Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN IKTERIK NEONATUS


DI RUANG PERINATOLOGI RSUD DR ABDUL AZIZ SINGKAWANG
STASE KEPERAWATAN ANAK

DISUSUN OLEH

UMMY A.L AGUNG N.R NURMANILLA


NURDELLA A.U ZAKIAH AMAR CINDI LARUNA O
ASTI PRATIWI AINA R.D CHRISTINA
NURUL HIDAYAH ANNISSA PUSPA J. AGUS MULYADI
UNI HARDIKA R CINTYAKARIN C.A NADIA QUAMILLA I
NURHAJILA EKA NOOR H HENDRIANUS
RIKA ROHANI HERLINGGA S.N SULIYEM
MODESTA F DIANA MAULYDIA IRENIUS EFREN
FEBBY HARDIANTI YUDI AGUSTIN S TRI SUPARTINI
ERICHA R.R WAHYU N NYEMAS MU’MIN
WANDA FITRI L

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Kasus Ikterik Neonatus pada By. Ny. M di
Rumah Sakit dr. Abdul Aziz Singkawang Tahun 2019”.
Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini, tim penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Ruchanihadi, Sp.PD selaku Direktur Rumah Sakit dr. Abdul Aziz
Singkawang
2. Ns. Winarianti, M.Kep selaku Pembimbing Akademik Profesi Ners
Keperawatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
3. Ns. Tika Rostinasari , M. Kep selaku Kepala Ruangan dan Pembimbing
Klinik makalah Profesi Ners Keperawatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura.
4. Rekan-rekan satu kelompok serta teman-teman Profesi Ners yang telah
mendukung dan memotivasi dalam penyusunan laporan asuhan keperawatan
ini.
Kami berharap Laporan Kasus ini dapat bermanfaat dan memberikan
kontribusi dalam pembelajaran Asuhan Keperawatan khususnya pada Stase
Keperawatan Anak. Untuk kesempurnaan dari laporan ini, maka kami mohon
segala saran dan kritikan yang membangun dari pembaca atau peserta seminar
sangat kami butuhkan sebagai bahan masukan untuk perbaikan laporan ini.

Singkawang, November 2019

Mahasiswa Profesi NERS UNTAN 2019

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ...............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ..............................................................................................................4
2.2 Klasifikasi .........................................................................................................5
2.3 Etiologi ..............................................................................................................6
2.4 Manifestasi Klinis .............................................................................................7
2.5 Pemeriksaan Diagnostik ....................................................................................8
2.6 Patofisiologi ......................................................................................................9
2.7 Pathway ...........................................................................................................11
2.8 Komplikasi ......................................................................................................12
2.9 Penanganan Hiperbilirubin pada Bayi Baru Lahir ..........................................12
2.10 Asuhan Keperawatan .....................................................................................13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian........................................................................................................41
4.2 Diagnosa Keperawatan ....................................................................................42
4.3 Intervensi Keperawatan ...................................................................................42
4.4 Implementasi ...................................................................................................44
4.5 Evaluasi ...........................................................................................................45
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Kesimpulan......................................................................................................47
5.2 Saran.................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................48

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikterus merupakan keadaan klinis berupa warna kuning yang tampak pada
sclera dan kulit akibat penumpukan bilirubin indirek dalam darah. Secara klinis,
ikterus akan terlihat jika kadar serum bilirubin lebih dari 5 mg/dL dan biasanya
terlihat pada usia satu minggu. Ikterus terjadi pada 60% bayi aterm dan 80% bayi
preterm (Akinbi, 2005; Sukadi, 2008).
Ikterus dikelompokkan menjadi ikterus fisiologis dan patologis. Ikterus
neonatorum fisiologis timbul akibat peningkatan dan akumulasi bilirubin indirek<
5 mg/dl/24 jam yaitu yang terjadi 24 jam post partum Peningkatan kadar bilirubin
indirek pada ikterus neonatorum fisiologis akan meningkat sampai dengan nilai
puncak 6-8 mg/dl antara hari ke-3-5 pada bayi cukup bulan (matur) sedangkan
pada bayi kurang bulan (prematur) dapat mencapai 10-12 mg/dl bahkan sampai 15
mg/dl. Ikterus neonatorum fisiologis timbul akibat metabolisme bilirubin neonatus
belum sempurna yaitu masih dalam masa transisi dari masa janin ke masa dewasa
(Glasgow, 2000).
Ikterus neonatorum patologis adalah ikterus yang timbul dalam 24 jam
pertama pasca salin dimana peningkatan dan akumulasi bilirubin indirek> 5
mg/dl/24 jam dan ikterus akan tetap menetap hingga 8 hari atau lebih pada bayi
cukup bulan (matur) sedangkan pada bayi kurang bulan (prematur) ikterus akan
tetap ada hingga hari ke-14 atau lebih. Tanda-tanda lain ikterus neonatorum
patologis yaitu kadar bilirubin direk> 2 mg/dl dan khususnya bayi yang mendapat
ASI ditemukan peningkatan kadar bilirubun indirek> 17 mg/dl (Abdurrachman S,
dkk, 2003). Berdasarkan penelitian Tamazi et al (2013), terdapat 55,8% ikterus
fisiologis dan 44,2% ikterus patologis.
Pada Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
didapatkan angka kematian neonatus pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000
kelahiran hidup dan 78,5% kematian neonatus terjadi pada usia 0-6 hari.
Komplikasi terbanyak pada neonatus adalah asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus,

