Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

MATA KULIAH KEPERAWATAN KRITIS

Dibuat Oleh :
Tiwi Tri Andini
0433131420118132

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HORIZON KARAWANG
Jl. Pangkal Perjuangan Km 1 By Pass Karawang 41316
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE
A. Konsep Keperawatan Kritis
a. Konsep keperawatan prehospital dan kegawatdaruratan
a) Definisi
Keperawatan kritis merupakan bidang keperawatan yang memerlukan
perawatan berkualitas tinggi dan koprehensif ( Laura Ed all. 1997 ). Perawat
kritis adalah perawat profesional yang resmi yang bertanggung jawab untuk
memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga pasien mendapatkan
kepedulian optimal (AACN, 2006).
American Association of Critical Care Nurses (AACN, 2012) juga
menjelaskan secara spesifik bahwa asuhan keperawatan kritis mencakup
diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia terhadap penyakit aktual atau
potensial yang mengancam kehidupan. Lingkup praktik asuhan keperawatan
kritis didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien dengan penyakit
kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat untuk
pemberian perawatan.
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat
darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada
penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari – hari atau sewaktu
bencana. Keberhasilan waktu tanggap atau respons time sangat tergantung
pada kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian pertolongan untuk
menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam
perjalanan hingga pertolongan rumah sakit (Haryatun & Sudaryanto, 2008).
Respons time merupakan waktu antara dari permulaan suatu kejadian gawat
darurat hingga ditanggapi oleh petugas kesehatan dengan kata lain dapat
disebut waktu tanggap, waktu tanggap yang baik bagi pasien yaitu ≤ 5 menit
(Menteri Kesehatan RI, 2008 dalam Ade 2018).
b) Prinsip keperawatan kritis
Pasien kritis adalah pasien dengan perburukan patofisiologi yang cepat yang
dapat menyebabkan kecacatan maupun kematian sedangkan penanganan
antara dari permulaan suatu kejadian gawat darurat hingga ditanggapi oleh
petugas kesehatan dengan kata lain dapat disebut waktu tanggap, waktu
tanggap yang baik bagi pasien yaitu ≤ 5 menit (Menteri Kesehatan RI, 2008
dalam Ade 2018).
Ruangan dalam penanganan gwat darurat dan kritis dlam rumah sakit terdiri
dari:
1. Unit Gawat Darurat (IGD)
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah area di dalam sebuah rumah sakit
yang dirancang dan digunakan untuk memberikan standar perawatan
gawat darurat untuk pasien yang membutuhkan perawatan akut atau
mendesak. (Queensland Health ED, 2012 dalam puti 2015 ). Unit ini
memiliki tujuan utama yaitu untuk menerima, melakukan triase,
menstabilisasi, dan memberikan pelayanan kesehatan akut untuk pasien,
termasuk pasien yang membutuhkan resusitasi dan pasien dengan tingkat
kegawatan tertentu (Australian College for Emergency Medicine, 2014
dalam Puti 2015).
2. Unit perawatan intensif (ICU)
Suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri dengan staf khusus dan
perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien- pasien yang menderita penyakit akut, cidera tau penyulit
yang mengancam nyawa atau potensi mengancam nyawa
(KEMENKES.2010) kriteria pasien masuk ICU Penilaian objektif atas
berat dan prognosis penyakit hendaknya digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam menentukan prioritas masuk ke ICU
(KEMENKES.2010)
1. Pasien prioritas 1
Pasien yang termasuk dalam prioritas ini adalah pasien sakit kritis,
tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti:
dukungan / bantuan ventilasi, alat penunjang fungsi organ / system
yang lain, infus obat - obat vasoaktif / inotropic, obat anti aritmia, serta
pengobatan lain – lainnya secara kontinyu dan tertitrasi.
2. Pasien prioritas 2
Kriteria pasien ini memerlukan pelayanan peralatan canggih di ICU,
sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera,
misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial
catheter. Pasien yang tergolong dalam prioritas 2 adalah pasien yang
menderita penyakit dasar jantung – paru, gagal ginjal akut dan berat,
dan pasien yang telah mengalami pembedahan mayor.
