda gejala yang
dimunculkan dari adanya penyakit efusi pleura adalah:
a. Adanya penimbunan cairan menyebabkan nyeri dada karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak nafas.
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuraitis, panas tinggi, banyak keringat, batuk, banyak
sekret.
c. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernafasan, vocal fremitus melemah, pada perkusi
didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk, permukaan cairan
membentuk garis melengkung.
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani di bagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfufz
yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisilain,
pada auskultasi didapati vaskuler melemah dengan ronchi.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

8. Komplikasi
a. Kolaps paru: hal ini terjadi jika paru paru dikelilingiv kumpulan cairan
dalam waktu yang lama dan tidak segera mendapatkan penanganan.
b. Empiema: kondisi ini terjadi apabila cairan terkontaminasi dengan
abses, sehingga membutuhkan drainase lebih lama.
c. Pneumotoraks: kondisi ini dapat terjadi akibat tindakan torakosistesis
d. Gagal nafas (Nurafif dan Kusuma, 2015).

9. Pemeriksaan Penunjang
Chang (2018) menjelaskan bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis efusi pleura adalah sebagai
berikut:
a. Xray dada
Pemeriksaan ini akan menunjukkan sinar putih pada sinar X, semestara
udara akan terlihat hitam. Pada pasien dengan efusi pleura, posisi
berbaring saat dilakukan pemeriksaan lebih memungkinkan untuk dapat
menunjukkan adanya cairan yang dalam rongga pleura.

Pada pemerikaan rontgen dada didapatkan gambaran


menghilangnya sudut kostofrenik. Permukaan cairan yang terdapat dalam
rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva dengan permukaan
daerah lateral lebih tinggi dari bagian medial. Bila permukaannya
horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga
tersebut yang dapat berasal dari luar dan dari dalam paru-paru itu sendiri.
b. Computed Tomography Scan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menunjukkan secara lebih detail
gambaran efusi pleura daripada foto rontgen dada.
c. Ultrasonography
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memunculan gambar dan video
menggunakan ultrasound untuk mencari cairan sehingga didapatkan
sampel untuk analisis.
d. Thorachocintesis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan pengambilan sedikit cairan untuk diuji.
Sampel didapatkan dengan cara memasukkan jarum dan tabung (kateter)
ke dalam rongga pleura melalui jarak antar costae. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi,
berat jenis.
e. Kultur bakteri
Cairan pleura akan dilakukan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi
untuk sel-sel malignan, dan pH.
f. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah lengkap: leukosit meningkat, hemoglobin menurun, LED
meningkat
2) Kimia darah : albumin menurun, protein total menurun
3) Sputum : kultur, basil asam dan pH
4) Sitologi cairan pleura.

10. Penatalaksanaan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2017) menjelaskan bahwa tindakan
yang bisa dilakukan dalam upaya penatalaksanaan efusi pleura adalah:
a. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dispneu akan semakin meningkat.
b. Torakosintesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri dan sesak nafas. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan
efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat
dilakukan 1 jam kemudia.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur bakteri yang dilakukan
pada pemeriksaan.
d. Pleurodesis
Pada kasus efusi pleura yang disebabkan oleh keganasan, diberikan obat
(tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk
melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi
kembali.
e. Pemasangan kateter secara jangka panjang lewat kulit ke dalam ruang
pleura (pleural drain), untuk efusi pleura yang terus muncul.
f. Penyuntikan zat pemicu iritasi (misalnya talk, doxycycline, atau
bleomycin) ke dalam ruang pleura melalui selang khusus guna
mengikat kedua lapisan pleura, sehingga rongga pleura tertutup.
Prosedur yang dinamakan pleurodesis ini biasanya diterapkan untuk
mencegah efusi pleura yang kerap kambuh.
B. Clinical Pathway

Infeksi Non Infeksi


(Tb, Pneumonia, (Ca paru, Ca pleura, Ca mediastinum,
abses subfrenik) tumor, gagal ginjal, gagal hati)