1
2

infeksi, trauma lahir, berat badan lahir rendah, sindroma gangguan pernafasan,
dan kelainan kongenital (Kemenkes RI, 2015). Menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh Budi Ramanda (2016) Ikterus di Pontianak terjadi sebanyak
4,35%. Ikterus bukan penyebab terbesar kematian neonatus, tapi ikterus memiliki
komplikasi berupa kernikterus yang dapat menimbulkan gejala berupa gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran, retardasi mental dan dental dysplasia (Wong,
2006).
Enam puluh lima persen neonatus menderita ikterus sebelum mencapai usia 1
minggu di Amerika Serikat. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dustira
Cimahi Bandung pada tahun 2009 didapatkan bahwa 95,2% bayi preterm
mengalami ikterus sedangkan pada bayi aterm hanya 16,9% yang mengalami
ikterus (Mauliku dan Nurjanah, 2010). Pada penelitian lain yang dilakukan di
Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad Yani Metro Lampung tahun 2013 didapatkan
prevalensi neonatus yang mengalami ikterus adalah 29,4%. Dari penelitian
tersebut, 73,1% merupakan persalinan premature dan 26,9% persalinan aterm
(Anggraini 2014).
Menurut penelitian Buthani, 10,1% bayi ikterus yang mengalami kern ikterus
memiliki usia gestasi kurang dari 30 minggu. Prevalensinya berkurang menjadi
5,5% pada usia gestasi 31-32 minggu dan menjadi 1,2 % pada usia gestasi 33-34
minggu. Terdapat 73,6% bayiikterusmeninggaldari 25,6 % bayi yang lahir preterm
(ButhanidanWong, 2013). Ikterus neonatorum perlumen mendapat perhatian dan
penanganan yang lebih baik sehingga menurunkan angka kematian bayi (Infant
Mortality Rate = IMR) yang masih tinggi di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok kami tertarik untuk membahas
masalah tentang adanya insidensi bayi baru lahir dengan ikterus neonatorum.
Rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah asuhan keperawatan pada
neonatus dengan ikterik di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
3

Pembuatan dan pembahasan kasus dari masalah ini, diharapkan


mahasiswa dapat memahami tentang asuhan keperawatan pada neonatus
dengan ikterik di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep ikterik pada neonatus di
di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang.
2. Mahasiswa mampu menggambarkan asuhan keperawatan pada neonatus
dengan ikterik di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang
1.3.3 Manfaat Penelitian
1. Bagi Pembaca
Laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta
memberikan informasi kepada pembaca mengenai asuhan keperawatan
pada neonatus dengan ikterik
2. Bagi Instansi Pendidikan
Hasil dari laporan kasus ini dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan
bagi para praktis imaupun mahasiswa mengenai asuhan keperawatan pada
neonatus dengan ikterik guna menambah pengetahuan dan wawasan
3. Bagi Rumah Sakit
Laporan kasus ini diharapkan memberikan gambaran pada pihak instansi
kesehatan setempat mengenai asuhan keperawatan pada neonatus dengan
ikterik dan sebagai bahan evaluasi dari asuhan keperawatan yang telah
dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ikterus pada bayi adalah berupa ikterus fisiologis adalah meningkatnya kadar
bilirubin serum (tidak secara langsung) dalam rentan (4 mg/dL hingga 12 mg/dL),
pada hari ke empat sesudah kelahiran dan meninggi dan pada hari ketiga dan
kelima. Ikterus fisiologis biasanya terdapat pada bayi aterm dan sebagai hasil dari
ketidakmaturan hepatik pada neonatus. Ikterik patologis ditandai dengan kulit
yang menguning dan naiknya kadar bilirubin serum di atas 12,90 mg/dL pada bayi
aterm dan 15 mg/dl pada bayi preterm dalam 24 jam setelah kelahiran. Kadar
bilirubin meningkat cepat sampai lebih dari 5mg/dl, dan dapat berkelanjutan lebih
dari seminggu pada bayi aterm penuh, dan 2 minggu pada bayi preterm (Puspita,
2018).
Ikterik patologis umumnya banyak dihubungkan dengan perbedaan golongan
darah atau inkompatibilitas golongan darah, infeksi atau biliaris hepatik, atau
ketidaknormalan metabolik. Terganggunya transportasi akibat lemahnya kapasitas
pengangkutan misalnya pada hipoalbuminemia atau sebab obat-obat tertentu.
Gangguan fungsi hati yang diakibatkan oleh beberapa mikroorganisme atau racun
yang dapat secara langsung membuat terganggunya sel hati dan darah merah
meliputi infeksi, toksoplasma, sifilis, rubella, meningitis, dan lainnya. Gangguan
ekskresi yang terjadi secara intrahepatik atau ekstrahepatik. Kenaikan sirkulasi
yang enterohepatik contohnya pada ileus obstruktif, hirschsprung. Metabolisme
bilirubin intinya yaitu produk degredasi hemoglobin, sebagiannya dari sumber
lain, transportasi bilirubin indirect dalam terikatnya bersama albumin diangkat ke
hepar untuk diproduksi oleh sel hepar pengelolahan diikuti oleh protein.
Konjugasi terjadi di dalam sel hepar bilirubin di konjugasi menjadi bilirubin direct
dengan terdapat enzim glukuronil transferase, bilirubin direct diekresi ke usus
melalui duktus koledokus (Pratama, 2013).
Ikterus untuk Bayi Baru Lahir (BBL) merupakan naiknya kadar bilirubin yang
berada di jaringan terdalam ekstravaskuler menyebabkan kulit, konjungtiva,