3. Pasien prioritas 3
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien kritis yang tidak stabil
status kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang
mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada kriteria ini
sangat kecil.
Alur pelayanan ICU di RS (Kemenkes RI, 2011) Pasien yang
memerlukan pelayanan ICU berasal dari:
1) Pasien dari Instalasi Gawat Darurat (IGD)
2) Pasien dari High Care Unit (HCU)
3) Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar
bersalin, ruang endoskopi, ruang dialysis, dan sebagainya
4) Pasien dari bangsal (Ruang Rawat Inap)
4. Intensive Care Coronary Unit (ICCU)
Ruangan Intensive Coronary Care Unit (ICCU) adalah unit pelayanan
rawat inap di rumah sakit yang memberikan perawatan khusus. Baik
UGD, ICU, maupun ICCU adalah unit perawatan pasien kritis dimana
perburukan patofisiologi dapat terjadi secara cepat yang dapat berakhir
dengan kematian (Hyzy. 2010).
b. Sistem triage
1. Prioritas 1 – MERAH: korban dengan kondisi kritis
 Airway dan breathing
 Perdarahan yang tidak terkontol
 Asfiksia, cervical, cedera pada maxilla
 Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
 Fraktur terbukan dan fraktur compound
 Lika bakar >30% / Extensive burn
 Crush injury
 Shock tipe apapun
2. Prioritas 2 – KUNING: kondisi yang mendesak
 Trauma thorax non asfiksia
 Fraktur tertutup pada tulang panjang
 Luka baka terbatas (<30% dari TBW)
 Cedera kepala bagian / jaringan lunak
3. Prioritas 3 – HIJAU: korban yang tidak mengalami cedera serius,
memerlukan perawatan sedikit dan dapat menunggu perawatan tanpa
bertambah parah, seperti:
 Minor injuries
 Seluruh kasus-kasus ambulance / jalan
4. Prioritas 0 – HITAM: diberikan pada korban yang sudah meninggal
 Tidak ada respon pada semua rangsangan
 Tidak ada respirasi spontan
 Tidak ada bukti aktivitas jantung
 Tidak ada respon pupil terhadap cahaya
c. Masalah-masalah pada keperawatan kritis
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Gangguan pertukaran gas
4. kekurangan volume cairan
5. kelebihan volume cairan
6. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
7. Nyeri
8. Resiko infeksi
9. Ketidakefektifan perfusi jaringan
10. Penurunan curah jantung
11. Intoleransi aktivitas
12. Hambatan mobilitas fisik
13. Resiko jatuh
14. Syok/Resiko syok
15. Resiko perdarahan
16. Retensi urine
17. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
18. Hipertermia
d. Rencana asuhan keperawatan kritis
1. Pengkajian Sebelum Pasien Datang (Pre Arrival)
Sebelum pasien akan dikirim, dilakukan pengkajian meliputi identitas pasien,
diagnosa, tanda vital, alat bantu intensiv, modus mekanik yang sedang dipakai
bila pasien menggunakan ventilator.
2. Pengkajian ICU
a. Pengkajian Segera (Quick Assessment): Pengkajian segera setelah pasien
tiba di ICu meliputi ABCDE yaitu, Airway, Breathing, Circulation, Drugs
(Obat-obatan yang saat ini dipakai termasuk apakah ada alergi terhadap
obat atau makanan tertentu) dan Equipment (Adakah alat yang terpasang
pada pasien)
b. Pengkajian Lengkap (Comprehensive Assessment): Pengkajian riwayat
kesehatan lalu, riwayat sosial, riwayat psikososial dan spiritual serta
pengkajian fisik dari setiap sistem tubuh (Sistem neurologi, respirasi,
kardiovaskular, renal, gastrointestinal, endokrin, hematologi, immunologi
dan integumen)
c. Pengkajian Berkelanjutan (On Going Assessment): Kontinuitas monitoring
kondisi pasien setiap 1-2 jam pada saat kritis, selanjutnya sesuai kondisi
pasien. Hal-hal yang dikaji meliputi tanda-tanda vital, hemodinamik, alat-
alat yang terpakai oleh pasien saat masuk ICU
3. Diagnosa Keperawatan
Proses pemecahan masalah mencakup : identifikasi masalah gangguan
kesehatan, menentukan penyebab masalah dan menentukan tanda dan gejala
dari masalah dengan metode PES (Problem, Etiologi, Sign/ Symptom)
4. Perencanaan
Perencanaan harus mencakup :
a. Perumusan tujuan : Berfokus pada pasien, jelas dan singkat, dapat diukur,
realistis, ada target waktu
b. Rencana tindakan : Tetapkan teknik dan prosedur yang akan digunakan,
mengarah pada tujuan, disusun berurutan dan ada rasionalnya serta dapat
mengkombinasikan pedoman dan intervensi dari hasil-hasil penelitian
c. Kriteria Hasil : Menggunakan kata kerja yang tepat, dapat dimodifikasi
dan spesifik

