Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN ASKEP PERIOPERATIF

SECTIO SESAREA DENGAN PEB

Kelompok 3

Acep Ilham Maulana


Karma Wijaya
Yoga Andogara
Yulia Wira Lestari

PELATIHAN KAMAR BEDAH ANGKATAN 17


TAHUN 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3
C. Tujuan....................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................................4
A. Pre Eklamsia..........................................................................................................................4
1. Definisi...............................................................................................................................4
2. Etiologi...............................................................................................................................4
3. Jenis-jenis Pre-eklamsi.......................................................................................................5
4. Protap Penanganan Preeklamsi dan Eklamsi...................................................................12
B. Sectio caesarea....................................................................................................................13
1. Definisi.............................................................................................................................13
2. Indikasi............................................................................................................................13
3. Komplikasi.......................................................................................................................14
4. faktor resiko....................................................................................................................14
5. Penatalaksanaan..............................................................................................................14
C. Asuhan Keperawatan Perioperatif.......................................................................................15
BAB III TINJAUAN KASUS.................................................................................................................25
A. Pengkajian...........................................................................................................................25
B. Asuhan Keperawatan Perioperatif.......................................................................................35
C. Diagnosa..............................................................................................................................37
D. Intervensi.............................................................................................................................37
E. Implementasi dan Evaluasi......................................................................................................38
BAB IV
A. Pengkajian...........................................................................................................................40
B. Diagnosa Keperawatan........................................................................................................40
C. Intervensi Keperawatan......................................................................................................40
D. Implementasi.......................................................................................................................40
E. Evaluasi................................................................................................................................41
BAB V PENUTUP..............................................................................................................................42
A. KESIMPULAN.......................................................................................................................42
B. SARAN.................................................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................43
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. AKI merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millennium yaitu tujuan ke 5,meningkatkan
kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah
mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Terdapat dua kategori kematian
ibu yaitu disebabkan oleh penyebab langsung obstetri yaitu kematian yang
diakibatkan langsung oleh kehamilan dan persalinannya, dan kematian yang
disebabkan oleh penyebab tidak langsung yaitu kematian yang terjadi pada ibu
hamil yang disebabkan oleh penyakit dan bukan oleh kehamilan atau persalinannya.
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka
kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sekitar
359/100.000 kelahiran hidup angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2007
yaitu sekitar 228/100.000 kelahiran hidup. Trias utama kematian ibu adalah
perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan infeksi. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2014, hampir 30% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010
disebabkan oleh HDK. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan
vaskular yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada
masa nifas.
Data Laporan Kematian Ibu di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat kasus
kematian ibu di Sumatera Barat pada tahun 2012 adalah 99 kasus, tahun 2013
adalah 90 kasus, sedangkan pada tahun 2014 adalah 116 kasus. Meningkat dari
tahun sebelumnya. Kota Padang merupakan daerah yang memiliki kematian ibu
tertinggi yaitu 16 kasus pada tahun 2013 dan 2014. Laporan Tahunan Dinas
Kesehatan Kota Padang penyebab kematian maternal pada tahun 2012 dan 2013
adalah preeklampsia-eklampsia, perdarahan, infeksi. Pada tahun 2014 penyebab
kematian ibu adalah preeklamsia-eklampsia 31,25%, perdarahan 18,75%, dan
infeksi 12,5% dapat diketahui bahwa setiap tahunnya penyebab utama kematian ibu
secara langsung di kota Padang masih sama. Preeklampsia merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.

1
Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan
proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah
minggu ke-20 usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika
timbul pada multigravida biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda,
diabetes mellitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya.
Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan
berhubungan secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif  pada
sirkulasi uteroplasental, juga karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-
kasus berat. Kematian janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder
terhadap solusio plasenta atau vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan janin
terhambat (IUGR). Di negara berkembang, sekitar 25% mortalitas perinatal
diakibatkan kelainan hipertensi dalam kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan
adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan kerusakan end organ lainnya.

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka


dinding perut dan dinding rahim. Ada tiga teknik section caesarea, yaitu
transperitonealis, corporal (klasik), dan ekstraperitoneal. Section caesarea adalah
lahirnya janin, plasenta, dan selaput ketuban melalui irisan yang dibuat pada
dinding perut dan rahim.
Beberapa kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah Caesar, yaitu
adanya komplikasi lain yang dapat terjadi saat tindakan bedah Caesar dengan
frekuensi diatas 11 %, antara lain cidera kandung kemih, cidera rahim, cidera pada
pembuluh darah, cidera pada usus dan infeksi yaitu infeksi pada
rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus serta infeksi akibat luka operasi. Pada
operasi Caesar yang direncanakan angka komplikasi nya kurang lebih 4,2 %
sedangkan untuk operasi Caesar darurat (septio Caesar emergency) berangka
kurang lebih 19 %. Setiap tindakan opersi Caesar memiliki tingkat kesulitan
berbeda-beda. Pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala janin
pada akhir jalan lahir misalnya,sering terjadi cidera pada rahim bagian bawah atau
cidera pada kandung kemih (robek). Sedangkan pada kasus bekas operasi
sebelumnya dimana dapat ditemukan perlekatan organ dalam panggul sering
menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera pada
kandung kemih dan usus

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan preeklamsi?
2. Apa penyebab terjadinya preeklamsi pada ibu hamil?
3. Apa saja jenis-jenis preeklamsi?
4. Apa yang dimaksud dengan sectio caesarea?
5. Bagaimana penatalaksanaan sectio caesarea?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari preeklamsi
2. Untuk mengetahui dan memahami penyebab terjadinya preeklamsi pada ibu
hamil
3. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis preeklamsi
4. Untuk mengetahui dan memahami sectio caesarea
5. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan sectio caesarea

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pre Eklamsia
1. Definisi
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bias menjadi
penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan,
dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi.Pre-eklampsia dalam
kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah
kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bias
lebih awal terjadi.
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan
edema yang ditimbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola
hidatidosa (prawirohardjo, 2005).
Preeklamsi adalah kumpulan gejala yang timbulpada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria dan edema
yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (muchtar,
1998)
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-
eklampsia ringan, preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi
(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi
berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang
dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.

