Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KONSEP RUANG ICU

Stase : Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pembimbing : Ns. Kiki Hardiansyah S.Kep., M.Kep., Sp.KMB

Disusun Oleh :

Nama : Linawati Dwi Lestari

Nim : P1908100

PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang berfungsi
untuk perawatan pasien kritis, dilengkapi dengan staf dan menggunakan peralatan
canggih yang asing untuk keluarga atau pasien, khusus untuk merawat dan
mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk dengan
intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga
merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian.
Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena
memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring serta dengan
cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan
fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2009). Selain itu peraturan di ICU (intensive
Care Unit) sangat ketat karena keluarga tidak boleh menunggu secara terus- menerus
sehingga hal ini menimbulkan kecemasan tersendiri bagi keluarga ( bagaimana
kondisi perkembangan keluarganya saat ini) bahkan trauma bagi anggota
keluarganya yang dirawat di ICU(intensive Care Unit) menurut Mc Adam dan
Puntillo dalam Bailey (2010).
Faktor-faktor yang dapat memicu stres pada keluarga sebagi respon ada
anggota keluarga yang dirawat di ruang ICU meliputi : perubahan lingkungan, aturan
ruangan perawatan, perubahan peran keluarga, status emosi keluarga dan aktivitas
pada kehidupan sehari-hari keluarga, kemampuan pembiyaan (Finasial) keluarga,
serta sikap petugas kesehatan dalam pemberian informasi tentang kondisi kesehatan
pasien diruang ICU (Intersive Care Unit) (Friedman,2010).
Lingkungan ICU telah ditemukan untuk meningkatkan baik kecemasan
situasional dan sifat di anggota keluarga dari ICU pasien (Rukholm et al. 1991 dalam
stuart 2014). juga menemukan bahwa penilaian hati-hati dari situasi dan sifat
kecemasan oleh staf perawat penting untuk mengurangi kecemasan dari anggota
keluarga pasien ICU itu. kecemasan cenderung untuk bertahan saat pasien dirawat di
rumah sakit. Tracy et al. (2009) menemukan kecemasan situasional untuk bertahan
di antara ICU pasien anggota keluarga 72 jam setelah masuk. Di situasional
kecemasan diidentifikasi oleh subyek dilaporkan muncul terutama dari khawatir
tentang penderitaan pasien dan kematian yang akan datang. Daerah lain yang
memberikan kontribusi untuk keluarga ini kecemasan termasuk kekhawatiran
tentang prosedur, kemungkinan komplikasi-komplikasi dan peralatan yang
digunakan dalam perawatan pasien. Bahkan sembilan hari setelah masuk, Pochard
dkk. (2005) menemukan bahwa 73% dari 544 anggota keluarga yang diwawancarai
terus melaporkan gejala kegelisahan.
Kebutuhan anggota keluarga Beberapa studi telah meneliti kebutuhan anggota
keluarga Pasien ICU menggunakan Critical Care Keluarga Persediaan Kebutuhan
(CCFNI) (Rukholm et al. 1991, Kosco & Warren tahun 2000, Lee & Lau 2003, Chiu
et al. 2004, Auerbach dkk. 2005). Lee dan Lau (2003) menemukan kebutuhan untuk
jaminan sebagai yang tertinggi kebutuhan kategori antara anggota keluarga pasien
ICU 24-72 jam setelah masuk pasien.
Dalam sebuah studi tentang kebutuhan keluarga pasien menunggu
keluarganya dengan perawatan ICU ada beberapa hal penting yang dibutuhkan yaitu
kebutuhan untuk dihubungi kerumah bila terjadi perubahan pada kondisi pasien,
kebutuhan untuk mengetahui prognosa penyakit, kebutuhan untuk mendapat jawaban
yang jujur atas pertanyaan keluarga, kebutuhan untuk menerima informasi tentang
pasien sekali sehari, kebutuhan untuk mendapat penjelasan terhadap sesuatu yang
tidak dimengerti, dan kebutuhan untuk mendapat jaminan bahwa pasien mendapat
kenyamanan (Campbell, 2009). Meskipun kebutuhan keluarga pasien yang
menunggu keluarganya dengan perawatan ICU tampak mudah, namun adalah
kesalahan bila menganggap bahwa semua staf yang bekerja di unit ICU mengetahui
dan mencoba memenuhi apa yang menjadi kebutuhan mereka (Henneman and
Cardin, 2002).

