Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

PENANGANAN PASIEN KRITIS

Disusun oleh:
Muhammad Rayi Wicaksono
1102014170

Pembimbing:
dr. Uus Rustandi, Sp. An-KIC
dr. Ruby Satria Nugraha, Sp. An., M.Kes
dr. Rizky, Sp. An

KEPANITRAAN KLINIK MAHASISWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
BAGIAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
RSUD ARJAWINANGUN
PERIODE 2 SEPTEMBER - 5 OKTOBER 2019
BAB I

PENDAHULUAN

Insiden tak terduga merupakan hal yang lumrah terjadi di pusat pelayanan intensif.

Monitor yang digunakan di Intensive Care Unit (ICU) mampu menyediakan informasi dalam

format numerik dan gelombang. Tiga dekade terakhir telah tampak peningkatan usaha dan

sumber yang signifikan untuk meningkatkan tampilan data pada layar monitor di ICU. Pada

penanganan pasien kritis, monitoring merupakan pelayanan harian yang esensial pada setiap

pasien ICU, dalam usaha mengoptimalisasi hemodinamik, ventilasi, suhum nutrisi dan

metabolisme pasien sebagai kunci dalam menyelamatkan pasien.

ICU (Intensive Care Unite) adalah ruang rawat di rumah sakit dengan staf dan

perlengkapan khusus yang ditujukan untuk mengelola pasien kritis akibat suatu proses

perburukan suatu penyakit, komplikasi, pasca bedah, trauma yang mengancam jiwa dimana

terjadi telah terjadi disfungsi satu atau lebih organ (terutama organ vital) yang masih

reversibel dengan terapi yang agresif. Pasien sakit kritis tersebut membutuhkan alat bantu

pernapasan, obat vasoaktif atau butuh alat bantu seperti terapi pengganti ginjal.

Identifikasi adanya resiko pasien menjadi kritis di ruang perawatan perlu dilakukan

agar ketika masuk di ICU masih memungkinkan untuk pulih. Pemantauan dan penanganan

awal yang segera juga perlu dilakukan ketika pertama kali diidentifikasi maupun saat di

transpor ke ICU agar tidak terjadi disfungsi organ yang berat.

Poin penting penanganan pasien kritis di ICU adalah untuk memastikan pasokan

oksigen ke jaringan mencukupi. Di sisi lain, pemeliharaan suhu normal adalah hal yang

sangat penting dan harus dipantau secara berkala. Tujuan dari pemantauan hemodinamik ini

adalah untuk menyediakan data yang baik dalam optimalisasi kerja organ dan mencegah

terjadinya hipoksia jaringan, syok, serta kegagalan multiorgan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sakit kritis adalah proses semua penyakit yang menyebabkan ketidakstabilan

fisiologis yang mengarah ke disabilitas/kecacatan atau kematian dalam beberapa menit atau

beberapa jam.

Pasien yang sakit kritis adalah pasien yang memiliki salah satu risiko besar akan

kematian; keparahan penyakit harus dideteksi sejak awal dan mengambil langkah yang tepat

dalam menilai, mendiagnosis serta penatalaksanaanya.

Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang perawatan dengan tingkat resiko

kematian pasien yang tinggi. Tindakan keperawatan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan

untuk menyelamatkan pasien. Pengambilan keputusan yang cepat ditunjang data yang

merupakan hasil observasi dan monitoring yang kontinu oleh perawat. Tingkat kesibukan dan

standar perawatan yang tinggi membutuhkan manajemen ICU dan peralatan teknologi tinggi

yang menunjang.

Perawatan Intensif Care Unit merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat

perlu untuk di kembangkan di Indonesia yang bertujuan memberikan asuhan bagi pasien

dengan penyakit berat yang potensial reversibel, memberikan asuhan pada pasien yang

memerlukan observasi ketat dengan atau tanpa pengobatan yang tidak dapat diberikan

diruang perawatan umum memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien dengan potensial

atau adanya kerusakan organ umumnya paru mengurangi kesakitan dan kematian yang dapat

dihindari pada pasien-pasien dengan penyakit kritis.

