KERATITIS
Oleh :
Tsamara Zakiyyah
11151030000074
Pembimbing :
dr. Ria M , SpM
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pembimbing
dr Ria M, SpM
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kahadirat Allah SWT, tuhan semesta alam,
yang dimana berkat rahmat, berkah, dan kasih sayang yang selalu dicurahkan-Nya, penulis
dapat menyelesaikan sebuah referat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Bagian
Ilmu Mata di Rumah Sakit Umum Chasbullah Abdul Majid Kota Bekasi dengan judul
“KERATITIS” dengan Alhamdulillah tepat waktu. Dan tidak lupa sholawat serta salam
penulis haturkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir
zaman.
Terima kasih saya ucapkan kepada dr Ria, SpM selaku dokter pembimbing saya yang
telah meluangkan waktu, tenaga, serta pikirannya dalam membimbing pembuatan dan
penyelesaian referat ini. Serta saya memohon maaf apabila referat ini masih terdapat
kekurangan dan beberapa kesalahan dalam pembuatannya, karena penulis masih jauh dari
kesempurnaan.
Demikian yang saya sampaikan, semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca, saya
ataupun sejawat yang sedang menempuh kegiatan klinik di RSUD Bekasi.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
Gambar 1. Lapisan pada kornea 3
7
Keratitis ini merupakan keratitis yang terkumpul didaerah membran bowman, dengan
infiltrat berbentuk bercak bercak halus. Keratitis pungtata ini disebabkan oleh hal yang
tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum kontagiosum, akne rosasea, herpes
simpleks, herpes zoster, blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinia, trakoma, dry eyes,
lagoftalmos, hingga keracunan obat (seperti neomisin). Keratitis pungtata biasanya
bilateral dan berjalan kronis. Kelainan dapat berupa :
Keratitis pungtata superfisial, merupakan radang pada kornea (bentuk kecil dan
multipel) akibat infeksi bakteri (chlamydial, staphylococcal), defisiensi vitamin B2,
infeksi virus herpes, trauma kimia, sinar ultraviolet, sindrom dry eye, blefaritis,
keratopati lagoftalmos, keracunan obat topikal, dan pemakaian lensa kontak. Keluhan
yang dapat dikeluhkan pasien adalah mata sakit, penglihatan silau, mata merah dan
rasa kelilipan. Pengobatan bergantung pada penyebabnya, namun biasanya pasien
diberi air mata buatan, tobramisin tetes mata, dan sikloplegik.
K1eratitis pungtata superfisial Thygeson merupakan keratitis yang jarang terjadi
dengan bentuk kelainan bulat atau lonjong berwarna putih abu abu. Keluhan yang
dapat timbul adalah fotofobia dan gangguan penglihatan
Keratitis pungtata subepitel
b. Keratitis marginal
Keratitis ini merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan
limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiba dapat menyebabkan keratitis tipe ini. Keratitis ini
merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap eksotoksin stafilokok. Keratitis ini biasanya
terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis. Bila tidak diobati
dengan baik maka akan mengakibatkan ulkus kornea. Pada anamnesis, pasien akan mengeluh
sakit, disertai dengan rasa seperti kelilipan, lakrimasi, dan fotofobia berat. Pada pemeriksaan
mata akan terlihat blefarospasme pada satu mata, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus
c. Keratitis interstitial
Keratitis ini ditemuakn pada jaringan kornea yang lebih dalam pada kedua mata.
