Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN ANALISA KASUS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA TN.H DENGAN EFUSI PLEURA DI RUANG IGD NON BEDAH


RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

OLEH:

KELOMPOK 1
ARDIANSYAH NOCH R014212001
ANUGRAH TRIYANI R014212008
NALCHE KECHIA RANGAN R014212027
ARFAN IRWAN R014212039
JUILTA ASTIWI R014212029
SISILIA LINDA PARINDING R014212020
CHAERAH NUR MAULIYAH R014212043
ATALYA ANGELA TANDUNGAN R014212026

Preseptor Lahan Preseptor Institusi

( ) (Syahrul, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB)

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN 
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan

petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Analisa

Kasus Keperawatan Gawat Darurat Pada Tn.H dengan Efusi Pleura di Ruang IGD Non Bedah

RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar”.

Laporan ini menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan tahap praktik profesi

Keperawatan Gawat Darurat pada Program Studi Profesi Ners Fakultas Keperawatan

Universitas Hasanuddin Makassar. Dalam penyusunan laporan kasus ini tidak terlepas dari

bantuan, bimbingan dan kerjasama berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

dengan penuh kerendahan hati perkenankan kami menyampaikan terima kasih dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat Bapak Syahrul,

S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku preceptor kami selama tahap praktik profesi

Keperawatan Gawat Darurat.

Akhirnya dengan menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih

banyak kekurangan, kami hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari salah dan khilaf

dalam penyusunan laporan kasus ini. Demikian kami menerima segala kritik dan saran dari

semua pihak.

Makassar, 29 Juli 2022

Penulis,

Kelompok I

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Tujuan.............................................................................................................................5
C. Manfaat...........................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................7
KONSEP KEPERAWATAN.....................................................................................................7
A. Definisi............................................................................................................................7
B. Etiologi............................................................................................................................7
C. Patomekanisme...............................................................................................................8
D. Manifestasi Klinik...........................................................................................................9
E. Klasifikasi.......................................................................................................................9
F. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................10
G. Penatalaksanaan............................................................................................................12
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................19
LAPORAN ANALISA KASUS..............................................................................................19
BAB IV....................................................................................................................................30
PEMBAHASAN......................................................................................................................30
A. Kesesuaian/Kesenjangan Antara Konsep dan Praktik..................................................30
B. Evidence Based Practice...............................................................................................32
BAB V......................................................................................................................................34
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................................34
A. Kesimpulan...................................................................................................................34
B. Saran..............................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................35

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Efusi pleura merupakan penumpukan cairan pada rongga pleura, normalnya

merembes secara terus menerus ke dalam rongga dada dari kapiler-kapiler yang

membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem limfatik pleura

viseralis (Yunita, 2018). Efusi pleura yaitu suatu keadaan dimana terjadi akumulasi

cairan pleura yang abnormal dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang

berlebihan. Penyebab efusi pleura sendiri sangatlah beragam, dinegara bagian barat efusi

pleura dapat disebabkan karena gagal jantung kongesti, sirosis hati, keganasan, dan

pneumonia bakteri, sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia banyak

disebabkan karena infeksi (Fari, 2018)

Menurut WHO (2018), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat

mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat di seluruh dunia,

bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk

Indonesia. WHO memperkirakan 20% penduduk kota dunia pernah menghirup udara

kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko tinggi

terkena penyakit paru dan saluran pernapasan seperti efusi pleura. Efusi pleura terjadi

pada 30 % penderita TB paru dan merupakan penyebab morbiditas terbesar akibat TB

ekstra paru. Penderita dengan Efusi pleura banyak di temui pada kelompok umur 44-49

tahun keatas (30,7%), serta lebih banyak terjadi pada laki-laki (54,7%) dibandingakn

perempuan (45,3%). Tingginya insiden efusi pleura disebabkan oleh TB paru dan Tumor

paru. Menurut Riskesdas (2013) terdapat 508.330 jiwa yang menderita penyakit paru

obstruktif kronis dan terdapat 2,7 % penderita Efusi pleura.

5
Menurut Kemenkes (2015) prevelensi penyakit efusi pleura di Indonesia

mencapai 2,7%. Menurut hasil Studi Berta & Puspita dalam Causes Of Pleural Efusion

In Metro 2017 terdapat 537 insidensi pleura pada periode Januari- Desember 2017.

Sebanyak 60,9% adalah berjenis kelamin laki-laki dan 39,1 % berjenis kelamin

perempuan. Sebanyak 10, 4 % berusia kurang dari 35 tahun, 39,3% berusia 35-55 tahun,

34,6 % berusia 56-70 tahun, dan 15,6 % berusia lebih dari 70 tahun.

Banyak pasien efusi pleura meninggal dalam 30 hari setelah masuk ke rumah

sakit, dan hampir 1/3 meninggal dalam satu tahun (Ajuonuma, 2015). Beberapa

penelitian mengemukakan hasilnya mengenai tingkat mortalitas efusi pleura cukup tinggi

dengan keganasan menjadi penyebab kematian terbanyak . Maka dari itu, penanganan

efusi pleura harus ditegakkan secara teliti dengan melalui beberapa tahapan yaitu

dilakukannya anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan

tambahan seperti analisis cairan pleura (Debiasi, 2015). Oleh karena itu, makalah ini

akan menjelaskan mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan

diagnosis Efusi Pleura.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien diagnosis Efusi Pleura

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien diagnosis Efusi Pleura

c. Membuat perencanaan keperawatan pada pasien diagnosis Efusi Pleura

d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien diagnosis Efusi Pleura

6
C. Manfaat
a. Manfaat Teori

Meningkatkan pengetahuan pembaca dan untuk mengembangkan ilmu keperawatan

agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien diagnosis Efusi Pleura

b. Manfaat Praktis

Dapat dipakai untuk acuan dalam melakukan tindakan asuhan dan melakukan

pencegahan dan dapat menambah wawasan tentang asuhan keperawatan pada

pasien diagnosis Efusi Pleura

7
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Definisi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan di antara pleura parietal dan viseral, yang

disebut rongga pleura. Ini dapat terjadi dengan sendirinya atau dapat menjadi akibat dari

penyakit parenkim di sekitarnya seperti infeksi, keganasan atau kondisi peradangan. Efusi

pleura merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas paru ( Krishna &

Rudrappa, 2021).