3
2.2 Penilaian Awal Pasien Kritis

2.2.1 Diagnosis Pasien Kritis di ruangan

Dokter jaga ruangan atau perawat perlu memiliki pengetahuan yang baik tentang

pasien yang beresiko dan berkembang menjadi kritis, gejala dini pasien yang berpotensi

kritis, pemantauan pasien yang beresiko kritis, melakukan monitoring selama di perjalanan

dari ruangan ke ICU.

2.2.2. Pasien yang Beresiko Penyakit Kritis

Beberapa kelompok pasien beresiko tinggi menjadi kritis oleh karena asal

penyakitnya, keadaan fisiologis yang tidak dapat menahan perkembangan penyakit,

monitoring yang tidak lengkap atau karena penanganan yang kurang optimal. Pasien-pasien

seperti ini perlu mendapat perhatian yang lebih serius terhadap tanda perburukan serta

perlunya tindakan yang sesuai dengan segera untuk menghentikan proses perburukan

tersebut.

Pasien yang beresiko menjadi kritis yaitu : Pasien emergensi, komorbid serius seperti

penyakit jantung, penyakit paru, pasca bedah mayor, pasca bedah disertai komorbid

kardiovaskuler, diabetes, penyakit paru dan lain-lain.

2.2.3. Riwayat dan Tanda Penyakit Kritis

Sebagian besar pasien sebelum masuk perawatan ICU mempunyai riwayat difungsi fisiologis

yang seringkali berkembang hingga perlu mendapatkan resusitasi kardiopulmonar. Kelainan

patofisiologis yang utama sebelum terjadi henti jantung adalah gejala respiratorik, metabolik,

jantung dan neurologik dan hal ini biasanya berhubungan. Riwayat klinik yang berdasarkan

kriteria fisiologis telah diidentifikasi menghasilkan protokol dasar pengawasan atau sistem

skoring untuk mendiagnosis ancaman atau timbulnya penyakit kritis. Sebagai contoh adalah

4
Sistem Skor dari bagian ICU Cambridge yang disebut ‘Modified Early Warning

Score’(MEWS).

Sebagian besar pasien dengan disfungsi multi organ kadang-kadang sulit dilakukan

identifikasi adanya keadaan patologis yang menjadi penyebabnya. Namun, sekali waktu

seorang pasien dipikirkan akan mengalami keadaan kritis, dengan segera dokter yang

merawat agar bekerja sama dengan tim yang merawat atau dengan tim dokter ICU untuk

menurunkan keadaan morbiditas dan mortalitasnya.

2.2.4. Penanganan Awal Pasein yang Menderita Penyakit Kritis

Walaupun penanganan awal dapat dibagi sebagaimana yang ditulis di bawah ini,

proses pada individu biasanya terjadi secara simultan sehingga perlu terus mendapat

perawatan mulai dari bangsal, ruang operasi atau pada bagian emergensi. Pembagian yang

dimaksud adalah:

 Penanganan segera
 Penilaian utuh
 Transfer ke ICU
 Perawatan awal di ICU
 Penanganan keluarga pasien ICU

2.3 Tujuan Pelayanan ICU


Adapun tujuan pelayanan yang dilakukan di ruang Intensive Care Unit antara lain

sebagai berikut :

a. Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya kematian atau cacat.

b. Mencegah terjadinya penyulit

c. Menerima rujukan dari level yang lebih rendah & melakukan rujukan ke level yang

lebih tinggi

d. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien

5
e. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan

pasien.

2.4 Indikasi Masuk ICU

Staf yang mengelola ICU terdiri dari Tim yang diketuai oleh seorang

intensivist/spesialis anestesi, berkolaborasi dengan dokter spesialis terkait, dokter jaga ICU

dan perawata terlatih ICU. Staf tersebut dituntut untuk memahami teknologi kedokteran,

fisiologi, farmakologi dan kedokteran konvensional dengan terus kolaborasi erat bersama

tenaga medis lainnya seperti rehab medis, gizi, laboratorium, radilogi, dan lain-lain.

Sarana dan prasarana ICU rumah sakit yang terbatas sedangkan kebutuhan pelayanan

ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas pasien

yang akan masuk ICU. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan.

Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia. Kepala ICU

menentukan berdasarkan prioritas medik, pasien mana yang akan dirawat di ICU. Pada

dasarnya pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan akut yang masih

diharapkan reversible (pulih kembali) mengingat ICU adalah tempat perawatan yang

memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi peralatan dan tenaga (yang khusus). Kebutuhan

pelayanan di ICU adalah tindakan resusitasi jangka panjang yang meliputi dukungan hidup

untuk fungsi fungsi vital seperti Airway (fungsi jalan napas), breathing (fungsi pernapasan),

Circulating (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, disertai dengan

diagnosis dan terapi definitive.

Meskipun prosedur masuk dan keluar ICU telah ditetapkan oleh rumah sakit namun

dalam pelaksanaannya, prosedur masuk ICU, indikasi masuk ICU, kontra indikasi masuk

ICU dan kriteria keluar ICU sangat perlu di sosialisasikan dan di pahami kepada seluruh

6
tenaga di Rumah sakit baik perawat di IGD, ruangan rawat biasa, IBS, laboratorium,

radiologi dll agar tidak menjadi konflik dalam proses masuk dan keluar pasien ICU. Keluarga

juga perlu mendapat edukasi sebelum pasien masuk ke ICU tentang prosedur, resiko dan

biaya perawatan di ICU.

Dalam keadaan terbatas tinggal satu tempat tidur tersedia sedangkan ada 1 atau lebih

pasien yang perlu perawatan ICU maka diambil kebijakan, pasien yang memerlukan terapi

intensif (prioritas 1) lebih didahulukan dibandingkan dengan pasien yang hanya memerlukan

pemantauan intensif (prioritas 2) penilaian objektif atas berat dan prognosis penyakit

hendaknya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan petioritas masuk ICU.

Pasien prioritas 1 (satu)

Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan

tertitrasi, seperti : dukungan / bantuan ventilasi, alat penunjang fungsi organ / system yang

lain, infuse obat obat vasoaktif / inotropik, obat anti artimia, serta pengobatan lain secara

kontinyu dan tertitrasi. Sebagai contoh antara lain : sepsis berat, gangguan keseimbangan

asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa, hipoksemia, infark miokard akut. Terapi

pada golngan prioritas 1 umumnya tidak mempunyai batas.

Pasien prioritas 2 (dua)

Kelompok pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat

beresiko nila tidak mendapatkan terapi intensif segera. Contoh pasien yang menderita

7
penyakit dasar jantung parum gagal ginjal akut dan berat atau pasien yang telah mengalami

pembedahan mayor. Terapi pada golongan pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas, karena

kondisi mediknya senantiasa berubah.

Pasien prioritas 3 (tiga)

Kelompok pasien ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan

sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya

secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada

golongan ini sangat kecil. Contoh pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit

infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan nafas, atau pasien penyakit jantung, penyakit

paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini

hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai

melakukan intubasi atau resusitasi jantung.

Pengecualian dengan pertimbangan luar bias am dan atas persetujuan Kepala ICUm

indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa

pasien golongan demikian sewaktu- waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas

ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1 (satu), 2 (dua), 3 (tiga).

8
Gambar 1. Penggolongan prioritas pasien ICU

a. Prioritas 1

Penyakit atau gangguan akut pada organ vital yang memerlukan terapi intensif dan

agresif seperti Gangguan atau gagal nafas akut , Gangguan atau gagal sirkulasi, Gangguan

atau gagal susunan syaraf , Gangguan atau gagal ginjal .

b. Prioritas 2

Pemantauan atau observasi intensif secara ekslusif atas keadaan-keadaan yang dapat

menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ vital Misalnya Observasi intensif

pasca bedah operasi : post trepanasi, post open heart, post laparatomy dengan

komplikasi, Observasi intensif pasca henti jantung dalam keadaan stabil , dan Observasi

pada pasca bedah dengan penyakit jantung.

c. Prioritas 3

9
Pasien dalam keadaan sakit kritis dan tidak stabil yang mempunyai harapan kecil

untuk penyembuhan (prognosa jelek). Pasien kelompok ini mugkin memerlukan terapi

intensif untuk mengatasi penyakit akutnya, tetapi tidak dilakukan tindakan invasife

Intubasi atau Resusitasi Kardio Pulmoner. NB : Pasien prioritas 1 harus didahulukan

dari pada prioritas 2 dan 3.