4
5

mukosa dan bagian badan lainnya berwarna menguning. Ikterus patologik terjadi
dalam 24 jam awal dengan bilirubin serum meninggi melebihi dari 5 mg%
perhari, kadarnya meninggi dari 10 mg% pada bayi cukup bulan atau 15 mg%
pada bayi prematur, dan dideteksi setelah minggu awal kelahiran. Ikterus saat bayi
baru lahir terjadi pada 25%–50% neonatus mencukupi bulan dan lebih meninggi
lagi saat neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir menjadi suatu
kondisi fisiologis atau bisa merupakan hal patologis. Ikterus neonatorum yaitu
kondisi ikterus yang terdapat pada bayi saat lahir. Ikterus yang patologik terlihat
segera dalam 24 jam awal, bersama bilirubin serum meninggi lebih dari 5 mg%
perhari, kadarnya diatas 10 mg% pada bayi matur atau 15 mg% saat bayi
prematur, dan menetap setelah minggu awal kelahiran. Ikterus patologik
memerlukan tindakan dan perawatan khusus (Vivian, 2010). Penanganan ikterus
neonatorum secara umum yaitu dengan melakukan terapi sinar atau fototerapi,
terapi tranfusi tukar, pemberian ASI secara optimal, serta terapi sinar matahari
(Maulida, 2014).

2.2 Klasifikasi
Menurut Pratama (2013) klasifikasi ikterus neonatorum ada 5, yaitu : ikterus
fisiologis, ikterus patologis, kern ikterus, ikterus hemolitik, dan ikterus obstruktif.
a. Ikterus fisiologis
Ikterus yang sering terdapat pada bayi dengan bobot badan lahir rendah.
Ikterus biasanya terlihat pada hari kedua lalu tidak terlihat lagi setelah sepuluh
hari atau saat terakhir minggu kedua.
b. Ikterus patologis
Ikterus yang terlihat segera setelah 24 jam pertama dengan bilirubin serum
meningkat hingga mencapai 10 mg% pada bayi matur atau 15 mg% pada bayi
prematur dan kondisi ini menetap setelah minggu awal kelahirannya. Ikterus yang
menetap berkaitan dengan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis.
c. Kern ikterus
Kondisi ikterus yang berat dengan adanya gumpalan bilirubin pada ganglia
basalis. Kern ikterus biasanya disertai dengan meningkatnya kadar bilirubin
indirek didalam serum. Bayi yang cukup bulan dengan kadar bilirubin > 20 mg%
atau > 18 mg% pada bayi prematur berisiko berkembang menjadi kern ikterus,
sedangkan hiperbilirubinemia dapat menyebabkan ensefalopati dan ini sangat
6

berbahaya bagi bayi. Kejadian kern ikterus bergantung pada kondisi bayi. Bayi
dengan kondisi seperti hipoksia, asidosis, dan hipoglikemia, maka gejala kern
ikterus dapat terlihat meskipun kadar bilirubin < 16 mg%. Penyembuhannya
adalah dengan cara transfusi darah.
d. Ikterus hemolitik
Inkompatibilitas rhesus, golongan darahnya ABO, golongan darah lainya, dan
adanya kelainan eritrosit kongenital atau defisiensi enzim G-6-PD.
e. Ikterus obstruktif
Sumbatan pendistribusian empedu baik dari hati maupun diluar hati, sehingga
berakibat pada tingginya kadar bilirubinnya direct dan indirect.

2.3 Etiologi
Etiologi ikterus menurut peningkatan kadar bilirubin dapat dibagi menjadi
karena peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated
hyperbilirubinemia) dan bilirubin terkonjugasi (conjugated hyperbilirubinemia).
Bilirubin terkonjugasi merupakan bilirubin bebas yang bersifat larut dalam air
sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi, sedangkan bilirubin tidak
terkonjugasi merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin, bilirubin
yang sukar larut dalam air . Ditinjau dari letaknya, penyebab utama
conjugated hyperbilirubinemiaatau kolestasis secara umum dibagi menjadi 2
golongan besar, yaitu kelainan intrahepatik(hepatoseluler) serta kelainan
ekstrahepatik (obstruktif). Etiologi ikterus yang sering ditemukan ialah:
hiperbilirubinemia fisiologik, inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus,
breast milk jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan
polisitemia/hiperviskositas. Sedangkan, etiologi yang jarang ditemukan yaitu:
defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase, sferositosis kongenital, sindrom
Lucey-Driscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipo-tiroid, dan hemoglobinopati
(Mathindas, 2013).
Bayi preterm lebih berisiko ikterus dibandingkan dengan bayi aterm karena
terjadi gangguan maturasi glukoronidasi pada bayi preterm sehingga
mengaktifkan dinedinphosphate glucoronosyl transferase menurun. Penurunan
aktifitas enzim ini menyebabkan jumlah bilirubin indirek yang dirubah menjadi
7