Semua manusia yang sehat memiliki sejumlah kecil cairan pleura yang melumasi

ruang dan memfasilitasi gerakan paru-paru normal selama respirasi. Keseimbangan cairan

yang halus ini dipertahankan oleh tekanan onkotik dan hidrostatik serta drainase limfatik;

gangguan pada salah satu dari sistem ini dapat menyebabkan penumpukan cairan pleura

(Karki , Riley, Mehta, & Ataya, 2019)

B. Etiologi
Cairan pleura diklasifikasikan sebagai transudat atau eksudat berdasarkan kriteria

Light yang dimodifikasi. Cairan pleura dianggap efusi eksudatif jika setidaknya salah satu

kriteria terpenuhi (Lepus & Vivero, 2018) :

1. Rasio protein cairan pleura / protein serum lebih dari 0,5

2. Rasio laktat dehidrogenase cairan pleura (LDH) / serum LDH lebih dari 0,6

3. LDH cairan pleura lebih dari dua pertiga dari batas atas nilai laboratorium normal

untuk LDH serum

Penyebab umum transudat termasuk kondisi yang mengubah tekanan hidrostatik

atau onkotik di rongga pleura seperti gagal jantung kiri kongestif, sindrom nefrotik, sirosis

hati, hipoalbuminemia yang menyebabkan malnutrisi dan dengan inisiasi dialisis

peritoneal.

8
Penyebab umum eksudat termasuk infeksi paru-paru seperti pneumonia atau TBC,

keganasan, gangguan inflamasi seperti pankreatitis, lupus, rheumatoid arthritis, sindrom

cedera pasca-jantung, chylothorax (karena obstruksi limfatik), hemotoraks (darah dalam

rongga pleura) dan efusi pleura asbes jinak.

Beberapa penyebab efusi pleura yang kurang umum adalah emboli paru yang dapat

berupa eksudat atau transudat, akibat obat (misalnya metotreksat, amiodaron, fenitoin,

dasatinib, biasanya eksudat), pasca radioterapi (eksudat), ruptur esofagus (eksudat) dan

sindrom hiperstimulasi ovarium (eksudat) ( Krishna & Rudrappa, 2021).

C. Patomekanisme
Pada orang dewasa sehat yang normal, rongga pleura memiliki sedikit cairan yang

berfungsi sebagai pelumas untuk kedua permukaan pleura. Jumlah cairan pleura sekitar

0,1 ml/kg sampai 0,3 ml/kg dan terus-menerus dipertukarkan. Cairan pleura berasal dari

pembuluh darah permukaan pleura parietalis dan diserap kembali oleh limfatik di

permukaan diafragma dan mediastinum yang bergantung pada pleura parietalis. Tekanan

hidrostatik dari pembuluh sistemik yang mensuplai pleura parietal diperkirakan

mendorong cairan interstisial ke dalam rongga pleura dan karenanya memiliki kandungan

protein yang lebih rendah daripada serum. Akumulasi kelebihan cairan dapat terjadi jika

ada produksi yang berlebihan atau penurunan penyerapan atau keduanya melebihi

mekanisme homeostatis normal. Jika efusi pleura terutama karena Mekanisme yang

menyebabkan efusi pleura terutama karena peningkatan tekanan hidrostatik biasanya

transudatif, dan menyebabkan efusi pleura telah mengubah keseimbangan antara tekanan

hidrostatik dan onkotik (biasanya transudat), peningkatan permeabilitas mesothelial dan

kapiler (biasanya eksudat ) atau gangguan drainase limfatik (Bedawi, Hassan, & Rahman,

2018) (Jany & Welte, 2019).

9
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi dari efusi pleura bergantung dari penyakit yang mendasari terjadinya

akumulasi cairan. Pada pneumonia gejala yang timbul biasanya demam, menggigil, dan

nyeri dada pleuritic (Smeltzer & Susan , 2014). Karena adanya penumpukan cairan di

rongga pleura, gejala lain yang bisa timbul adalah kesulitan dalam pengembangan dada ,

pasien akan mengalami dispnea terutama saat melakukan aktivitas dan batuk kering

nonproduktif. Hal ini disebabkan karena iritasi bronchial atau pergeseran mediastinum

(Black & Hawk, 2014).

Kardiyudiani (dalam Umara et al, 2021) membagi gejala efusi pleura yang terjadi

berdasarkan jumlah cairan yang terakumulasi pada rongga pleura:

4. Efusi ringan sampai sedang : tidak terdapat sesak (dispnea)

5. Efusi luas : muncul gejala sesak napas, bunyi pekak atau datar saat perkusi di atas area

yang terdapat cairan, bunyi napas minimal atau tidak terdengar (Umara, et al., 2021).

E. Klasifikasi
Klasifikasi efusi pleura terbagi menjadi tiga yaitu (Umara, et al., 2021):

1. Efusi pleura transudat

Merupakan ultra viltrate plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak

terkenan penyakit. Akumulasi cairan pada rongga pleura disebabkan oleh faktor

sistemik yang memengaruhi produksi dan penyerapan cairan pleura.

2. Efusi pleura eksudat

Cairan eksudat yang terakumulasi pada rongga pleura disebabkan karena adanya

kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru-

paru yang dilapisi pleura tersebut. Kriteria efusi eksudat adalah:

a. Perbandingan cairan pleura dan protein serum lebih dari 0,5.

b. Perbandingan cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6.

10
c. LDH cairan pleura dua per tiga atas batas normal LDH serum.

3. Efusi pleura hemoragik

Cairan hemoragik (darah) dapat terjadi akibat adanya trauma dada, sehingga darah

terkumulasi pada rongga pleura.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus efusi pleura antaralain

(Umara, et al., 2021):

1. Pemeriksaan radiologi: pemeriksaan radiologi dilakukan apabila didapatkan tanda dan

gejala yang merujuk pada kondisi efusi pleura.

a. Pemeriksaan radiologoi posterior anterior dan lateral

Pemeriksaan ini dapat melihat adanya akumulasi abnormal melebihi 200 cc.

b. Pemeriksaan radiologi anteroposterior (AP)

Menunjukkan kedalaman abnormal apabila cairan yang terakumulasi kebih dari

300 cc. Tanda yang terdeteksi adalah pengumpulan sudut kostofrenikus,

peningkatan densitas hemitoraks, hilangnya hemidiagfragma, dan penurunan

visibilitas.

c. Tampilan dekubitus lateral

Dalam tampilan dekubitus lateral tampilan efusi pleura mudah di deteksi dengan

cairan pleura bebas yang berpindah anatar diding dada dependen dan batas bawah

paru.