2. Etiologi
Penyebab preeklamsi saat ini belum dapat diketahui secara pasti, walaupun
penelitian dilakukan terhadap penyakit ini sedemikian maju. Semuanya baru
didasarkan pada teori yang dihubung-hubungkan dengan kejadian. Itulah
sebabnya preklamsi disebut juga “disease of theory”, gangguan kesehatan yang
diasumsikan pada teori. Adapun teori tersebut antara lain :
a. Peran prostasiklin dan tromboksan

4
Pada preeklamsi dan eklamsi didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan prostasiklin yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi pengumpalan dan fibionalisis, yang kemudian akan diganti
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga
terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
(TXA2) dan serotinin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
b. Peran faktor imunologis
Preeklamsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukkan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM
(1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada
penderita preeklamsi ; beberapa wanita dengan preeklamsi mempunyai
komplek imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi
sistem komplemen pada preeklamsi diikuti proteiuri.
c. Faktor genetik
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
preeklamsi antara lain :
a) Preeklamsi hanya terjadi pada manusia
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi preeklamsi pada anak-
anak dari ibu yang menderita preeklamsi
c) Kecendrungan meningkatnya frekuensi preeklamsi pada anak dan cucu ibu
hamil dengan riwayat preeklamsi dan bukan pada ipar mereka
d) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron Sistem (RAAS)
Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor – faktor tersebut
antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim. Faktor
resiko terjadinya preeklamsi, preeklamsi umumnya terjadi pada kehamilan
yang pertama kali, kehamilan di usia remaja, dan kehamilan pada wanita diatas
40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah: riwayat tekanan darah tinggi yang
kronis sebelum kehamilan, riwayat mengelami preeklampsia sebelumnya,
riwayat preeklampsi pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan,
mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal
lupus atau rematoid arthritis.

5
3. Jenis-jenis Pre-eklamsi
1) Preeklamsi ringan
Preeklamsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan.
Penyebab preeklamsi ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini
dianggap sebagai “maladaptation sundrome” akibat vasospasme general
segala akibat.Gejala klinis preeklamsi ringan meliputi :
a. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg
atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu
atau lebih dari sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastole 90
mmHg sampai kurang 110 mmHg
b. Proteinuri: secara kuantitatif lebih dari 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau
secara kualitatif positi 2 (+2)
c. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
Penangan preeklamsi ringan dapat dilakukan dua cara, tergantung gejala yang
timbul, yakni :
a. Penatalaksaan rawat jalan pasien preeklamsi ringan, dengan cara :
1) Ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring tidur/miring)
2) Diet: cukup protein, rendah lemak, rendah karbohidrat, dan rendah
garam
3) Pemberian sedative ringan
4) Kunjungan ulang setiap 1 minggu
5) Pemeriksaan laboratorium (Hb, Hemotokrit, trombosit, urine
lengkap,asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal)
b. Penatalaksaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan
kriteria
1) Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya
perbaikan dari gejala-gejala preeklamsi
2) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih perminggu selama 2 kali
berturut-turut (2 minggu)
3) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsi berat
Perawatan obstetri pasien preeklamsi ringan :
a. Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
Bila desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinan

6
ditunggu sampai aterm. Namun bila desakan darah turun tetapi belum
mencapai normotensif selama perawatan maka kehamilannya dapat
diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih
b. Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih)
Perslaian ditunnggu smapai terjadinya onset persaliana atau di
pertimbangkan untuk melakukan persalianan pada taksiran tanggal
persalinan
c. Cara persalinan
Persalian dapat dilakukan secara spontan bila memperpendek kala II
2) Preeklamsi berat
Preeklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih desertai proteinuria dan/atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.Gejala dan tanda preeklamsi
berat:
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg, tekanan darah diastolik > 110
mmHg
b. Peningkatan kadar enzim hati atau/dan ikterus
c. Trombosit <
d. Oliguria < 400 ml/24 jam
e. Proteinuria > 3 gr/liter
f. Nyeri episgastrium
g. Skotoma dan gangguan visus lainnya atau nyeri frontal yang berat
h. Perdarahan retina
i. Odem pulmonum

Pada preeklamsi berat juga terdapat penyulit lain, diantaranya : kerusakan


organ-organ tubuh seperti jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati,
gangguan pembekuan darah, sindrome HELLP, bahkan dapat terjadi
kematian pada janin, ibu, atau keduanya bila preeklamsi tak segera diatasi
dengan baik dan benar. Penanganan preeklamsi berat, yakni
a. Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap
penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan
nonstress test (NST) dan USG, dengan indikasi (salah satu atau lebih) :
1) Ibu : usia khamilan 37 minggu atau lebih; adanya tanda- tanda atau

7
gejala impending eklamsi, kehgagalan terapi konservatif yaitu
setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah
atau setelah 24 jam perwatan edicinal, ada gejala-gejala satus quo
(tidak ada perbaikan)
2) Janin : hasil fetal assesment jelek (NST dan USG): adanya tanda
Intravena Uterine Growt retardatin (IUGR)
3) Hasil laboratorium: adanya “HELP syndrome” (hematolisis dan
peningkatan fungsi hepar, trombositopenia)
b. Pengobatan medisinal pasien preeklamsi berat (dilakukan dirumah sakit
dan atas instruksi dokter) yaitu : segera masuk RS: tirah baring kesatu
sisi. Tanda-tanda vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patella setiap jam,
infus RL dextrose 5% dimana setiap 1 liter disleingi infus RL (60-125
cc/jam) 500CC, berikan antasida, diet cukup protein, rendah karbohidrat,
rendah lemak, dan rendah garam, pemberian obat anti kejang, MgSO4,
diuretik tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka, diberikan furosemid injeksi
40mg/IM
c. Antidepresa diberikan bila : tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg.
Diastolis lebih dari 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasasaran
pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90
mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi
sama dengan dosis antihipertensi pada umumnnya.
d. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan
obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu)
e. Bila tidak tersedia anti hipertensi parental dapat diberikan tablet anti
hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.
Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai
diberikan secara oral (Syakib Bakri, 1997)
f. Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus
payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid
g. Lain-lain : konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.

Penanganan preeklamsi berat pada saat persalinan, dilakukan tindakan


penderita dirawat inap anatara lain :

8
a. Istirahat mutlak dan ditempatkan diruangan isolasi; berikan diet rendah
garam, lemak dan tinggi protein; berikan suntikan MgSO4 8 gr IM, 4 gr
bokong kanan, dan 4 gr bokong kiri; suntikan dapat diulang dengan dosis
4 gr setiap jam; syarat pemberia MgSO4 adalah reflek patella positif,
diuresis 100cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16 x/ menit dan harus
tersedia antidotnya yaitu calsium gluconas 10% dalam ampul sedia 10cc;
infus dextrose 5% dan ringer laktat; berikan obat anti hipertensi; injeksi
katapres 1 ampul 1 mg dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3
X ½ tablet atau 2 X ½ tablet sehari; diuretika tidak diberikan, kecuali
terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongestif.
Untuk itu dapat disuntikkan 1 ampul IV lasix; segera setelah pemberian
MgSO4 kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpaamniotomi.
Untuk induksi dipakai oksitosin 10 satuan dalam infus tetes (dilakukan
oleh bidan atas instruksi dokter)
b. Kala II harus dipersingkat dalam 24 jam dengan ekstraksi wakum atau
forceps, jadi ibu dilarang mengedan ()dilakukan oleh dokter ahli
kandungan); jangan berikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi
perdarahan yang disebabkan antonia uteri; pemberian MgSO4 kalau tidak
ada kontraindikasi, kemudia diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
dalam 24 jam postpartum.
c. Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea, perhatikan bahwa:
tidak terdapat koagulopati: anastesi yang aman atau terpilih adalah
anastesi spinal berhubungan dengan resiko (dilakukan oleh dokter
kandungan)
d. Jika anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm terlau kecil,
lakukan persalinan pervaginam. Jikaservuks matang, lakukan induksi
dengan oksitosin 2- 5 IU dalam 500nml dextrose 10 tetes/mnit atau
dengan prostaglandin (atas instruksi dokter boleh dilakukan oleh bidan)