2.5 Kontraindikasi Masuk Icu


Kontraindikasi yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan penyakit

yang sangat menular, misalnya gas gangren. Pada prinsipnya pasien yang masuk ICU tidak

boleh ada yang mempunyai riwayat penyakit menular.

2.6 Tingkat Perawatan Pasien Sakit Kritis


Tingkat 0
• Pasien-pasien stabil yang kebutuhannya dapat dipenuhi oleh perawatan di bangsal

rutin
Tingkat 1
• Pasien yang kondisinya berisiko memburuk dan memerlukan observasi klinis secara

cermat yang dapat dilakukan di bangsal umum


• Pasien yang baru-baru ini direlokasi dari tingkat perawatan yang lebih tinggi yang

kebutuhannya dapat dipenuhi dengan anjuran dan dukungan dari tim perawatan klinis
Tingkat 2 (HCU)

 Pasien yang memerlukan pemantauan yang lebih mendetail (missal tekanan darah

arteri invasif, CVP). Bantuan untuk kegagalan sistem organ tunggal, termasuk

ventilasi tekanan positif non-invasif

 Pasien-pasien pasca operasi tertentu (misal setelah operasi besar pada pasien-pasien

berisiko tinggi)

 Pasien yang baru pindah dari perawatan tingkat 3

Tingkat 3 (ICU)
• Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (intubasi trakea dan ventiasi

mekanis)
• Pasien-pasien dengan MOFS (multiple organ failure syndrome)

Contoh kondisi pasien sebagai indikasi masuk ke ICU antara lain:

10
• Ancaman/kegagalan sistem pernafasan: Gagal nafas, impending gagal nafas.
• Ancaman/kegagalan sistem hemodinamik: Shock
• Ancaman/kegagalan sistem syaraf pusat: Stroke, penurunan kesadaran.
• Overdosis obat, reaksi obat dan intoksikasi: Depresi nafas
• Infeksi berat : sepsis

Gambar 2. Alur pengkajian pasien

11
Gambar 3. Penanganan dan manajemen awal kategori pasien ICU

2.7 Pengelolaan Pasien Sakit Kritis di ICU


 Pendekatan pasien seperti anamnesis, serah terima pasien, pemeriksaan fisik, kajian

hasil pemeriksaan, identifikasi masalah beserta penanggulangannya, dan informasi

kepada keluarga.
 Pemeriksaan fisik dari seluruh aspek fisiologis dan data demografi minimal 1 kali

sehari.
 Observasi dan monitoring rutin → EKG, tekanan darah arteri, CVP, tekanan darah a.

pulmonalis, fungsi ginjal, neurologis, fungsi hati, ventilasi mekanis, sedasi dan

analgesia, nutrisi, kontrol infeksi


 Jalur intra vaskuler
 Intubasi dan pengelolaan trachea
 Pengelolaan cairan
 Perdarahan gastro intestinal
 Usia lanjut dan penyakit yang serius
 Reaksi pasien saat di rawat di ICU
 Tujuan akhir pengobatan ICU yang di intervensikan sebelumnya

2.8 Indikasi Keluar ICU

12
Adapun indikasi keluar ICU antara lain sebagai berikut :

a. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil.

b. Terapi dan perawatan intensif tidak memberi hasil pada pasien.

c. Dan pada saat itu pasien tidak menggunakan ventilator.

d. Pasien mengalami mati batang otak.

e. Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium akhir)

f. Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di ICU (pulang paksa)

g. Pasien/keluarga memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU dan tempat

penuh.