5. Implementasi Keperawatan
Kegiatan yang dilakukan yakni, melanjutkan pengumpulan data dan
pengkajian, melaksanakan intervensi keperawatan, mendokumentasikan
asuhan keperawatan, memberikan laporan keperawatan secara verbal dan
mempertahankan rencana asuhan
6. Evaluasi
Tahapan dalam evaluasi, yakni mengidentifikasi kriteria hasil sesuai dengan
keberhasilan, mengumpulkan data, evaluasi pencapaian tujuan dan modifikasi
atau mempertahankan rencana keperawatan.
B. Konsep Stroke
a. Definisi
CVA atau cedera serebrovaskular adalah gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat
pecahnya pembuluh darah otak. Gangguan pada aliran darah ini aka menguramgi
suplai oksigen, glukosa, dan nutrien lain kebagian otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang terkena dan mengakibatkan gangguan pada sejumlah fungsi
otak (Hartono, 2010).
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak
(Mutaqin, 2011).
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan akut dalam beberapa detik
atau secara tepat dalam beberapa jam yang berlangsung lebih dari 24 jam dengan
gejala atau tanda tanda sesuai daerah yang terganggu (Irfan, 2012).
Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang ditandai
dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian jaringan
otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak. Aliran
darah ke otak dapat berkurang karena pembuluh darah otak mengalami
penyempitan, penyumbatan, atau perdarahan karena pecahnya pembuluh darah
tersebut (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).
b. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Stroke Iskemik
Hampir 85% stroke di sebabkan oleh, sumbatan bekuan darah, penyempitan
sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak, atau embolus
(kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranial (arteri yang
berada di luar tengkorak). Ini di sebut sebagai infark otak atau stroke
iskemik.Pada orang berusia lanjut lebih dari 65 tahun, penyumbatan atau
penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis (mengerasnya arteri).
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau ke
dalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini
adalah jenis stroke yang paling mematikan, tetapi relative hanya menyusun
sebgian kecil dari stroke total, 10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan
5% untuk perdarahan subaraknoid(Irfan, 2012). Biasanya kejadianya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat
( Wijaya & Putri, 2013).
c. Etiologi
Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan yangmenyumbat
pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah keotak. Gumpalan
dapat berkembang dari akumulasi lemak atau plak aterosklerotik di dalam
pembuluh darah. Faktor resikonya antara lain hipertensi, obesitas, merokok,
peningkatan kadar lipid darah,diabetes dan riwayat penyakit jantung dan vaskular
dalam keluarga.
Stroke hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya perdarahan
subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan masuk ke ruang
subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma otak atau AVM
(malformasi arteriovenosa).
Hipertensi, merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor resiko dari penyakit
ini.Perdarahan subaraknoid bisa berakibat pada koma atau kematian.Pada
aneurisma otak, dinding pembuluh darah melemah yang bisa terjadi kongenital
atau akibat cedera otak yang meregangkan dan merobek lapisan tengah dinding
arteri(Terry & Weaver, 2013).
d. Anatomi Fisiologi
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100 - 200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak
terdiri dari sel - sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ yang sangat
mudah beradaptasi meskipun neuron - neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi kemampuan adaptif atau plastisitas. Pada otak dalam situasi tertentu
bagian - bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak.
Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling
penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006). Secara garis besar
sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf di
sisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah
menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya
(Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan
komponen bagiannya adalah :
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah) dan girus.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu :
a. Lobus frontalis. Berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca
di hermisfer kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini mengandung
pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik
primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus
ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga
mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif
(Purves dkk, 2004).