3) Eklamsi
a. Defenisi
Eklamsi adalah kelainanakut pada wanita hamil, dalam persalinan
atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul
akibat neurologik) dan/ atau koma dimana sebelumnya sudah

9
menunjukkan gejala- gejala preeklamsi.
Eklamsi adalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada wanita
hamil dan wanita masa nifas disertai dengan hipertensi, oedema dan
protenuria.
Eklamsi lebih sering terjadi pada kehamilan kembar, hydramnion,
mola hydatidosa, dan eklamsi dapat terjadi sebelum kehamilan bulan ke-
6.
b. Tanda dan gejala
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya
preeklamsi dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal,
gangguan penglihatan, mual, nyeri di episgastrium, dan hiperrefleksia.
Bila keadaan ini tidak dikenal dan diobati, akan timbul kejang; terutama
pada persalinan, ini bahaya besar. Konvulsi eklamsi dibagi dalam 4
tingkat, yaitu :
1) Tingkat awal atau aura. Gejala ini berlangsung kira-kira 30 detik.
Mata terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula
tangannya, dan kepala diputar kekanan atau ke kiri
2) Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung 30 detik.
Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan
kaku, tangan menggenggam, dan kaki bengkok ke dalam. Pernafasan
berhemti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3) Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejang klonik yang
berlangsung antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua
otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut
membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata
menonjol. Dari mulut keluar lidah berbusa, muka menunjukkan
kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini
dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari
tempat tidurnya. Akhirnya, kejang terhenti dan penderita menarik
nafas secara mendengkur.
4) Sekarang masuk tingkat koma, lamanya ketidak sadaran tidak
berlangsung lama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar
lagi, akan tetapi serangan ini dapat terjadi secara berulang sehingga
ia tetap koma.

10
5) Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu
meninggkat sampai 40 derajat Celcius. Sehingga akibat serangan
dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti : lidah tergigit, sehingga
terjadi perlukaan dan fraktura, gangguan pernafasan, solusio
plasenta, dan perdarahan otak.
c. Diagnosis
Dengan adanya tanda-tanda dan gejala preeklamsi yang disusul
dengan serangan kejang yang telah diuraikan diatas, maka diagnosis
eklamsi sudah tidak diragukan. Walaupun demikian eklamsi harus
dibedakan antara :
1) Epilepsi; dalam anamesis diketahui adanya serangan sebelum hamil
atau pada hamil muda dan tanda preeklamsi tidak ada
2) Kejang karena obat anastesi; apabila obat anastesi lokal
diinjeksikan kedalam vena, dapat timbul kejang
3) Koma karena sebab seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis,
ensefalitis, dan lain-lain.

11
4. Protap Penanganan Preeklamsi dan Eklamsi

PREEKLAMSI DAN EKLAMSPSIA

Pemeriksaan Dasar diagnosa klinis


1. Fisik ibu 1. Kenaikan berat badan
a. Tekanana darah 2. Kenaikan tekanan darah
b. Berat badan – edema 3. Proteinuria
c. Proteinuria 4. Oliguria
2. Janin 5. Kejang atau koma
a. gerakan janin 6. Nyeri kepala/ epigastrium
b. jantung janin 7. Penglihatan kabur
c. air ketuban 8. Edema paru-paru
3. Konsultasi dokter 9. Gangguan kesadaran
a. Laboratprium
b. rujukan

Konservatif Terapi aktif


1. Kamar isolasi 1. Indikasi vital
2. Observasi 2. Gagal pengobatan 2X 24
a. Kesembanagn cairan jam
b. Infus 2000/24 jam 3. Medis teknis
3. Pengobatan a. Induksi persalinan
a. Stroganol b. Pecahkan ketuban
b. Penthotal c. Kala II forsep
c. Diazepam
d. Litik koktil
e. Magnesium sulfat
4. Evaluasi pengobatan
a. Diuresis
Seksio sesarea
b. Kesadaran membaik
1. Gagal induksi
c. Kejang berkurang
2. Indikasi obstetri
d. Nadi dan tekanan darah
menurun
e. Keluhan berkurang

Pengobatan konservatif berhasil


1. Pengawasan hamil intensif
2. Kahamilan mencapai aterm
3. Persalinan pervaginam

12
B. Sectio caesarea
1. Definisi
Sectio Caesarea (SC) merupakan suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan
janin melalui insisi pada dinding abdomen (perut) dan dinding uterus (rahim).
Tindakan ini bertujuan agar risiko kematian ibu serta bayi dapat dikurangi
(Subekti, 2018) Sectio caesarea merupakan tindakan medis yang diperlukan
untuk membantu persalinan yang tidak bisa dilakukan secara normal akibat
masalah kesehatan ibu atau kondisi janin. Tindakan ini diartikan sebagai
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari
dalam rahim (Morita et al., 2020). Jenis-jenis sectio caesarea:

a. Sectio caesarea transperitoneal


1) Sectio Caesarea kasik atau corporal
Yaitu dengan melakukan sayatan / insisi melintang dari kiri kekanan
pada segmen bawah rahim dan diatas tulang kemaluan.
2) Sectio Caesarea Ismika atau profunda
Yaitu melakukan sayatan / insisi melintang dari kiri kekanan pada
segmen bawah rahim dan diatas tulang kemaluan
b. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak
membuka kavum abdominal
2. Indikasi
Menurut (Setia & Arifin, 2021) indikasi dilakukannya SC yaitu :
a. Memiliki riwayat SC sebelumnya
b. Terdapat kelainan letak janin
c. Gagal induksi
d. Disproporsi Kepala Panggul (DKP) Keadaan panggul dan janin merupakan
fator penting dalam keberlangsungan persalinan. Hal ini berhubungan antara
ukuran kepala janin dengan ukuran panggul ibu.
e. Preeklamsia berat
f. Fetal distress
g. Gawat janin
h. Plasenta previa

