Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN TN.

H DENGAN CRANIOTOMY INDIKASI


GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN STROKE PIS
RUANG INSTALANSI BEDAH SENTRAL RS BHAYANGKARA TK II
SARTIKA ASIH BANDUNG TAHUN 2021

Ditujukan untuk memenuhi tugas stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Koordinator : M. Deri Ramadhan, S.Kep., Ners, M.Kep

Siti Masriyah 4120051


Erni Oktaviani 4120052
Maria Imaculata DJ 4120052
Kinanti Widiyasmara 4120055

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya laporan kasus dengan topik “Asuhan Keperawatan Tn. H
Dengan Craniotomy Indikasi Gangguan Sistem Persyarafan Stroke Pis di Ruang
Instalansi Bedah Sentral Rs Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung Tahun
2021” ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan
dan memberi manfaat bagi masyarakat.

Bandung, 04 Mei 2021

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................II
DAFTAR ISI....................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan................................................................................................2
C. Manfaat Penulisan...............................................................................................2
D. Sistematika Penulisan.........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................4
2.1 Definisi stroke......................................................................................................4
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi............................................................................4
2.1.2. Manifestasi klinis..................................................................................10
2.1.3. Klasifikasi.............................................................................................11
2.1.4. Etiologi..................................................................................................12
2.1.5. Patofisiologi..........................................................................................13
2.1.6. Manifestasi Klinik Dan Pemeriksaan Penunjang..............................14
2.2 Stroke Haemoragik...........................................................................................18
2.2.1. Klasifikasi Stroke Hemoragik..............................................................19
2.2.2. Gejala Stroke Hemoragik.....................................................................20
2.2.3. Prognosis Stroke Hemoragik...............................................................20
2.3. Craniotomy........................................................................................................21
2.3.1. Definisi Craniotomy..............................................................................21
2.3.2. Tujuan operasi craniotomy..................................................................22
2.3.3. Indikasi operasi craniotomy.................................................................22
2.3.4. Jenis- jenis pendarahan dilakukan craniotomy..................................23
2.3.5 Teknik operasi.......................................................................................24
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.........................................................................27
BAB IV PENUTUP ……………………………………………………………..

KESIMPULAN ………………………………………………………………..

III
SARAN ……………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................47

IV
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit serebrovaskuler/ cerebrovascular disease (CVD) merupakan
penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Stroke merupakan
bagian dari CVD. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah
manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang
berkembang dengan cepat atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau
berakhir dengan kematian, dengan tidak tampaknya penyebab lain selain
penyebab vaskular. Berdasarkan American Heart Association (AHA) stroke
ditandai sebagai defisit neurologi yang dikaitkan dengan cedera fokal akut dari
sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh pembuluh darah, termasuk
infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan pendarahan subaraknoid
(SAH).
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya
aliran darah atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu
iskemik stroke dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya
aliran darah sedangkan stroke yang terjadi karena perdarahan ke dalam atau
sekitar otak disebut stroke hemoragik. Perdarahan yang terjadi pada stroke
hemoragik dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena tekanan
pada struktur saraf di dalam tengkorak. Stroke hemoragik lebih jarang terjadi
dibanding stroke iskemik akan tetapi stroke hemoragik menyebabkan lebih
banyak kematian.
Penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama di hampir
seluruh RS di Indonesia, sekitar 15,4%. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Kemenkes RI tahun 2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan
prevalensi stroke di Indonesia dari 8,3 per mil (tahun 2007) menjadi 12,1 per
mil (tahun 2013). Prevalensi penyakit Stroke tertinggi di Sulawesi Utara
(10,8per mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Bangka Belitung (9,7 per mil) dan
DKI Jakarta (9,7 per mil).

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara jelas tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan yang berkaitan dengan tindakan kraniotomi pada Tn. H di
Ruang Instalasi Bedah Sentral RS Bhayangkara Tingkat II Sartika Asih .
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai yaitu :
1. Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang tindakan kraniotomi
pada pasien Perdarahan Intra Serebral.
2. Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang perumusan diagnosa
keperawatan pada pasien dengan tindakan kraniotomi
3. Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang perencanaan keperawatan
pada pasien Perdarahan Intra Serebral dengan tindakan kraniotomi.
4. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam melakukan implementasi
keperawatan pada pasien Perdarahan Intra Serebral dengan tindakan
kraniotomi.
5. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi
keperawatan pada pasien Perdarahan Intra Serebral dengan tindakan
kraniotomi.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi institusi
Dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi dan acuan yang
mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan
ilmu yang berkaitan dengan sistem neurologi khususnya mengenali
asuhan keperawatan pada tindakan kraniotomi.
2. Bagi rumah sakit.
Hasil penulisan ini dapat dijadikan bahan masukan dan informasi
mengenai tindakan kraniotomi di ruang IBS RS Bhayangkara TK II
Sartika Asih . Hal ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan

2
asuhan keperawatan yang diwujudkan dengan meningkatnya kepuasan
pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat memperluas ilmu dan pengetahuannya tentang
asuhan keperawatan, belajar lebih giat lagi khususnya dalam
pembuatan asuhan keperawatan, karena hal tersebut tidak akan lepas
dari dunia keperawatan.

D. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran penulisan tugas akhir ini, maka penulis
memberikan sistematika penulisan :
1. Tempat, waktu pelaksanaan pengambilan kasusa.
a. Tempat
Tempat pengambilan kasus di ruang IBS RS Bhayangkara TK II
Sartika Asih
b. Waktu pelaksanaan pengambilan kasus
Waktu pelaksanaan pengambilan kasus dimulai pada tanggal 31
Maret 2021 pukul 10:30 WIB di ruang IBS RS Bhayangkara TK II
Sartika Asih.
c. Teknik pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data untuk manajemen asuhan keperawatan
di ruang IBS RS Bhayangkara TK II Sartika Asih dilakukan
dengan melakukan pengkajian mulai dengan wawancara kepada
keluarga klien secara langsung dan untuk data penunjang
pengumpulan data dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium,
hasil foto thoraks dan hasil CT-Scan kepala.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.
2.1 Definisi stroke
Stroke adalah kehilangan sebagian fungsi otak yang diakibatkan
karena berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke adalah neurologik
primer di dunia, meskipun upaya pencegahan sangat menyebabkan terjadi
penurunan insiden dalam beberapa tahun terakhir, penyakit stroke menduduki
peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju mortalitas 18% sampai 37%
untuk stroke pertama dan sebesar 62%. Terdapat 2 juta orang bertahan hidup
dari penyakit stroke yang mempunyai beberapa ketidaksempurnaan hidup
bahkan cacat, dari angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam aktivitas sehari-
hari dan tidak bisa melakukan aktivitas sendiri (Smeltzer & Bare, 2013).
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smelter & Bare,
2001 dalam Andra & Yessie, 2013). Stroke merupakan gangguan sirkulasi
serebral, merupakan suatu gangguan neurologis fokal yang dapat timbul
sekunder dari suatu proses patologi pada pembuluh darah serebral (Price &
Wilson, 2013).