bilirubin direk di hati mengalami penurunan. Bayi pretem juga lebih berisiko
mengalami ikterus yaitu toksisitas bilirubin di otak dengan kadar bilirubin yang
lebih rendah dari bayi aterm karena kapasitas bilirubin-albumin yang menurun
pada bayi preterm (Wong et al, 2006; Aina dan Omoigberale, 2012; Buthani dan
Wong, 2013).
Peningkatan kadar bilirubin pada bayi baru lahir terjadi adanya fungsi usus
dan hati yang belum sempurna akibatnya banyak bilirubin yang tidak terkonjugasi
dan tidak terbuang dari tubuh dengan maksimal. Kurangnya asupan makanan juga
merupakan penyebab bayi ikterus, pada dua sampai tiga hari pertama setelah
kelahiran, kadang ASI ibu belum keluar sehingga bayi menjadi kuning karena
kekurangan asupan makanan. Terdapat dua jenis ikterus nonaturum terkait ASI (a)
breast- Feeding Associated Jaundice diketahui disebabkan oleh pemberian ASI
yang tidak adekuat dan buruknya intake cairan yang menyebabkan starvation dan
tertundanya pengeluaran mekonium pada neonatus. Hal tersebut akan
meningkatkan sirkulasi enterohepatik. (b) Brest milk Jaundice, keadaan dimana
terjadi peningkatan absorbsi bilirubin didalam usus (sirkulasi enterohepatik)
karena aktivitas enzim glukoromidase yang bisa terdapat pada ASI yang abnormal
(Yuliawati, 2018).

2.4 Manifestasi Klinis


Pada kasus ikterus neonatorum, akumulasi bilirubin bebas dalam darah
neonatus yang umumnya akan terlihat pada kulit, lapisan mukosa lainnya, serta
sklera mata. Hal ini disebabkan karena kadar bilirubin bebas larut dalam lemak,
padahal konsentrasi lemak banyak terdapat dilapisan subkutan, sehingga bilirubin
akan terlarut disana dan tampak sebagai “penyakit kuning”. Sebagian besar kasus
hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi kadang-kadang kadar bilirubin yang
sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (Kernicterus). Gejala klinis yang
tampak ialah rasa kantuk, tidak kuat menghisap ASI/susu formula, muntah,
opistotonus, mata terputar-putar keatas, kejang, dan yang paling parah bisa
menyebabkan kematian. Efek jangka panjang Kern icterus ialah retardasimental,
8

kelumpuhan serebral, tuli, dan mata tidak dapat digerakkan ke atas (Mathindas,
2013; Yuliawati, 2018).
Ikterus adalah perubahan warna menjadi kuning pada kulit, membran
mukosa, dan sklera yang disebabkan peningkatan produksi bilirubin di dalam
darah. Keadaan ini menandakan adanya peningkatan produksi bilirubin atau
eliminasi bilirubin dari tubuh yang tidak efektif. Ikterus secara klinis akan mulai
tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL (Tazami, 2013;
Maulida, 2014).

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Adapun pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan menurut Mathindas,
Wilar, dan Wahani (2013), yaitu :
a. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang cukup tinggi, namun masih
dapat digunakan bila tidak tersedia alat yang memadai. Pemeriksaan ini sulit
diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara
evident base, pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun bila
terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining. Bayi
dengan skrining positif harus segera dirujuk untuk diagnosis dan tata laksana lebih
lanjut. Panduan WHO mengemukakan cara menentukan ikterus secara visual,
sebagai berikut: Pemeriksaan dilakukan pada pencahayaan yang cukup (di siang
hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat
dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang
kurang. Kulit bayi ditekan dengan jari secara lembut untuk mengetahui warna di
bawah kulit dan jaringan subkutan. Keparahan ikterus ditentukan berdasarkan usia
bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.

b. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
Pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin total perlu dipertimbangkan karena hal
ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas
9

neonatus. Bayi dinyatakan menderita hiperbilirubinemia apabila kadar BTS


(Bilirubin Total Serum) ≥12 mg/dL pada bayi aterm, sedangkan pada bayi preterm
bila kadarnya ≥10 mg/dL.
c. Bilirubin Transkutan
Bilirubinometer merupakan instrumen spektrofotometrik dengan prinsip kerja
memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya (panjang gelombang 450 nm).
Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang
sedang diperiksa.
d. Pemeriksaan Bilirubin Bebas dan Co
Bilirubin bebas dapat melewati sawar darah otak secara difusi. Oleh karena itu,
ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas,
antara lain dengan metode oksidaseperoksidase. Prinsip cara ini yaitu berdasarkan
kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin dimana bilirubin menjadi
substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus
neonatorum akan lebih terarah. Pemecahan heme menghasilkan bilirubin dan gas
CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran
konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai
indeks produksi bilirubin.

2.6 Patofisiologi
Secara umum tidak ada bayi yang jaundice sejak lahir. Jaundice harus diwaspadai
sebagai tanda penyakit dan tidak secara rutin dianggap fisiologis, tetapi jaundice
fisiologis pun tetap merupakan suatu tanda gangguan metabolisme bilirubin.
Prolonged jaundice, seharusnya tidak dianggap sebagai kondisi fisiologis sampai
terbukti sebaliknya. Ikterus dapat terjadi karena (Prasetyo, 2015):
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
2. Defek pengambilan bilirubin oleh sel hati
3. Defek konjugasi bilirubin
4. Penurunan ekskresi bilirubin
5. Gabungan antara peningkatan kadar bilirubin yang terjadi karena produksi
yang berlebihan dan penurunan sekresi
Gangguan berupa pembentukan bilirubin yang berlebihan, defek
pengambilan, dan konjugasi bilirubin akan menghasilkan peningkatan biliribin
tidak terkonjugasi. Penurunan ekskresi bilirubin akan meningkatkan kadar
10

bilirubin terkonjugasi atau disebut juga kolestasis. Bila mekanismenya bersifat


campuran, akan terjadi peningkatan bilirubin terkonjugasi maupun tidak
terkonjugasi (Prasetyo, 2015).