2. Thoracic ultrasonography (TUS): Dapat mendeteksi adanya pemumpukan cairan 5-

50cc cairan pleura.

Ultrasonografi dapat mendeteksi keadaan sebagai berikut:

a. menetukan adanya cairan pleura

b. identifikasi lokasi yang tepat untuk tindakan thoracentesis

11
c. iIdentifikasi lokasi cairan pleura

d. Perbedaan cairan pleura dan penebalan dinding pleura

e. Penilaian apakah adanya pleurodesis

3. Computed Tomography (CT): Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya

penumpukan cairan atau massa pada pleura, paru, cairan terlokalisasi, menunjukkan

kelaian pada parenkim paru, membedahkan empyema dengan akumulasi udarah pada

abses paru, mengidentifikasi penebalan pleura, membedakan efusi akibat keganasan

(1-10 mm)

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI): Dilakukan apabila hasil peneriksaan CT atau

TUS mendapatkan hasil yang masih meragukan.

5. Torakosentesis: Dilakukan untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,

sitologi, berat jenis dari cairan pleura.

6. Kultur cairan pleura: Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan sel-sel patologis

atau dominasi sel-sel tertentu, seperti sel neutrophil, sel limfosit, sel metosel dll.

7. Biopsi pleura: Merupakan metode yang efektif untuk menegakkan diagnosis, dengan

keakuratan diagnostik yang tinggi, sehingga memungkinkan pengobatan yang tepat

terhadap penyebab efusi pleura.

8. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan antara lain:

a. Bronskopi: dapat dilakukan pada kasus efusi pleura akibat neoplasma, korpus

alienum, dan abses paru.

b. Scanning isotop: dapat dilakukan pada keadaan emboli paru

c. Torakoskopi (fiber optic pleuroscopy): dapat dilakukan pada keadaan efusi pleura

akubat neoplasma dan tuberculosis.

12
G. Penatalaksanaan
Tatalaksana pada pasien dengan efusi pleura antara lain (Nurafif & Kusuma, 2015) :

a. Tirah baring

Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan

aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispnea akan semakin

meningkat pula

b. Thorakosintesis

Drainase cairan efusi pleura menimbulakna gejala subjektif seperti nyeri, dispnea,

dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk

mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka

pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

c. Antibiotic

Pemberian antibiotic dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi. Antibiotic

diberikans esuai dengan hasil kultur kuman.

d. Pleurodesis

Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin,

kalk, dan biomisin melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan

pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan gawat darurat ditujukan untuk mendeskripsikan kondisi

pasien saat datang dan adakah risiko yang membahayakan atau mengancam

kehidupan dari pasien. Pengkajian dalam keperawatan gawat darurat dilakukan

dengan primary survey dan secondary survey (Emergency Nurses Association,

2018)

13
a. Primary Survey

1) Airway:

a) Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau

obstruksi

b) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk

mencegah

c) penekanan/bendungan pada vena jugularis

d) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut

2) Breathing:

Mengkaji fungsi pernapasan berupa :

a) Jenis pernapasan

b) Frekuensi pernapasan

c) Retraksi otot bantu pernapasan

d) Kelainan dinding toraks

e) Bunyi napas

f) Hembusan napas

3) Circulation:

a) Kaji tingkat kesadaran pasien ,

b) Adakah perdarahan (internal/eksternal),

c) CRT,

d) Cek tekanan darah,

e) Cek nadi karotis, dan akral perifer.

4) Disability:

a) Kaji tingkat kesadaran sesuai GCS,

b) Refleks fisiologis

14
c) Reflek patologis

d) Kekuatan otot

b. Secondary Survey

1) Sistem pernapasan

Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :

Inspeksi : Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan

napas yang tertinggal, suara napas melemah.

Palpasi : Fremitus suara meningkat.

Perkusi : Suara ketok redup.

Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan

yang nyaring.

Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit

mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan

pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax

kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR

cenderung meningkat dan Pasien biasanya dyspneu.

Fremitus fokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah

cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan

pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Suara

perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya

tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan

berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita

dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini

paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung. Auskultasi

suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin

15
ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari

parenkim paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari

atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan

tanda i-e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka

akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni.

2) Sistem kordiovaskuler

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada

ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.

Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan harus

diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga

memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.

Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung

terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran

jantung atau ventrikel kiri.

Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau

gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung

serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus

turbulensi darah. Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang

mengeras.

3) Sistem neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji disamping juga diperlukan

pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma.

refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu

fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan,

16
penciuman, perabaan dan pengecapan. Kesadaran penderita yaitu

komposmentis dengan GCS : 4 – 5 – 6

4) Sistem gastrointestinal

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,

tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu

juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai

normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan,

adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit

perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga

apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa

padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika

urinarta, tumor). Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan

turun.

5) Sistem muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada

kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan

pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan

pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan

sehari – hari yang kurang meyenangkan.

6) Sistem integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi

pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis

akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa

17
mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture

kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat

hidrasi seseorang. Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor

kulit menurun.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncuk pada pasien dengan efusi pleura

antara lain (Nurafif & Kusuma, 2015) :

a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan menurunnya

eskpansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura

b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan

ekspansi paru, kerusakan membran alveolar-kapiler

c) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan eskpansi paru

sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura

d) Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh,

penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder terhadap penekanan

struktur abdomen

e) Nyeri akut berhubungan dengan proses tindakan drainase

f) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan batuk menetap dans esak napas

serta perubahan suasana lingkungan

g) Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan drainase (pemasangan WSD)

h) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen dengan kebutuhan, dyspnea setelah beraktivitas

i) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

18
PENYIMPANGAN KDM
Gagal Jantung Kiri
Peradangan pada pleura
Obstruksi vena cava superior Terdapat jaringan nekrotik pada
septa
Asites pada sirosis hati
Permeabel membrane kapiler
Dialysis peritoneal
meningkat
Kongesti pada pembuluh limfe
Obstruksi fraktus urinarius
Peningkatan tekanan kapiler sistemik/pulmonal
Cairan protein dari getah bening
Penurunan tekanan koloid osmotic dan pleura Reabsorpsi cairan terganggu masuk rongga pleura