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi ICU
2. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan ICU
3. Untuk mengetahui konsep dasar tentang ruang ICU
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep ICU
1. Pengertian ICU
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit
yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan
mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang
mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi
organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan
kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh
karena memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan
monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang
terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya
(Rab,2014).
Ruang perawatan intensif (ICU) adalah unit perawatan khusus
yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedara dengan
penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan
terlatih, serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus (Depkes RI,
2011). Menurut Keputusan Kesehatan RI Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang pedoman penyelenggaraan
Pelayanan ICU diRumah Sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit
yang mandiri (instalasi dibawah direktur pelayanan), deengan staf yang
khusus dan perlengkapan yang khusus yang di tunjukan untuk obseervasi,
perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau
penyuli-penyuli yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa
dengan prognosis dubia.

2. Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan


Berdasarkan kelengkapan penyelenggaraan maka ICU dapat dibagi atas
tiga tingkatan. Yang pertama ICU tingkat I yang terdapat di rumah sakit kecil
yang dilengkapi dengan perawat, ruangan observasi, monitor, resusitasi dan
ventilator jangka Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utarajangka
pendek yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat bergantung kepada ICU
yang lebih besar. Kedua, ICU tingkat II yang terdapat pada rumah sakit umum
yang lebih besar di mana dapat dilakukan ventilator yang lebih lama yang
dilengkapi dengan dokter tetap, alat diagnosa yang lebih lengkap, laboratorium
patologi dan fisioterapi. Yang ketiga, ICU tingkat III yang merupakan ICU yang
terdapat di rumah sakit rujukan dimana terdapat alat yang lebih lengkap antara
lain hemofiltrasi, monitor invasif termasuk kateterisasi dan monitor intrakranial.
ICU ini dilengkapi oleh dokter spesialis dan perawat yang lebih terlatih dan
konsultan dengan berbagai latar belakang keahlian ( Rab, 2014).
Terdapat tiga kategori pasien yang termasuk pasien kritis yaitu : kategori
pertama, pasien yang di rawat oleh karena penyakit kritis meliputi penyakit
jantung koroner, respirasi akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non traumatik
dan kegagalan multi organ. Kategori kedua, pasien yang di rawat yang
memerlukan propilaksi monitoring oleh karena perubahan patofisiologi yang
cepat seperti koma. Kategori ketiga, pasien post operasi mayor.
Apapun kategori dan penyakit yang mendasarinya, tanda-tanda klinis
penyakit kritis biasanya serupa karena tanda-tanda ini mencerminkan gangguan
pada fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan neurologi (Nolan et al. 2015).
Tanda-tanda klinis ini umumnya adalah takipnea, takikardia, hipotensi,
gangguan kesadaran (misalnya letargi, konfusi / bingung, agitasi atau penurunan
tingkat kesadaran) (Jevons dan Ewens, 2013).

3. Klasifikasi pelayanan ICU


Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
a) ICU Primer
Ruang perawatan Intensif Primer memberi pelayanan pada pasien yang
memerlukan perawatan ketat(high care). Ruang perawatan Intensif mampu
melakukan resusitasi jantung paru dan memberi ventilasi bantu 24-28 jam.
b) ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder pelayanan yang khusus dan mampu ventilasi
bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu
komplek.
c) ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan
intensif, mampu memberi pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan
bantuan hidup multi sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak
terbatas serta mampu melakukan bantuan renal ekstrkoporal dan
pemantauan kardiovasculer invasif dalam jangka waktu yang terbatas.

4. Kriteria pasien masuk dan keluar ICU


Suatu ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian
khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang
dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis. Keadaan ini memaksa
diperlukannya mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang terbatas
ini apabila kebutuhan ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia di
ICU (Standar Pelayanan ICU, 2011).

Prioritas masuk ICU sebagai berikut:

1) Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan perawatan intensif dengan bantuan alat-alat ventilasi,
monitoring dan obat-obatan vasoaktif kontinyu dan lain-lain misal pasien
bedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic.
2) Pasien Prioritas 2
Pasien memerlukan pelayanan pemantuan canggah dari ICU. Jenis
pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya
pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial
catheter sangat menolong, misalnya pada penyakit dasar jantung paru atau
ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan mayor.
Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang di terimanya,
menginggat kondisi medisnya senantiasa berubah.
3) Pasien Prioritas 3
Pasien jenis ini pasien sakit kritis dan tidak stabil dimana status
kesehatan sebelumnya penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya,
baik masing- masing atau kombinasinnya, sangat mengurangi
kemungkinan kesembuhan dan mendapat manfaat dari terapi di ICU.
Contoh-contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metatastik
di serta penyulit infeksi perikardial tamponade, atau sumbatan jalan nafas,
atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai
komplikasi akut penyakit berat, pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi
intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak
sampai melakukan intubasi dan resusitasi kardiopulmuner.