1.
2.
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi
a. Otak
Otak merupakan organ yang paling aktif secara metabolik. Otak hanya
memiliki sekitar 2% massa tubuh akan tetapi otak membutuhkan 15-20%

4
kardiak output untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosanya. Secara
anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis
dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan
vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.

Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak dan
sereberum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut
tengkorak, ada empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak:
tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri
dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa anterior, berisi lobus frontal serebral
bagian hemisfer, bagian tengah fossa berisi lobus parietal, temporal dan
oksipital dan bagian fossa posterior berisi batang otak dan medula (Smeltzer
& Bare, 2013).
Bagian-bagian pada otak
a) Meningen
Menurut Smeltzer & Bare (2013) komposisi meningen berupa jaringan
serabut penghubung yang melindungi mendukung dan memelihara otak.
Meningen terdiri dari tiga bagian:
 Dura meter
Lapisan paling luar yang menutup otak dan medulla spinalis. Sifat
durameter liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut berwarna abu-abu.
 Arakhnoid

5
Merupakan membran bagian tengah, membran yang bersifat tipis dan
lembut ini menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid.
Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah.

 Pia meter
Membran yang paling dalam, berupa dinding tipis, transparan, yang
menutup otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.
b) Serebrum
Menurut Smeltzer & Bare (2013), sereberum terdiri dari dua hemisfer
dan empat lobus. Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding
serebrum dan substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam.
Keempat lobus serebrum sebagai berikut:
 Frontal
Lobus terbesar, terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku
individu, membuat keputusan, perencanaan aktivitas, kreativitas,
kepribadian dan menahan diri.
 Parietal
Lobus sensori. Area ini menginterprestasikan sensasi. Sensasi rasa yang
tidak berpengaruh adalah bau, mengatur individu mengetahui posisi dan
letak bagian tubuhnya.
 Temporal
Berfungsi mengintregasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan
jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
 Oksipital
Terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung
jawab menginterprestasikan penglihatan.
c) Diensefalon
Menurut Smeltzer & Bare (2013), diensefalon atau fossa bagian tengah
terdiri dari tiga bagian yaitu:

6
 Talamus
Berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas
primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima, implus
memori dan sensasi nyeri.
 Hipotalamus
Terletak pada anterior dan inferior talamus. Berfungsi mengontrol dan
mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga bekerja sama dengan
hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan
suhu tubuh melalui peningkatan vasokonstriksi atau vasodilatasi dan
mempengaruhi sekresi hormonal kelenjar hipofisis, dan sebagai pusat
lapar dan mengontrol berat badan.
 Hipofisis
Dianggap sebagai master kelenjar karena sejumlah hormon-hormon dan
fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis dapat mengontrol fungsi
ginjal, pankreas, organ-organ reproduksi, tiroid, korteks adrenal dan
organ-organ lain.
d) Korteks Serebral
Sel-sel kortek serebri terlihat sama walaupun sel-sel ini sangat
bervarian. Bagian posterior pada masing-masing hemisfer (misal lobus
oksipital) berperan pada semua aspek persepsi penglihatan. Bagian lateral,
atau lobus temporal bergabung sebagai pusat pendengaran. Daerah pusat
bagian tengah atau zona parietal, posterior sampai fisura berkaitan dengan
sensasi, dan bagian anterior berkaitan dengan gerakan otot yang disadari.
Daerah luas dibawah dahi (misalnya lobus frontal) mengandung sekumpulan
jaras saraf yang berperan memutuskan sikap emosi dan responnya dan
berperan dalam mengolah pikiran (Smeltzer & Bare, 2013). Korteks serebral
dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1. Batang otak

7
Menurut Smeltzer & Bare (2013), batang otak terletak pada fossa
anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari 2 bagian yaitu:

 Otak tengah
Menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian
ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat reflek pendengaran
dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan
medula dan merupakan jembatan antar dua bagian serebelum, dan juga
antara medula dan sereberum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik.
 Medula oblangata
Meneruskan beberapa serabut motorik dari otak ke medulla spinalis dan
beberapa serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan serabut-
serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-pusat
terpenting dalam mengontrol jantung, pernapasan dan tekanan darah.
2. Serebelum
Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer
serebral, lipatan durameter, tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua
aksi yaitu merangsang, menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap
koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar,
keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input sensorik (Smeltzer & Bare,
2013).
3. Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari curah jantung atau 750
ml per menit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan
makanan, sementara mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi. Aliran
darah otak ini unik, karena melawan arah gravitasi. Dimana darah arteri
mengalir mengisi dari bawah dan vena mengalir dari atas (Smeltzer & Bare,
2013).
4. Barier Darah-Otak
Sistem saraf pusat tidak dapat dimasuki beberapa zat yang ada pada
sirkulasi darah misalnya zat warna, obat-obatan dan antibiotik. Setelah

8
disuntikan kedalam aliran darah, zat-zat ini tidak menjangkau neuron-neuron
SSP. Fenomena ini disebut barier darah otak. Sel-sel endotel pada kapiler-
kapiler otak membentuk persimpangan penghubung yang kuat, hal ini
menciptakan barier terhadap molekul makro dan gabungan beberapa zat
(Smeltzer & Bare, 2013).
5. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis
1,007, diproduksi di dalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan
medulla spinalis melalui sistem ventikular. Ventrikel terdiri dari 4 ventrikel
yaitu ventrikel lateral kanan, kiri, ventrikel ketiga dan keempat. Kedua
ventrikel lateral keluar ke ventrikel ketiga pada foramen antara ventrikular dan
foramen monro. Ventrikel ketiga dan keempat berhubungan melalui saluran
sylvius. Ventrikel keempat menyuplai CSS ke ruang subarakhnoid dan turun
ke medulla spinalis pada permukaan darah dorsal (Smeltzer & Bare, 2013).
e) Medulla Spinalis
Medulla spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang
keluar dari hemisfer serebral dan memberikan tugas sebagai penghubung otak
dan saraf perifer seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45 cm dan
menipis pada jari-jari. Medulla spinalis ini memanjang dari foramen magnum
di dasar tengkorak sampai bagian atas lumbar kedua tulang belakang, yang
berakhir di dalam berkas serabut yang disebut konus medullaris (Smeltzer &
Bare, 2013). Medulla spinalis dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1. Jaras Visual
Adalah serabut-serabut yang berhubungan dengan saraf optik berakhir
pada pangkal masing-masing hemisfer. Sel-sel penerima ini bertanggung
jawab terhadap penglihatan (Smeltzer & Bare, 2013).
2. Sistem motorik
Berkas korteks vertikel pada masing-masing hemisfer serebri
memerintahkan gerakan-gerakan tubuh yang disadari. Pada lokasi yang tepat
diketahui sebagai korteks motorik. Lokasi yang tepat pada otak dimana
gerakan-gerakan disadari pada otot wajah, ibu jari, tangan, lengan, batang

