Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR OTAK

MATA KULIAH KEPERAWATAN KRITIS

Dibuat Oleh :
VINA AZZAHRA
0433131420118137

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HORIZON KARAWANG
Jl. Pangkal Perjuangan Km 1 By Pass Karawang 41316
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR OTAK

A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN KRITIS


a. Konsep keperawatan prehospital dan kegawatdaruratan
a) Definisi
Keperawatan kritis merupakan bidang keperawatan yang memerlukan
perawatan berkualitas tinggi dan koprehensif ( Laura Ed all. 1997 ). Perawat
kritis adalah perawat profesional yang resmi yang bertanggung jawab untuk
memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga pasien mendapatkan
kepedulian optimal (AACN, 2006).
American Association of Critical Care Nurses (AACN, 2012) juga
menjelaskan secara spesifik bahwa asuhan keperawatan kritis mencakup
diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia terhadap penyakit aktual atau
potensial yang mengancam kehidupan. Lingkup praktik asuhan keperawatan
kritis didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien dengan penyakit
kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat untuk
pemberian perawatan.
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat
darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada
penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari – hari atau sewaktu
bencana. Keberhasilan waktu tanggap atau respons time sangat tergantung
pada kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian pertolongan untuk
menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam
perjalanan hingga pertolongan rumah sakit (Haryatun & Sudaryanto, 2008).
Respons time merupakan waktu antara dari permulaan suatu kejadian gawat
darurat hingga ditanggapi oleh petugas kesehatan dengan kata lain dapat
disebut waktu tanggap, waktu tanggap yang baik bagi pasien yaitu ≤ 5 menit
(Menteri Kesehatan RI, 2008 dalam Ade 2018).
b) Prinsip keperawatan kritis
Pasien kritis adalah pasien dengan perburukan patofisiologi yang cepat yang
dapat menyebabkan kecacatan maupun kematian sedangkan penanganan
antara dari permulaan suatu kejadian gawat darurat hingga ditanggapi oleh
petugas kesehatan dengan kata lain dapat disebut waktu tanggap, waktu
tanggap yang baik bagi pasien yaitu ≤ 5 menit (Menteri Kesehatan RI, 2008
dalam Ade 2018).
Ruangan dalam penanganan gwat darurat dan kritis dlam rumah sakit terdiri
dari:
1. Unit Gawat Darurat (IGD)
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah area di dalam sebuah rumah sakit
yang dirancang dan digunakan untuk memberikan standar perawatan
gawat darurat untuk pasien yang membutuhkan perawatan akut atau
mendesak. (Queensland Health ED, 2012 dalam puti 2015 ). Unit ini
memiliki tujuan utama yaitu untuk menerima, melakukan triase,
menstabilisasi, dan memberikan pelayanan kesehatan akut untuk pasien,
termasuk pasien yang membutuhkan resusitasi dan pasien dengan tingkat
kegawatan tertentu (Australian College for Emergency Medicine, 2014
dalam Puti 2015).
2. Unit perawatan intensif (ICU)
Suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri dengan staf khusus dan
perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien- pasien yang menderita penyakit akut, cidera tau penyulit
yang mengancam nyawa atau potensi mengancam nyawa
(KEMENKES.2010) kriteria pasien masuk ICU Penilaian objektif atas
berat dan prognosis penyakit hendaknya digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam menentukan prioritas masuk ke ICU
(KEMENKES.2010)
1. Pasien prioritas 1
Pasien yang termasuk dalam prioritas ini adalah pasien sakit kritis,
tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti:
dukungan / bantuan ventilasi, alat penunjang fungsi organ / system
yang lain, infus obat - obat vasoaktif / inotropic, obat anti aritmia, serta
pengobatan lain – lainnya secara kontinyu dan tertitrasi.
2. Pasien prioritas 2
Kriteria pasien ini memerlukan pelayanan peralatan canggih di ICU,
sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera,
misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial
catheter. Pasien yang tergolong dalam prioritas 2 adalah pasien yang
menderita penyakit dasar jantung – paru, gagal ginjal akut dan berat,
dan pasien yang telah mengalami pembedahan mayor.
3. Pasien prioritas 3
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien kritis yang tidak stabil
status kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang
mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada kriteria ini
sangat kecil.
Alur pelayanan ICU di RS (Kemenkes RI, 2011) Pasien yang
memerlukan pelayanan ICU berasal dari:
1) Pasien dari Instalasi Gawat Darurat (IGD)
2) Pasien dari High Care Unit (HCU)
3) Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar
bersalin, ruang endoskopi, ruang dialysis, dan sebagainya
4) Pasien dari bangsal (Ruang Rawat Inap)
4. Intensive Care Coronary Unit (ICCU)
Ruangan Intensive Coronary Care Unit (ICCU) adalah unit pelayanan
rawat inap di rumah sakit yang memberikan perawatan khusus. Baik
UGD, ICU, maupun ICCU adalah unit perawatan pasien kritis dimana
perburukan patofisiologi dapat terjadi secara cepat yang dapat berakhir
dengan kematian (Hyzy. 2010).
b. System Triage
1. Prioritas 1 – MERAH: korban dengan kondisi kritis
 Airway dan breathing
 Perdarahan yang tidak terkontol
 Asfiksia, cervical, cedera pada maxilla
 Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
 Fraktur terbukan dan fraktur compound
 Lika bakar >30% / Extensive burn
 Crush injury
 Shock tipe apapun
2. Prioritas 2 – KUNING: kondisi yang mendesak
 Trauma thorax non asfiksia
 Fraktur tertutup pada tulang panjang
 Luka baka terbatas (<30% dari TBW)
 Cedera kepala bagian / jaringan lunak
3. Prioritas 3 – HIJAU: korban yang tidak mengalami cedera serius, memerlukan
perawatan sedikit dan dapat menunggu perawatan tanpa bertambah parah,
seperti:
 Minor injuries
 Seluruh kasus-kasus ambulance / jalan
4. Prioritas 0 – HITAM: diberikan pada korban yang sudah meninggal
 Tidak ada respon pada semua rangsangan
 Tidak ada respirasi spontan
 Tidak ada bukti aktivitas jantung
 Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