5. Sistem pelayanan ruang ICU


Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman pada
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
ICU di rumah sakit. Pelayanan ICU di rumah sakit meliputi beberapa hal,
yang pertama etika kedokteran dimana etika pelayanan di ruang ICU harus
berdasarkan falsafah dasar "saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan
pasien, dan berorientasi untuk dapat secara optimal, memperbaiki kondisi
kesehatan pasien.
Kedua, indikasi yang benar dimana pasien yang di rawat di ICU harus
pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care,
pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang
konstan dan metode terapi titrasi, dan pasien sakit kritis yang memerlukan
pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk mencegah timbulnya
dekompensasi fisiologis.
Ketiga, kerjasama multidisipliner dalam masalah medis kompleks
dimana dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga
kesehatan dari beberapa disiplin ilmu terkait yang memberikan kontribusinya
sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerja sama di dalam tim yang di
pimpin oleh seorang dokter intensivis sebagai ketua tim.
Keempat, kebutuhan pelayanan kesehatan pasien dimana kebutuhan
pasien ICU adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk
fungsi-fungsi vital seperti Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi
pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi
organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi definitif.
Kelima, peran koordinasi dan integrasi dalam kerja sama tim dimana
setiap tim multidisiplin harus bekerja dengan melihat kondisi pasien misalnya
sebelum masuk ICU, dokter yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien
sesuai bidangnya dan memberi pandangan atau usulan terapi kemudian kepala
ICU melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan, memberi
instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan usulan
anggota tim lainnya serta berkonsultasi dengan konsultan lain dan
mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim.
Keenam, asas prioritas yang mengharuskan setiap pasien yang
dimasukkan ke ruang ICU harus dengan indikasi masuk ke ruang ICU yang
benar. Karena keterbatasan jumlah tempat tidur ICU, maka berlaku asas
prioritas dan indikasi masuk.
Ketujuh, sistem manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya
koordinasi dan peningkatan mutu pelayanan di ruang ICU yang memerlukan
tim kendali mutu yang anggotanya terdiri dari beberapa disiplin ilmu, dengan
tugas utamanya memberi masukan dan bekerja sama dengan staf struktural
ICU untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan ICU.
Kedelapan, kemitraan profesi dimana kegiatan pelayanan pasien di
ruang ICU di samping multi disiplin juga antar profesi seperti profesi medik,
profesi perawat dan profesi lain. Agar dicapai hasil optimal maka perlu
peningkatan mutu SDM (Sumber Daya Manusia) secara berkelanjutan,
menyeluruh dan mencakup semua profesi.
Kesembilan, efektifitas, keselamatan dan ekonomis dimana unit
pelayanan di ruang ICU mempunyai biaya dan teknologi yang tinggi, multi
disiplin dan multi profesi, jadi harus berdasarkan asas efektifitas, keselamatan
dan ekonomis.
Kesepuluh, kontuinitas pelayanan yang ditujukan untuk efektifitas,
keselamatan dan ekonomisnya pelayanan ICU. Untuk itu perlu di kembangkan
unit pelayanan tingkat tinggi (High Care Unit =HCU). Fungsi utama. HCU
adalah menjadi unit perawatan antara dari bangsal rawat dan ruang ICU. Di
HCU, tidak diperlukan peralatan canggih seperti ICU tetapi yang diperlukan
adalah kewaspadaan dan pemantauan yang lebih tinggi.
Unit perawatan kritis atau unit perawatan intensif (ICU) merupakan
unit rumah sakit di mana klien menerima perawatan medis intensif dan
mendapat monitoring yang ketat. ICU memilki teknologi yang canggih seperti
monitor jantung terkomputerisasi dan ventilator mekanis. Walaupun peralatan
tersebut juga tersedia pada unit perawatan biasa, klien pada ICU dimonitor
dan dipertahankan dengan menggunakan peralatan lebih dari satu.
Staf keperawatan dan medis pada ICU memiliki pengetahuan khusus
tentang prinsip dan teknik perawatan kritis. ICU merupakan tempat pelayanan
medis yang paling mahal karena setiap perawat hanya melayani satu atau dua
orang klien dalam satu waktu dan dikarenakan banyaknya terapi dan prosedur
