Disusun Oleh:
1102014271
Pembimbing:
2019
1.1 Definisi
1.2 Epidemiologi
1.3 Komorbiditas
Angka komorbiditas pasien PTSD tinggi. Sekitar 80% individu
dengan PTSD memenuhi kriteria diagnostik paling tidak 1 gangguan
mental lainnya, seperti depresif, bipolar, gangguan cemas, gangguan
terkait zat lebih sering pada pria daripada wanita. Meskipun sebagian
besar anak-anak dengan PTSD juga memiliki setidaknya satu diagnosis
lain, pola komorbiditas berbeda dari pada orang dewasa, dengan
gangguan pemberontak dan gangguan cemas terpisah.4
Siapa pun dapat mengembangkan PTSD pada usia berapa pun. Ini
termasuk veteran perang, anak-anak, dan orang-orang yang telah
mengalami serangan fisik atau seksual, pelecehan, kecelakaan, bencana,
atau banyak peristiwa serius lainnya. Menurut Pusat Nasional untuk
PTSD, sekitar 7 atau 8 dari setiap 100 orang akan mengalami PTSD di
c. Faktor Perilaku-Kognitif
Faktor kognitif PTSD menyatakan bahwa orang yang
mengalaminya tidak mampu memproses atau merasionalisasikan
trauma pencetus gangguan ini. Penderita terus mengalami stress dan
berupaya menghindarinya. Secara kognitif, konsistensi dengan
kemampuan parsial menghadapi peristiwa tersebut mereka
mengalami periode bergantian memahami dan memblok peristiwa.
Faktor perilaku menekankan adanya dua fase dalam
perkembangannya. Pertama, trauma yang menimbulkan respon takut
dan pembelajaran klasik sebagai stimulus yang dipelajari. Kedua,
melalui pembelajaran instrumental, stimulus yang dipelajari
mencetuskan respon takut yang bebas dari stimulus asal yang tidak
dipelajari dengan pengembangan pola penghindaran.
d. Faktor Biologis
Gejala-gejala gangguan stress pasca trauma timbul sebagai
akibat dari respon biologik dan psikologik seorang individu karena
aktivitas dari beberapa sistem di otak yang berkaitan dengan
timbulnya perasaan takut pada seseorang. Dalam hal ini, amigdala
merupakan bagian otak yang sangat berperan besar. Amigdala akan
mengaktivasi beberapa neurotransmiter serta bahan-bahan
neurokimiawi di otak jika seseorang menghadapi peristiwa traumatik
yang mengancam nyawa sebagai respon tubuh untuk menghadapi
peristiwa tersebut.
Sistem Simpatis dan Parasimpatis
Akibat dari perangsangan pada sistem saraf simpatis
segara setelah mengalami peristiwa traumatik, maka akan terjadi
reaksi ‘fight or flight reaction’.Sistem saraf parasimpatis berupa
membatasi reaksi sistem saraf simpatis pada beberapa jaringan
tubuh, namun respon ini bekerja secara bebas dan tidak
berkaitan dengan respon yang diberikan oleh sistem saraf
simpatis. Ketekolamin berperan dalam menyediakan energi yang
cukup dari beberapa organ vital tubuh dalam bereaksi terhadap
tekanan tersebut. Katekolamin yang meningkat ini membuat
individu tetap berada dalam kondisi siaga terus
menerus.5Sejumlah studi menemukan peningkatan konsentrasi
epinefrin urin 24 jam pada veteran dengan PTSD dan
peningkatan katekolamin urin pada perempuan yang mengalami
penyiksaan seksual. Pada PTSD, reseptor β-adrenergik limfosit
dan α2 trombosit mengalami downregulation, kemungkinan
sebagi respon terhadap peningkatan kronis katekolamin.3
5. Kesulitan berkonsentrasi.
6. Gangguan tidur.
Tentukanjika:
4. Kesulitan berkonsentrasi
5. Gangguan tidur
Tentukanjika:
Tentukan:
1.10 Penatalaksanaan
Pendekatan paling penting pada pasien trauma adalah dengan
memberi dukungan dan semangat untuk membicarakan kejadian dan
memberikan pengajaran mengenai berbagai mekanisme koping.
Pemberian obat sedatif dan hipnotik juga dapat membantu.3
a. Farmakoterapi
Lini pertama terapi PTSD adalah Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors (SSRIs), seperti Sertraline (Zoloft) dan Paroxetine (Paxil),
karena keberhasilan, tingkat tolerir, dan juga tingkat keamanan obat
itu. SSRI mengurangi semua gejala PTSD dan sangat efektif dalam
memperbaiki gejala khas PTSD, tidak hanya gejala yang mirip
depresi atau gangguan ansietas lainnya. Dosis SSRI yang sering
b. Psikoterapi
Intervensi psikoterapi pada PTSD adalah terapi tingkah laku,
terapi kognitif, dan juga hypnosis. Psikoterapi psikodinamik mungkin
bermanfaat pada pengobatan orang dengan PTSD. Pada beberapa
penelitian, rekonstruksi dari peristiwa traumatik dengan cara abreaksi
dan catharsis mungkin bisa menjadi salah satu terapi, tetapi
psikoterapi itu sendiri harus tergantung dengan tiap individual itu
sendiri karena pada beberapa orang mengulang kembali kejadian bisa
membuat menjadi sangat tertekan. Terapi psikoterapi biasanya
1.11 Prognosis
Gejala PTSD biasa muncul setelah kejadian traumatis, bisa tertunda
mulai dari 1 minggu atau hingga 30 tahun, dengan fluktuasi dari waktu
ke waktu dan menjadi paling intens pada periode stress. Jika tidak
diobati, sekitar 30% pasien akan menjadi pulih kembali, 40% berlanjut
memiliki gejala ringan, 20% berlanjut dengan gejala sedang, dan 10%
tidak akan mengalami perubahan gejala atau bahkan bertambah buruk.
Setelah 1 tahun, sekitar 50% dari pasien akan menjadi pulih.
Prognosis yang baik dapat terlihat pada onset gejala yang cepat,
kurang dari 6 bulan, fungsi premorbid yang baik, dukungan sosial yang
kuat, dan tidak adanya gangguan psikiatri, medis, atau gangguan terkait
zat lain atau faktor resiko lainnya.Orang yang sangat muda dan sangat
tua biasanya lebih mengalami kesulitan ketika menghadapi trauma
daripada orang dengan umur pertengahan.3
Bajor, Laura & Nectara Ticlea, Ana & Osser, David. (2011). The
Psychopharmacology Algorithm Project at the Harvard South Shore Program:
An Update on Posttraumatic Stress Disorder. Harvard review of psychiatry. 19.
240-58.
Elvira SD. Buku Ajar Psikiatri UI. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2013.