9
tubuh dan bagian kaki. Sebelum seseorang dapat menggerakan otot, sel-sel
khusus mengirim stimulus turun sepanjang serabut-serabut saraf. Jika sel-sel
ini distimulus oleh serabut listrik, maka otot yang dikontrol oleh saraf ini
berkontraksi (Smeltzer & Bare, 2013).
3. Saraf Motorik Atas dan Bawah
Menurut Smeltzer & Bare (2013), setiap serabut otot yang mengatur
gerakan disadari melalui dua kombinasi sel-sel saraf. Yang pertama disebut
sebagai neuron motorik atas (upper motor neuron) UMN, dan yang kedua
disebut sebagai neuron motorik bawah (lower motor neuron) LMN.
4. Sistem Saraf Simpatis dan Parasimpatis
Menurut Smeltzer & Bare (2013), sistem saraf autonom mempunyai
dua pembagian yaitu:
 Saraf Simpatis
Sistem ini siap siaga untuk membantu proses kedaruratan. Di
bawah keadaan stres, baik yang disebabkan oleh fisik maupun
emosional dapat menyebabkan peningkatan yang cepat pada
implus simpatis. Neuron simpatis terletak pada luas tulang torakal
dan lumbal yaitu pada susunan medula spinalis, akson-aksonnya
disebut serabut preganglion, muncul melalui jalan pada semua akar
saraf anterior dari ruas tulang leher (servikal) kedelapan atau tulang
torakal pertama menuju ruas tulang lumbal kedua dan ketiga.
 Saraf Parasimpatis
Fungsi saraf parasimpatis sebagai pengontrol dominan untuk
kebanyakan efektor viseral dalam waktu lama. Selama keadaan
diam kondisi tanpa stres, implus dari serabut-serabut parasimpatis
(kolenergik) yang menonjol. Serabut-serabut sistem parasimpatis
terletak pada dua bagian, satu pada batang otak dan yang lainnya
pada segmen spinal dibawah L2.

2.1.2. Manifestasi klinis


Menurut Yuliana A, (2014) gejala klinis hemoragik stroke yaitu :

10
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma)
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
3. Kesulitan menelan
4. Kesulitan menulis atau membaca
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba
6. Kehilangan koordinasi
7. Kehilangan keseimbangan
8. Perubahan gerak, biasanya pada satu bagian tubuh, atau penurunan
keterampilan motorik
9. Mual dan muntah
10. Kejang
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti
penurunan sensasi, baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh

2.1.3. Klasifikasi
Klasifikasi stroke dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan
gambaran klinik, patologi anatomi, sistem darah dan stadiumnya:
a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke Iskemik
- Transient Ischemic Attack (TIA)
- Trombosis serebri
- Embolia serebri
2. Stroke Hemoragik
- Perdarahan intraserebral
- Perdaragan subarachnoid
b. Berdasarkan Stadium/Pertimbangan Waktu
1. TIA
2. Stroke-in evolution
3. Completed stroke

11
4. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

c. Berdasarkan Sistem Pembuluh Darah


1. Sistem karotis
2. Sistem vertebra-basiler
Stroke memiliki tanda dan klinik yang spesifik, tergantung dengan
daerah otak yang mengalami iskemik atau infark. Walaupun telah terdapat
pengelompokam stroke berdasarkan patologi anatominya, yaitu stroke iskemik
dan stroke hemoragik, namun penegakan klinin stroke (hemoragik maupun
non hemoragik) tidak semata-maa ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis
saja, karena semua gejala pada kedua kelompok stroke ini hampir sama. Untuk
itu diperlukan pemeriksaan penunjang yang lebih komprehensif untuk
menegakkan diagnosis stroke, seperti CT-scan.

2.1.4. Etiologi
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke
hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh
stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga
dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti
mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah
pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang
disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik
(Junaidi,2011).
Faktor risiko stroke menurut Black & Hawks (2014) :
a. Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

12
1) Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus / kencing manis adalah penyakit kronik
dengan konsetrasi gula dalam darah yang tinggi. Seseorang yang
beresiko tinggi terkena penyakit diabetes mellitus adalah :
 Yang mempunyai saudara, orangtua atau kakek nenek dengan
diabetes mellitus
 Mengalami obesitas
 Mempunyai tekanan darah tinggi atau kolestrol tinggi
2) Hipertensi
Seseorang dikatakan hipertensi bila secara konsisten menunjukan
tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih tinggi, dan tekanan diastolik 90
mmHg atau lebih tinggi. Angka tekanan darah orang dewasa
dinyatakan normal adalah <120/80 mmHg.
3) Obesitas
Secara tidak langsung obesitas memicu terjadinya stroke yang
diperantarai oleh sekelompok penyakit yang ditimbulkan akibat
obesitas, selain itu obesitas juga salah satu pemicu utama dalam
peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler (AHA, 2015).
4) Usia
Stroke dapat terjadi pada semua rentang usia namun semakin
bertambahnya usia semakin tinggi pula resiko terkena stroke. Usia
diatas 50 tahun risiko stroke menjadi berlipat ganda pada setiap
pertambahan usia (Riskesdas, 2013).

2.1.5. Patofisiologi
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan
glukosa karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan
glukosa seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh
badan, namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70%glukosa.
Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi
gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral.