Penurunan tekanan intra pleura


Penumpukan cairan pada rongga
Eksudat
pleura
Gangguan tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic intra pleura
EFUSI PLEURA Drainase

Transudat Reaksi Inflamasi


Gangguan fungsi paru Organisasi jaringan Risiko tinggi terhadap tindakan
pleura drainase dada
Peningkatan permeabilitas kapiler
Ekspansi Paru ↓ Ventilasi terganggu
Perlekatan vibrosa
Eksudat purulen pada bronkus
pleura perietal - viseral
Port of Entry
Efek Hiperventilasi Mikroorganisme
Gangguan ventilasi, difusi, distribusi dan ↑ Produksi Sekret s
transportasi O2 Produksi asam Fibrotoraks
lambung
Kemampuan batuk efektif ↓ meningkat,
Peristaltik Hambatan mekanis Risiko Infeksi
Gangguan Pertukaran Gas menurun
Insufisiensi Oksigenasi
Produksi
Mualasam
dan lambung meningkat,
nyeri lambung
Peristaltik menurun Gesekan pada pleura
saat bernafas
Gangguan Metabolisme Suplai Oksigen ↓
Oksigen Anoreksia
Sesak Napas
Nyeri pleuritis
Defisit Nutrisi
Gangguan Rasa
Ketidakefektifan Pola Napas Energi berkurang Nyaman Nyeri Akut

Ketidakefektifan Bersihan
Intoleransi Aktivitas Defisit Perawatan Diri Jalan Napas

19
BAB III
LAPORAN ANALISA KASUS

Level Triage :
PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT P3 (Urgent)

NAMA PASIEN : Tn.H UMUR : 50 tahun JENIS KELAMIN: LK/PR


No. RM : 769353 Ruang Rawat : IGD Non-Bedah
Diagnosa Medik : Efusi Pleura Sinistra
Datang ke RS tanggal : 20-07-2022 Pukul: 16.40 Wita
Tgl Pengkajian : 20-07-2022 Pukul: 17.00 Wita
Sumber informasi : ■ Pasien ■ Keluarga (Istri) □ Lainnya (…………….)
Cara datang:
□ Sendiri ■ Rujukan (BBKPM) □ Lainnya

Transportasi ke IGD:
■ Ambulance □ Kendaraan sendiri □ Kendaraan umum □ Lainnya…….

Tindakan prahospital (bila ada):


□ CPR □ Bidai
□ Suction □ Bebat tekan
□ OPT/NPT/ETT………. □ NGT
■ Oksigen via nasal kanul 3 lpm □ Penjahitan
■ Infus (NaCl 0.9% 20 tpm) ■ Obat-obatan (Ketorolac, Ceftriaxon, Omeprazole)
□ Kateter urine ■ Pemasangan WSD
Keluhan Utama (KU) : Pasien mengeluh sesak disertai nyeri dada
Riwayat KU : Keluhan sesak dirasakan sejak ±2 minggu lalu dan memberat 3 hari sebelum masuk
RS. Nyeri dada hilang timbul dengan skala 4 NRS, nyeri dirasakan seperti tertusuk benda tajam.
Pasien terpasang WSD sejak 1 minggu lalu
PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian Keperawatan Masalah/Dx Intervensi Keperawatan
Keperawatan
A. Airway □ Ketidakefektifan □ Memasang semi-rigid cervical
■ Bebas/paten Bersihan Jalan Nafas collar, head strap/support.
□ Tidak bebas: □ Risiko Aspirasi □ Membersihkan jalan nafas
□ Palatum mole jatuh □ Memberikan posisi nyaman
□ Sputum NOC: fowler/semifowler
□ Darah □ Mengajarkan teknik batuk efektif
□ Spasme □ Melakukan pengisapan lendir
□ Benda □ Memasang oro/naso faringeal
Suara nafas: airway
□ Melakukan auskultasi paru secara

20
■ Normal □ Menurun periodik
□ Snoring □ Stridor □ Memberikan posisi miring mantap
□ Wheezing □ Gargling jika pasien tidak sadar
□ Ronchi □ Melakukan jaw thrust, chin lift
□ Tidak ada suara nafas □ Kolaborasi: pemberian
bronchodilator / nebulizer
Data Lainnya: □ Kolaborasi: pemasangan ETT,
LMA atau trakeastomi
Faktor risiko: □ Lain-lain:
□ …….. - Monitor sputum
□ ………. - Kolaborasi pemberian
□ ………. mukolitik
B. Breathing □ Gangguan Ventilasi ■ Mengobservasi frekuensi, irama
Pola nafas Spontan dan kedalaman suara nafas
□ Eupneu □ Bradipneu ■ Ketidakefektifan ■ Mengobservasi penggunaan
□ Apneu ■ Takipneu Pola Nafas otot bantu pernafasan
□ Dyspneu □ Orthopneu □ Gangguan ■ Memberikan posisi semi fowler
Frekuensi nafas : 28×/menit Pertukaran Gas jika tidak ada kontra indikasi
SaO2 : 99% ■ Memperhatikan
NOC: Setelah dilakukan pengembangan dinding dada
Bunyi nafas : tindakan keperawatan □ Melakukan fisioterapi dada jika
■ Vesikuler/Bronchovesikuler diharapkan masalah tidak ada kontra indikasi
□ Ronchi dapat teratasi dengan □ Memberikan bantuan pernafasan
□ Rales/Crackles kriteria hasil: dengan bag-valve mask
□ Lainnya:……………….. 1. Keluhan sesak □ Kolaborasi : Intubasi
berkurang ■ Kolaborasi : Pemberian O2 via
Irama nafas: 2. Frekuensi napas nasal kanul 4 lpm
■ Teratur □ Tidak teratur normal (12-20 □ Lain-lain……
x/menit)
Pengembangan dada/paru 3. Pola napas normal
□ Simetris ■ Tidak simetris
Hemitoraks kiri tertinggal saat
statis dan dinamis

Jenis pernapasan: ■Dada □Perut

Penggunaan otot bantu nafas


□ Retraksi dada □ Cuping
hidung

Hasil AGD :

Data lainnya:

