Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

PENANGANAN PASIEN KRITIS

Disusun Oleh:
Ulfa Titiswari Sugiardi
1102014271

Pembimbing:
dr. Uus Rustandi, Sp.An-KIC
dr. Ruby Satria Nugraha, Sp.An., M.Kes
dr. Rizky Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
RSUD ARJAWINANGUN
PERIODE 11 NOVEMBER - 14 DESEMBER 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Sakit kritis adalah proses semua penyakit yang menyebabkan


ketidakstabilan fisiologis yang mengarah ke morbiditas atau mortalitas yang
signifikan. Pasien yang sakit kritis adalah pasien yang memiliki salah satu risiko
besar akan kematian; keparahan penyakit harus dideteksi sejak awal dan
mengambil langkah yang tepat dalam menilai, mendiagnosis serta
penatalaksanaanya.
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang
mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus dengan tujuan untuk terapi pasien - pasien yang
menderita penyakit, cedera atau penyulit - penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih
reversible (Pedrici).
Pelayanan ICU, saat ini, tidak terbatas hanya untuk menangani pasien pasca-
bedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa, anak, yang
mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal organ. Kelompok pasien ini dapat
berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan, ataupun
kiriman dari Rumah Sakit lain. Ilmu yang diaplikasikan dalam pelayanan ICU,
pada dekade terakhir ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga telah
menjadi cabang ilmu kedokteran tersendiri yaitu “Intensive Care Medicine”
(Menkes,2010).
Saat ini di Indonesia Rumah Sakit kelas C dan yang lebih tinggi sebagai
penyedia pelayanan kesehatan rujukan harus mempunyai instalasi ICU yang
memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas dengan mengedepankan
keselamatan pasien. Poin penting penanganan pasien kritis di ICU adalah untuk
memastikan pasokan oksigen ke jaringan mencukupi. Di sisi lain, pemeliharaan
suhu normal adalah hal yang sangat penting dan harus dipantau secara berkala.
Tujuan dari pemantauan hemodinamik ini adalah untuk menyediakan data yang
baik dalam optimalisasi kerja organ dan mencegah terjadinya hipoksia jaringan,
syok, serta kegagalan multiorgan (Pedrici)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Sakit kritis adalah proses semua penyakit yang menyebabkan
ketidakstabilan fisiologis yang mengarah ke disabilitas/kecacatan atau kematian
dalam beberapa menit atau beberapa jam secara signifikan. Pada kebanyakan
pasien, sakit kritis didahului oleh periode penurunan fisiologis, tetapi bukti
menunjukkan bahwa tanda-tanda awal ini seringkali terlewatkan. (Robertson,
2013)
Pasien yang sakit kritis adalah pasien yang memiliki salah satu risiko
besar akan kematian; keparahan penyakit harus dideteksi sejak awal dan
mengambil langkah yang tepat dalam menilai, mendiagnosis serta
penatalaksanaanya. (Robertson, 2013)
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang
mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus dengan tujuan untuk terapi pasien - pasien yang
menderita penyakit, cedera atau penyulit - penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih
reversible (Pedrici).
Intensive Care Unit (ICU) adalah sistem yang terorganisir untuk
penyediaan perawatan kepada pasien sakit kritis yang menyediakan perawatan
medis dan perawatan intensif, peningkatan kapasitas untuk pemantauan dan
beberapa modalitas dukungan organ fisiologis untuk mempertahankan kehidupan
selama periode insufisiensi sistem organ akut. Terdapat beberapa faktor yang
membuat clinical care intensive berbeda dari routine clinical care yaitu physical
space, support and monitoring technology, human resources, critical care
services provided, research-education-quality improvement (Marshal,2016).

2
2.2. Penilaian Awal Pasien Kritis

2.2.1. Diagnosis Pasien Kritis di ruangan


Dokter jaga ruangan atau perawat perlu memiliki pengetahuan yang
baik tentang pasien yang beresiko dan berkembang menjadi kritis, gejala dini
pasien yang berpotensi kritis, pemantauan pasien yang beresiko kritis,
melakukan monitoring selama di perjalanan dari ruangan ke ICU
(Metkus,2015).