b. Lobus temporalis. Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran, dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi.
c. Lobus parietalis. Merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
post sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran
(White, 2008).
d. Lobus Oksipitalis. Berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan : menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain dan memori (White, 2008).
e. Lobus limbik. Untuk mengatur emosi manusia, memori emosi, dan
bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan autonom (White, 2008).
2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang
penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori
yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output.
Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima
dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot.
Mengendalikan kontraksi otot - otot volunter secara optimal. Bagian - bagian
dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus
fluccolonodularis (Purves, 2004).
3. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis di bawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian - bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata.
e. Patofisiologi
Stroke iskemik diakibatkan oleh penurunan aliran darah otak. Pada situasi
tersebut akan terjadi metabolisme anaerob sehingga menyebabkan peningkatan
konsentrasi laktat dan ion hidrogen, penurunan pH intrasel, penurunan
fosfokreatin jaringan, dan peningkatan kadar fosfat organik. Metabolisme anaerob
akan menyebabkan penurunan adenosine triphosphate (ATP) intrasel sehingga
terjadi hambatan aktivitas Na/K ATPase dan diikuti kerusakan progresif sistem
pompa dan transpor yang membutuhkan energi (Na/K ATPase, Ca ATPase). Hal
ini mengakibatkan penumpukan ion kalsium intrasel, diikuti kerusakan
mitokondria, membran sel, aktivasi beberapa sistem enzim, dan nekrosis.
Kegagalan ionik dan overload kalsium intrasel akan menyebabkan depolarisasi
anoksik. Proses selanjutnya akan terjadi penurunan pembentukan potensial sinaps
oleh neuron korteks serebri dan timbul defisit neurologis (Dirnagl dkk., 1999;
Caplan, 2009; Grotta dkk., 2015). Empat faktor penting pada proses patobiologi
stroke adalah excitotoxicity, depolarisasi peri-infark, inflamasi, dan apoptosis
(Dirnagl dkk, 1999).
f. Faktor Resiko
Faktor risiko ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang tidak dapat
dikendalikan dan yang dapat dikendalikan.Faktor yang dapat dikendalikan yaitu
faktor yang tidak dimodifikasi.
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan
1) Usia
Lebih tua umur lebih mungkin terjadinya stroke (Irfan, 2012). Resiko
semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak terkena
serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas (Indrawati, Sari, & Dewi,
2008).
2) Jenis kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan
perempuan (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Hal ini dikarenakan
perempuan memiliki hormon esterogen yang berperan dalam
mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai
proteksi atau pelindung pada proses ateroskerosis.
3) Ras dan Etnis
Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras
kulit hitam, Asia dan Kepulauan Pasifik, serta Hispanik dibandingkan
kulit putih (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).
4) Riwayat Stroke dalam Keluarga
Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar
penderita stroke memiliki faktor riwayat stroke dalam keluarganya.
Keturunan dari penderita stroke diketahui menyebabkan perubahan
penanda aterosklerosis awal, yaitu proses terjadinya timbunan zat
lemak dibawah lapisan dinding pembuluh darah yang dapat memicu
terjadinya stroke.
b. Faktor Risiko yang dapat dikendalikan
1) Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi merupakan faktor risiko baik untuk orangtua maupun
dewasa muda (Irfan, 2012). Hipertensi mempercepat terjadinya
aterosklerosis, yaitu dengan cara menyebabkan perlukaan secara
mekanis pada sel endotel (dinding pembuluh darah) di tempat yang
mengalami tekanan tinggi (Farida & Amalia, 2009).
2) Kadar Kolestrol
Hiperkolestrolemia dapat menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis
berperan dalam menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke itu
sendiri (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008)
3) Obesitas
Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (obesitas).Obesitas
lebih cepat terjadi dengan pola hidup pasif (kurang gerak dan
olahraga).Jika makanan yang dimakan banyak mengandung lemak
jahat (seperti kolestrol), maka ini dapat menyebabkan penimbunan
lemak disepanjang pembuluh darah.Penyempitan pembuluh darah ini
menyebabkan aliran darah kurang lancar dan memicu terjadinya
aterosklerosis atau penyumbatan dalam pembuluh darah yang pada
akhirnya beresiko terserang stroke.
4) Life style Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai
pemicu berbagai penyakit yang menyerang, baik pada usia produktif
maupun usia lanjut. Salah satu contoh life style yaitu berkaitan
dengan pola makan.
g. Manifestasi Klinis
Menurut Oktavianus (2014) manifestasi klinis stroke sebagai berikut :
a. Stroke iskemik
Tanda dan gejala yang sering muncul yaitu:
1. Transient ischemic attack (TIA)
2. Reversible Ischemic Neurogic Difisit (RIND)
3. Progressing stroke atau stroke inevolution
4. Sudah menetap atau permanen
b. Stroke hemoragik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena.
1. Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran
menempatkan posisi.
2. Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan
memori.
3. Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan.
4. Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi, fungsi
fisik, intelektual.
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan stroke, letak
sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak perdarahan, serta luas jaringan
otak yang mengalami kerusakan (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008)
1. CT-scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
(Wijaya & Putri, 2013).
2. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark atau
hemoragik (Oktavianus, 2014). MRI mempunyai banyak keunggulan
dibanding CT dalam mengevaluasi stroke, MRI lebih sensitif dalam
mendeteksi infark, terutama yang berlokasi dibatang otak dan serebelum
(Farida & Amalia, 2009).
3. Pemeriksaan magnetic resonance angiography (MRA)
Merupakan metode non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis dan
sirkulasi serebral serta dapat menunjukan adanya oklusi (Hartono, 2010).
4. Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transkranial
Mengukur aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran darah
stenosis di dalam arteri karotis dan arteri vetebrobasilaris selain menunjukan
luasnya sirkulasi kolateral
5. Pemeriksaan lumbal pungsi
Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan (Oktavianus,
2014). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA, sedangkan
tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial (Wijaya & Putri, 2013).
6. Pemeriksaan EKG Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika
stroke emboli dicurigai terjadi (Hartono, 2010)
7. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit,
fungsi ginjal, kadar glukosa, lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk
membantu menegakan diagnose(Hartono, 2010).
8. EEG (Electro Enchepalografi)
i. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
3) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan peran
sangat penting dalam pembentukan trombus dan ambolisasi. Antiagresi
trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4) Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler (Mutaqin, 2011).
b. Non farmakologis
Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses
pemulihan kondisi pasca stroke :
1) Terapi wicara
Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara,
maupun mengerti kembali kata-kata (Farida & Amalia, 2009).
2) Fisioterapi
Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk menangani
kondisi stroke stadium akut bertujuan untuk :
a) Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang lama.
b) Menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan tonus.
c) Mengurangi oedema pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit.
d) Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerak dan
koordinasi gerak.
e) Meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional (Farida & Amalia,
2009).
3) Akupuntur
Akupuntur merupakan metode penyembuhan dengan cara memasukkan
jarum di titik-titk tertentu pada tubuh penderita stroke. Akupuntur dapat
mempersingkat waktu penyembuhan dan pemulihan gerak motorik serta
ketrampilan sehari-hari (Farida & Amalia, 2009).
C. Asuhan Keperawatan
Diagnosa :
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Gangguan komunikasi verbal
Rencana keperawatan :
Dx Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan tekanan intrakranial
kapasitas keperawatan selama ... x 24 Observasi :
adaptif jam diharapkan masalah  Identifikasi penyebab peningkatan
intrakranial keperawatan penurunan TIK
kapasitas adaptif intrakranial  Monitor peningkatan TD
teratasi dengan kriteria hasil  Monitor pelebaran tekanan nadi
sebagai berikut :  Monitor penurunan frekuensi
 Tingkat kesadaran meningkat jantung
 Fungsi kognitif meningkat  Monitor irreguleritas irama napas
 Sakit kepala menurun  Monitor penurunan tingkat
 Gelisah menurun agitasi kesadaran
menurun  Monitor perlambatan atau
 Muntah menurun ketidaksimetrisan respon pupil
 Postur deserebrasi (ekstensi)  Monitor kadar CO2 dan
menurun pertahankan dalam rentang yang
 Pepiledema menurun diindikasikan
 Tekanan darah membaik  Monitor tekanan perfusi serebral
 Tekanan nadi (pulse pressure)  Monitor jumlah, kecepatan, dan
membaik karakteristik drainase cairan
 Brakikardia membaik serebrospinal