13
3. Komplikasi
a. Pada Ibu
a) Infeksi Puerperalis/nifas bisa terjadi dari infeksi ringan yaitu kenaikan
suhu beberapa hari saja, sedang yaitu kenaikan suhu lebih tinggi disertai
dehidrasi dan perut sedikit kembung , berat yaitu dengan peritonitis dan
ileus paralitik
b) Perdarahan akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang
terputus dan terluka pada saat operasi
c) Trauma kandung kemih akibat kandung kemih yang terpotong saat
melakukan secti caesarea
d) Resiko rupture uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah
mengalami pembedahan pada dinding rahim insisi yang dibuat
menciptakan garis kelemahan yang sangat beresikountuk rupture pada
persalinan berikutnya.
b. Pada Bayi
a) Hipoksia
b) Depresi pernafasan
c) Sindrom gawat pernafasan
d) Trauma persalinan (Septia, 2021)
4. faktor resiko
Faktor-faktor risiko terjadinya preeklampsia dan eklampsia (Fox et al., 2019)
antara lain :
a. Primigravida
b. Primipaternitas
c. Umur d. riwayat preeklampsia atau eklampsia
d. penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil,
e. kehamilan ganda,
f. serta obesitas
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis post-op Sectio Caesarea secara singkat :
a. Awasi TTV sampai pasien sadar
b. Pemberian cairan
c. Atasi nyeri yang ada

14
d. Mobilisasi secara dini dan bertahap
e. Katerisasi
f. Jaga kebersihan luka operasi
g. Berikan obat antibiotik dan analgetik (Muchtar, 2017)

C. Asuhan Keperawatan Perioperatif


Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian
tubuh (Smeltzer and Bare, 2002).Keperawatan praoperatif merupakan tahapan awal
dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara
keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan
awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya.
Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap
berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik
biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi (scribd, 2016).
Fase praoperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga
sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi
pembedahan.Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang
dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan
tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien
intraoperatif.
1. Tipe pembedahan
Menurut fungsinya Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi:
a. Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi
b. Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom
c. Reparatif : memperbaiki luka multiple
d. Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.
e. Paliatif : menghilangkan nyeri,
f. Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau
struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
Sedangkan Smeltzer and Bare ( 2001 ), membagi operasi menurut tingkat
urgensi dan luas atau tingkat resiko:
a. Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang
15
diakibatkannya diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau
kecacatan fisik), tidak dapat ditunda.
b. Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24-30 jam.
c. Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu
atau bulan.
d.  Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika
tidak dilakukan.
e. Pilihan
Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi
klien).
 Menurut luas dan tingkat resiko
a. Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat
resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
b. Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi
lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.
2. Persiapan Klien di Unit Perawatan
a. Persiapan fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi.
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi menurut Brunner & Suddarth (2002), antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit
seperti kesehatan masalalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan
fisik lengkap, antara lain status hemodinamik, status kardiovaskuler,
status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup,
karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan

16
mengalam stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang
memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi
pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
2)  Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mngukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah
(albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk
defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi
buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat
dirumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi
pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa
menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi
yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan
kematian.
3)  Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentang normal. Kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan
diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 134-145 mmol/l),
kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum
(0,70-1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat
dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme
asam basa dan eksresi metabolit obat-obatan anstesi. Jika fungsi ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, infusiensi renal akut, dan
nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi
ginjal, keculi pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan
dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan
tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8

17
jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari
pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi
feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan
operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT
(naso gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman
dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang
tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien
luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus
dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada
daerah yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk
mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
6) Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena
tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara
mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
b. Latihan pra operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini

18
sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca
operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan.Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara
lain:
1) Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi
nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga
pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan
kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan
latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat
segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pasien.
2) Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien
yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan
mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi
teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di
tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah
operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
3) Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga
setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga
pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan
pasien setelah operasi. Banyak pasien  yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama
sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien
selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis
vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan

19
pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan
perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif
namunkemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka
pasien diminta melakukan secara mandiri.
c. Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah
berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain
seperti ECG, dan lain-lain.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain:
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti :
Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono
Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic
Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi,
CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG
(Electro Enchephalo Grafi), dll.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin,
angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit,
protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan
chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan
pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan
darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi.
Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor
ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula
darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya
dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil
darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP
(post prandial).
d. Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap

20
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab dan tanggung gugat, yaituInformed Consent. Baik pasien
maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil
apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani
tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan
tindakan medis (pembedahan dan anestesi).
e. Persiapan mental/emosional.
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan.
Maka perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien.
Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien
dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang
bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah
ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
3. Pengkajian pre operatif secara umum meliputi:
a. Pengkajian umum
b. Riwayat kesehatan
c. Pengkajian psikososialspiritual
d. Pemeriksaan fisik
e. Pengkajian diagnostik.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif di bagian rawat inap,
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care ) atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan dikamar operasi oleh perawat perioperatif. Asuhan
keperawatan praoperatif yang terintegrasi di ruang rawat inap, poloklinik, bedah
sehari, atau unit gawat darurat akan tetap dilanjutkan oleh perawat perioperatif
dikamar operasi (Muttaqin, 2009).
Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai peran
perawat perioperatif antara lain :
a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk
menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi

21
b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian
c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan
g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
h. Menerangkan alat- alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi.
4. Pengkajan pre operatif
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilkukan perawat untuk mendapatkan
data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . Pengkajian pada
pasien dapat dilakukan dengan teknik wawancara,pengukuran,dan pemeriksaan
fisik.tahap-tahapannya meliputi :
a) Anamnesa
1)  Identitas klien
Usia,jenis kelamin,pendidikan,alamat,pekerjaan,agama,suku bangsa,dll.
2) Keluhan utama : nyeri kepala.
3) Riwayat penyakit sekarang :demam,anoreksia dan malaise peningkatan
tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal
4) Riwayat penyakit dahulu : pernah atau tidak menderita infeksi telingga
(otitis media mestoiditis) atau infeksi pari-paru (bronkiektasis,abses
paru,empiema) jantung (endokarditis) organ pelvis,gigi dan kulit.
b) Pemeriksaan fisik .
Keadaan umum :
1) Pola fungsional kesehatan.
Aktivitas / istirahat .
Gejala : Malaise .
Tanda : Ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan .
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi seperti endokarditis .
Tanda : Tekanan darah meningkat .
3) Eliminasi .
Gejala : -
Tanda : Adanya inkontininsia .
4) Nutrisi .

22
Gejala : kehilangan nafsu makan.
Tanda :Anoreksia,mual,munth,turgor kulit jelek,membran mukosa
kering.
5) Hygiene .
Gejala : -
Tanda : Ketergantungan semua kebutuhan,perawtan diri (pada masa
akut).
6) Neurosensori .
Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori,
sulit dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK),
nistagmus, kejang umum lokal.
7) Nyeri / kenyamanan.
Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /
pungung kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
8) Pernapasan .
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah.