yang dibutuhkan seorang klien dalam ICU ( Potter & Perry, 2014).
Pada permulaannya perawatan di ICU diperuntukkan untuk pasien post
operatif. Akan tetapi setelah ditemukannya berbagai alat perekam (monitor)
dan penggunaan ventilator untuk mengatasi pernafasan maka ICU dilengkap
pula dengan monitor dan ventilator. Disamping itu dengan metoda dialisa
pemisahan racun pada serum termasuk kadar ureum yang tinggi maka ICU
dilengkapi pula dengan hemodialisa.
Pada prinsipnya alat dalam perawatan intensif dapat di bagi atas dua
yaitu alat-alat pemantau dan alat-alat pembantu termasuk alat ventilator,
hemodialisa dan berbagai alat lainnya termasuk defebrilator. Alat-alat monitor
meliputi bedside dan monitor sentral, ECG, monitor tekanan intravaskuler dan
intrakranial, komputer cardiac output, oksimeter nadi, monitor faal paru,
analiser karbondioksida, fungsi serebral/monitor EEG, monitor temperatur,
analisa kimia darah, analisa gas dan elektrolit, radiologi (X-ray viewers,
portable X-ray machine, Image intensifier), alat-alat respirasi (ventilator,
humidifiers, terapi oksigen, alat intubasi (airway control equipment),
resusitator otomatik, fiberoptik bronkoskop, dan mesin anastesi ( Rab, 2014).
Instrumentasi yang begitu beragam dan kompleks serta ketergantungan
pasien yang tinggi terhadap perawat dan dokter (karena setiap perubahan yang
terjadi pada pasien harus di analisa secara cermat untuk mendapat tindakan
yang cepat dan tepat) membuat adanya keterbatasan ruang gerak pelayanan
dan kunjungan keluarga. Kunjungan keluarga biasanya dibatasi dalam hal
waktu kunjungan (biasanya dua kali sehari), lama kunjungan (berbeda-beda
pada setiap rumah sakit) dan jumlah pengunjung (biasanya dua orang secara
bergantian).
ICU sering merupakan tempat yang kuat dan besar untuk pasien dan
keluarga mereka. Dengan memperhatikan kebutuhan baik pasien maupun
keluarga, rumah sakit dapat menciptakan lingkungan yang saling percaya dan
mendukung dimana keluarga diakui sebagai bagian integral dari perawatan
pasien dan pemulihan (Kvale, 2011).
6. Indikasi Pasien Keluar ICU
Kriteria pasien keluar dari ICU mempunyai 3 prioritas:
1) Pasien Prioritas 1
Pasien dipindah apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi
perawatan intensif, atau jika terapi mengalami kegalami kegagalan,
prognose jangka pendek buruk, sedikit kemungkinan bila perawatan
intensif diteruskan. Contoh: pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem
organ yang tidak beberapa terhadap pengelolaan agresif.
2) Pasien prioritas 2
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menujukan
bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif
selanjutnya tidak diperlukan lagi.
3) Pasien prioritas 3
Pasien dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah
tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila
kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu
diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil, keuntungan dari
terapi selanjutnya sangat sedikit. Contoh pasien dengan penyakit lanjut
(penyakit paru kronis, penyakit jantung atau liver terminal, kersinoma yang
telah menyebar luas dan lain-lainnya) yang tidak berespon dengan terapi
ICU untuk penyakit akut lainnya.
7. Perawat ICU
Seorang perawat yang bertugas di ICU melaksanakan 3 tugas utama
yaitu, life support, memonitor keadaan pasien dan perubahan keadaan akibat
pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu
diperlukan satu perawast untuk setiap pasien dengna pipa endotrakeal baik
dengan mengunakan ventilator maupun yang tidak. Di Australia di aplikasikan
4 kriteria perawat ICU yaitu, Perawat ICU yang telah mendapat pelatihan
lebih dari 12 bulan ditambah dengan pengalaman, perawat yang telah
mendapat latihan 12 bulan, perawat yang telah mendapatkan sertifikat
pengobatan kritis (critical care certificate), dan perawat sebagai pelatih
(trainer) (rab,2009).
Di Indonesia, ketenagaan perawat di ruang ICU diatur dalam Keputusan
Mentri Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang
penomena penyelengaraan ICU di Rumah Sakit yaitu, untuk ICU level I maka
perawatnya adalah perawat terlatih yang bersertifikat bantuan hidup dasar dan
bantuasn lanjut, untuk ICU level II di perlukan minimal 50% dari jumlah
seluruh perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU, dan
untuk ICU level III diperlukan 75% dari jumlah seluruh perawat di ICU
merupakan perawat teraltih dan bersertifikat ICU.