2.7 Pathway (Nurarif & Kusuma, 2015)


Adaptasi Psikologis
ibu Perubahan peran Cemas

Ketidakcukupan Produksi Asi Sekresi Oksitosin


ASI Menurun Terhambat

Bayi kekurangan
Hemoglobin asi

Hemo Globin

Feco Biliverdin
Ketidakefektifan Kekurangan
Indikasi volume
fototerapi Pemecahan bilirubin
Gangguan suhu
termoregulasi Sinar cairan tubuhtinggi
dg intensitas Risiko cedera
berlebih
11

Peningkatan destruksi
eritrosit (gang. kongjungsi
bilirubin/gang. transport
bilirubin/peningkatan
siklus enteropetik) Hb dan Suplai bilirubin
eritrosit abdnormal) melebihi tampungan
hepar

Hepar tidak mampu


Ikterus neonatus Peningkatan bilirubin melakukan konjugasi
unjongned dalam darah →
pengeluaran mekonium
Ikterus pada sklera terlambat/obstruksi usus → Sebagian masuk
leher dan badan, tinja berwarna pucat kembali ke siklus
peningkatan emerohepatik
bilirubin indirect >
12 mg/dl
Kerusakan
integritas kulit

2.8 Komplikasi
Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling
berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan
gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental
yang sangat mempengaruhi kualitas hidup (Ratuain, Wahyuningsih,
Purnamaningrum, 2015). Menurut Rosyada (2013), komplikasi pada ikterus
neonatus :
a. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan
harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI,
sesering mungkin berikan ASI.
12

b. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus


yang meningkat)
c. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat
gerak.
d. Kenaikan suhu tubuh.
e. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang
hanya bersifat sementara.

2.9 Penanganan Hiperbilirubin Pada Bayi Baru Lahir


2.9.1 Penanganan sendiri di rumah
a. Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari)
b. Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah
diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk
mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur
posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan
penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap.
Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak
memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan.
13

2.9.2 Terapi medis


a. Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar (phototherapy) sesuai
dengan peningkatan kadar bilirubin pada nilai tertentu berdasarkan usia bayi
dan apakah bayi lahir cukup bulan atau prematur. Bayi akan ditempatkan di
bawah sinar khusus. Sinar ini akan mampu untuk menembus kulit bayi dan
akan mengubah bilirubin menjadi lumirubin yang lebih mudah diubah oleh
tubuh bayi. Selama terapi sinar penutup khusus akan dibuat untuk melindungi
mata.
b. Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan kadar
bilirubin, maka bayi akan ditempatkan pada selimut fiber optic atau terapi
sinar ganda/triple akan dilakukan (double/triple light therapy).
c. Jika gagal dengan terapi sinar maka dilakukan transfuse tukar yaitu
penggantian darah bayi dengan darah donor. Ini adalah prosedur yang sangat
khusus dan dilakukan pada fasilitas yang mendukung untuk merawat bayi
dengan sakit kritis, namun secara keseluruhan, hanya sedikit bayi yang akan
membutuhkan transfusi tukar.

2.10 Asuhan Keperawatan


2.10.1 Pengkajian
1. Anamnese Orang Tua/Keluarga
Ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh,
ABO, incompatibilitas lain golongan darah). Ada saudara yang menderita
penyakit hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis
herediter kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu, ikterus
kemungkinan karena pengaruh pregnanediol.
2. Riwayat Prenatal, Natal dan Post Natal
Riwayat Prenatal:
a) Komplikasi kehamilan (Infeksi seperti toxoplasmosis, sipilis, hepatitis,
rubela, sitomegalovirus dan herpes yang mana ditransmisikan secara
silang ke plasenta selama kehamilan)
b) Konsumsi obat-obatan seperti sulfonamid, nitrofurantoin dan anti malaria
Riwayat Natal:
b. Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan
merupakan predisposisi terjadinya infeksi
14

c. Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan


gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubin.
d. Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia) ,
acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
e. Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh
(hepar).
Riwayat Post Natal:
a) Kelainan kongenital
b) Virus (Hepatitis)
c) Trauma dengan hematoma atau injuri
d) Oral feeding yang buruk
1. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Nutrisi : frekuensi bayi diberikan ASI agak jarang karena bayi tidak
mau menghisap.
b. Eliminasi alvi (buang air besar): BAB kurang lebih 3-4 kali sehari,
konsistensi lembek, dan berwarna kuning agak pucat, bau khas (seperti
dempul).
c. Eliminasi urin (buang air kecil): BAK kurang lebih 4-5 kali perhari,
berwarna gelap, bau khas
d. Tidur dan istirahat: bayi lebih sering tertidur, dan sulit dibangunkan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
b. Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput/mukosa pada
mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan tekanan
langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih (kuning)
Dapat juga dijumpai sianosis pada bayi yang hypoksia
c. Dada
Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas. Status kardiologi menunjukkan adanya
tachicardia, kususnya ikterus yang disebabkan oleh adanya infeksi
15

d. Perut
Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati.
Hal ni berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi.
Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi. Perut
membuncit, muntah, mencret merupakan akibat gangguan
metabolisme bilirubun enterohepatik. Splenomegali dan hepatomegali
dapat dihubungkan dengan sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
e. Urogenital
Urine kuning dan pekat. Adanya faeces yang pucat/acholis/seperti
dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan/atresia saluran
empedu
f. Ekstremitas
Menunjukkan tonus otot yang lemah
g. Kulit
Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas
menurun. Perdarahan bawah kulit ditunjukkan dengan ptechia,
echimosis.
h. Pemeriksaan Neurologis
Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain-lain menunjukkan
adanya tanda-tanda kern ikterus
16

Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Ikterik Setelah diberika asuhan Observation
1. Monitor TTV
neonatus keperawatan 3X24 jam
2. Amati tanda-tanda ikterik
berhubungan diharapkan ikterik hilang 3. Amati tanda-tanda dehidrasi
4. Pantau mata untuk edema drainase dan
dengan dengan kriteria hasil :
warna
Peningkatan 1. TTV bayi dalam batas
bilirubin normal Nursing Planning
2. Kadar bilirubin 1. Terapkan Penutup mata untuk
normal (12,5 ) menghindari tekanan berlebihan
3. Mukosa kulit tidak 2. Ubah posisi bayi setiap 4 jam
3. Dorong menyusui 8 kali setiap hari
kuning
Education
1. Intruksikan keluarga untuk fototerapi dan
perawatan

Colaboration
1. laporkan hasil laboratorium
2. Hentikan fototerapi jika suhu tubuh
meningkat (lebih dari 37 C)
3. Tempatkan fototerapi lampu diatas bayi
pada ketinggian yang sesuai

2. Kekurangan Kriteria Hasil : Fluid management


Volume 1. Mempertahankan urine 1. Timbang popok/pembalut jika di
cairan output sesuai dengan perlukan
usia dan BB, BJ urine 2. Pertahankan catatan intake dan output
normal, HT normal yang akurat
2. Tekanan darah, nadi, 3. Monitor status hidrasi (kelembaban
suhu tubuh dalam batas membran mukosa, nadi adekuat,
normal tekanan darah ortostatik), jika
3. Tidak ada tanda tanda diperlukan
dehidrasi, Elastisitas 4. Monitor vital sign
turgor kulit baik, 5. Monitor masu kan makanan / cairan
membran mukosa dan hitung intake kalori harian
lembab, tidak ada rasa 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
haus yang berlebihan 7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
17

10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai


output
11. Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
12. Tawarkan snack (jus buah, buah
segar)
13. Kolaborasi dengan dokter
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
16. Monitor status cairan termasuk intake
dan output cairan
17. Pelihara IV line
18. Monitor tingkat Hb dan hematocrit
19. Monitor tanda vital
20. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
21. Monitor berat badan
22. Dorong pasien untuk menambah
intake oral
23. Pemberian cairan IV monitor adanya
tanda dan gejala kelebihan volume
cairan
24. Monitor adanya tanda gagal ginjal
3. Ketidakefektif Setelah siberika asuhan Observation
an keperawatan selama 1x24 1. Pantau suhu minimal setiap 3 jam,
termoregulasi jam diharapkan suhu sesuai dengan kebutuhan.
berhubungan tubuh dalam batas normal 2. Pantau warna kulit dan suhu
dengan yaitu 36 – 37,5oC dengan 3. Pantau tanda-tanda vital.
Sinar kriteria hasil :
intensitas 1) Mempe Nursing Planning
tinggi rtahankan suhu tubuh 1. Anjurkan untuk perbanyak asupan
normal 36 – 37,5oC cairan oral sedikitnya 2 liter sehari.
2) Tidak 2. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan
sianosis tutupi pasien dengan selimut saja.
3) Badan 3. Berikan teknik nonfarmakologi :
berwarna kemerahan kompres hangat

Education
1. Ajarkan pasien atau keluarga dalam
18

mengukur suhu untuk mencegah dan


mengenali secara dini hipertermia.

Colaboration
2. Kolaborasi dengan dokter, pemberian
obat antipiretik

4 kerusakan NOC : 1. Periksa kulit dan selaputvlendir terkait


integritas Integritas jaringan : kulit adanya kemerahan, kehangatan
kulit dan membran mukosa ekatrimitas, edema, atau drainase
(1101) 3. Amati warna, kehangatan, bengkak,
- suhu kulit pulsasi, tekstur, edema dan ulserasi
- sensasi pada ekatremitas
- elastisitas 4. Periksa kondisi luka operasi
- hidrasi 5. Monitor kulit untuk adanya ruam dan
- keringat lecet
- tekstur 6. Monitor infeksi
- ketebalan 7. Dokumentasikan perubahan membran
- perfusi jaringan mukosa
- integritas kulit 8. Perawatan luka
- pigmentasi abnormal 9. Angkat balutan dan plaster perekat
- lesi pada kulit 10. Monitor karakteriatik luka termasuk
19

- lesi mukosa membran drainase


- jaringan parut 11. Ukur luas luka
- kanker kulit 12. Bersihkan dengan normal saline
- penglupasan kulit 13. Berikan rawatan insisi pada luka
- penebalan kulit 14. Berikan perawatan ulkus pada kulit
- eritema 15. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit
- wajah pucat 16. Berikan balutanbyang sesuai dengan
- nekrosis jenis luka
- pengerasan kulit 17. Bandingkan dan catat setiap perubahan
- abrasi korne luka
18. Dokumentasikan lokaai, ukuran luka,
dan tampilan

5 Ketidakcukup Setelah dilakukan tindakan Observation


an pemberan keperawatan selama 2x24 1. Kaji penyebab kurangnya produksi asi
ASI jam, ketidakcukupan
Suplai asi pemberian ASI dapat Nursing Planning
yang tidak teratasi dengan kriteria 1 Berikan Breastcare pada ibu
adekuat hasil :
1) Ibu dan bayi akan Education
mengalami keefektifan 1 Ajarkan ibu tentang kebutuhan nutrisinya
pemberian ASI yang 2 Jelaskan kepada ibu tentang pentingnya
ditunjukkan manfaat asi
2) Kemantapan pemberian 3 Instruksikan keluarga untuk memberi
ASI; bayi/ibu, makan asi atau susu formula pada tahun
3) Pemeliharaan pertama
pemberian ASI, 4 Ajarkan Ibu cara Breastcare
4) Penyapihan pemberian
20