Peradangan pleura Kongesti Perubahan tekanan Peningkatan


pembuluh limfe osmotik tekanan vena
Pengeluaran
endotoksin antigen Permeabel membran Penurunan daya
kapiler meningkat Gangguan tekanan kapiler hidrostatik
reabsorbsi cairan dan koloid osmotik intrapleura
Cairan protein dari
Pengeluaran fagosit Transudat
getah bening masuk
sel darah
rongga pleura Nyeri akut
Produksi (IL-1, IL-6, Konsentrasi protein
TNF, dan IFN EFUSI PLEURA
cairan pleura meningkat

Produksi Eksudat Penekanan paru Penekanan abdomen Cairan pleura


prostaglandin meningkat

Penurunan ekspansi paru Anoreksi


Produksi Diperlukan tindakan
prostaglandin drainase dada
Gangguan pola Sesak nafas Intake nutrisi (WSD/pungsi)
tidak adekuat
Merangsang set point tidur
hipotalamus
Kenaikan suhu tubuh
Gangguan Ketidakefektifan Nyeri Risiko
pertukaran gas pola nafas akut infeksi
Hipertermi
Penurunan suplai
oksigen otak
Insufisiensi oksigenasi Peningkatan produksi
sputum
Bloking pikiran, Penurunan kemampuan
Suplai oksigen tubuh tidak adekuat
gangguan konsentrasi pemecahan masalah Batuk produktif

Hipoksemia Kurangnya suplai oksigen ke Gelisah Kurang pengetahuan Ketidakefektifan


jaringan perifer bersihan jalan nafas
Gangguan Ansietas Defisiensi pengetahuan
metabolisme O2 Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Gangguan rasa nyaman
Energi berkurang

Intoleransi Defisit
aktivitas perawatan diri
C. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian/Assesment
1. Identitas Pasien
Identitas meliputi data demografi klien yang terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, alamat, No.RM, pekerjaan, status perkawinan,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Adanya keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, dispneu, batuk, dan
akan menimbulkan serangan atau onset yang mebahayakan.
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diwali dengan adanya tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, dan berat
badan turun. Pada riwayat penyakit sekarang perlu ditanyakan terkait
keluhaan awal muncul dan tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan dan menghilangkan keluhan yang dirasakan. Nyeri yang
dirasakan dapat bersifat tajam dan terlokalisir terutama saat batuk dan
bernafas.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang dapat menjadi faktor utama terjadinya efusi pleura seperti
penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi seperti tuberkulosisi,
pneumonia, dan abses subfrenik. Penyakit non infeksi berupa Ca paru, Ca
pleura, Ca mediastinum, tumor, gagal ginjal, gagal jantung, dan gagal hati.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
pernafasan yang dapat menyebabkan efusi pleura seperti Ca paru, asma,
dan Tb paru.
4. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Bagaimana persepsi dan pendapat klien terkait dengan penyakit yang
dideritanya, serta penanganan pertama dalam mengatasi masalah
kesehatannya. Riwayat merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-
obatan.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Bagaimana pola pemenuhan nutrisi setiap harinya. Perawat perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien. Pasien dengan efusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada
struktur abdomen yang akan menyebabkan berat badan menurun.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit sehingga
keadaan pasien tampak lemah. Pasien efusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada
struktur abdomen.
c) Pola eliminasi
Perawat perlu menanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi yang akibat
dari menurunnya gerakan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Perawat perlu untuk terus mengkaji status pernapasan pasien, karena
akibat dari sesak napas akan mengganggu ekspansi paru berkembang dan
pasien merasa malaise untuk beraktivitas. Disamping itu pasien juga akan
mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada dan untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur, istitahat dan sering
terbangun jika nyeri, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan
seperti keluarga pasien yang menunggu banyak dan kondisi rumah sakit
yang pasiennya banyak.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga,
tidak dapat menjalani fungsinya untuk menafkahi istri dan anaknya.
Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami perubahan
dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya. Adapun dari pola sensori yang teganggu tapi
jarang yaitu ketika demam dan sesak napas yang mengakibakan
kelemahan akan menggangu penglihatan pasien menjadi kabur dan
somnolen. Akibat efusi pleura akan menyebabkan penekanan pada paru
oleh cairan sehingga menimbulkan rasa nyeri.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien akan terganggu untuk sementara waktu karena
pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola managemen stress dan koping
Pasien yang tidak mengtahui penyabab dan proses dari penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih
tahu mengenai penyakitnya.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan.
5. Pengkajian Fisik
a) Keadaan umum
Pasien tampak sesak nafas
b) Tingkat kesadaran
Komposmentis
c) TTV
RR : takipnea
N : takikardi
S : jika ada infeksi bisa hipertermi
TD : bisa hipotensi
d) Keadaan fisik umum lainnya dapat dikaji dengan IPPA, yang meliputi:
1) Mata: konjungtiva anemis
2) Hidung: sesak nafas, terdapat cuping hidung, alat bantu yang
terpasang pada hidung.
3) Leher: deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan dan peggunaan otot
bantu nafas.
4) Dada
Paru-paru
Inspeksi : terlihat ekspansi dada tidak simetris, tampak sesak nafas,
dan tampak penggunaan otot bantu pernafasan
Palpasi : vokal fremitus menurun terutama pada efusi pleura
dengan jumlah cairan >250 cc. Terdapat pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Perkusi : pekak, redup
Auskultasi : bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar.
Jantung
Inspeksi : inspeksi iktus qordis, palpasi CRT dan detakan jantung,
perkusi batas jantung, dan auskultasi suara jantung abnormal
5) Abdomen: inspeksi adanya asites dan kelainan bentuk abdomen,
palpasi adanya tenderness dan nyeri tekan lainnya, auskultasi suara
bising usus.
6) Urogenital: inspeksi bentuk anatomi genital, alat bantu eliminasi yang
terpasang.
7) Ekstremitas: inspeksi kelainan bentuk ekremitas baik bawah maupun
atas, fungsi pergerakan dan perubahan bentuk.
8) Kulit dan Kuku
Kajian tentang Integritas kulit, kebersihan kulit dan kuku, serta kaji
CRT
9) Keadaan Lokal
Gasglow Coma Scale (GCS)
Parameter Nilai
membuka secara spontan 4
Terhadap suara 3
Mata
Terhadap nyeri 2
Tidak berespon 1
Orientasi baik 5
Bingung 4
respon verbal Kata-kata tidak jelas 3
Bunyi tidak jelas 2
Tidak berespon 1
Mengikuti perintah 6
Gerakan Lokal 5
Fleksi, Menarik 4
Respon Motorik
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada 1