Keratitis interstitial dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket kedalam stroma kornea dan
akibat tuberkulosis. Keratitis ini merupakan keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan
neovaskularisasi. Keluhan yang dapat timbul adalah fotofobia, lakrimasi, kelopak
8
meradang, sakit mata, dan penurunan visus. Pada pemeriksaan tampak seluruh kornea
keruh, terdapat injeksi siliar disertai serbukan pembuluh kedalam yang memberikan
gambaran “Salmon Patch”. 4
Selain itu, keratitis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis
bakteri, keratitis jamur, keratitis virus dan keratitis alergi. Dan juga dapat diklasifikasi
berdasarkan bentuk klinisnya yaitu keratitis flikten, keratitis sika, keratitis neuroparalitik, dan
keratitis numularis. 6
Pada pemakaian lensa kontak, keratitis ini biasanya disebabkan bakteri Pseudomonas
aeruginosa, Acanthamoeba. Gejala yang sering dirasakan pada keratitis karena pemakai lensa
kontak ini adalah sakit mata, mata merah, lakrimasi, fotofobia, dan mata kotor. Pada pemeriksaan
fisik mata dapat ditemukannya infiltrat, edema kornea, kelopak bengkak, kornea
9
tampak keruh, dan flare di bilik mata depan.4 Keratitis karena Pseudomonas aeruginosa ini
akan berupa infiltrat kelabu atau kuning ditempat epitel kornea yang rusak, lesi ini cenderung
akan cepat menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan
bakteri ini, dan terkadang tampak hipopion besar yang akan berkembang menjadi ulkus.
Kuman ini sering berhubungan dengan pemakaian kontak lens terutama jenis yang extended-
wear. Obat yang dapat diberikan untuk keratitis karena pseudomonas adalah moxifloxacin,
gatifloxacin, ciprofloxacin, tobramisin atau gentamisin. Terapi obat ini umumnya dimulai
dengan isethionate propamidine topikal 1% secara intensif dan salah satu dari
polyhexamethylene biguanide (0,01 - 0,2%) atau tetes mata neomycin forte.5 Pencegahan
yang dapat dilakukan pada pengguna lensa kontak adalah selalu cuci tangan dan keringkan
sebelum memakai kontak lens, lepas kontak lens ketika berenang atau mandi, jangan
menggunakan larutan saline untuk membersihkan lensa, jaga kontak lens tetap bersih, jangan
menggunakan kontak lens dalam waktu yang lama, dan lain sebagainya.
Patofisiologi
Awal dari keratitis bakteri adalah adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan
atau masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana akan terjadi proliferasi
dan menyebabkan ulkus. Faktor virulensi dapat menyebabkan invasi mikroba atau molekul
efektor sekunder yang membantu proses infeksi. Beberapa bakteri memperlihatkan sifat adhesi
pada struktur fimbriasi dan struktur non fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea.
Selama stadium inisiasi, epitel dan stroma pada area yang terluka dan infeksi dapat terjadi
nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan menyebabkan
nekrosis lamella stroma.7
Difusi produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik posterior, menyalurkan
sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan menyebabkan adanya hypopyon. Toksin bakteri yang
lain dan enzim (meliputi elastase dan alkalin protease) dapat diproduksi selama infeksi kornea
yang nantinya dapat menyebabkan destruksi substansi kornea.7
Terapi
Pengobatan antibiotik dapat diberikan pada keratitis bacterial dini. Biasanya
pengobatan dengan dasar berikut:
1. Untuk bakteri gram negatif: tobramisin, gentamicin dan polimiksin
2. Untuk bakteri gram positif : cefazoin, vancomycin dan basitrasin
3. Antibiotic spectrum luas seperti : ofloxacin, norfloxacin, dan pulymyxin8
Etiologi
Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi jamur yang serius pada kornea dan
berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan menyebabkan 6%-53% kasus keratitis
ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan menyebabkan keratitis jamur. Beberapa
spesies yang dapat menyebabkan keratitis jamur yaitu Aspergilus fusarium, Cefalosporium,
dan Candida albicans.8,9
Manifestasi Klinik
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam
bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat
menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut, respon antigenik dengan formasi
cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.8
Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi abu-
abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang tampak
elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan
mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat
mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi
tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi
konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah. Pada keratitis candida biasaya
ditandai dengan lesi berwarna putih kekuningan.10
Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut8,9 :
1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.
2. Lesi satelit.
3. Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di
bawah endotel utuh.
4. Plak endotel.
5. Hypopyon, kadang-kadang rekuren.
6. Formasi cincin sekeliling ulkus.
7. Lesi kornea yang indolen.
Terapi
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang
tersedia, tampaknya diperlukan kreativitas dalam improvisasi pengadaan obat, yang utama
dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis keratomikosis yang dihadapi bisa dibagi:
1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.
2. Jamur berfilamen.
3. Ragi (yeast).
4. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.
Untuk golongan I : Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10 mg/ml),
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole.