21
- Suara napas paru kiri terdengar
lebih redup
- Pasien mengeluh sesak sejak 2
minggu lalu
- Terpasang WSD hari ke-8
C. Circulation □ Penurunan Curah □ Mengawasi adanya perubahan
Akral : ■ Hangat □ Dingin Jantung warna kulit
Pucat : ■ Tidak □ Ya (Aktual / Risiko) □ Mengawasi adanya perubahan
Cianosis : ■ Tidak □ Ya □ Ketidakefektifan kesadaran
Pengisian Kapiler Perfusi Jaringan □ Mengidentifikasi tanda gejala
■ < 3 detik □ ≥ 3 detik Perifer primer dan sekunder penurunan
(Aktual / Risiko) curah jantung
Nadi : ■ Teraba □ Tidak □ Kekurangan Volume □ Mengukur tanda-tanda vital
teraba Cairan □ Memonitor perubahan capillary
Frekuensi: 82×/menit (Aktual / Risiko) refill time
Irama : ■ Regular □ Irregular □ Diare □ Mengobservasi adanya tanda-
Kekuatan : ■ Kuat □ Lemah □ Risiko Gangguan tanda edema paru: dispnea &
Fungsi ronkhi.
Tekanan darah: 110/60 mmHg Kardiovaskular □ Mengkaji kekuatan nadi perifer
□ Risiko Penurunan □ Anjurkan beraktivitas sesuai
Adanya riwayat kehilangan cairan Perfusi Jaringan toleransi
dalam jumlah besar: Jantung □ Mengkaji tanda-tanda dehidrasi
□ Diare………x/hari □ Risiko Perdarahan □ Memonitor intake-output cairan
□ Muntah…….x/hari □ Risiko Syok setiap jam: pasang kateter dll.
□ Luka bakar…..% Grade:….. □ Mengobservasi balans cairan
NOC : □ Mengawasi adanya edema perifer
Perdarahan: □ Mengobservasi adanya urine
■ Tidak output < 30 ml/jam dan
□ Ya, Grade:……. peningkatan BJ urine
Jika ya ………..cc □ Meninggikan daerah yang cedera
Lokasi perdarahan……. jika tidak ada kontradiindikasi
□ Memberikan cairan peroral jika
Kelembaban kulit:
masih memungkinkan hingga
■ Lembab □ Kering
2000-2500 cc/hr
Turgor:
□ Mengontrol perdarahan dengan
■ Normal □ Kurang
balut tekan.
Edema : ■ Tidak □ Ya, Grade:
□ Mengobservasi tanda-tanda
…..
adanya sindrom kompartemen
Output urine……..ml/jam
(nyeri lokal daerah cedera, pucat,
penurunan mobilitas, penurunan
EKG:
tekanan nadi, nyeri bertambah
saat digerakkan, perubahan
Data lainnya:…….
sensori/baal dan kesemutan)
□ Menyiapkan alat-alat untuk

22
Faktor Risiko: pemasangan CVP jika diperlukan
□ Memonitor CVP jika diperlukan
□ Memonitor CVP dan perubahan
nilai elektrolit tubuh

Kolaborasi:
□ Melakukan perekaman EKG 12
lead
□ Melakukan pemasangan infus 2
line
□ Menyiapkan pemberian transfusi
darah jika penyebabnya
pendarahan,koloid jika darah
transfusi susah didapat
□ Pemberian atau maintenance
cairan IV
□ Tindakan RJP
□ Kolaborasi untuk pemberian
terapi:
( ) Analgetik
( ) Oksigen
( ) Nitroglycerine
( ) Aspirin
( ) ………………
□ Lain-lain ……
D. Disability/Disintegrity □ Penurunan Kapasitas □ Mengukur tanda-tanda vital
Tingkat kesadaran: A V P U Adaptif Intrakranial □ Mengobservasi perubahan
■ Compos mentis □ Disorientasi □ Risiko tingkat kesadaran
□ Mengobservasi adanya tanda-
□ Apatis □ Delirium Ketidakefektifan
tanda peningkatan TIK
□ Somnolent/letargi Perfusi Jaringan Otak (Penurunan kesadaran, HPT,
□ Stupor □ Coma □ Risiko Jatuh Bradikardia, sakit kepala,
□ Risiko Cedera muntah, papiledema & palsi
Nilai GCS (dewasa): N.cranial VI)
E: 4 M: 6 V: 5 NOC: □ Pertahankan posisi kepala dan
Pupil: ■ Normal □ Tidak leher netral
Respon cahaya + □ Mengobservasi kecukupan cairan
□ Memasang pengaman sisi
Ukuran pupil:
tempat tidur dan mengunci
■ Isokor □ Anisokor roda tempat tidur
Diameter : O 1 mm O 2 mm
O 3 mm O 4 mm Kolaborasi:
Penilaian Ekstremitas □ Pemberian oksigen
Sensorik: □ Ya □ Tidak □ Pemasangan infus
□ Intubasi
Motorik: □ Ya □ Tidak
□ Monitor hasil AGD dan laporkan
Kekuatan otot:

23
[ ]
5 5
5 5
hasilnya
□ Memberikan terapi sesuai
indikasi
Data lainnya: □ Lain-lain ……

E. Exposure ■ Nyeri (Akut) ■ Mengkaji karakteristik nyeri,


Adanya trauma pada daerah: □ Kerusakan Integritas gunakan pendekatan PQRST
Kulit / Jaringan ■ Mengajarkan teknik relaksasi
Adanya jejas/luka pada daerah: (Aktual / Risiko)
■ Membatasi aktifitas yang
□ Risiko Disfungsi
- Ukuran luka: meningkatkan intesitas nyeri
Neurovaskular
- Kedalaman luka: Perifer □ Perekaman EKG 12 leads
□ Kolaborasi untuk pemberian
Keluhan nyeri: ■ Ya □ TidakNOC : Setelah dilakukan terapi:
tindakan keperawatan () Analgetik (Ketorolac)
Pengkajian nyeri: diharapkan masalah ( ) Oksigen
P : saat beraktivitas nyeri akut dapat teratasi ( ) Fasciotomy
Q : nyeri tajam dengan kriteria hasil: ( ) Pemberian aromaterapi
R : dada 1. Keluhan nyeri □ Lain-lain………
S : nyeri skala 4 NRS (nyeri berkurang
sedang) 2. Skala nyeri turun
T : nyeri hilang timbul, 5 mnt menjadi 1-3 NRS
(nyeri ringan)
Adanya tanda-tanda sindrom 3. Ekspresi meringis
kompartemen (5 P’s): tidak ada
□ Pain □ Pallor
□ Pulseless □ Paralysis
□ Parasthesia