5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah
kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi : pertama,
adanya masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit;
kedua, faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah; ketiga,
kemampuan klien mencegah atau menghilangkan masalah.
a. Diagnosa pada saat pre operasi
1) Cemas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Diagnosa yang muncul pada intra operasi
1) Resiko infeksi berhubungan dengan prosdur pembedahan
c. Diagnosa yang muncul pada saat post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat post

23
operasi
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3) Resiko jatuh berhubungan dengan efek pembiusan
6. Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan
intervensi keperawatan dan aktifitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah
untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan pasien.
7. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan
klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah
intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana.
8. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap keperawatan yang
diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas
data, teratasi atau tidaknya klien serta pencapaian tujuan dan ketepatan intervensi

24
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Hari / Tanggal : Jumat, 3 Maret 2023
Tempat : PKU Muhammadiyah RSI Cempaka Putih Jakarta
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Tanggal lahir : 19 Agustus 2001
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 03-03-2023
Tanggal pengkajian : 03-03-2023
Rencana operasi : jam 17.00 WIB
Dokter Operator : Dr. Ribkhi, SpOG
Diagnosa : G1H39mgg, PEB
Tindakan : Sectio Sesarea
2. Riwayat Penyakit
1) Alasan masuk
Pasien masuk pada tanggal 3 Maret 2023 dengan alasan sudah merasakan
perut kencang, mules serta nyeri, tekanan darah tinggi sehingga aan
direncanakan operasi dengan Dr. Ribkhi, SpOG pukul 17.00 WIB. TTV:
TD;140/93, N;82, P;20,S;36,SPO2;100%
2) Keluhan Utama
Pasien mengatakan perut terasa kencang, mules dan nyeri pada daerah
abdomen sejak siang hari
3) Riwayat penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak menderita penyakit sebelumnya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang pernah mengalami penyakit
kronis
3. Pemeriksaan Fisik
a) Kesadaran : Compos Mentis, Status Psikososial: Cemas
TTV : TD : 140/93 mmHG S: 36oC

25
N : 82x/m P : 20 x/m
b) Pengkajian Primer
Airway : Jalan napas tidak ada sumbatan
Breathing : Pernafasan pasien spontan RR 20x/memit, pola nafas
normal pengembangan dada simetris, bunyi nafas veskuler,
irama nafas teratur
Circulation : Akral hangat, tidak pucat, nadi 70 x/ menit. TD 94/70
mmHg, kulit lembab turgor kulit elastis, tidak ada perdarahan
eksternal
Disability : Compos mentis (GCS : E:4, M:6,V:5), pupil isokor 2/2, kek
uatan otot
Exposure : terpasang infus di tangan kiri

5 5
5 5

4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hemoglobin 11.1 g/dl 13.2-17,3
Leukocyte 9.79 103/µ 3.80 – 10.60
Trombosit 353 103/µ 150-440
eritrosit 4.38 106/µ 3.80-5.20

5. Askep Perioperatif
a. Sign-In
1. Menerima klien
a). menggantikan baju
b). Membaringkan klien di tempat tidur dan memasang penutup kepala
c). Hari/tgl/bulan/tahun : Jumat, 03-03-2023
d). Pukul : 17.00 WIB
2. Konfirmasi /verivikasi
a). Nama : Ny.M
b). Tanggal lahir : 19 Agustus 2001
c). No. Rm :01212963
d). Rencana operasi : Pukul 17:00 WIB
e). Dokter Operator : Dr. Ribkhi, SpOG
f). Dokter Anestesi : Dr. Januar

26
g). Diagnosa : G1H39mgg, PEB
h). Tindakan : Sectio Sesarea
i). Jenis pembiusan : Regional
j). Lokasi Operasi : Simfisis pubis
k). Puasa : Pukul 13.00 WIB
l). Riwayat alergi : tidak ada
m). Riwat asama : Tidak ada
n). Rencana pemasangan implan : Tidak ada
o). Status spikososial : Cemas
p). Tingkat kesadaran : Compos mentis
q). Tanda tanda vital
TTV : TD : 140/93 mmHG S: 36oC
N : 82 x/Menit P : 20 x/Menit
3. Menyiapkan catatan permintaan obat dan alkes
- Hand gloves 6 : 1 pasang
- Hand gloves 7 ½ : 1 pasang
- Hand gloves 7 : 1 pasang
- Alkohol : 1 botol
- Blade no 20 : 1 pcs
- Kassa biasa : 1 bungkus
- Kasa X-ray : 2 bungkus
- Povidon iodin 125 cc : 1 botol
- Framycetin sulfate : 1 pcs
- Wrapping paper kecil/besar : 1/1 bungkus
- T-scrube : 3 pcs
- Benang safil taper 1 : 1 pcs
- Benang monosyn taper 2-0 : 1 pcs
- Benang monosyn cutting 3-0 : 1 pcs
- Transofix : 1 pcs
- Water irigation 1 L : 1 botol
4. Menyiapkan ruang operasi dan instrument
a). Jas Umum
b). Laken Umum
c). Set laparatomi III

27
d). ESU /surgipen
e). Mesin suction
Ruang operasi dipersiapkan dalam keadaan siap pakai, semua alat yang
akan digunakan diwaktu operasi di cek terlebih dahulu sperti ESU,
lampu operasi, suction, dll. Alkes dan instrument di buka dan
dipersiapkan oleh perawat sirkuker. Pasien dipindahkan ke meja
operasi dengan posisi supine.
perawat instrument mencuci tangan bedah :
1. Gulung lengan baju hingga 10 cm dari atas siku
2. Lepaskan semua perhiasan yang dipakai ditangan dan lengan
seperti cincin, jam tangan, gelang kemudian memakai APD
lengkap
3. Buka sikat spon dan bersihkan kuku
4. Buka kran air dengan tangan atau siku atau menggunakan lutut atau
kaki
5. Basahi lengan tangan hingga 5 cm diatas siku dibawah air mengalir
6. Membersihkan kuku dan menggunakan pembersih kuku dibawah
air mengalir
7. Ambil sikat spon yang mengandung Clorhexidin Gluchonat 4%
8. Remas spon dan sikat sampai keluar busa
9. Lumuri dan gosok hingga seluruh permukaan tangan dan lengan
kanan dan kiri dari ujung jari hingga diatas 5 cm siku
10. Menyikat kuku jari selama satu menit ( 6ox hitungan) ki-ka
11. Lalu membuang sikat dan membilas dengan air mengalir
12. Remas kembali spon dan lumuri kembali hingga ¾ lengan dengan
menggunakan Clorhexidin Gluchonat 4% pada tangan kiri dan
tangan kanan
13. Mulai menggosok telapak tangan dan punggung tangan selama 15
kali tiap masing-masingnya, kemudian menggosok 4 sisi jari-jari
dan 2 kali putaran, lalu bersihkan dan bilas dibawah air mengalir,
dan buang spon ketempat sampah
14. Lumuri kembali dengan cairan Clorhexidin Gluchonat 4% pada
tangan sampai pergelangan tangan kemudian lakukan cuci tangan
procedural