8. Fungsi dan Tujuan ICU


a. Fungsi ICU
Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :
1) ICU Medik
2) ICU trauma/bedah
3) ICU umum
4) ICU pediatrik
5) ICU neonatus
6) ICU respiratorik
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu
mengelola pasien yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di
Indonesia umumnya berbentuk ICU umum, dengan pemisahan untuk
CCU (Jantung), Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan utama untuk hal
ini adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi
peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan
Bedah.
1. Tujuan ICU
Berikut adalah tujuan ICU :
a. Menyelamatkan kehidupan
b. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi
melalui observasi dan monitaring evaluasi yang ketat disertai
kemampuan menginterpretasikan setiap data yang didapat dan
melakukan tindak lanjut.
c. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
d. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
e. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat
proses penyembuhan pasien

B. Jenis – jenis ICU


Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien
yang memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif
mampu melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24-
48 jam. Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah:
a. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat, dan
ruang rawat pasien lain.
b. Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
c. Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
d. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
e. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
f. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat
pelatihan perawatan intensif, minimal satu orang per shift
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
Rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
(Depkes RI, 2006).

2. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus mampu
memberikan ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain
tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:
a. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang rawat lain
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
c. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi
setiap saat bila diperlukan
d. Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif
care atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang
bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal
mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasara dan
hidup lanjut)
e. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan
minimal berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3
tahun
f. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan
dalam batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha
penunjang hidup
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
Rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
h. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi
(Depkes RI, 2006).
3. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan
intensif, mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan
atau bantuan hidup multi system yang kompleks dalam jangka waktu yang
tidak terbatas serta mampu melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan
pemantauan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas.
Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:
a. Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit
b. Memilik kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
c. Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil
setiap saat bila diperlukan
d. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau
dokter ahli konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi
jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut)
e. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama tiga
tahun
f. Mampu melakukan semua bentuk pemantuan dan perawatan intensif
baik invasive maupun non-invasif
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
Rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
h. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan
perawat agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
i. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi,
tenaga rekam medic, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian
(Depkes RI, 2006).

C. Peran Perawat Kritis


Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien
yang berkualitas tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis, waktu adalah
sesuatu hal yang vital. Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang
sistematis, dimana perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien
dengan cepat (Talbot, 1997). ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada
tahun 1950-an. Kegawat daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun
1970-an. Sebagai contoh, kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan
unit neonates. Keperawatan gawat darurat secara khusus berkonsentrasi pada respon
manusia pada masalah yang mengancam hidup seperti trauma atau operasi mayor.
Pencegahan terhadap masalah kesehatan merupakan hal penting dalam praktik
keperawatan gawat darurat. (Hartshorn et all, 1997). Peran perawat kritis sebagai
berikut:
1. Advokat
Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang
tidak diinginkan yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu
(Potter dan Perry, 2005).
2. Care giver
Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga yang
mengalami masalah kesehatan (Vicky, 2010).

3. Kolaborator
Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim kesehatan
lainnya seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan lainnya dalam upaya
memberikan pelayanan yang baik (Vicky, 2010).
4. Peneliti
Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai metode
pemberian pelayanan (Vicky, 2010). Selain itu juga meningkatkan pengetahuan
dan mengembangkan ketrampilan, baik dalam praktik maupun dalam
pendidikan keperawatan (Aryatmo, 1993).
5. Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
layanan dapat terarah serta sesuai kebutuhan (Vicky, 2010).
6. Konsultan
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah
keperawatan terutama mengenai keamanan pasien dan keluarga (Vicky, 2010).