b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
(penurunan ekspansi paru) ditandai dengan dispnea, fase ekspansi
memanjang, penggunaan otot bantu pernafasan, penurunan kapasitas
vital, pernafasan bibir, pernafasan cuping hidung, pola nafas abnormal,
dan takipnea.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan infeksi
ditandai dengan batuk yang tidak efektif, dispnea, gelisah, penurunan
bunyi nafas, perubahan frekuensi nafas, perubahan pola nafas, sianosis,
sputum dalam jumlah yang berlebihan, dan suara nafas tambahan.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler ditandai dengan dispnea, gelisah, hiperkapnia,
hipoksemia, hipoksia, nafas cuping hidung, pola pernafasan abnormal,
sianosis, takikardi, dan perubahan warna kulit.
4) Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis (infeksi) ditandai
dengan ekspresi wajah nyeri (meringis), skala nyeri, fokus pada diri
sendiri, dan perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
5) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang proses penyakit ditandai dengan penurunan nadi
perifer, perubahan fungsi motorik, perubahan karakteristik kulit,
perubahan tekanan darah di ekstremitas, tidak ada nadi perifer, CRT > 3
detik, dan warna kulit pucat.
6) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan kulit
teraba hangat, postur abnormal, koma, apnea, kejang, kulit memerah,
hipotensi, vasodilatasi, lethargi, takikardia, takipnea, irritable.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasif
8) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan ditandai dengan penurunan berat badan
(20%) atau lebih dari berat badan ideal, bising usus hiperaktif,
ketidakmampuan memakan makanan, kurang informasi, kurang minat
pada makanan, membran mukosa pucat, dan nyeri abdomen.
9) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan dispnea setelah
beraktivitas, keletihan, dan ketidaknyamanan setelah beraktivitas.
10) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini (sesak nafas)
ditandai dengan ansietas, bloking pikiran, gangguan konsentrasi,
gangguan perhatian, konfusi, menyadari gejala fisiologis, dan penurunan
lapang persepsi.
11) Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas ditandai dengan
perubahan pola tidur normal, sering terjaga, penurunan kemampuan,
ketidakpuasan tidur, dan tidak merasa cukup istirahat.
12) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
ditandai dengan ansietas, gangguan pola tidur, gelisah, iritabilitas,
ketidakmampuan untuk relaks, merasa kurang senang dengan situasi, dan
merasa tidak nyaman.
13) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan
ditandai dengan kurang pengetahuan dan perilaku tidak tepat.
14) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ketidakmampuan membasuh tubuh.
c. Intervensi Keperawatan
No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakefektifan pola NOC NIC
nafas (00032) Status pernafasan (0415) Manajemen jalan nafas (3140)
Status pernafasan: ventilasi (0403) 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Status pernafasan (kepatenan jalan 2. Monitor status pernafasan dan oksigensi
nafas) (0410) 3. Motivasi pasien untuk bernafas pelan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor pernafasan (3350)
selama 3x24 jam, pola nafas pasien 4. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan
kembali efektif dengan kriteria hasil: kesulitan bernafas
1. Frekuensi nafas normal (16-20 5. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan
x/menit) penggunaan otot bantu nafas
2. Irama pernafasan reguler 6. Monitor suara nafas
3. Tidak menggunakan otot bantu 7. Monitor pola nafas (bradipneu, takipneu,
pernafasan hiperventilasi, kusmaul)
4. Retraksi dinding dada 8. Monitor saturasi oksigen
5. Tidak terdapat pernafasan bibir Monitor tanda-tanda vital (6680)
6. Tidak terdapat sianosis 9. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
7. Tidak terdapat suara nafas tambahan pernafasan dengan tepat
2. Ketidakefektifan bersihan NOC NIC
jalan nafas (00031) Status pernafasan (kepatenan jalan Manajemen jalan nafas (3140)
nafas) (0410) 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Status pernafasan (0415) 2. Lakukan fisioterapi dada
Status pernafasan: ventilasi (0403) 3. Instruksikan pasien untuk melakukan batuk efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen batuk (3250)
selama 3x24 jam, bersihan jalan nafas 4. Dukung pasien untuk melakukan nafas dalam
pasien kembali efektif dengan kriteria berkali-kali
hasil: 5. Dukung pasien untuk melakukan nafas dalam,
1. Frekuensi pernafasan normal (16-20 tahan selama 2 detik, bungkukan ke depan, tahan
x/menit) 2 detik, dan batukkan 2-3 kali