Data lainnya:
- Pasien sesekali tampak meringis

Faktor risiko:
□ …………
□ ……………
F. Fahrenheit (Suhu Tubuh) □ Hipertermia □ Mengobservasi TTV, kesadaran,
Suhu : 36,2 °C □ Hipotermia saturasi oksigen
Lamanya terpapar suhu panas / (Aktual / Risiko) □ Membuka pakaian (menjaga
□ Ketidakefektifan privasi)
dingin: ……….jam
Termoregulasi □ Melakukan penurunan suhu
□ Risiko
Riwayat pemakaian obat: tubuh: kompres dingin/ evaporasi
Ketidakseimbangan
Suhu Tubuh /selimut pendingin (cooling
Riwayat penyakit: blanket)
□ Metabolik NOC : □ Mencukupi kebutuhan cairan/oral
□ Kehilangan cairan □ Memberikan antipiretik

24
□ Penyakit SSP □ Melindungi pasien lingkungan
yang dingin
Riwayat □ Membuka semua pakaian pasien
□ Cedera kepala yang basah
□ Dampak tindakan medis □ Melakukan penghangatan tubuh
(latrogenic) pasien secara bertahap (1oC/jam)
□ Pemberian cairan infus yang dengan selimut tebal/warm
terlalu dingin blanket
□ Pemberian transfusi darah □ Mengkaji tanda-tanda cedera
yang terlalu cepat & masih fisik akibat cedera dingin: kulit
dingin melepuh, edema, timbulnya bula/
□ Hipoglikemia vesikel, menggigil.
□ ………………… □ Menganjurkan pasien agar tidak
menggorok/menggaruk kulit
Data lainnya:………. yang melepuh
□ Melakukan gastric lavage dengan
Faktor risiko: air hangat
□ Menyiapkan cairan IV dengan
cairan yang hangat
□ Menyiapkan alat-alat intubasi
jika diperlukan
□ Lain-lain…………….

PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Riwayat alergi
■ Tidak □ Ya………..
2. Obat yang dikonsumsi sebelum masuk RS?
- Ketorolak 30mg/8 jam.IV
- Ceftriaxon 1gr/12 jam/IV
- Omeprazol 40mg/24 jam/IV
3. Riwayat Penyakit
■ Tidak ada □ DM □ PJK
□ HPT □ Asma □ Lainnya……….

4. Riwayat hospitalisasi?
□ Tidak ■ Ya (tahun 2015 selama 9 hari dengan keluhan sesak)

5. Intake makanan per oral terakhir?


Keluarga mengatakan pasien terakhir makan pukul 15.30 WITA (nasi dan lauk)

6. Hal-hal atau kejadian yang memicu terjadinya kecederaan/penyakit?


Pasien mengeluh sesak saat beraktivitas, terkadang disertai nyeri dada

7. Pengkajian fisik:

25
a. Kepala dan wajah
Bentuk kepala normocephal, wajah simetris, tidak terdapat luka atau massa, konjungtiva tidak
anemis, sclera tidak ikterik

b. Leher dan cervical spine


Leher tampak normal, tidak tampak adanya peningkatan tekanan vena jugularis, tidak teraba
pembengkakan

c. Dada
Bentuk dada normal, gerakan dada asimetris (hemitoraks kiri tertinggal saat statis dan
dinamis)

d. Perut dan pinggang (flanks)


Bentuk abdomen simetris, tidak terdapat pembengkakan, tidak ada nyeri tekan

e. Pelvis dan perineum


(tidak diperiksa)

f. Extremitas

Pasien mampu bergerak bebas. Kekuatan otot [ 55 55]


g. Punggung dan tulang belakang
Tidak terdapat pembengkakan dan lesi pada punggung, tidak ada kelainan bentuk pada tulang
belakang

8. Psikososial
Kecemasan dan ketakutan
□ Ringan □ Berat
□ Sedang □ Panik

Mekanisme koping
□ Merusak diri □ Perilaku kekerasan
□ Menarik diri/isolasi sosial

Konsep diri
□ Gangguan citra diri □ Harga diri rendah
Lainnya:

9. Seksualitas : □ Pelecehan seksual □ Trauma seksual

26
10. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium (20-07-2022)
Pemeriksaan Hasi Nilai Rujukan Satuan Keterangan
l
Hematologi
WBC 24.3 4.00-10.00 103/µl Tinggi
RBC 2.66 4.00-6.00 106/µl Rendah
HGB 7.9 12.0-16.0 gr/dl Rendah
HCT 25 37.0-48.0 % Rendah
PLT 677 150-400 103/µl Tinggi
Imunoserologi
Prokalsitonin 0.72 < 0.05 ng/ml Tinggi
Kesan : Anemia normositik normokrom
Trombositosis
Leukositosis

b. Radiologi (21-07-2022)
- Perselubungan homogen pada hemitoraks kiri disertai periapical capping yang menutupi
sinus, diafragma, dan batas kiri jantung
- Terpasang chest tube dengan insersi setinggi ICS VII posterior kiri
- Tampak echo cairan bebas yang heterogen/debris (+) pada cavum pleura sinistra
Kesan : Efusi pleura massive sinistra, dd/ Empiema thoracic

27
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN

Nama Pasien/No. RM : Tn.H (50 tahun) / 769353

Ruang Rawat : IGD Non-bedah

Tanggal : 20-07-2022

Prioritas Masalah Keperawatan Tanggal Ditemukan Tanggal Teratasi

1. Ketidakefektifan pola napas 20-07-2022 -

2. Nyeri akut 20-07-2022 20-07-2022

28
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN & EVALUASI

Nama Pasien/No. RM : Tn.H (50 tahun) / 769353


Ruang Rawat : IGD Non-bedah
Tanggal : 20-07-2022

Masalah Keperawatan Jam Implementasi Jam Evaluasi (SOAP)