13
Area otak disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran
darah ke otak terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak
sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran
darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit. (Tarwoto, 2013) Untuk
mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan dua
mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme autoregulasi.
Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak untuk
pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme
autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri
dalam menjaga keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka
pembuluh darah otak akan mengalami vasodilatasi (Tarwoto, 2013)

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang menurut (Doengoes, 2000 dalam Andra & Yessi,
2013):
a. Pemeriksaan Radiologi Saraf
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan,obstruksi arteri, oklusi atau ruftur.
2) CT-scan
Memperlihatkan adanya eodema, hematoma, iskemia dan adanya
infark.
3) Elektro encepaligraphy
Mengidentifikasikan masalah didasarkan pasa gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
4) Magnetic imaging resnance (MRI)
Menunjukan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada
trombosisi, emboli dan TIA, tekanan meningkat dan cairan
mengandung darah menunjukan hemoragik subarachnoid atau
perdarahan intrakranial.
5) Ultrasonography Doppler

14
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis atau aliran darah/ arterosklerosis).
6) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna
terdapat pada trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding,
aneurisma pada perdarahan subarachnoid. ( Andra & Yessi, ,
2013)

b. Pemeriksaan laboratorium
1) Fungsi lumbal
Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA.
Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukan adanya perdarahan subarachnoid atau
intrakranial. Kadar protein total meningkatkan pada kasus
trombosis sehubungan dengan proses inflamasi.
2) Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali.
3) Pemeriksaan darah rutin
4) Urinalisis

2
2.2 Stroke Haemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria
Artiani, 2009). Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah

15
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah
satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan
otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan

1.
2.
2.1.
2.2.1. Klasifikasi Stroke Hemoragik
Pembagian stroke hemoragik dapat dibedakan berdasarkan penyebab
perdarahannya yaitu:
a. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk
ke dalam jaringan otak (Junaidi, 2011). Penyebab PIS biasanya karena
hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh
darah dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus
lain adalah stress fisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan
oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah bawaan,
kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila
perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011).
b. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang
subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan
sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan
subarachnoid primer) (Junaidi, 2011) Penyebab yang paling sering dari PSA
primer adalah robeknya aneurisma (51-75%) dan sekitar 90% aneurisma
penyebab PSA berupa aneurisma sakuler congenital, angioma (6-20%),
gangguan koagulasi (iatronik/obat anti koagulan), kelainan hematologic

16
(misalnya trombositopenia, leukemia, anemia aplastik), tumor, infeksi (missal
vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC), idiopatik atau
tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi, 2011) Sebagian kasus
PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress
mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban,
menekuk, batuk atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim
(koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011).

2.2.2. Gejala Stroke Hemoragik


Serangan stroke jenis apapun akan menimbulkan defisit neurologi
yang bersifat akut, baik defisit sensorik, maupun motorik, penurunan
kesadaran, gangguan fungsi luhur, maupun gangguan pada batang otak. Gejala
klinis dari stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada usia 50-75 tahun.
Perdarahan intraserebral umumnya akan menunjukkan gejala klinis berupa:
1) Terjadinya pada waktu aktif
2) Nyeri kepala, yang diikuti dengan muntah dan penurunan kesadaran
3) Adanya riwayat hipertensi kronis
4) Nyeri telinga homolaterial, afasia
5) Hemiparese kontralateral
b. Perdarahan subarachnoid
Pada perdarahan subarachonoid akan menimbulkan tanda dan gejala
klinis berupa:
1) Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
2) Hilangnya kesadaran
3) Fotofobia
4) Meningitis
5) Mual dan muntah
6) Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk

17
2.2.3. Prognosis Stroke Hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri
(PIS) adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor
Glasgow Coma Scale (GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS
dan skor GCS dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30
hari dengan sensitivitas sebesar 96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk
biasanya terjadi pada pasien dengan volume perdarahan (>30mL), lokasi
perdarahan di fossa posterior, usia lanjut dan MAP >130 mmHg pada saat
serangan. GCS <4 saat serangan juga bisa memberi prognosis buruk.
Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki tingkat
mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian
19% pada PIS dengan volume <30 mL dan GCS skor ≥ 9. Perluasan PIS ke
intraventrikel meningkatkan mortalitas secara umum menjadi 45% hingga
75%, tanpa memperhatikan lokasi PIS, sebagai bagian dari adanya
hidrosefalus obstruktif akibat gangguan sirkulasi liquor cerebrospinal (LCS).
Pengukuran volume hematom dapat dilakukan secara akurat dengan CT scan.
Secara klinis, edema berperan dalam efek massa dari hematom, meningkatkan
tekanan intrakranial dan pergeseran otak intrakranial. Secara paradoks,
volume relatif edema yang tinggi berhubungan dengan outcome fungsional
yang lebih baik, yang menimbulkan suatu kerancuan apakah edema harus
dijadikan target terapi atau hanya merupakan variabel prognostik.
b. Perdarahan Subarachnoid
Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan stroke hemoragik
perdarahan subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar 10% penderita
perdarahan subarachnoid meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal
tanpa sempat membaik sejak awitan. Perdarahan ulang juga sangat mungkin
terjadi. Rata-rata waktu antara perdarahan pertama dan perdarahan ulang
adalah sekitar 5 tahun.

18
2.3. Craniotomy
2.3.1. Definisi Craniotomy
Craniotomy berasal dari kata cranium yang artinya tulang kepala /
tengkorak, dan -tomia yang artinya memotong. Kraniotomi adalah suatu
prosedur pembedahan yang dilakukan dengan membuka sebagian tulang
kepala, untuk mendapatkan akses ke rongga kepala. Kraniotomi dilakukan
oleh seorang dokter spesialis bedah saraf, sebagai prosedur penanganan
penyakit atau gangguan yang berada di dalam kepala / otak, misalnya untuk
mengangkat gumpalan darah di otak (akibat cedera kepala maupun stroke),
memperbaiki tulang kepala yang patah, mengangkat tumor otak, nanah, dan
penyakit-penyakit lain yang berada di rongga kepala.
Kraniotomi merupakan pembedahan dengan pembuatan lubang di cranium
untuk meningkatkan akses danstruktur intracranial (ZulfatulM. dkk,2019).
Craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak atau tempurung
kepala dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak
(AstatiY. 2015).

1.
2.
2.1.
2.2.
2.3.
2.3.2. Tujuan operasi craniotomy
Menurut ZulfatulM,dkk,(2019). Tujuan dilakukannya tindakan
operasi craniotomy yaitu:
1. Untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma)
2. Untuk mengendalikan perdarahan dari pembuluh darah lemah bocor
(aneurisma serebral)
3. Untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari
pembuluh darah
4. Untuk menguras abses otak
5. Untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak

19
6. Untuk melakukan biopsi
7. Untuk memeriksa otak.

2.3.3. Indikasi operasi craniotomy


Menurut Ikramullah, (2017). Secara umum indikasi operasi pada
hematoma intracranial :
1. Adanya tanda herniasi/lateralisasi
2. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
3. Mengurangi tekanan intracranial, mengevakuasi bekuan darah, mengontrol
bekuan darah,tumor otak,perdarahan (hemorrage),peradangan dalam otak,
trauma pada tengkorak.