Untuk golongan II : Topikal Amphotericin B 0,15%, Miconazole 1%, Natamycin 5% (obat
terpilih), econazole 1% (obat terpilih).
Untuk golongan III : Econazole 1%, Amphoterisin B 0,15 %, Natamycin 5%, Clotrimazole 1%,
fluoconazol 2 % .
Untuk golongan IV : Golongan Sulfa, berbagai jenis Antibiotik.
Steroid topikal adalah kontra indikasi, terutama pada saat terapi awal. Diberikan juga
obat sikloplegik (atropin) guna mencegah sinekia posterior untuk mengurangi uveitis anterior.
Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria penyembuhan antara
lain adalah adanya penumpulan (blunting atau rounding-up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi
ulkus, menghilangnya lesi satelit dan berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga
daerah sekitar tepi ulkus. Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus.
Adanya defek epitel yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwa terapi tidak berhasil,
bahkan kadang-kadang terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada terapi
keratomikosis diperlukan kesabaran, ketekunan dan ketelitian dari kita semua.10
2.7 Keratitis Virus
Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes
zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang dikelilingi
mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil.3
Keratitis diskiformis adalah bentuk penyakit stroma paling umum pada infeksi HSV.
Stroma didaerah pusat yang edema berbentuk cakram, tanpa infiltrasi berarti, dan umumnya
tanpa vaskularisasi. Edemanya mungkin cukup berat untuk membentuk lipatan-lipatan
dimembran descement. Mungkin terdapat endapan keratik tepat dibawah lesi diskiformis itu,
namun dapat pula diseluruh endotel karena sering bersamaan dengan uveitis anterior. Seperti
kebanyakan lesi herpes pada orang imunokompeten, keratitis disciformis normalnya sembuh
sendiri, setelah berlangsung beberapa minggu sampai bulan. Edema adalah tanda terpenting,
dan penyembuhan dapat terjadi dengan parut dan vaskularisasi minimal.5
Keratitis HSV stroma dalam bentuk infiltrasi dan edema fokal yang sering disertai
vaskularisasi, agaknya terutama disebabkan replikasi virus. Kadang-kadang dijumpai adanya
infiltrat marginal atau lebih dikenal sebagai Wessely ring, diduga sebagai infiltrat
polimorfonuklear disertai reaksi antigen antibodi virus herpes simpleks. Penipisan dan
perforasi kornea dapat terjadi dengan cepat, apalagi jika dipakai kortikosteroid topikal. Jika
terdapat penyakit stroma dengan ulkus epitel, akan sulit dibedakan superinfeksi bakteri atau
fungi pada penyakit herpes. Pada penyakit epitelial harus diteliti benar adanya tanda – tanda
khas herpes, namun unsur bakteri atau fungi dapat saja ada dan dapat pula disebabkan oleh
reaksi imun akut, yang sekali lagi harus mempertimbangkan adanya penyakit virus aktif.
Mungkin terlihat hipopion dengan nekrosis, selain infeksi bakteri atau fungi sekunder.5
Gambar 5. Lesi dengan Gambar 6. Keratitis
Wessely Ring Diskiformis
Patogenesa
Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal Kerusakan
terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitelial dan
membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh
terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen antibodi yang menarik sel radang kedalam
stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan
merusak jaringan stroma disekitarnya. Hal ini penting diketahui karena manajemen pengobatan
pada yang epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk
menyerang virus dan reaksi radangnya. Perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama
kaena stroma kornea kurang vaskuler, sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke
tempat lesi. Infeksi okuler HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun
pada hospes yang secara imunologik tidak kompeten, perjalanannya mungkin menahun dan
dapat merusak.5
Terapi
Bertujuan menghentikan replikasi virus didalam kornea, sambil memperkecil efek
merusak akibat respon radang.
1. Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epitelial, karena virus
berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma
kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea, namun epitel terinfeksi mudah dilepaskan.
Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Yodium atau eter topikal
tidak banyak manfaat dan dapat menimbulkan keratitis kimiawi. Obat siklopegik seperti atropi
1 % atau homatropin5% diteteskan kedalam sakus konjugtiva, dan ditutup dengan sedikit
tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya
sembuh umumny adalah 72 jam. Pengobatan tambahan dengan anti virus topikal mempercepat
pemulihan epitel. Terapi obat topikal tanpa debridement epitel pada keratitis epitel memberi
keuntungan karena tidak perlu ditutup, namun ada kemungkinan pasien menghadapi berbagai
keracunan obat.8,9,10
2. Terapi obat
Agen anti virus topikal yang di pakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine, trifluridine,
vidarabine, dan acyclovir. Trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif untuk penyakit stroma
dari pada yang lain. Idoxuridine dan trifluridine sering kali menimbulkan reaksi toxik.
Acyclovir oral ada mamfaatnya untuk pengobatan penyakit herpes mata berat, khususnya pada
orang atopik yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif (eczema herpeticum).
Study multicenter terhadap efektivitas acyclovir untuk pengobatan kerato uveitis herpes
simpleks dan pencegahan penyakit rekurens kini sedang dilaksanakan ( herpes eye disease
study).8,9,10
Replikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila terbatas pada epitel kornea,
umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini penggunaan
kortikosteroid topikal tidak perlu, bahkan berpotensi sangat merusak. Kortikosteroid topikal
dapat juga mempermudah perlunakan kornea, yang meningkatkan risiko perforasi kornea. Jika
memang perlu memakai kortikosteroid topikal karena hebatnya respon peradangan, penting
sekali ditambahkan obat anti virus secukupnya untuk mengendalikan replikasi virus.8,9
3. Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindentifikasi untuk rehabilitasi penglihatan pasien
yang mempunyai parut kornea berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah
penyakit herpes non aktif. Pasca bedah, infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma
bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan transplantasi
kornea. Juga sulit dibedakan penolakan transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens.8,9
Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi bakteri atau fungi
mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat. Pelekat jaringan sianokrilat dapat dipakai
secara efektif untuk menutup perfosi kecil dan graft “petak” lamelar berhasil baik pada kasus
tertentu. Keratoplasi lamelar memiliki keuntungan dibanding keratoplasti penetrans karena
lebih kecil kemungkinan terjadi penolakan transparant. Lensa kontak lunak untuk terapi atau
tarsorafi mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat padakeratitis herpes
simplek.8,9
4. Pengendalian mekanisme pemicu yang mengaktifkan kembali infeksi HSV
Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai kira – kira sepertiga kasus dalam 2
tahun serangan pertama. Sering dapat ditemukan mekanisme pemicunya. Setelah denga teliti
mewawancarai pasien. Begitu ditemukan, pemicu itu dapat dihindari. Aspirin dapat dipakai
untuk mencegah demam, pajanan berlebihan terhadap sinar matahari atau sinar UV dapat
dihindari. Keadaan – keadaan yang dapat menimbulkan strea psikis dapat dikurangi. Dan
aspirin dapat diminum sebelum menstruasi.8,9
2.9 Diagnosis banding keratitis
Diagnosis banding keratitis pada umumnya adalah kelainan mata merah visus turun
lainnya yaitu glaukoma akut dan uveitis akut. Berikut adalah perbedaan diantara ketiganya,4
Gejala subjektif Glaukoma akut Uveitis akut Keratitis akut
Injeksi Silier + ++ +++
Injeksi konjungtiva ++ ++ ++
Kekeruhan kornea +++ - +/+++
Kelainan pupil Midriasis non reaktif Miosis iregular Normal / miosis
Kedalaman BMD Dangkal Dalam Dalam
TIO Tinggi Rendah Normal
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Trihono, dr. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Badan Penelitian Kemenkes. Desember
2013
2. Drake, Richard L. Gray : Dasar-dasar anatomi. Singapore : Elservier. 2013
3. Peckham, Michele. At a Glance : Histologi. Jakarta : Erlangga Medical Series. 2014
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi kelima. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2015
5. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Jakarta : EGC. 2015
6. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston D. Manual of Ocular
Diagnosis and Theraphy. 5th edition. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins; 2002.
p. 67-129
7. Paul dan John. Kornea. Dalam Vaughhan dan Ashabury Oftalmology Umum. Edisi 17.
Jakarta : EGC ; 2009. h. 125-48
8. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd edition.
Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-60
18