28
15. Pertahankan posisi telapak tanngan lebih tinggi dari siku untuk
menjaga kesterilan dan membiarkan airnya mengalir ke bawah
16. Membuka pintu kamar operasi dengan punggu ataupun sensor

Memakai Jas Steril :


1. Perawat sirkuler membuka set jas steril
2. Waktu memasuki kamar operasi 2 tangan selalu lebih tinggi dari
siku
3. Menjauh dari kemasan buka handuk seluruhnya, dan bentuk
handuk menjadi segitiga setelah itu keringkan kedua telapak dan
punggung tangan
4. Angkat jas yang terlipat dari kemasan yang steril tanpa menyentuh
bungkus sarung tangan atau pembungkus yang steril
5. Pegang tepi lipatan jas yang ada, buka jas didepan anda tetapi
hanya menyentuh bagian dalam jas
6. Temukan lubang dengan lengan jas dan masukkan kedua lengan
kedalamnya, jangan biarkan tangan melewati manset jas ketika
melakukan teknik sarung tangan tertutup

Memakai Sarung Tangan Tertutup :


1. Membuka bungkus sarung tangan yang akan digunakan sesuai
ukuran
2. Gunakan tangan kiri, dan tangan kanan tetap dalam manset lengan
jas, telapak sarung tangan diletakkan terbalik dengan telapak kanan
sambil memegang
3. Punggung manset dipegang dengan tangan kiri dan balikin lengan
jas dengan tangan kanan
4. Ujung sarung tangan dan lengan jas dibawahnya dipegang dengan
tangan kiri, dengan menarik lengan jas ke atas sarung tangan
tertarik ke atas kedalam sarung
5. Lakukan untuk sebaliknya

Perawat instrumen mulai menyiapkan instrument dimeja mayo, meja


mayo di alasi terlebih dahulu dengan urutan, alas meja mayo, wp, dan

29
duk sedang, kemudian baru disusun instrument yang akan digunakan
diantaranya : set laparatomi III
Dimeja mayo kecil :
1. Scalple handle no 4+blade no 20 di dalam kidney bowl
2. dressing forcep :2
3. tissue forcep :2
4. Homostatik Foerceps Curved :6
5. Hemostatic Kocher Forceps :6
6. Ovum forcep :6
7. Mayo Dissecting scissors :1
8. Kasa X ray : 20 Pcs
9. Mayo Lexer scissors :1

Meja Besar :

1. Towel clamps :6
2. Needle Holder :3
3. Round Bowl/ Komb Berisi Iodine Povidine : 1
4. Round Bowl/ Komb Berisi water irigation :1
5. Canule suction :1
6. Surgipen :1
7. Kasa biasa 10 Pcs :1
8. lexer scissors :1
9. Sponge holding forcep :1
10. Tenaculum :3
11. Balfour retractor :1
12. Richardson retractor :1
Perawat instrument harus menghitung kassa, intrument dan jarum
dengan tegas dan diketahui oleh minimal 1 orang saksi.

Persiapan pasien dimeja operasi

1. Aseptik dan antiseptik daerah operasi dengan iodine Povidine


menggunakan sponge holding forcep dan kassa dengan cara dari
tengah kearah luar
2. Drapping (pemberian batas tegas pada daerah yang akan diinsisi)

30
diataranya
- Duk besar atas 1
- Duk besar bawah 1
- Duk kecil 2 untuk disamping kanan dan kiri
3. Cek alat ESU dan tempelkan patient plat (oleh perawat sirkuler) ke
daerah yang berlemak seperti paha, dan tidak ada pemakaian
implant di daerah yang akan dipasang.
4. Hubungkan selang suction dan surgipen ke alat esu (oleh Perawat
Sirkuler)

b. Time Out
Assalamu’alaikum wr. Wb
1. Konfirmasi anggota tim bedah :
- Hari/bulan/tahun : Jumat, 03-03-2023
- Nama klien : Ny. M
- Tanggal lahir : 19 Agustus 2001
- Diagnosa : G1H39mgg, PEB
- Rencana tindakan : Sectio Sesarea
- Dr. Operator : Dr. Ribkhi, SpOG
- Asisten Operator : Akbar
- Perawat Instrumen : Yulia
- Dr. Anestesi : Dr. Januar
- Perawat Anestesi : Sulastri
- Perawat Sirkuler : Sulfa
2. Membaca doa dipimpin oleh operator
3. Antibiotik sudah diberikan atau belum : belum
4. Antisipasi kejadian kritis
Dokter Bedah
- Adakah kemungkinan tindakan kritis : tidak
- Perkiraan lama operasi sudah diketahui : ya, lebih kurang 60 menit
- Adakah persiapan darah : tidak
Dokter Anestisi
- Adakah hal khusus diperhatikan pada pasien : tidak