2.3.4. Jenis- jenis pendarahan dilakukan craniotomy


Jenis perdarahan menurut Ikramullah, (2017) yaitu:
1. Epidural HematomaTerdapat pengumpalan darah diantara tulang
tengkorak dan durameter akibat pecahnya pembuluh darah / cabang-
cabang arteri meningeal media yang terdapat diantara durameter,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena sangat berbahaya.
Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejalanya antara lain:
a. Penurunan tingkat kesadaran
b. Nyeri kepala
c. Muntah
d. Hemiparesee
e. Dilatasi pupil ipsilateralf
f. Pernapasan cepat dalam kemudian dangkal (regular)
g. Penurunan nadih
h. Peningkatan suhu
2. Subdural Hematoma

20
Terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut
dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluih darah vena/ jembatan vena
yang biasanya terdapat diantara durameter, perdarahan lambat dan sedikit.
Priode akut dapat terjadi dalam 48 jam -2 hari, 2 minggu atau beberapa
bulan.
Gejala-gejalanya yaitu:
a. Nyeri kepala
b. Bingung
c. Mengantuk
d. Menarik diri
e. Berfikir lambat
f. Kejang
g. Udema pupil
3. Perdarahan intracerebral
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena
pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler dan vena.
Gejala-gejalanya yaitu :
a. Nyeri kepala
b. Penurunan kesadaran
c. Komplikasi pernapasan
d. Hemiplegi kontra lateral
4. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah
dan permukaan otak, hamper selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Gejala-gejalanya yaitu :
a. Nyeri kepala
b. Penurunan kesadaran
c. Hemiparese
d. Dilatasi pupil ipsilateral
e. Kaku kuduk

21
1.
2.
2.1
2.2
2.3
2.3.5 Teknik operasi
Menurut Ikramullah, (2017) tentang teknik operasi yaitu:
1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up
kurang lebih 15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala
miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada
sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri
dan sebaliknya.
2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka,
penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek
steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah
benar dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut–
untuk kosmetik, sinus–untuk menghindari perdarahan, sutura–untuk
mengetahui lokasi, zygoma–sebagai batas basis cranii, jalannya N VII
(kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis
orbita).
4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasidengan betadine. Suntikkan Adrenalin
1:200.000 yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi
dengan doek steril.5)Drapping (penutupan area luka)
5. Drapping

22
Merupakan prosedur menutup pasien yang sudah berada diatas meja
operasi dengan menggunakan alat tenun steril, dengan tujuan memberi
batas yang tegas pada daerah steril pembedahan.
Penutupan area operasi menggunakan 2 duk besar, 4 duk kecil, dan 1 duk
lubang. Dimana duk besar dipasang memanjang di bawah pasien dan satu
lagi dipasang melebar di bawah kaki pasien menggantung turun kebawah.
Duk kecil digunakan untuk menutup keempat sisi luka yang akan di
operasi kemudian dijepit menggunakan duk klem dan terakhir duk lubang
dipasang tepat di atas daerah yang akan di operasi.
6. Prosedur pembedahan
a. Pasien berbaring terlentang dengan posisi supine dibawah pengaruh
general anastesi
b. Melakukan time out
c. Membersihkan dan drapping prosedur Mengidentifikasi lapangan
operasi
d. Dilakukan insisi question mark perdalam hingga pericranium
e. Dilakukan bor, dilanjutkan dengan craniectomi dengan menggunakan
craniatomg
f. Evakuasi hematomh
g. Melakukan sign outi
h. Menjahit luka operasi lapis demi lapis
i. Membersihkan luka operasi dengan NaCl 0.9% keringkan dengan kasa
di tutup dengan supratur dan kasa kering
j. Operasi selesai, membersihkan pasien dan peralatan
k. Pasien dirapikan dan dipindahkan ke ruang pemulihan.

23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN TN. H DENGAN CRANIOTOMY


INDIKASI GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN STROKE PIS
( PEMBEDAHAN INTRA SEREBRAL )

A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
a. Biodata
1) Identitas pasien
Nama : Tn. H
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/bangsa : Sunda
Tanggal masuk rumah sakit : 29 Maret 2021
Tanggal Pengkajian : 31 Maret 2021
No. Medrek : 00.258.338
Ruangan : IBS (Instalansi Bedah Sentral)
Diagnosa Medik : Stroke PIS
Spontaneus ICH at Right Basal
Ganglia e.c HT/Hypohalemia
Alamat : Asrama POLRI No. 10
2) Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny. T
Usia : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

24
Hubungan dengan pasien : Istri
Alamat : Asrama POLRI No. 10
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
P : Pasien memiliki riwayat hipertensi namun tidak rutin minum obat
Q : Tidak terdeteksi kerena pasien penurunan kesadaran
R : merasa pusing dan anggota gerak kiri lemah
S : GCS : 9 E 2, M 5 V 2
T:-
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Penyebab terjadinya Hemoragik Stroke biasa terjadi karena adanya
Intracerebral Hematom.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga pasien mengatakan pernah memiliki hipertiroid pada tahun
2002 dan mempunyai riwayat Hipertensi.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya mempunyai penyakit yang
sama dengan pasien yaitu hipertensi dari ibu pasien.

Genogram

X x X x

25
Keterangan :

: Pasien

: Laki- Laki

: Perempuan

x : Mempunyai riwayat stroke dan meninggal

X : Meninggal

x : Meninggal

c. Fase Pre operatif


Fase pre operatif pasien diantarkan dari ruang persiapan sampai
dipindahkan ke meja operasi.
d. Fase Intra Operatif
1. Persiapan Pasien
 Perawat kamar bedah serah terima dengan perawat ruangan
 Periksa perlengkapan administrasi (seperti : hasil lab dan
hasil CT Scan)
 Ganti baju pasien dengan baju Operasi
 Beri kesempatan pasien berdoa bersama keluarganya, bila hal
itu belum dilakukan di ruangan.
 Memindahkan pasien dari tempat tidur ruangan ke brankar
kamar bedah bersama perawat ruangan.