c. Masalah yang mungkin muncul pada pasien kritis

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas


2. Ketidakefektifan pola napas
3. Gangguan pertukaran gas
4. kekurangan volume cairan
5. kelebihan volume cairan
6. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
7. Nyeri
8. Resiko infeksi
9. Ketidakefektifan perfusi jaringan
10. Penurunan curah jantung
11. Intoleransi aktivitas
12. Hambatan mobilitas fisik
13. Resiko jatuh
14. Syok/Resiko syok
15. Resiko perdarahan
16. Retensi urine
17. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
18. Hipertermia
d. Rencana asuhan keperawatan kritis
1. Pengkajian Sebelum Pasien Datang (Pre Arrival)
Sebelum pasien akan dikirim, dilakukan pengkajian meliputi identitas pasien,
diagnosa, tanda vital, alat bantu intensiv, modus mekanik yang sedang dipakai
bila pasien menggunakan ventilator.
2. Pengkajian ICU
a. Pengkajian Segera (Quick Assessment): Pengkajian segera setelah pasien
tiba di ICu meliputi ABCDE yaitu, Airway, Breathing, Circulation, Drugs
(Obat-obatan yang saat ini dipakai termasuk apakah ada alergi terhadap
obat atau makanan tertentu) dan Equipment (Adakah alat yang terpasang
pada pasien)
b. Pengkajian Lengkap (Comprehensive Assessment): Pengkajian riwayat
kesehatan lalu, riwayat sosial, riwayat psikososial dan spiritual serta
pengkajian fisik dari setiap sistem tubuh (Sistem neurologi, respirasi,
kardiovaskular, renal, gastrointestinal, endokrin, hematologi, immunologi
dan integumen)
c. Pengkajian Berkelanjutan (On Going Assessment): Kontinuitas monitoring
kondisi pasien setiap 1-2 jam pada saat kritis, selanjutnya sesuai kondisi
pasien. Hal-hal yang dikaji meliputi tanda-tanda vital, hemodinamik, alat-
alat yang terpakai oleh pasien saat masuk ICU
3. Diagnosa Keperawatan
Proses pemecahan masalah mencakup : identifikasi masalah gangguan
kesehatan, menentukan penyebab masalah dan menentukan tanda dan gejala
dari masalah dengan metode PES (Problem, Etiologi, Sign/ Symptom)
4. Perencanaan
Perencanaan harus mencakup :
a. Perumusan tujuan : Berfokus pada pasien, jelas dan singkat, dapat diukur,
realistis, ada target waktu
b. Rencana tindakan : Tetapkan teknik dan prosedur yang akan digunakan,
mengarah pada tujuan, disusun berurutan dan ada rasionalnya serta dapat
mengkombinasikan pedoman dan intervensi dari hasil-hasil penelitian
c. Kriteria Hasil : Menggunakan kata kerja yang tepat, dapat dimodifikasi
dan spesifik

5. Implementasi Keperawatan
Kegiatan yang dilakukan yakni, melanjutkan pengumpulan data dan
pengkajian, melaksanakan intervensi keperawatan, mendokumentasikan
asuhan keperawatan, memberikan laporan keperawatan secara verbal dan
mempertahankan rencana asuhan
6. Evaluasi
Tahapan dalam evaluasi, yakni mengidentifikasi kriteria hasil sesuai dengan
keberhasilan, mengumpulkan data, evaluasi pencapaian tujuan dan modifikasi
atau mempertahankan rencana keperawatan.