Gambar 2.1 Penilaian Awal Pasien Kritis

3
2.2.2. Pasien yang Beresiko Penyakit Kritis

Beberapa kelompok pasien beresiko tinggi menjadi kritis oleh karena


asal penyakitnya, keadaan fisiologis yang tidak dapat menahan perkembangan
penyakit, monitoring yang tidak lengkap atau karena penanganan yang kurang
optimal. Pasien-pasien seperti ini perlu mendapat perhatian yang lebih serius
terhadap tanda perburukan serta perlunya tindakan yang sesuai dengan segera
untuk menghentikan proses perburukan tersebut.

Pasien yang beresiko menjadi kritis yaitu : Pasien emergensi,


komorbid serius seperti penyakit jantung, penyakit paru, pasca bedah mayor,
pasca bedah disertai komorbid kardiovaskuler, diabetes, penyakit paru dan
lain-lain.

2.2.3. Riwayat dan Tanda Penyakit Kritis

Sebagian besar pasien sebelum masuk perawatan ICU mempunyai


riwayat difungsi fisiologis yang seringkali berkembang hingga perlu
mendapatkan resusitasi kardiopulmonar. Kelainan patofisiologis yang utama
sebelum terjadi henti jantung adalah gejala respiratorik, metabolik, jantung
dan neurologik dan hal ini biasanya berhubungan. Riwayat klinik yang
berdasarkan kriteria fisiologis telah diidentifikasi menghasilkan protokol dasar
pengawasan atau sistem skoring untuk mendiagnosis ancaman atau timbulnya
penyakit kritis. Sebagai contoh adalah sistem Skor dari bagian ICU adalah
‘National Early Warning Score’(NEWS) dan Modified Early Warning Score
(Sheperd,2018).

4
Gambar 2.2 Penilaian pasien dengan scoring NEWS

Gambar 2.3 Interpretasi resiko nilai scoring NEWS

5
Gambar 2.4 Lembar Observasi scoring NEWS

6
Gambar 2.5 Penilaian pasien dengan scoring MEWS

Gambar 2.6 Algoritma observasi dengan scoring MEWS

7
2.2.4. Penanganan Awal Pasien dengan Penyakit Kritis
Walaupun penanganan awal dapat dibagi sebagaimana yang ditulis di
bawah ini, proses pada individu biasanya terjadi secara simultan sehingga
perlu terus mendapat perawatan mulai dari bangsal, ruang operasi atau pada
bagian emergensi. Pembagian yang dimaksud adalah:

 Penanganan segera
 Penilaian utuh
 Transfer ke ICU
 Perawatan awal di ICU
 Penanganan keluarga pasien ICU

2.3 Tujuan Pelayanan ICU

Adapun tujuan pelayanan yang dilakukan di ruang Intensive Care Unit


antara lain sebagai berikut :
a. Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya kematian atau cacat.
b. Mencegah terjadinya penyulit
c. Menerima rujukan dari level yang lebih rendah & melakukan rujukan ke
level yang lebih tinggi
c. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien
d. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses
penyembuhan pasien.

2.4 Indikasi Masuk ICU

Staf yang mengelola ICU terdiri dari Tim yang diketuai oleh seorang
intensivisit atau spesialis anestesi, berkolaborasi dengan dokter spesialis terkait,
dokter jaga ICU dan perawat terlatih ICU. Staf tersebut dituntut untuk
memahami teknologi kedokteran, fisiologi, farmakologi dan kedokteran
konvensional dengan terus kolaborasi erat bersama tenaga medis lainnya seperti
rehab medis, gizi, laboratorium, radilogi, dan lain-lain.
Sarana dan prasarana ICU rumah sakit yang terbatas sedangkan kebutuhan
pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme untuk