26
 Pasien didorong ke ruang operasi .
 Memindahkan pasien dari brankar ke meja operasi.
2. Prosedur persiapan alat
 Sipakan set craniotomy dimeja instrumen besar, linen di meja
linen, meja mayo steril.
 Buka sarung tangan steril letakkan diatas meja mayo steril.
 Cuci tangan sesuai dengaan prosedur.
 Pakai jas dan sarung tangan steril.
 Susun semua alat yang diperluhkan diatas meja mayo sesuai
dengan urutan pemakaian.
 Pasangkan elektrik bor setnya masing-masing mulai dari
perforator, bone cutter, dan pembolong untuk viksasi tulang.
 Desinfektan dengan betadine solution
 Pasang doek sedang sebelah kiri kanan atas setiap sudut
dijepit dengan doek klem.
 Pasang doek besar atas mengelilingi daerah kepala dan
menutupi doek sedang dengan kedua ujung diletakkan kearah
badan pasien
 Pasang doek besar bagian bawah menutupi semua ujung
doek dan badan pasien
 Dekatkan meja mayo didekat pasien
 Sambungkan kabel diatermi bipolar dan monopolar dan
selang suction ke mesin dengan dibantu sirkuler
 Kabel bipolar monopolar dan selang suction ikat dengan kasa
steril kemudian jepit pakai klem ke doek steril penutup
daerah operasi supaya tidak jatuh.
 Sambungkan kabel elektrik boor ke mesin
 Pasien siap untuk dilakukan tindakan operasi craniotomi
3. Prosedur pelaksanaan
 Melakukan pembiusan oleh perawat anastesi

27
 Setelah di bius , pasang folley kateter jika belum terpasang
diruangan
 Pasang pasien plate sambungkan kabel ke mesin diathermi
 Pasang sabuk pengaman untuk menghindarkan pasien jatuh
dari meja operasi
 Posisikan pasien dengan lokasi operasi, pasang donat agar
posisi kepala stabil
 Nyalakan lampu operasi sesuai prosedur
 Bersihkan kepala dan kemudian semprot dengan alcohol
70%
 Pasang jas dan sarung tangan steril
 Siap untuk dilakukan tindakan operasi Craniotomi.
 Setelah operasi selasai luka ditutup dengan surfratulle dan
kasa kemudiann diplester dengan topic hypavix dan posisi
pasien kemblikan ke posisi normal
 Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
 Semua instrumen didorong ke CSSD untuk dicuci dan
disterilkan.

Asuhan Keperawatan pada saat Intra Operatif


1. Breating : Jalan napas pasien normal, menggunakan otot bantu
pernafasan, irama tidak teratur, terpasang ETT No 7,5 ,
menggunakan oksigen tambahan selama operasi dengan sevo vial,
pernapasan 20 x/menit.
2. Brain : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan
GCS (Glasgow Coma Scale) E : 2 M : 5 V : 2 : 9 . Tidak ada gejala
kenaikan Tekanan Intrakranial (TIK).
3. Blood : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan darah 116/70
mmHg, nadi 83 x/menit, Respirasi 20 x/Menit Suhu 36˚c.

28
4. Bowel : Pada sistem gastrointestinal diperiksa: tidak ada dilatasi
lambung, tetapi pasien terpasang NGT, mukosa bibir kering, pasien
/tidak mengalami muntah selama operasi berlangsung.
5. Bladder :urin warna kuning , tidak ada kepekatan, untuk menilai
intak : Nacl 12 labu dan output urine 100 cc, pendarahan 1500cc.
6. Bone : Pada sistem musculoskeletal dinilai adanya tidak tanda-tanda
sianosis, warna kuku normal , perdarahan 1500 cc.
e. Fase Post Operatif
Pasien segera dipindahkan ke ruang ICU dikerenakan pasien tidak
memungkinkan untuk dilakukan perawatan di ruang pemulihan.
Pemeriksaan Fisik :
Tidak dilakukan kerena pasien langsung ditransfer ke ruang ICU .

f. Data Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 2 % 1-5
Batang 1 % 1-2
29-03-2021
Segmen 86 % 50-70
Netrofil 8 % 20-40
Limfosit 3 % 3-6
Monosit 15,3 g/dl 12-18
Hemoglobin 19.400 /mm3 4000-10.000
Lekosit 43 % 37-48
Hematokrit 341.000 /mm3 150.000-
Trombosit 400.000
Kimia
Kreatinin 0.9 Mg/dl 0.3-1.5
SGPT 45 U/L <32
Gula darah 137 Mg/dl <150
sewaktu Negatif
Swab Rapid
Antigen

29
2) Pemeriksaan Radiologi

CT-Scan
Kesan : Intracerebral hemorrhage pada daerah putamen, capsula
externa sampai corona radiate kanan. Tak tampak peninggian
tekanan intracranial.
3) Therapy obat-obatan anastesi
a. Infus
- Manitol 4x200 cc
b. Intra Vena
- Ondansetron 2 mg 2 amp
- Fentanyl 2 mg 4 amp
- Noveron 3 vial
- Profopol 10mg/ml 1 amp
- Tramadol 100 mg 5 amp
- Norepinephrin 2 amp
- Furosemide
c. Untuk membersihkan luka
- Gentamycin 11 amp
- Nacl 12 plabot

2. Analisa Data

N Data Kemungkinan Masalah


o penyebab/dampa
k
1 Pre Op Terjadi iskemik Ketidakefektifan

30
DS : dari infark pada perfusi jaringan
DO jaringan cerebral b.d
- TTV : penurunan aliran
Nadi 84 x/menit, darah ke otak
irama teratur, denyut Proses
nadi kuat tekanan metabolisme di
darah 160/79 mmHg, otak terganggu
pernapasan 24x/menit
- Ekstremitas bawah
dan atas kiri
mengalami Penurunan suplai
kelumpuhan darah dan O2 ke
otak

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
cerebral

2 Pre Op Terjadi iskemik Hambatan


DS : - dari infark pada mobilitas fisik b.d
DO : jaringan kelemahan
- Ekstremitas bawah otot/hemiparesis
dan atas kiri
mengalami
kelumpuhan Stroke
- Kesulitan membolak haemoragik
balik posisi
- Pasien
ketergantungan total Penurunan
dalam melakukan kekuatan otot
kegiatan sehari-hari.
- Kekuatan otot :
Kelemahan fisik

Hambatan
mobilitas fisik
3 Pre Op Terjadi iskemik Hambatan
DS :- dari infark pada komunikasi verbal
DO : jaringan b.d
- Bicara pelo ketidakcukupan
- Terdapat kesulitan stimuli
menelan, klien tidak
bisa menggerakan Stroke
lidah dari sisi yang haemoragik

31
satu ke sisi yang lain.
- Terdapat gangguan
pada saat bicara Adanya lesi
serebral

Terjadinya afasia

Hambatan
komunikasi verbal

4 Pre Op Stroke Bersihan jalan


DS : - napas tidak efektif
DO : b.d akumulasi
- Jalan napas pasien Sumbatan aliran sekret
ada sumbatan sekret, darah dan O2
terpasang ETT serebral
- Pernapasan
28x/menit.
- Terdapat kesulitan Infark jaringan
menelan serebral