2. Irama pernafasan reguler Monitor pernafasan (3350)
3. Batulk 6. Monitor kecepatan, kedalaman, dan kesulitan
4. Akumulasi sputum berkurang bernafasan
5. Suara auskultasi nafas 7. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan
6. Tidak terdapat suara nafas tambahan penggunaan otot bantu nafas
(ronkhi) 8. Monitor suara nafas
3. Gangguan pertukaran gas NOC NIC
(00030) Status pernafasan: pertukaran gas Manajemen jalan nafas (3140)
(0402) 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Tanda-tanda vital (0802) 2. Lakukan fisioterapi dada
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Instruksikan pasien untuk melakukan batuk efektif
selama 3x24 jam, pertukaran gas pasien Terapi oksigen (3320)
kembali efektif dengan kriteria hasil: 4. Bersihkan mulut dan hidung dengan tepat
1. Tidak terjadi dispneu saat istirahat 5. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Tidak sianosis 6. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui
3. Saturasi oksigen (>95%) sistem humidifier
4. Keseimbangan ventilasi dan perfusi 7. Monitor aliran oksigen
5. Suhu tubuh (36,50-37,50C) Monitor pernafasan (3350)
6. Irama pernafasan reguler 8. Monitor kecepatan, kedalaman, dan kesulitan
7. Pernafasan (16-20 x/menit) bernafasan
8. Nadi (60-100 x/menit) 9. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan
9. TD (120/90 mmHg) penggunaan otot bantu nafas
10. Monitor suara nafas
4. Nyeri akut (00132) NOC NIC
Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
Tingkat nyeri (2102) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Kepuasan klien: manajemen nyeri (lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
(3016) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Pastikan analgesik dipantau dengan ketat
selama 3x24 jam, nyeri akut pasien 4. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
kembali normal dengan kriteria hasil: Terapi relaksasi (6040)
1. Pasien dapat mengenali kapan nyeri 5. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
terjadi nafas dalam dan musik
2. Pasien mampu menyampaikan faktor 6. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
penyebab nyeri Pemberian analgesik (2210)
3. Mampu menyampaikan tanda dan 7. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
gejala nyeri keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
4. Penurunan skala nyeri 8. Cek adanya riwayat alergi obat
5. Ekspresi wajah tidak mengerang dan 9. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan
meringis kesakitan frekuensi obat analgesik yang diresepkan
6. Nyeri terkontrol
5. Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan perifer (00204) Perfusi jaringan: perifer (0470) Manajemen cairan (4120)
Status sirkulasi (0401) 1. Jaga intake dan output pasien
Tanda-tanda vital (0802) 2. Monitor status hidrasi (mukosa)
Integritas jaringan: kulit dan membran 3. Berikan cairan IV sesuai dengan suhu kamar
mukosa (1101) Pengecekan kulit (3590)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Periksa kulit terkait adanya kemerahan dan
selama 2x24 jam, perfusi jaringan kehangatan
perifer pasien kembali efektif dengan 5. Amati warna, kehangatan, pulsasi pada
kriteria hasil: ekstremitas
1. Kekuatan denyut nadi Monitor tanda-tanda vital (6680)
2. Suhu kulit ujung tangan dan kaki 6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
(hangat) pernafasan dengan tepat
3. Tekanan darah sistol dan diastol
(120/90 mmHg)
4. Suhu tubuh (36,50-37,50C)
5. Irama pernafasan reguler
6. Pernafasan (16-20 x/menit)
7. Nadi (60-100 x/menit)
8. Tidak sianosis
6. Hipertermi (00007) NOC NIC
Termoregulasi (0800) Fever Treatment (3740)
Tanda-tanda vital (0802) 1. Pantau suhu dan tanda vital lainnya
Status kenyamanan: fisik (2010) 2. Monitor warna kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Monitor asupan dan keluaran cairan
selama 1x24 jam, hipertermi pasien 4. Tutup pasien dengan selimut hangat (fase dingin)
kembali normal dengan kriteria hasil: dan pakaian ringan (fase demam)
1. Penurunan suhu tubuh (36,50- 5. Anjurkan pasien minum banyak air (250ml/ 2
37,50C) jam)
2. Berkeringat saat demam 6. Anjurkan pasien banyak istirahat, batasi aktivitas
3. Perubahan warna kulit (tidak jika diperlukan
kemerahan) 7. Anjurkan memberikan kompres hangat saat pasien
4. Perubahan frekuensi pernapasan demam
(12-20x/menit) 8. Kolaborasi pemberian obat (antipiretik, antibiotik,
5. Perubahan frekuensi nadi radial (80- dan cairan IV)
100x/menit) Monitor tanda-tanda vital (6680)
6. Penurunan gelisah (tenang) 9. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
7. Melaporkan kenyamanan suhu pernafasan dengan tepat
7. Resiko infeksi (00004) NOC NIC
Keparahan infeksi (0703) Kontrol infeksi (6540)