ASI,
5) Pengetahuan pemberian
ASI

6 Resiko Setelah dilakukan tindakan Observation


Cedera keperawatan selama 2x24  Identifikasi kebutuhan keamanan klien
berhubungan jam, diharapkan tidak
dengan Zat terjadi cedera pada klien Nursing Planning
Kimia dengan kriteria hasil:  Berikan kacamata pelindung khusus
 Klien terbebas dari  Berikan penutup pada daerah genitalia
cidera dan bokong

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
a. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : By.Ny M
2. Tempat Tgl Lahir/Usia : Singkawang, 13 Oktober 2019
21

3. Jenis kelamin : Laki-Laki


4. Agama : Islam
6. Alamat : Dusun
7. Tgl pengkajian : 21 Desember 2017
8. Diagnosa Medik : Ikterus Neonatorum
b. Identitas Orang tua
Ayah
1. Nama : Tn. A
2. Usia : 34 tahun
3. Pendidikan : SMA
4. Pekerjaan : Petani
5. Agama : Islam
6. Alamat :Dusun Sagong, RT 015/006 Kec. Galing
Kabupaten Sambas
Ibu
1. Nama : Ny. M
2. Usia : 29 tahun
3. Pendidikan : SMA
4. Pekerjaan : Guru Honor
5. Agama : Islam
6. Alamat : Dusun Sagong, RT 015/006 Kec. Galing
Kabupaten Sambas
22

3.1.2 Riwayat Kesehatan


1. Keluhan Utama:
Ikterik Kramer IV (daerah icterus sampai lengan, tungkai bawah lutut)
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
By. Ny. M lahir pada tanggal 13 Oktober 2019 pukul 00.08 WIb
kehamilan cukup minggu 38 minggu di RSUD dr. Abdul Azis
Singkawang secara SC dibantu dengan dokter spesialis dengan
indikasi G1P0A0M0 ketuban pecah dini < 24 jam dan pembukaan tak
maju. By. Ny. M berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan 3200
gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 36 cm, lingkar dada 33
cm, segera menangis, ketuban bening, setelah dilahirkan bayi
diberikan injeksi vitamin K dan Hb0, Apgar Score 6/8, Hr:
140x/menit, RR 43x/Menit. Klien mengalami ikterik Kramer IV pada
hari selasa tanggal 15 Oktober 2019. Klien telah dilakukan
pemeriksaan bilirubin pada tanggal 15 oktober 2019 dengan hasil
Bilirubin total 15,44 mg/dl, Bilirubin direk 0,45 mg/dl. Bilirubin
indirek 14,99 mg/dl, kemudian klien diindikasikan untuk fototerapi
a. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
1. Prenatal
1) Ny. M mengatakan ia memeriksakan kandungan dari pertama hamil
dan setiap bulan di puskesmas atau bidan terdekat kenaikan berat
badan sebelum hamil mengalami kenaikan selamahamil sebesar 11
kg serta Ny. M mengatakan diberikan vitamin K dan Ny. M makan
buah-buahan
2. Natal
1) By. Ny. M lahir di RSUD dr, Abdul Azis pada tanggal 13 Oktober
2019 jam 00.08 WIB secara SC dibantu dengan dokter spesialis
dengan indikasi ketuban pecah dini < 24 jam dan partus tidak maju
3. Post natal
1) By. Ny. M berjenis kelamin laki-laki dengan BB 3200 gram PB 51
cm LK 36 cm LD 33 cm segera menangis ketuban bewarna bening
23

Air Susu Ibu produksinya sedikit injeksi vitamin K dan Hb0


tanggal 13 Oktober 2019 dengan dosis Apgar Score 6/8 Hr
140x/menit RR 43x/menit

Menit ke 1 5 10 15
Apperance (warna kulit) 1 2
Pulse (nadi) 2 2
Grimace (reflek) 1 2
Activity (Tonus otot) 1 1
Respiratori (usaha nafas) 1 1
Total 6 8

3.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada dikarenakan bayi baru lahir

3.1.4 Riwayat Kesehatan Keluarga


Ayah klien mengatakan bahwa dirinya memiliki penyakit sakit demam
tifoid

3.1.5 Genogram

Keterangan
: Laki-laki
: Perempuan
X : Meninggal ---- : Serumah
: Pasien

3.1.6 Riwayat Imunisasi


Imunisasi Hb0 0,5 ml dilakukan 2 jam setelah kelahiran
24

3.1.7 Lingkungan dan Tempat Tinggal


ibu klien mengatakan tinggal di Galing Kabupaten Sambas lingkungan
berada di pedesaan dengan rumah yang cukup berdekatan satu dan yang
lainnya
a. Pola nutrisi
Ibu klien mengatakan produksi asinya masih sedikit kebutuhan
nutrisi yang didapat bayi dari air susu ibunya ibu memberikan asi
saat klien menangis
b. Eliminasi
BAK: klien saat selama pengkajian sudah BAK 1x bewarna kuning
BAB: klien saat selama pengkajian sudah BAB 1x bewarna hitam
c. Istirahat
Klien lebih banyak tidur dan terbangun saat menangis karena BAB
dan BAK