13
2.9 Kekhawatiran Klinis Umum dalam Pengobatan Perawatan Klinis

1. GAGAL NAPAS

Gagal napas dapat diartikan sebagai gangguan pertukaran gas yang cukup berat yang
membutuhkan intervensi terapeutik akut. Hal ini menyebabkan terganggunya pertukaran
oksigen di dalam alveolus menimbulkan hipoksemia. Eliminasi karbondioksida (CO 2) bisa
saja dalam keadaan normal atau meningkat namun pada keadaan yang berat dapet
menganggu pengeluaran CO2itu sendiri yang menyebabkan hiperkapnia. Hipoksemia terjadi
apabila kadar gas CO2 dalam arteri mencapai 75-80 mmHg dalam keadaan pasien dapat
bernapas dalam ruangan normal.

a. Tatalakasana
Penanganan gagal napas salah satunya dengan menanganai penyakit yang
mendasari. Hipoksemia dapat diterapi dengan oksigen dan tekanan jalan napas
positif. Hiperkarbia dirawat dengan mesin ventilasi apabila penanganan
farmakologis tidak memberikan hasil yang baik. Langkah umum lainnya dapat
menggunakan aerosol bronkodilator, antibiotik intravena, dan diuretik untuk
kelebihan cairan seta terapi untuk meningkatkan fungsi jantung dengan bantuan
nutrisi.
2. EDEMA PARU
Edema paru merupakan akibat dari transudasi cairan yang berpindah dari pembuluh
dara kapiler paru menuju ruangan intersisial. Hal ini dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik,
tekanan onkotik serta permeabilitas pembuluh darah kapiler yang dipengaruhi oleh kadar
albumin.
a. Tatalakasana
Penanganan edema paru salah satunya pada kasus kardiogenik edema paru
dapat diberikan diuretik untuk meperbaiki kelebihan cairan,sedangkan untuk
terapi farmakologis lainnya dapat diberikan oksigen, morfin, golongan nitrat dan
inotrop seperti dobutamin atau milrion, dengan mengurangi tekanan atrium kiri,
kongesti pulmo dapat berkurang. Terapi tekanan udara positif dapat meningkatkan
oksigenasi. Apabila terjadi kongesti paru yang diakibatkan oleh iskemia koroner
akut, revaskularisasi dapat dianjurkan.

3. INFARK MIOKARD AKUT


Infark miokard akut (IMA) merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada
penyakit jantung iskemik. Sebagian terjadi secara cepat dimulai dengan gejala aritmia.

14
Diagnosis ditegakkan dengan peningkatan troponin, elektrokardiogram (EKG), serta
riwayat klinis. Perioperatif akan sedikit sulit dan bergantung dengan kadar troponin
dalam darah.
a. Tatalaksana
Apabila tidak terdapat kontraindikasi tatalaksana ST-Elevation Myocard
Infarct (STEMI) adalah trombolisis dan percutaneous coronary intervention
(PCI). Oksigen disiapkan apabila terjadi penurunan saturasi. Pada tatalaksana
STEMI difokuskan terhadap terapi reperfusi cepat. Untuk tindakan operatif dapat
dilakukan angiografi atau operasi bypass arteri koroner.
4. INFEKSI PADA RUANG ICU
Infeksi merupakan penyebab utama kematian di ICU. Infeksi serius mungkin bersifat
“community acquired” atau didapat setelah masuk yang tidak berhubungan dengan
penyakit awal yang diderita. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapatkan di
rumah sakit yang berkembang setidaknya selama 48 jam. Sebagian besar infeksi
nosokomial muncul dari flora bakteri endogen pasien. Pada pasien kritis banyak yang
terinfeksi bakteri strain resisten. Infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif biasanya terkait dengan penggunaan kateter yang tidak higienis atau akibat dari
obstruksi urin. Dengan perhatian serius pada kebersihan tangan, perhatian penempatan
aseptik kateter vena setral, serta melepas kateter kandung kemih dapat menurunkan
infeksi nosokomial. Elevasi rutin kepala tempat tidur juga menurunkan infeksi pneumonia
terkait ventilator. Nutrisi yang baik dapat menurunkan potensi bakteri melewati usus yang
dapat mengakibatkan sepsis.