Nervus 12

Refleks
mengunyah
menurun

Obstruksi jalan
napas

Bersihan jalan
napas tidak efektif

32
5 Intra OP Tindakan - Resiko infeksi
DS: - Craniotomy b.d
DO: terputusnya
- Klien dilakukan kontinuitas
tindakan pembedahan Luka Insisi jaringan
craniotomy pada - Resiko
kepala bagian kanan gangguan
dengan sayatan Terjadinya integritas kulit
melingkar kontinuitas b.d adanya
jaringan penekanan
bagian
tubuh/luka
Resiko infeksi insisi

Resiko gangguan
integritas kulit

6 Intra OP tindakan Resiko gangguan


DS: craniotomy
keseimbangan
DO:
- Klien dilakukan cairan b.d prosedur
tindakan pembedahan
pembedahan;
craniotomy dan
terjadinya perdarahan perdarahan
±1500 cc resiko perdarahan

resiko gangguan

keseimbangan
cairan

33
7 Intra OP Tindakan Resiko gangguan
DS: craniotomy
hypothermi b.d
DO:
- Klien dilakukan penggunaan AC;
tindakan pembedahan lamanya operasi
operasi lama
craniotomy dengan
lama operasi ± 7 jam
di ruang AC

hipotermi

8 Post OP Tindakan Resiko tinggi


Ds : pasien operasi 7 jam Craniotomy
infeksi b.d adanya
Do : pasien miring kanan
miring kiri 3-4 jam luka post op
Luka Insisi

Terjadinya
kontinuitas
jaringan

Resiko infeksi

34
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre OP
- Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d penurunan aliran darah ke
otak
- Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan otot/hemiparesis
- Hambatan komunikasi verbal b.d ketidakcukupan stimuli
- Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi sekret
Intra OP
- Resiko infeksi b.d terputusnya kontinuitas jaringan
- Resiko gangguan integritas kulit b.d adanya penekanan bagian tubuh/luka
insisi
- Resiko gangguan keseimbangan cairan b.d prosedur pembedahan;
perdarahan
- Resiko ketinggalan benda asing
- Resiko gangguan hypothermi b.d penggunaan AC; operasi lama

35
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tanggal Diagnosa NOC NIC Rasional


31-03-2021 Ketidak efektifan Setelah dilakukan tindakan - Monitor TTV - Untuk mengetahui
perfusi jaringan keperawatan selama 7 jam pasien perkembangan pasien
cerebral b.d diharapkan keefektifan perfusi - Monitor tingkat - Untuk mengetahui kesadaran
penurunan aliran jaringan cerebral dengan kriteria hasil kesadaran pasien pasien
darah ke otak : - Observasi kulit
1. Mendemontrasikan status jika ada lesi
sirkulasi yang di tandai dengan :
- Tekanan systole dan diastole
dalam rentang yang di
harapkan
- Tidak ada ortostatik hipertensi
- Tidak ada tanda tanda
peningkatan intrakanial
2. Mendemontrasikan kemampuan
kognitif yang di tandai dengan :
- Berkomunikasi dengan jelas
dan sesuai dengan
kemampuan
- Menunjukan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
31-03-2021 Hambatan Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy : Exercise therapy : ambulation
mobilitas fisik b.d keperawatan selama 7 jam ambulation
penurunan diharapkan pasien mampu - Ubah posisi - Menurunnya risiko terjadinya
kekuatan otot meningkatkan kemampuan mobilitas minimal 2 jam iskemia jaringan akibat
fisik dengan kriteria hasil : (terlentang, sirkulasi darah yang jelek

36
1) Klien menunjukkan tindakan miring) pada daerah yang tertekan
untuk meningkatkan mobilitas - Lakukan latihan - Memperbaiki fungsi jantung
2) Betambahnya kekuatan otot rentang gerak dan pernapasan
3) Mempertahankan integritas kulit (ROM) pasif - Untuk mengetahui kekuatan
pada semua otot pasien
ekstremitas
- Pantau kekuatan
otot
31-03-2021 Hambatan Setelah dilakukan tindakan - Lakukan - Mencek komunikasi klien
komunikasi keperawatan selama 7 jam komunikasi apakah benar-benar tidak
verbal b.d diharapkan pasien dapat dengan bahasa bisa melakukan komunikasi
ketidakcukupan berkomunikasi dengan baik dengan jelas, sederhana - Mengetahui bagaimana
stimuli kriteria hasil : dan bila perlu kemampuan komunikasi
1) Klien dapat mengekspresikan diulang klien
perasaan - Dengarkan - Mengetahui perkembangan
2) Memahami maksud dan dengan tekun komunikasi verbal klien
pembicaraan orang lain jika pasien mulai - Keluarga mengetahui &
3) Pembicaraan pasien dapat berbicara mampu mendemonstrasikan
dipahami - Beri satu kalimat cara melatih komunikasi
4) Komunikasi penerimaan simple setiap
interpretasi meningkat bertemu
- Libatkan
keluarga dalam
melatih
komunikasi
verbal pada
pasien

37
31-03-2021 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Airway suction Airway suction
napas tidak keperawatan selama 7 jam - Auskultasi suara - Mengetahui suara napas
efektif b.d diharapkan bersihan jalan napas napas - Mengetahui status O2 pasien
akumulasi sekret efektif dengan kriteria hasil : - Monitor status - Mengeluarkan dahak pada
1) TTV dalam batas normal O2 pasien pasien
2) Pasien bebas dari gejala - Lakukan suction Airway manajemen
gangguan pernapasan Airway manajemen - Mengurangi konsumsi dan
3) Pasien tidak batuk - Posisikan pasien kebutuhan O2
4) Suara napas vesikuler semi fowler
31-03-2021 - Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi - Mencegah terjadinya resiko
b.d keperawatan selama 7 diharapkan - Persiapan alat masuknya pathogen ke area
terputusnya kemerahan dan tingkat infeksi steril (craniotomy pembedahan yang dapat
kontinuitas menurun set, kom steril, mengakibatkan infeksi
jaringan Kriteria Hasil: suction steril, baju - Mempertahankan
- Resiko Kesterilan terjaga selama proses steril, benang semaksimal mungkin
gangguan tindakan pembedahan craniotomy steril dan ruangan tindakan operasi
integritas kulit handscoon steril) agar tetap steril
b.d adanya - Gunakan masker,
penekanan lakukan cuci
bagian tangan sebelum
tubuh/luka dan sesudah
insisi tindakan.
Lakukan seluruh
tindakan selama
operasi dengan
menjaga
kesterilan.
31-03-2021 Resiko gangguan Setelah dilakukan tindakan - Monitor TTV - Mencegah terjadinya