8
membuat prioritas pasien yang akan masuk ICU. Kepala ICU bertanggung jawab
atas kesesuaian indikasi perawatan.
Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia. Kepala ICU
menentukan berdasarkan prioritas medik, pasien mana yang akan dirawat di
ICU. Pada dasarnya pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan
akut yang masih diharapkan reversible (pulih kembali) mengingat ICU adalah
tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi peralatan dan
tenaga (yang khusus). Kebutuhan pelayanan di ICU adalah tindakan resusitasi
jangka panjang yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi fungsi vital seperti
Airway (fungsi jalan napas), breathing (fungsi pernapasan), Circulating (fungsi
sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, disertai dengan diagnosis
dan terapi definitive.
Meskipun prosedur masuk dan keluar ICU telah ditetapkan oleh rumah sakit
namun dalam pelaksanaannya, prosedur masuk ICU, indikasi masuk ICU, kontra
indikasi masuk ICU dan kriteria keluar ICU sangat perlu di sosialisasikan dan di
pahami kepada seluruh tenaga di Rumah sakit baik perawat di IGD, ruangan
rawat biasa, IBS, laboratorium, radiologi dll agar tidak menjadi konflik dalam
proses masuk dan keluar pasien ICU. Keluarga juga perlu mendapat edukasi
sebelum pasien masuk ke ICU dengan prosedur, resiko dan biaya perawatan di
ICU Dalam keadaan terbatas tinggal satu tempat tidur tersedia sedangkan ada 1
atau lebih pasien yang perlu perawatan ICU maka diambil kebijakan, pasien
yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) lebih didahulukan dibandingkan
dengan pasien yang hanya memerlukan pemantauan intensif (prioritas 2)
penilaian objektif atas berat dan prognosis penyakit hendaknya digunakan
sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan prioritas masuk ICU.

 Pasien prioritas 1 (satu)


Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif dan tertitrasi, seperti : dukungan / bantuan ventilasi, alat
penunjang fungsi organ / system yang lain, infuse obat obat vasoaktif /
inotropik, obat anti artimia, serta pengobatan lain secara kontinyu dan
tertitrasi. Sebagai contoh antara lain : sepsis berat, gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa, hipoksemia, infark

9
miokard akut. Terapi pada golngan prioritas 1 umumnya tidak mempunyai
batas.
 Pasien prioritas 2 (dua)
Kelompok pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di
ICU, sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera.
Contoh pasien yang menderita penyakit dasar jantung paru gagal ginjal akut
dan berat atau pasien yang telah mengalami pembedahan mayor. Terapi pada
golongan pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya
senantiasa berubah.

 Pasien prioritas 3 (tiga)


Kelompok pasien ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya,
atau penyakit akutnya secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh
dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien
dengan keganasan metastatik disertai peyulit infeksi, pericardial tamponade,
sumbatan jalan nafat atau pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal
disertai komplikasi penyakit akut berat. pengelolaan pada pasien golongan ini
hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin
tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung
Pengecualian dengan pertimbangan luar bias am dan atas persetujuan
Kepala ICU. indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa
dikecualikan, dengan catatan bahwa pasien golongan demikian sewaktu-
waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas
tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1 (satu), 2 (dua), 3 (tiga)
(Chang,2017).

10
Gambar 2.7 Observasi klinis pasien kritis

2.5 Tingkat Perawatan Pasien Sakit Kritis (Willliam,2018)

Tingkat 0
 Pasien-pasien stabil yang kebutuhannya dapat dipenuhi oleh
perawatan di bangsal rutin
Tingkat 1
 Pasien yang kondisinya berisiko memburuk dan memerlukan
observasi klinis secara cermat yang dapat dilakukan di bangsal
umum
 Pasien yang baru-baru ini direlokasi dari tingkat perawatan yang
lebih tinggi yang kebutuhannya dapat dipenuhi dengan anjuran
dan dukungan dari tim perawatan klinis
Tingkat 2 (HCU)
 Pasien yang memerlukan pemantauan yang lebih mendetail
(missal tekanan darah arteri invasif, CVP). Bantuan untuk
kegagalan sistem organ tunggal, termasuk ventilasi tekanan
positif non-invasif