Kontrol resiko (1902) 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai
Setelah dilakukan tindakan keperawatan setiap pasien
selama 2x24 jam, tidak terjadi infeksi 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai
pada pasien dengan kriteria hasil: SOP rumah sakit
1. Luka tidak berbau busuk 3. Batasi jumlah pengunjung
2. Pasien tidak demam (suhu stabil) 4. Ajarkan cara mencuci tangan
3. Tidak terdapat nanah pada luka Perlindungan infeksi (6550)
4. Pasien dapat mengidentifikasi faktor 5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
resiko 6. Berikan perawatan kulit yang tepat
5. Mengenali faktor resiko individu Manajemen nutrisi (1100)
7. Tentukan status gizi pasien
8. Identifikasi adanya alergi
Identifikasi resiko (6610)
9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu
10. Identifikasi strategi koping yang digunakan
8. Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC
kurang dari kebutuhan Status nutrisi (1004) Manajemen nutrisi (1100)
tubuh (00002) Status nutrisi: asupan nutrisi (1009) 1. Monitor intake makanan dan cairan pasien
Nafsu makan (1014) 2. Ciptakan lingkungan yang optimal saat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan mengonsumsi makanan (bersih dan bebas dari bau
selama 3x24 jam, intake nutrisi pasien yang menyengat)
adekuat dengan kriteria hasil: 3. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan
1. Asupan makanan secara oral favorit pasien (yang tidak berbahaya bagi
meningkat (porsi makan habis) kesehatan pasien)
2. Asupan cairan secara oral meningkat 4. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
3. Nafsu makan meningkat 5. Beri dukungan (kesempatan untuk membicarakan
4. Ekspresi wajah tidak meringis perasaan) untuk meningkatkan peningkatan
makan
6. Anjurkan pasien menjaga kebersihan mulut
7. Kolaborasi pemberian obat
Monitor nutrisi (1160)
8. Timbang berat badan pasien
9. Monitor turgor kulit dan mobilitas
10. Monitor adanya mual dan muntah
9. Intoleransi aktivitas NOC NIC
(00092) Toleransi terhadap aktivitas (0005) Manajemen energi (0180)
Tingkat kelelahan (0007) 1. Kaji status fisiologis pasien yang emnyebabkan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan keletihan
selama 3x24 jam, aktivitas pasien 2. Monitor intake dan asupan nutrisi
toleran dengan kriteria hasil: 3. Konsultasi dengan ahli gizi terkait cara
1. Saturasi oksigen saat beraktivitas peningkatan energi dari asupan makanan
(>95%) 4. Monitor/catat waktu dan lama waktu istirahat
2. Frekuensi nadi saat beraktivitas (60- tidur pasien
80 x/menit) 5. Anjurkan tidur siang jika diperlukan
3. Frekuensi pernafasan saat 6. Anjurkan aktivitas fisik (misal ambilasi, ADL)
beraktivitas (16-20 x/menit) sesuai dengan kemampuan (energi) pasien
4. Tekanan sistol dan diastol ketika Terapi latihan: ambulasi (0221)
beraktivitas 7. Beri pasien pakaian yang tidak mengekang
5. Pasien tidak merasa lelah saat 8. Anjurkan pasien menggunakan alas kaki agar
melakukan aktivitas ringan tidak cidera
6. Pasien dapat melakukan ADL dalam 9. Dorong untuk duduk di tempat tidur, di samping
kegiatan sehari-hari tempat tidur (menjutai), atau di kursi, sesuai
toleransi pasien
10. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur
untuk memfasilitasi penyesuaian sikap tubuh.
10. Ansietas (00146) NOC NIC
Tingkat kecemasan (1211) Pengurangan kecemasan (5820)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
selama 2x24 jam, pasien tidak meyakinkan
mengalami ansietas dengan kriteria 2. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan
hasil: 3. Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
1. Pasien dapat beristirahat perawatan dan prognosis
2. Pasien tidak gelisah 4. Dorong keluarga untuk mendampingi klien
3. Pasien tidak menunjukkan cemas dengan cara yang tepat
atau takut yang disampaikan secara 5. Dengarkan klien
lisan Terapi relaksasi (6040)
6. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
nafas dalam dan musik
7. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
11. Gangguan pola tidur NOC NIC
(000198) Tidur (0004) Pengaturan posisi (0840)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Anjurkan pasien tidur di atas tempat tidur dengan
selama 2x24 jam, pola tidur pasien tidak nyaman
terganggu dengan kriteria hasil: 2. Monitor status oksigenasi setelah perubahan
1. Jam tidur (6-8 jam/hari) posisi
2. Pola tidur tidak terganggu Peningkatan tidur (1850)
3. Kualitas tidur 3. Tentukan pola tidur dan aktivitas pasien
4. Tidur rutin 4. Jelaskan manfaat tidur yang cukup
5. Tidur dari awal sampai habis di 5. Monitor pola tidur dan jumlah jam tidur pasien
malam hari secara konsisten 6. Anjurkan untuk tidur di siang hari
6. Perasaan segar setelah tidur