Ketidakefektifan pola 17.00 - Kolaborasi pemberian oksigen 20.00 S:
napas Hasil: terpasang oksigen via nasal kanul 4 - Pasien mengatakan keluhan sesak
lpm berkurang
17.00 - Melakukan pengaturan posisi lateral dan
O:
head up 45o
17.15 - RR: 24x/menit
- Mengobservasi frekuensi, irama, dan
- SaO2 97% dengan O2 nasal kanul 4
kedalaman napas
liter/menit
Hasil: RR: 28x/menit, reguler
17.15 - Pengembangan diding dada asimetris
- Mengobservasi penggunaan otot bantu
pernapasan
A : Ketidakefektifan pola
Hasil: tidak ada penggunaan otot bantu
napas (+)
pernapasan
17.15
- Mengobservasi pengembangan dinding dada
P : Lanjutkan intervensi
Hasil: pengembangan diding dada asimetris

29
Nyeri akut 17.00 - Mengkaji karakteristik nyeri menggunakan 20.00 S:
PQRST - Pasien mengatakan keluhan nyeri
Hasil: tidak ada
P: saat beraktivitas
O:
Q: nyeri tajam
- Ekspresi meringis tidak ada
R: dada
- Pasien mampu melakukan teknik
S: nyeri skala 4 NRS (nyeri sedang)
napas dalam secara mandiri
T: nyeri hilang timbul, 5 menit
17.25 - Skala nyeri 0
- Kolaborasi pemberian analgesik (Ketorolac
1 amp/IV) A : Nyeri akut teratasi
17.30
- Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam P : Observasi kembali keluhan nyeri
17.30
- Membatasi aktivitas yang meningkatkan
intensitas nyeri

30
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Kesesuaian/Kesenjangan Antara Konsep dan Praktik

1. Pengkajian

Secara umum, seluruh pengkajian yang terdapat di konsep sudah sesuai

dengan yang dilaksanakan dalam praktik. Terdapat 2 pengkajian yang dilaksanakan

yaitu pengkajian primer (primary survey) dan pengkajian sekunder (secondary

survey). Pada pengkajian primer yang dikaji adalah airway, breathing, circulation,

disability/disintegrity, exposure, dan Fahrenheit (suhu tubuh). Sementara itu, pada

pengkajian sekunder yang dikaji adalah anamenesa yang meliputi AMPLE (allergy,

medication, past illness, last meal, dan event), pengkajian fisik, pemeriksaan

penunjang, serta psikososial dan seksualitas.

2. Diagnosa Keperawatan

Sesuai teori dan kasus, diagnosa keperawatan yang dapat diangkat terdiri dari

3 diagnosa. Diagnosa tersebut diantaranya adalah:

 Ketidakefektifan pola napas

 Nyeri akut

3. Intervensi Keperawatan

Sesuai konsep, langkah-langkah pada intervensi keperawatan yaitu

menentukan prioritas masalah, menetapkan tujuan yang diharapkan dan kriteria hasil

yang ingin dicapai serta menyusun intervensi yang akan dilaksanakan pada klien.

Sesuai kasus, langkah-langkah pada intervensi keperawatan adalah menentukan

prioritas masalah, menetapkan tujuan yang diharapkan, menetapkan kriteria hasil yang

ingin dicapai,serta menyusun intervensi yang akan dilaksanakan pada klien. Tidak ada

31
Kesenjangan yang terdapat antara intervensi sesuai konsep dan sesuai praktik

sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek.

4. Implementasi

Sesuai konsep, implementasi harus dilakukan secara langsung pada klien.

Sesuai praktik, implementasi dilakukan secara langsung pada klien sehingga tidak

terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.

5. Evaluasi

Sesuai konsep, evaluasi dilakukan setelah pemberian implementasi secara

langsung pada klien yang meliputi subyektif, obyektif, assessment dan planning.

Sesuai praktik, evaluasi dilakukan dilakukan dengan metode subyektif, obyektif,

assessment dan planning. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

kesenjangan antara konsep dan praktik. Secara umum, seluruh pengkajian yang

terdapat di teori sudah sesuai dengan yang dilaksanakan dalam praktik.

32
B. Evidence Based Practice

The Effect of Lateral Position with Head Up 45°


on Oxygenation in Pleural Effusion Patients

Efusi pleura merupakan suatu kondisi terjadinya akumulasi cairan yang abnormal

pada pleura. Hal ini dikarenakan terjadinya pembentukan cairan pada pleura lebih cepar

dari proses absorpsi. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada proses ventilasi, yaitu

restriksi. Restriksi merupakan gangguan pengembangan paru sehingga udara yang masuk

ke paru kurang dari normal. Terdapat beberapa tindakan keperawatan dalam mengatasi

masalah pernafasan pada efusi pleura, yaitu monitoring status pernafasan pasien,

dispnea, sianosis, saturasi oksigen, positioning, pemberian terapi oksigen (Suryantoro,

Isworo, & Upoyo, 2017).

Positioning merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan

kepada pasien efusi pleura karena dapat mempermudah masalah gangguan oksigenasi,

yaitu memperbaiki proses ventilasi sehingga dapat meningkatkan ekspansi paru untuk

mengurangi sesah yang dialami pasien (Dean, 2014). Posisi yang palieng sering

diterapkan pada pasien efusi pleura adalah posisi lateral pada bagian paru yang terkena

efusi. Berman et al (2016) mengemukakan bahwa pemilihan posisi bagi penderita

gangguan pernapasan sangat penting untuk memfasilitasi pernapasan yang adekuat, salah

satunya adalah head-up 45˚. Head-up 45˚ menggunakan gravitasi untuk membantu

mengembangkan dada dan mengurangi tekanan pada perut dan diafragma. Ketika

gravitasi terjadi maka akan menarik diafragma ke bawah, mengurangi tekanan pada

diafragma dan meredakan kompresi dada sehingga ekspansi dada dan ventilasi paru lebih

besar. Rustandi et al (2016) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa head-up 45˚ dapat

meningkatkan volume tidal, yang akan menyebabkan peningkatan oksigenasi, dimana

33
peningkatan oksigenasi akan menyebabkan kebutuhan volume per menit untuk oksogen

cepat terpenuhi sehingga laju respirasi cenderung menurun.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh posisi lateral dengan head-up

45˚ terhadap saturasi oksigen dan frekuensi pernapasan pada pasien efusi pleura

unilateral di RS Paru Dr. HA Rotinsulu Bandung. Metode penelitian yang digunakan

adalah quasi-experimental design dengan one group pre and post-test design dimana

variabel yang akan diukur adalah saturasi oksigen dan laju pernafasan. Jumlah sampel

pada penelitian ini adalah 44 responden. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

pasien dengan efusi pleura unilateral yang dibuktikan dengan hasil rontgen atau

pemeriksaan fisik oleh dokter, posisi yang digunakan adalah posisi lateral dengan head

up di bawah 45°, dipasang nasal kanula oksigen, sedangkan kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah frekuensi pernapasan > 25x/m dan adanya trauma servikal.