11
 Pasien-pasien pasca operasi tertentu (misal setelah operasi besar
pada pasien- pasien berisiko tinggi)
 Pasien yang baru pindah dari perawatan tingkat 3 Tingkat 3 (ICU)
 Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (intubasi
trakea dan ventiasi mekanis)
 Pasien-pasien dengan MOFS (multiple organ failure syndrome)

Gambar 2.8 Penilaian tingkat perawatan pasien kritis

Gambar 2.9 Faktor yang memengaruhi perawatan pasien kritis

12
Gambar 2.10 Alur pengkajian pasien

2.6 Pengelolaan Pasien Kritis di ICU (Pedrici)


 Pendekatan pasien seperti anamnesis, serah terima pasien, pemeriksaan
fisik, kajian hasil pemeriksaan, identifikasi masalah beserta
penanggulangannya, dan informasi kepada keluarga.
 Pemeriksaan fisik dari seluruh aspek fisiologis dan data demografi
minimal 1 kali sehari.
 Observasi dan monitoring rutin → EKG, tekanan darah arteri, CVP,
tekanan darah a. pulmonalis, fungsi ginjal, neurologis, fungsi hati,
ventilasi mekanis, sedasi dan analgesia, nutrisi, kontrol infeksi
 Jalur intra vaskuler
 Intubasi dan pengelolaan trachea
 Pengelolaan cairan
 Perdarahan gastro intestinal
 Usia lanjut dan penyakit yang serius
 Reaksi pasien saat di rawat di ICU
 Tujuan akhir pengobatan ICU yang di intervensikan sebelumnya

13
2.7 Indikasi Keluar ICU (Pedrici)
Adapun indikasi keluar ICU antara lain sebagai berikut :
1. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil.
2. Terapi dan perawatan intensif tidak memberi hasil pada pasien.
3. Pasien mengalami mati batang otak.
4. Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium akhir)
5. Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di ICU (pulang paksa)
6. Pasien/keluarga memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU
dan tempat penuh.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Chang, D., et all. 2017. Priority Levels in Medical Intensive Care at an


Academic Public Hospital. Diakses pada tanggal 28 November 2019 di
https://jamanetwork.com/journals/jamainternalmedicine/fullarticle/259428
2. Indonesian Society of Intensive Care Unit. Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan ICU. Diunduh pada tanggal 26 November 2019 di
http://perdici.org/pedoman-ICU/
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010. Pedoman Penyelenggaraan ICU di Rumah
Sakit.
4. Marshal, J., et all. 2016. What is an Intensive Care Unit. Diunduh pada tanggal
26 November 2019 di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27612678
5. Metkus, T., Kim S. 2015. Bedside Diagnosis In The Intensive Care Unit.
Diunduh pada tanggal 23 November 2019 di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4627420/
6. Robertson, L., Al-hadad, M. 2013. Recognizing The Critically Ill Patient.
Diunduh pada tanggal 28 November 2019 di
https://www.anaesthesiajournal.co.uk/article/S1472-0299(12)00266-
4/abstract
7. Sheperd, S. 2018. Criteria for Care Intensive Care Unit Admission. Diunduh
pada tanggal 27 November 2019 di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1115908/
8. Subbe, C., et all. 2003. Effect of Introducing the Modified early Warning Score
on clinical Outcomes, Cardio-Pulmonarry Arrest and Intensive Care
Utulisation in Acute Medical Admissions. Diunduh pada tanggal 27
November 2019 di https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1046/j.1365-
2044.2003.03258.x
9. William, C., Wheeler, D. 2009. Criteria for ICU Admission and Severity of
Illness Scoring, Diunduh pada tenggal 25 November 2019 di
https://www.researchgate.net/publication/244924471_Criteria_for_ICU_a

15
16
17
18

Anda mungkin juga menyukai