B. KONSEP TUMOR OTAK


1. Definisi Tumor Otak
Tumor ialah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna (jinak)
dalam setiap bagian tubuh. Pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan
berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. (Sue
Hinchliff, kamus Keperawatan, 1997).
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan
ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak.
(price, A. Sylvia, 1995:1030).
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial)
atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak
dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel
tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila
berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate,
ginjal dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA, 2002).
Tumor otak adalah lesi intrakranial yang menempati ruang dalam tulang
tengkorak.
Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak (Rosa
Mariono, MA, Standard Asuhan Keperawatan. St. Carolus, 2000).
2. Etiologi Tumor Otak
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun
telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu
ditinjau yaitu :
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber
yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan
faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada
bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang
kuat pada neoplasma.
b. Sisa-sisa sel embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam
tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh
menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal
itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi
setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan
besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus
dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf
pusat.
e. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
f. Trauma Kepala

3. Manifestasi Klinis Tumor Otak


a. Nyeri Kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri
kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver
valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80%
dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan
nyeri alih ke oksiput dan leher.
b. Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood
dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan
tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak
ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
c. Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti
astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada
tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
d. Edema Pupil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan
teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema pupil pada awalnya
tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema
pupil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta,
penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur
yang tidak menetap.
e. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa
tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah
berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa
didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial.
f. Vertigo
Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.

4. Patofisiologi Tumor Otak


Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi
berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien.
Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu. Gejala
neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan
fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi
apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim
otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar
terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat. Perubahan suplai darah akibat
tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan
otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai
kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan
cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan
dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapatumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya
sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra
kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi
cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena
tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor
ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya
dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan
perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan kerusakan sawar darah
otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. serebrospinaldari
ventrikel laseral menimbulkan hidrocepalus. Observasi sirkulasi cairant ke ruang
sub arakhnoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara
cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu berhari hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif
dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darahintra
kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi
sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi
ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals
bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak.
Hemiasi menekan men ensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan
saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui
foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan
henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranial yang cepat adalah bradicardi
progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).

5. Komplikasi Tumor Otak


a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga
menambah efek masa yang mendesak (space occupying). Edema Serebri dapat
terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
b. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga
cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran
cairan serebrospinal akibat massa.
c. Hemiasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
d. Epilepsi
e. Metastase ketempat lain

6. Prognosis Tumor Otak


Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup
setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan
oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun
setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan
hidup lebih dari 5 tahun. Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan
pada :
a. Penderita yang berusia dibawah 45 tahun.
b. Penderita astrositoma anaplastik.
c. Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui
pembedahan.

7. Pemeriksaan Diagnostik Tumor Otak


a. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi
awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda
penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom
atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun
proses lainnya.

b. Foto polos dada


Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis
yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di
otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui
pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan
tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
d. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
e. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
f. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

8. Penatalaksanaan Tumor Otak


Faktor-faktor prognostik sebagai pertimbangan penatalaksanaan :
a. Usia
b. General Health
c. Ukuran Tumor
d. Lokasi Tumor
e. Jenis Tumor
Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam
penatalaksaannya, yaitu :
a. Surgery
Terapi Pre-Surgery :
- Steroid : menghilangkan swelling, contoh dexamethasone
- Anticonvulsant : untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti
carbamazepine
- Shunt : digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal Pembedahan
merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor. Pembedahan pada
tumor otak bertujuan utama untuk melakukan dekompresi dengan cara
mereduksi efek massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa sertaa
memperoleh efek paliasi. Dengan pengambilan massa tumor sebanyak
mungkin diharapkan pula jaringan hipoksik akan terikut serta sehingga
akan diperoleh efek radiasi yang optimal. Diperolehnya banyak jaringan
tumor akan memudahkan evaluasi histopatologik, sehingga diagnosis
patologi anatomi diharapkan akan menjadi lebih sempurna. Namun pada
tindakan pengangkatan tumor jarang sekali menghilangkan gejala gelaja
yang ada pada penderita.
b. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam
penatalaksanaan proses keganasan. Berbagai penelitian klinis telah
membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan akan memberikan hasil
yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan kemoterapi dan
radioterapi.
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately
sensitive), sehingga pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis tinggi
radiasi diharapkan dapat mengeradikasi semua sel tumor. Namun demikian
pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi jaringan sehat disekitarnya.
Semakin dikit jaringan sehat yang terkena maka makin tinggi dosis yang
diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode serta teknik
pemberian radiasi dengan tingkat presisi yang tinggi. Glioma dapat diterapi
dengan radioterapi yang diarahkan pada tumor sementara metastasis diterapi
dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi juga digunakan dalam tata laksana
beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis.
c. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa
menggunakan satu atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan
tujuan untuk membunuh sel tumor pada klien. Diberikan secara oral, IV, atau
bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam siklus, satu siklus terdiri
dari treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti waktu istirahat dan
pemulihan. Saat siklus dua sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien
dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah tumor berespon terhadap terapi
yang dilakukan atau tidak.

9. Klasifikasi Tumor Otak :


1. Tumor yang berasal dari lapisam otak (meningioma dural).
2. Tumor yang berkembang didalam/pada syaraf kranial.
3. Tumor yang berasal didalam jaringan otak.
4. Lesi metastatik yang berasal dari bagian tubuh mana saja.

Anda mungkin juga menyukai