Hasil penelitian pengaruh posisi lateral dengan head up 45˚ pada saturasi oksigen

dan laju pernapasan menunjukkan bahwa pemberian posisi lateral ke arah yang

mengalami efusi dengan head up 45˚ dapat meningkatkan saturasi oksigen dan

menurunkan frekuensi napas.

34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Efusi pleura adalah akumulasi cairan di antara pleura parietal dan viseral, yang
disebut rongga pleura. Efusi pleura dapat terjadi dengan sendirinya atau dapat
menjadi akibat dari penyakit parenkim di sekitarnya seperti infeksi, keganasan atau
kondisi peradangan. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada proses ventilasi, yaitu
restriksi. Restriksi atau gangguan pengembangan paru sehingga udara yang masuk ke
paru kurang dari normal. Gejala dari efusi pleura yang muncul yaitu gejala sesak
napas, bunyi pekak atau datar saat perkusi di atas area yang terdapat cairan, bunyi
napas minimal atau tidak terdengar. Klasifikasi efusi pleura terbagi menjadi tiga
yaitu, efusi pleura transudat, efusi pleura eksudat dan efusi pleura hemoragik.
Terdapat beberapa tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah pernafasan pada
efusi pleura, yaitu monitoring status pernafasan pasien, dispnea, sianosis, saturasi
oksigen, positioning, pemberian terapi oksigen. Sesuai kasus, langkah-langkah pada
intervensi keperawatan adalah menentukan prioritas masalah, menetapkan tujuan yang
diharapkan, menetapkan kriteria hasil yang ingin dicapai, serta menyusun intervensi
yang akan dilaksanakan pada klien. Tidak ada kesenjangan yang terdapat antara
intervensi sesuai konsep dan sesuai praktik sehingga tidak terdapat kesenjangan antara
teori dan praktik.

B. Saran
 Diharapkan dalam memberikan intervensi pada klien, perawat harus berdasarkan
pada praktik sesuai SOP berdasarkan bukti (evidience based practiced)
 Diharapkan dalam memberikan intervensi pada klien, perawat senantiasa
melibatkan keluarga sebagai orang terdekat klien.
 Aktif dalam meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura denganselalu mengikuti perkembangan evidence based.

35
DAFTAR PUSTAKA

Ajuonuma. B. (2015). Pleural Effusion: Aetiology, Clinical Presentation and Mortality


Outcome in a Tertiary Health Institution in Eastern Nigeria – A Five Year
Retrospective Study. Journal AIDS Clin Respiratory. Vol. 6, No.02
Bedawi, E. O., Hassan, M., & Rahman, N. M. (2018). Recent developments in the
management of pleural infection: a comprehensive review. The Clinical Respiratory
Journal, 2463-2468.
Berman, A., Snyder, S. J., & Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb's Fundamentals of Nursing:
Concepts, Process, and Practice. Pearson.
Black, J. M., & Hawk, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis Untuk
Hasil Yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika.
Dean, E. (2014). Effect of body position on pulmonary function. Journal of American
Physical Therapy, 1(4), 34-44.
Debiasi, E.M., Pisani. M., Murphy, T., Araujo, K., Kookoolis A., Argento, A,. (2015).
Mortality among patients with pleural effusion undergoing thoracentesis. Journal
Europa Respiratory. 46(2). Hal. 495–502.
Emergency Nurses Association. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy
(1st ed.; A. Kurniati, Y. Trisyani, & S. I. M. Theresia, eds.). Singapore: Elsevier.
Fari, W. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi pada Efusi Pleura dengan modalitas infra red
dan chest therapy di RS Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Jany, B., & Welte, T. (2019). Pleural Effusion in Adults—Etiology, Diagnosis, and
Treatment. Deutsches Ärzteblatt International, 116(21), 377-386.
Karki , A., Riley, R., Mehta, H. J., & Ataya, A. (2019). Abdominal etiologies of pleural
effusion. Disease-a-Month, 65(4), 91-114.
Kemenkes. (2015). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Krishna, R., & Rudrappa, M. (2021). Pleural Effusion. [E-Book]. Retrieved Februari 15,
2022, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448189/#
Lepus , C. M., & Vivero, M. (2018). Updates in Effusion Cytology. Surg Pathol Clin, 11(3),
523-544.
Nurafif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. In Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.

36
Rahmawati, E. Y., Pranggono, E. H., & Prawesti, A. (2021). The Effect of Lateral Position
with Head Up 45° on Oxygenation in Pleural Effusion Patients. Jurnal Keperawatan
Padjadjaran, 9(2), 124-130.
Remolina, C., Khan, A., & Edelman, N. (2014). Positional hypoxemia in unilateral lung
disease. New England Journal of Medicine, 304(9), 523-525.
Riskesdas (2013). Hasil Riskesdas 2013. Jakarta : Kemetrian Kesehatan RI
Rustandi. (2014). Pengaruh Pemberian Posisi Terhadap Nilai Tidal Volume. Jurnal
Kesehatan Stikes Satriya Bhakti Nganjuk, 2.
Smeltzer, & Susan , C. (2014). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Suryantoro, E., Isworo, A., & Upoyo, A. S. (2017). Effectiveness of Pursed Lips Breathing
through Six-Minute Walk Test towards Forced Expiratory. Padjadjaran Journal of
Nursing, 5(2), 1-8.
Umara, A. F., Wulandari, I. S., Supriadi, E., Rukmi, D. K., Silalahi, L. E., Malisa Novi, et al.
(2021). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi. Jakarta: Yayasan Kita
Menulis.
Yunita. (2018). Study Kasus Gangguan Pola Napas Tindakan Efektif pada Pasien Efusi
Pleura. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan. vol.7, No.2 Hal:101-221

37

Anda mungkin juga menyukai