15
16
17
Gambar 4. Patogen penyebab infeksi nosokomial

18
5. SYOK SEPTIK
Konferensi Konsensus SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS mendefinisikan syok septik
akibat sepsis ang terkait dengan hipotensi (sistolik < 90mmHg, MAP < 60 mmHg, atau
tekanan darah sistemik < 40 mmHg) meskipun resusitasi cairan cukup.
Syok septik biasanya ditandai oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat dan disfungsi
seluler yang luas. Berbeda dengan jenis syok lainnya (hipovolemik, kardiogenik,
neurogenik, neurogenik, atau anafilaksis), disfungsi seluler pada syok septik tidak selalu
terkait dengan hipoperfusi. Sebagai gantinya, blok metabolisme di tingkat seluler dan
mikrosirkulasi dapat menyebabkan gangguan oksidasi sel.
a. Tatalaksana
Syok merupakan keadaan darurat medis yang membutuhkan penanganan medis
segera. Terdapat tiga langkah penangan yakni: (1) kontrol dan tagani infeksi
dengan antibiotik intravena, drainase abses,debridemen jaringan nekrotik, (2) jaga
perfusi dengan cairan intravena, inotropik, dan vasopresor, (3) pengobatan
suportif apabila terdapat komplikasi seperti ARDS, gagal ginjal, perdarahan
gastrointestinal, dan DIC.
Pemberian antibiotik empiris pada pasien dengan imunokompromais harus
berdasarkan jenis pathogen yang menyebabkan imunitas menurun. Vankomisin
dapat diberikan jika infeksi terkait dengan kateter intravaskular. Klindamisin atau
metronidazol dapat diberikan pada pasien neutropenia atau curiga abses rektum.
Apabila pada pemeriksaan radiologi terdapat gambaran infilrat pada paru, terapi
empiris yang dapat diberikan adalah trimethoprim-sulfamethoxazole dan
eritromisin. Untuk melihat perfusi yang tidak adekuat dapat dipantau dari kadar
laktat darah. Transfusi Packed Redblood Cell (PRC) diberikan untuk menjaga
kadar hemoglobin (Hb) setidaknya 8 g/dl, terlebih pada pasien dengan nilai
caridac output (CO) rendah atau pasien dengan saturasi oksigen pada vena sentral
dibawah target. Pemberian cairan intravena koloid lebih cepat mengembalikan
volume intravaskular dibandingkan dengan cairan kristaloid namun sebaliknya
tidak memberikan mnfaat yang signifikan. Vasopresor dapat diberikan apabila
MAP <65 mmHg atau pada kondisi kadar lactat darah tinggi. Pemberian
norepinefrin dapat diberikan dengan memantau kadar gula darah dengan target <
180 mg/dl.

DAFTAR PUSTAKA

19
1. America college of Surgeons. Advandcenve Trauma Life support for doctors, 7 th

edition. Chicago; America college of surgeon, 2004.

2. Buttereorth, JF., Mackey, DC., Wasnick, JD. 2018. Morgan &Mikhail’s Clinical

Anesthesiology 6th Edition. New York: Mc Graw Hill.

3. Direktorat jendral bina upaya kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Pelayanan

HCU. Jakarta; DepKes RI, 2011.

4. Glarum J, Birov D, Cetaruk E, MD. Hospital emergency Respone Teams. United

states of America : Elsevier, 2010.

5. Herkuanto. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat darurat, Majalah Kedokteran

Indonesia, Volime:57, No:2, Februaru 2007.

6. Mangku G., Senapathi TGA., Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reaminasi. Jakarta :

PT Macanan Jaya Cemerlang; 2010.

7. Penanganan pasien pengawasan pada High Care Unit. Available

from :http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28926/4/Chapter%20II.pdf

Diunduh pada tanggal 22 september 2019

8. Perhimpunan dokter spesialis anestesi dan terapi intensif cabang Kalimantan

selatan. Ass : penanganan pasien di ICU dan HCU. Diunduh dari :

http://www.scribd.com/doc/53170429/2010. Diunduh tanggal 21 september 2019.

9. Sukoco B., Penentuan rute Optimal menuju lokasi pelayanan gawat darurat,

Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.EGC. 2010.

10. Triase. Available from : http://www.irwanashari.com/8/triase/html:2011. Diunduh

pada tanggal 21 september 2019.

20
21

Anda mungkin juga menyukai