38
keseimbangan keperawatan selama 7 jam klien perdarahan berlebih
cairan b.d diharapkan masalah resiko injury - Monitor tingkat
prosedur (perdarahan) pada klien dapat teratasi kesadaran klien
pembedahan;perd - Kolaborasi
arahan pemberian cairan
intravena
31-03-2021 Resiko gangguan Setelah dilakukan tindakan - monitor suhu - untuk mencegah tidak
hypotermia b.d keperawatan selama 7 jam badan terjadinya hipotermi.
penggunaan diharapkan pasien tidak mengalami
AC;operasi lama hipotermi
Kriteria hasil :
- suhu badan tetap normal

31-03-2021 Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi - Menjelaskan tanda dan
infeksi b.d adanya keperawatan selama 7 diharapkan Observasi: gejala infeksi
luka post op kemerahan dan tingkat infeksi - Perhatikan tanda - Mengajarkan cara perawatan
menurun dan gejala luka di rumah
Kriteria Hasil: infeksi lokal - Menganjurkan
- Tingkat infeksi menurun sistemik meningkatkan asupan nutrisi
- Intergritas kulit dan jaringan - Cuci tangan
membaik sebelum dan
- Kontrol resiko meningkat sesudah kontak
dengan klien
dan lingkungan
klien

39
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tanggal/Waktu Implementasi Respon Klien TTD

31-03-2021 1. Mempersiapkan alat-alat steril Op craniotomy Intra Op


terdiri dari dari 2 kom besar, selang suction, 1. Kesadaran menurun efek anastesi
menuangkan aquadest pada 1 kom besar, Post Op
menyiapkan set craniotomy, menuangkan betadin 2. TD 120/80 mmHg, nadi 93
dan Nacl pada kom kecil dan menyiapakan pakaian kali/menit, respirasi 27x/menit,
steril, kemudian menyiapkan kassa steril, benang suhu 36oC
steril dan menyiapkan handscoon steril
2. Membuka jalan napas dengan teknik chin lift dan
jawa thrust, untuk membuka jalan napas klien dan
klien dipasangi ETT
3. Mengatur posisi supine dengan kepala miring ke
kiri
4. Membantu dr dan perawat menggunakan baju
steril, handscoon steril, menyusun peralatan
craniotomy set. Membersihkan luka Op dengan
betadine dan Nacl
5. Memonitor dan jaga suhu ruangan antara 20 oC -24
o
C
6. Post op memindahkan klien ke recovery room
7. Memposisikan klien dengan posisi nyaman dan

40
aman, penahan terfiksasi dengan benar
8. Kolaborasi pemberian obat analgetik dan
antiemetik ondansetron 2 mg/1 ampul
9. Menjelaskan cara dan rute penggunaan obat dan
perawatan luka dirumah

E. EVALUASI

Tanggal/Waktu No Evaluasi Keperawatan TTD

31-03-2021 1 S:
17.30 O:
- TD 120/80 mmHg, nadi 93 kali/menit, respirasi 27x/menit, suhu
36 oC
- Kesadaran somnolen GCS 9: Eye (2), V (5), M (2)
- Terdapat luka operasi pada bagian kepala sebelah kanan
- Terpasang drain
- Infus RL
A: Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

41
F. DOKUMENTASI

42
43
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pre operatif
Terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus manajemen asuhan
keperawatan kegawatdaruratan pada Tn. H dengan tindakan Craniotomy
meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
2. Intra operatif
Terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus manajemen asuhan
keperawatan kegawatdaruratan pada Tn. H dengan tindakan Craniotomy
meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
3. Post operatif
Terdapat kesamaan antara teori dengan kasus manajemen asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada Tn. H dengan tindakan Craniotomy meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang mungkin dapat bermanfaat
untuk penaganan khususnya terhadap klien hemoragik stroke antara lain :
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan berperan serta dalam peningkatan kualitas perawatan dengan cara
menyediakan akses yang mudah bagi perawat untuk memperoleh ilmu
pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan untuk mengatasi masalah.
2. Bagi Perawat
Diharapkan kepada perawat agar lebih meningkatkan ilmu pengetahuan dan
meningkatkan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan
khusunya dengan kasus Craniotomy dan menjadikan karya ilmiah ini sebagai

44
bahan evaluasi untuk lebih meningkatkan potensi diri sehingga tercapai
pelayanan optimal kepada pasien.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan kepada institusi pendidikan agar lebih meningkatkan ilmu
pengetahuan yang bersumber pada textbook,penelitian-penelitian terbaru
(jurnal) mengenai asuhan keperawatan dengan diagnosa Craniotomy dengan
harapan dapat memberikan asuhan keperawatan secara tepat yang sesuai
kebutuhan dan karakteristik pasien, agar lebih mudah menganalisa kasus.
4. Bagi pasien
Diharapkan tetap memperhatikan pengobatan yang dijalaninya agar tidak
mengalami hal yang tidak diinginkan.Dan tetap mencari informasi yang
mendukung kesembuhannya.
5. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat memperluas ilmu dan pengetahuannya tentang asuhan
keperawaratan, belajar lebih giat lagi khususnya dalam pembuatan asuhan
keperawatan, karena hal tersebut tidak akan lepas dari dunia keperawatan.

45
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke.
Edisi ke-2.Yogyakarta : Dianloka Printika; 2009.

Andra, S. W., & Yessie, M. P. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah. Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.

Artini, Ria. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persyarafan,
Jakarta: EGC; 2009.

Astati, Y. Manajemen Pelayanan Dan Resume Keperawatan Pada Tn. H Dengan


Diagnosa Medis Epidural Hematoma Dengan Tindakan Kraniotomi Diruang
Kamar Operasi IGD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Makassar:
Stikes Panakkukang. 2014.
Brunner dan Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Sudarth.Vol 2. Edisi 8.Editor ;Smeltzer SC, Bare BG. Jakarta: EGC; 2013.
Ikraramullah. KIA. Manajemen pelayanan dan asuhan keperawatan kritis Tn. AI
dengan post craniotomy Et causa trauma brain injuri+kesadaran menurun
GCS 5X + ICH Frontotemporal Diruang intensive care unit RSUP Dr
Wahidin sudirohusodo makassar. Makassar: stikes panakkukang. 2017.
Junaidi, Iskandar. Stroke waspadai ancamannya, Yogyakarta : ANDI. Yogyakarta;
2011.
Muttaqin, Arif. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika; 2008.

Nanda, Nic-Noc. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis, Edisi Revisi


Jilid 2. Yogyakarta; 2013.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN


BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC, jilid 3.
Jojakarta:MediAction; 2015.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC; 2013.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klnis proses-proses penyakit, edisi 6
vol 2. Jakarta: EGC; 2014.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo, dkk.
EGC: Jakarta; 2002.
Tarwoto.Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
CV.Sagung Seto; 2013

46
47

Anda mungkin juga menyukai