12. Gangguan rasa nyaman NOC NIC


(00214) Tingkat kecemasan (1211) Pengurangan kecemasan (5820)
Tingkat rasa takut (1210) 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan meyakinkan
selama 2x24 jam pasien merasa nyaman 2. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan
dengan kriteria hasil: 3. Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
1. Pasien tidak merasa gelisah perawatan dan prognosis
2. Dapat beristirahat 4. Dorong keluarga untuk mendampingi klien
3. Tidak terjadi distres pada pasien dengan cara yang tepat
4. Tidak mudah panik 5. Dengarkan klien
5. Tidak mengalami kesulitan dalam Peningkatan keamanan (5380)
penyelesaian masalah 6. Sediakan lingkungan yang tidak mengancam
6. Tidak terjadi penurunan lapang 7. Jawablah semua pertanyaan mengenai status
persepsi kesehatan dengan perilaku jujur
Terapi relaksasi (6040)
8. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
nafas dalam dan musik
9. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
13. Defisiensi pengetahuan NOC NIC
(00126) Pengetahuan: proses penyakit (1803) Pengajaran: individu (5606)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Bina hubungan baik
selama 2x24 jam pasien memiliki 2. Pertimbangan kesiapan pasien untuk belajar
pengetahuan yang baik dengan kriteria 3. Tentukan kemampuan pasien untuk mempelajari
hasil: informasi (tingkat pengetahuan, status fisiologi,
1. Memahami karakter spesifik kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi, dan
penyakit adaptasi terhadap penyakit)
2. Memahami faktor penyebab 4. Berikan lingkungan yang kondusif
penyakit Pengajaran: proses penyakit (5602)
3. Faktor resiko 5. Kaji tingkat pengetahuan terkait dengan proses
4. Etiologi fisiologi penyakit penyakit
5. Tanda dan gejala penyakit 6. Jelaskan mengenai penyakit yang dialami
6. Proses perjalanan penyakit 7. Jelaskan tanda dan gejala yang umum terjadi pada
7. Strategi meminimalkan penyakit pasien
perkembangan penyakit 8. Identifikasi perubahan kondisi fisik pasien
9. Berikan informasi kepada pasien sesuai dengan
yang dibutuhkan
14. Defisit perawatan diri NOC NIC
(00108) Perawatan diri: mandi (0305) Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan (1801)
Perawatan diri: kebersihan (0301) 1. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan
tepat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2. Fasilitasi pasien untuk seka dengan tepat
selama 2x24 jam diharapkan perawatan 3. Monitor kebersihan kuku
diri pasien: mandi tidak mengalami 4. Monitor integritas kulit
gangguan dengan kriteria hasil: 5. Jaga kebersihan secara berkala
Keluarga mampu melakukan 6. Dukung keluarga berpartisipasi dalam
1. Mencuci tangan pasien mempertahankan kebersihan dengan tepat
2. Membersihkan telinga
3. Menjaga kebersihan untuk
kemudahan bernafas
4. Mempertahankan kebersihan mulut
5. Memperhatikan kuku jari tangan
6. Memperhatikan kuku jari kaki
Mempertahankan kebersihan tubuh
C. Discharge Planning
1) Berhenti merokok
2) Berikan intruksi spesifik tentang obat dan efek sampingnya
3) Belajar untuk rileks dan mengendalikan stress
4) Batasi konsumsi alkohol
5) Jika mengalami obesitas, turunkan berat badan hingga batas normal
6) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas apabila terdapat tanda
serangan jantung
7) Lakukan diet sesuai anjuran
8) Olahraga secara teratur (Nurafif dan Kusuma, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

American Thoracic Society. 2017. Pleural Disease.


https://www.thoracic.org/professionals/career-development/residents-
medical-students/ats-reading-list/adult/pleural-disease.php [Diakses pada 1
Desember 2018].

Boka, Kamran. 2017. Pleural Effusion.


https://emedicine.medscape.com/article/299959-overview#a5 [Diakses
pada 1 Desember 2018].

Brunner dan Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta :
ECG.

Marcin, Judith. 2018. Fluid in the Chest (Pleural Effusion).


https://www.healthline.com/health/pleural-effusion [Diakses pada 1
Desember 2018].

Nurafif, A. H. dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bersarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Edisi MediAction. Yogyakarta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2017. Efusi Pleura.


http://klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8187 [Diakses pada 2
Desember 2018].

Simanjuntak, E. S. 2014. Efusi Pleura Kanan yang Disebabkan oleh Carsinoma


Mammae Dextra Metastase ke Paru. Medula. Vol 2 (01): 22-29.

Anda mungkin juga menyukai