 Pola nafas menurun  Monitor efek stimulus lingkungan

 Respon pupil membaik terhadap TIK

 Reflek neurologis membaik Terapeutik :

 Tekanan intrakranial membaik  Ambil sampel drainase cairan


serebrospinal
 Kalibrasi transduser
 Pertahankan sterilitas sistem
pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan
leher netral
 Bilas sistem pemantauan, jika perlu
 Atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi
mobilitas keperawatan selama ... x 24 Observasi :
fisik jam diharapkan masalah  Identifikasi adanya nyeri atau
keperawatan gangguan keluhan fisik lainnya
mobilitas fisik teratasi dengan
kriteria hasil sebagai berikut :  Identifikasi toleransi fisik
 Pergerakan ekstremitas melakukan pergerakan
meningkat  Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
 Kekuatan otot meningkat mobilisasi
 Rentang gerak (ROM)  Monitor kondisi umum selama
meningkat melakukan mobilisasi
 Nyeri menurun Terapeutik :

 Kecemasan menurun  Fasilitasi aktivitas mobilisasi

 Kaku sendi menurun dengan alat bantu

 Gerak tidak keordinasi menurun  Fasilitasi melakukan pergerakan,

 Gerak terbatas menurun jika perlu


 Libatkan keluarga untuk membantu
 Kelemahan fisik menurun
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Promosi komunikasi : defisit bicara
komunikasi keperawatan selama ... x 24 Observasi :
verbal jam diharapkan masalah  Monitor kecepatan, tekanan,
keperawatan gangguan kuantitas, volume, dan diksi bicara
komunikasi verbal teratasi  Monitor proses kognitif, anatomis,
dengan kriteria hasil sebagai dan fisiologis yang berkaitan
berikut : dengan bicara
 Kemampuan berbicara  Monitor frustasi, marah, depresi,
meningkat atau hal lain yang mengganggu
 Kemampuan mendegar bicara
meningkat  Identifikasi perilaku emosional dan
 Kesesuain ekspresi wajah / fisik sebagai bentuk komunikasi
tubuh meningkat
 Kontak mata meningkat Terpeutik :
 Afasia menurun  Gunakan metode komunikasi
 Disfasia menurun alternatif
 Apraksia menurun  Sesuaikan gaya komunikasi dengan
 Disleksia menurun kebutuhan

 Disetria menurun  Modifikasi lingkungan untuk

 Afonia menurun meminimalkan bantuan

 Dislalia menurun  Ulangi apa yang disampaikan


pasien
 Pelo menurun
 Berikan dukungan psikologis
 Gagap menurun
 Gunakan juru bicara, jika perlu
 Respon perilaku membaik
Edukasi :
 Pemahaman komunikasi
 Anjurkan berbicara perlahan
membaik
 Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis, dan fisiologis
yang berhubungan
dengankemampuan berbicara
Kolaborasi :
 Rujuk ke ahli psikologi bicara atau
terapis

Anda mungkin juga menyukai