31
Tim Bedah
- Cek sterilisasi alat : ya
- Cek kesiapan kondisi peralatan yang akan digunakan : alat lengkap,
kondisi siap pakai
5. Ada persiapan darah atau tidak : tidak
6. Posisi selama operasi :Supine
7. Operasi dimulai pukul : 07.10 WIB
8. Tanda-tanda vital :
TTV: TD : 140/90 mmHG
N : 82 x/menit SPO2 : 100 %
P : 20x/m S: 36oC
9. Proses Operasi
- Perawat anastesi mengatur posisi pasien → pasien posisi fowler
- Dilakukan anestesi regional pada pasien oleh tim anestesi
- Sirkuler memasang plate di paha kiri pasien
- Perawat sirkuler mengatur posisi pasien → posisi supine, lalu
memasang folley cateter dan melakukan skin preparation
- Operator dan tim operasi (asisten dan instrumentator) melakukan
scrubing, memakai jas dan hand gloves
- Instrumentator mengambil 1 round bowl dan meminta perawat
sirkuler mengisi dengan iodeine Povidine dan mengambil kasa yang
dijepit sponge holding foerceps lalu diberikan ke operator.
- Operator melakukan pencucian daerah pembedahan atau aseptic dan
antiseptic yang dimulai dari bagian dalam ke bagian luar abdomen
sampai pada arah paha pasien
- Lakukan Drapping oleh 2 orang steril LOB, Lalu LOA, Doek Kecil
kiri dan kanan lalu fiksasi dengan towel clamp
- Pasang surgipen dan canule suction lalu di fiksasi oleh towel clamp
- Intrumen memberikan tissue forceps kepada operator untuk
memastikan anastesi telah bekerja
- Instrument memberikan Scaple handle Nomor 4 + Blade nomor 20
dalam Kidney Bowl untuk operator menginsisi kutis sampai subkutis
secara pfannenstiel
- Berikan tissue forcep pada asisten untuk membantu mengangkat
32
subcutis selama insisi lalu kasa kering dan surgipen untuk control
bleeding
- Memberikan Richardson retractor ke asisten untuk memperluas
pandangan area operasi
- Berikan mayo dissecting scissor ke operator untuk menggunting
fasia lalu dilanjutkan dengan teknik tumpul
- Berikan 2 kocher ke asisten untuk menjepit fasia
- Operator membuka otot dengan teknik tumpul
- Berikan mayo dissecting ke operator untuk membuka peritoneum
lalu dilanjut dengan teknik tumpul sampai uterus terlihat
- Berikan belfour rektraktor pada asisten untuk menahan vesika
urinaria.
- Berikan blade no 20 + scapel handle no. 4 pada operator untuk
menginsisi plika kemudian berikan hemostatic forcep curved untuk
memperluas sayatan
- Berikan tissue forcep kepada operator untuk memecahkan ketuban
- Setelah ketuban pecah, instrumen mensuction air ketuban dan
darah
- Lepaskan semua retractor dan jauhkan alat-alat saat bayi akan
dikeluarkan oleh operator
- Operator mengeluarkan bayi dengan bantuan maneuver dari arah
perut ke arah bawah
- Setelah bayi keluar berikan suction bayi ke operator dan berikan
kocher 2 buah kepada asisten untuk menjepit tali pusat dan berikan
mayo dissecting scissor untuk memotong tali pusat diantara 2
kocher
- Operator menyerahkan bayi ke dokter anak dan bidan
- Berikan 1 ovum forcep ke operator untuk membantu mengeluarkan
plasenta dan mengklem uterus, lalu siapkan kidney bowl untuk
tempat menaruh plasenta
- Berikan 3 ovum forcep kepada operator yang diberikan secara satu
persatu untuk mengklem uterus

33
- Berikan 2 kasa x-ray lepas kepada operator untuk eksplor sisa
plasenta lalu berikan deeper untuk membersihkan uterus
- Berikan tissue forcep dan benang safil 1 taper kepada operator
untuk menjahit uterus dengan teknik simple continues suture, lalu
berikan hemostatic forcep curved ke asisten untuk membantu
memegang/menahan benang dan berikan mayo lexer scissor ke
asisten untuk menggunting benang
- Berikan benang monosyn 2-0 taper kepada operator untuk menjahit
plica dengan teknik simple continues suture
- Berikan water irrigation untuk irigasi dan melihat perdarahan, jika
masih ada perdarahan operator dan asisten melakukan control
bleeding dengan menggunakan couterpen dan tissue
forcep/dressing forcep.
- Sebelum menutup peritoneum, sirkuler menghitung kasa di plastik
kuning dan instrument menghitung kasa di meja mayo
- Berikan 4 kocher forceps untuk menjepit peritonium (atas, kanan,
kiri, bawah)
- Berikan benang monosyn 2-0 taper kepada operator untuk menjahit
peritoneum dengan teknik simple continues suture
- berikan mayo lexer scissors kepada asisten untuk memotong benang
- berikan benang monosyn 2-0 taper ke operator untuk menjahit otot
dengan teknik interrupted suture
- berikan mayo lexer scissors kepada asisten untuk memotong benang
- Berikan water irrigation untuk irigasi dan melihat perdarahan, jika
masih ada perdarahan operator dan asisten melakukan control
bleeding dengan menggunakan couterpen dan tissue
forcep/dressing forcep.
- Berikan benang safil 1 taper kepada operator untuk menjahit fasia
dengan teknik simple continues suture
- Berikan needle holder kepada asisten untuk memegang benang dan
mayo lexer scissor untuk menggunting benang
- Operator dan asisten melakukan control bleeding dengan

34
couterpen dan tissue forcep/dressing forcep
- Berikan benang monosyn 2-0 taper kepada asisten untuk menjahit
subkutis dengan teknik interrupted suture dan isntrumen
membantu menggunting dengan mayo lexer scissor
- Berikan benang monosyn 3-0 cutting kepada asisten untuk menjahit
kutis dengan teknik aubkutikuler suture dan isntrumen membantu
menggunting dengan mayo lexer scissor
- Bersihkan area operasi dengan kasa lembab lalu keringkan dengan
kasa kering
- Dilakukan dressing dengan memberikan framycetin, lalu ditimpa
dengan kasa kering 3 lembar lalu di fiksasi dengan hypafix
- Eksplor perdarahan pervaginam menggunakan kasa yang
dicelupakan ke iodine
- Bersihkan dan rapihkan pasien lalu serahkan ke perawat anastesi
- Rapihkan alat dan masukan plasenta ke plastik plasenta lalu
ditempelkan lebel nama pasien

c. Sign Out
Konfirmasi secara verbal
1) Selesai pukul :18.10 WIB
2) Nama tindakan yang dilakukan : Sectio Sesarea
3) Kelengkapan instrument, kasa dan jarum : lengkap
4) Pelabelan specimen : Diberi label
5) Apakah ada masalah yang perlu disampaikan :tidak
6) Jaringan atau cairan tubuh : Ada
7) Apakah implant sudah dipasang dan berfungsi dengan baik : tidak ada
pemasangan implat
8) TTV: TD : 137/84 mmHG N : 80 x/m SPO2 : 100 % P : 20 x/m
S: 36 ‘C
9) Turgor : luka insisi
10) Inteke-ouput :
- Cairan infus : 500 ml

35
- Perdarahan : 300 CC

B. Asuhan Keperawatan Perioperatif


1. Pengkajian Pre-Operasi

NO DATA MASALAH ETIOLOGI


1 DS : pasien mengatakan perut kenceng, Nyeri agen
mules dan nyeri pencedera
P: semakin sakit saat bergerak fisiologis
Q: seperti ditekan
R: abdomen
S: 7
T: terus menerus
DO : Kesadaran : Compos Mentis
psikososial : gelisah
TTV: : TD : 140/93mmHG
S: 36oC
N : 82 x/Menit P : 20 x/Menit

2. Pengkajian Intra-Operasi

NO DATA MASALAH ETIOLOGI


1 DS : - Resiko infeksi Prosedur
DO : Invansif
TTV: TD : 140/90 mmHG
N : 85 x/menit SPO2 : 100 %
P : 20x/m S: 36oC
 Terdapat luka terbuka dengan tindakan
produr invansif
 Teknik aseptik dan antiseptic selama
prosedur dipertahankan
 Instrument, dan tim bedah dalam keadaan
steril
 Hasil lab:

36
Leukosit 9,79 103/µ (3.80-10.60)

3. Pengkajian Post-Operasi

NO DATA MASALAH ETIOLOGI


1 DS : - Resiko Jatuh Kondisi Pasca
DO : Turgor : luka insisi, Operasi
Intake : Cairan Infus 500 CC
Pendarahan : 300 CC
TTV: TD : 137/84 mmHG N : 90 x/m
SPO2 : 100 % P : 18 x/m S: 36 ‘C
 Luka tampak tertutup
 Pasien tampak lemas dan belum bisa
menggerakan kakinya

C. Diagnosa
1. Pre-operasi
Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis
2. Intra-operasi
Resiko infeksi b/d Prosedur Invansif
3. Post-operasi
Resiko Jatuh b.d Kondisi Pasca Operasi

D. Intervensi
DIAGNOSA Tujuan dan Kriteri Intervensi
Pre Nyeri akut b/d Setelah dilakukan - jelaskan tentang penyebab
perawatan/ intervensi
Operatif agen periode dan pemicu nyeri
Tingkat Nyeri dapat
pencedera teratasai
Kriteria Hasil:
fisiologis
- Keluhan Nyeri

37
Menurun

Intra Resiko infeksi Setelah dilakukan Tindakan 1. Pertahankan teknik aseptic pada
Operasi selama 60 menit
b/d Prosedur pasien beresiko tinggi
Resiko Infeksi Tidak terjadi
Invansif infeksi
Kriteria hasil :
1. Melakukan strategi
control risiko meningkat
2. Komitmen terhadap
strategi meningkat
3. Kemampuan
menghindari faktro
risiko Meningkat

Post Resiko Jatuh Setelah dilakukan Tindakan 1. Identifikasi factor risiko jatuh
Ops b.d Kondisi Operasi selama 60 menit 2. Identifikasi factor lingkungan
Pasca Operasi Resiko jatuh tidak terjadi yang meningkatkan resiko jatuh
Kriteria hasil :
3. Hitung resiko jatuh dengan
1. Jatuh dari tempat tidur
dengan menggunkan skala
Menurun
4. Monitor kemampuan berpindah
dari tempat tidur

E. Implementasi dan Evaluasi

NO/ JAM / TGL IMPLEMENTASI EVALUASI

Peri-Operatif menjelaskan tentang penyebab S: Pasien memahami sumber nyeri


Tgl :11-02-2023 periode dan pemicu nyeri O: Kesadaran: Compos Mentis
Jam : 09:10 psikososial : Tenang
A : Masalah Teratasi
P : Lanjut Intervensi Selanjutnya

Intra/Sign Out Mempertahankan teknik aseptic S:-


Tgl : 11-02-2023 pada pasien beresiko tinggi O:
Jam : 09:50 Kesadaran: Compos Mentis
TTV: TD : 140/80 mmHG

38
N : 90 x/menit SPO2 : 100
% P : 20x/m S: 36oC
 Terdapat luka terbuka dengan
tindakan produr invansif
 Tekhnik aseptik dan antiseptic
selama prosedur dipertahankan
Instrument, dan tim bedah dalam
keadaan steril
A : Resiko infeksi b/d Prosedur
Invansif teratasi
P : intervensi dipertahankan
Post operatif - Mengidentifikasi factor S:-
Tgl : 11-02-2023 risiko jatuh O : Turgor : luka insisi,
Jam : 10.50 - Mengidentifikasi factor Intake : Cairan Infus 500 CC
lingkungan yang Pendarahan : 10 CC
meningkatkan resiko jatuh TTV: TT: TD : 130/78 mmHG N : 80
- Menghitung resiko jatuh x/m SPO2 : 100 % P : 18 x/m
dengan dengan menggunkan S: 36 ‘C
skala  Luka tampak tertutup
- Memonitor kemampuan  Pasien tampak lemas dan belum
berpindah dari tempat tidur bisa menggerakan kakinya akibat
anastesi Regional
A : Resiko Jatuh b.d Kondisi Pasca
Operasi teratasi
P : Intervensi stop, dan dilanjutkan
diruang perawatan

39
BAB IV

PEMBAHASA N KASUS

Pada Bab ini akan membahas mengenai kesamaan teori dan kejadian kasus
dilapangan pada pasien dengan kasus Appendisitis akut. Pada teori kondisi . Pre-eklampsia
dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan
20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bias lebih awal terjadi..
Tujuan kasus merupakan kasus kelolaan kelompok selama di OK mulai dari awal
pengkajian, analisa data, diagnosa, intervensi dan implementasi serta evaluasi.

A. Pengkajian
Pasien masuk pada tanggal 3 Maret 2023 dengan alasan sudah merasakan perut
kencang, mules serta nyeri, tekanan darah tinggi sehingga aan direncanakan operasi
dengan Dr. Ribkhi, SpOG pukul 17.00 WIB. TTV: TD;140/93, N;82,
P;20,S;36,SPO2;100%

B. Diagnosa Keperawatan
Terdapat hampir sama diagnosa yang di teori dengan yang ditemukan dilapangan yaitu
nyeri akut b/d agen cidera fisiologis, Resiko infeksi b/d Prosedur Invansif, Resiko
Jatuh b.d Kondisi Pasca Operasi.
C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan Intervensi Keperawatan dilakukan sesuai dengan diagnosa keperawatan
yang telah ditegakkan, adapun acuan penyusunan dalam intervensi keperawatan.
Kelompok menggunakan referensi diagnosa SDKI dan yang disesuaikan dengan
keadaan klien.
D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan nyata yang dilakukan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada klien untuk mengurangi permasalahan yang dialami klien.
Asuhan keperawatan Pada Ny. M dilakukan dari tanggal 3 Maret 2023 dengan
menyesuaikan jadwal dinas kelompok. Dimana kelompok memberikan dan memantau
perkembangan kesehatan pasien dan mengevaluasi masalah kesehatan yang dialami
pasien.

40
E. Evaluasi
Kelompok melakukan evaluasi kepada pasien setelah intervensi diberikan selama
pasien di kamar operasi.

41
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90
mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga)
atau bisa lebih awal terjadi. Sectio caesarea merupakan tindakan medis yang
diperlukan untuk membantu persalinan yang tidak bisa dilakukan secara normal
akibat masalah kesehatan ibu atau kondisi janin seperti pre-eklamsia. komplikasi
section sesarea pada ibu adalah perdarahan infeksi nifas sedangkan komplikasi pada
bayi adalah hipoksia

B. SARAN
Kelompok menyadari dalam penulisan dan penyelesaian makalah ini masih banyak
kekurangan sehingga kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada pasien.

42
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume
2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.

43

Anda mungkin juga menyukai