D. Kolaborasi Tim Keperawatan Kritis


1. Kolaborasi Tim dalam Keperawatan Kritis
Dasar pengelolaan  pasien ICU adalah pendekatan  multidisiplin dari beberapa
disiplin ilmu terkait  yang dapat memberikan  kontribusinya  sesuai dengan
bidang keahliannya  dan bekerjasama  di dalam tim. Tim tersebut terdiri  dari:

a. Spesialis anestesi
b. Dokter spesialis
c. Perawat ICU
d. Dokter ahli mikrobiologi klinik
e. Ahli farmasi klinik
f. Ahli nutrisi
g. Fisioterapis
h. Tenaga lain sesuai klasifikasi pelayanan ICU

Tim multidisiplin  mempunyai  5 (lima)  karakteristik:


a. Staf medik dan keperawatan yang tanggung  jawab
b. Staf medik, keperawatan, farmasi klinik, farmakologi  klinik, gizi klinik dan
mikrobiologi klinik yang berkolaborasi  pada pendekatan
c. Mempergunakan standar, protocol  atau guideline  untuk memastikan 
pelayanan yang konsisten  baik oleh dokter, perawat  maupun staf  yang lain.
d. Memiliki dedikasi untuk melakukan koordinasi dan komunikasi.
e. Menekankan pada pelayaanan yang sudah tersertifikasi, pendidikan,
penelitian, masalah etik dan pengutamaan  pasien (Kemenkes, 2011)
f. Peran koordinasi dan integrasi dalam kerjasama  tim

Mengingat keadaan pasien yang sedang dalam kondisi kritis, maka sistem  kerja
tim multidisiplin  diatur sebagai  berikut :
a. Dokter primer yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai
bidangnya dan memberi pandangan atau usulan
b. Ketua tim melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan, 
memberi instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan
mempertimbangkan  usulan anggota  tim lainnya.
c. Ketua tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan mempertimbangkan
usulan-usulan anggota  tim dan memberikan perintah baik tertulis  dalam
status  maupun lisan.
d. Untuk menghindari kesimpangsiuran/tumpang tindih pelaksanaan
pengelolaan pasien, maka perintah  yang dijalankan  oleh petugas hanya
yang berasal  dari ketua tim saja (Kemenkes,2011).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang berfungsi
untuk perawatan pasien kritis, dilengkapi dengan staf dan menggunakan peralatan
canggih yang asing untuk keluarga atau pasien, khusus untuk merawat dan
mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk dengan
intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga
merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian.

Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena
memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring serta dengan
cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan
fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2009).

B. Saran

Sebagai perawat professional kita harus mampu memberikan asuhan


keperawatan kritis yang tepat pada klien dengan kondisi gawat. Selain itu
pemahaman terhadap konsep holism, komunikasi, dan kerjasama tim dalam
keperawatan kritis penting untuk menunjang perawatan terhadap klien agar kondisi
klien lebih baik dan status kesehatan meningkat sehingga angka kematian dapat
ditekan semaksimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Carolyn, et all. 1997. Critical Care Nursing Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott


Company

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Standar Pelayanan Keperawatan di


ICU. Jakarta: Depkes

Doengoes, M. E. (2002). Nursing care plane: Guidelines for planning & documenting


patient care, 3rd edition, FA. Davis

Dossey, B. M. 2002. Critical Care Nursing: body-mind-spirit. (3rd ed.). Philadelphia: J.


B. Lippincott Company.
George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth
Edition. USA : Appleton & Lange.

Hartshorn et all. 1997. Introduction To Critical Care Nursing Second Edition.


Philadelphia: WB Saunders Company.

Hidayat AA. (2004). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Hudak, CM. Gallo, BM. 2012. Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Edisi ke-8.
Alih Bahasa Subekti. Jakarta: EGC

Kemenkes. 2011. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah


Sakit.Diakses pada 18 September 2013 melalui www.kemenkes.go.id

Mansjoer, A. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius.

Marquis, BL & Huston, Cj. 1998. Management Decision Making For Nurses 3th Ed.
Philadelphia: JB Lippincott

Perry, Anne .G. & Potter, Patricia. A. 1997. Fundamental of Nursing : Concepts, process
and Practice (vol 2). Washington DC: The C.V. Mosby Company.

Sitorus, R.Y. 2005. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan


Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat.
Jakarta: EGC

Talbot, Laura, dan Mary Meyers-Marquardt. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis ed 2.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tomey. Alligood M.R.(2006). Nursing Theorists and Their work. 6 Ed. USA : Mosby


Inc.

Anda mungkin juga menyukai