3.1.8 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum : Tingkat kesdaran compos mentis keadaan tampak
rewel dan sering menangis pada saat digendong ibunya Hr 135x/menit,
RR 41x/menit T: 36,9oC
b. Antropometri: BB 3200 gram, PB 51 cm, LK 36 cm, LD 33 cm
c. Kepala
Inspeksi
Bentuk kepala simetris rambut halus dan hitam tidak terdapat lesi
Palpasi
tidak terdapat massa abnormal
d. Muka
Inspeksi
Muka simetris, tidak terdapat gerakan abnormal pada wajah tampak
kekuningan
Palpasi
25

Tidak terdapat pembengkakan pada daerah wajah


e. Mata
Inspeksi
Bentuk mata klien simetris dan konjungtiva anemis, sklera tampak ikterik
Palpasi
Tidak terdapat massa abnormal, dan tidak terdapat nyeri tekan
f. Telinga
Inspeksi
Bentuk simetris tidak ada serumen berbau dan abnormal yang keluar
Palpasi
Tidak terdapat pembengkakan
g. Hidung
Inspeksi
Bentuk simetris tidak terdapat lesi tidak ada hambatan jalan nafas (polip)
tidak terpasang alat bantu nafas
h. Mulut
Inspeksi
mukosa bibir lembab dan simetris tidak terdapat sianosis
i. Leher
Inspeksi
Tidak terdapat lesi, benjolan abnormal warna kulit kekuningan
Palpasi
Tidak terdapat massa abnormal
j. Dada
Inspeksi
Bentuk dada klien tampak simetris tidak terdapat deformitas warna kulit
ikterik, RR : 41x/menit,
Palpasi
Tidak terdapat massa abnormal
Auskultasi
Tidak terdapat suara nafas tambahan
26

Perkusi
Terdengar suara Sonor
k. Jantung
Inspeksi
Tidak terdapat massa abnormal tidak terdapat sianosis
Palpasi
Tidak terdapat masa abnormal atau nyeri tekan dan massa abnormal
Perkusi
Tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi
S1-S2 regullar tidak ada bunyi jantung abnormal, HR: 135x/menit
l. Abdomen
Inspeksi
Bentuk simetris, tidak terdapat lesi, tali pusar basah dan warna kulit
kekuningan
Palpasi
Tidak terdapat massa abnormal
Auskultasi
Bising usus normal
Perkusi
Terdengar suara tymphani pada abdomen klien ketika diperkusi.
L. Ekstremitas
Inspeksi
Ekstremitas atas dan bawah lengkap dengan reflek baik akral hangat
kulit ikterik
Palpasi
Akral terasa hangat

N. Refleks
Refleks Morro: ada respon saat inkubator sedang diketuk bayi
melakukan pergerakan memeluk tangan dan kaki
27

Refleks rooting: ada respon saat klien disentuh pinggiran mulutnya


dengan mengikuti arah sentuhan sambil membuka mulutnya
Refleks walking: tidak terkaji
Refleks mengenggam: refleks ada saat menyentuh telapak tangannya
klien menggenggam
Refleks sucking : Refleks ada saat klien dimasukkan tangan perawat ke
mulutnya klien mengisap kuat

3.1.9 Test Diagnostik


Pemeriksaan Bilirubin Tanggal
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Bilirubin Total 15,44 mg/dl Bayi (3-5 hari) 10-12 mg/dl
Bilirubin direk 0,45 mg/dl 0-0,2 mg/dl
Bilirubin indirek 14,99 mg/dl 0,1-0,8 mg/dl
:
3.1.10 Penatalaksanaan
Diberikan Fototerapi 36 jam
28

Analisa Data

DATA MASALAH ETIOLOGI


Ds : Bayi lahir SC G1 P0 A0 M0, Ikterik neonatus Pemecahan bilirubin
kehamilan 38 minggu dengan berlebih
indikasi Ketuban Pecah Dini
(KPD) lahir tanggal 13 Oktober
2019 jam 00.08 WIB Kemampuan Hepar
Do:- tubuh klien berwarna kekuningan
Ikterik Kramer IV
Hasil Lab tanggal 15 Oktober 2019 Sebagian masuk ke
- Bilirubin 15,44 hemerohepatik
mg/dl
- Bilirubin direk :
0,45 mg/dl
- Bilirubin indirek :
Peningkatan Bilirubin
14,99 mg/dl
unonjugned dalam
darah

Ikterik Neonatus
Ds:- Ketidakefektifan Indikasi Fototerapi
Do: - klien diberikan tindakan termoregulasi
fototerapi
- Tubuh bayi teraba hangat Sinar dengan
- Kulit tubuh anak tampak merah
intensitas tinggi
- Suhu badan 36,9o C

Ketidakefektifan
termoregulasi
29

Ds: ibu klien mengatakan ASI yang Ketidakcukupan ASI Adaptasi Psikologis
keluar sedkit ibu
Do: - ASI yang dipompa ibu keluar
tampak sedikit
- bayi tampak sering menangis Perubahan Peran
- Bayi rewel
- Refleks hisap ada

Cemas

Sekresi Oksitosin
terhambat

Produksi Asi menurun

Ketidakcukupan Asi
Ds: - Resiko Cedera Meningkatnya kadar
bilirubin
Do: - Klien diberikan tindakan
phototerapi selama 36 jam Indikasi fototerapi

Komplikasi berkenaan
Fototerapi

Resiko Cedera
30

3.2 Intervensi, Implementasi dan Evaluasi


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Ikterik Setelah diberika asuhan Observation
1. Monitor TTV
neonatus keperawatan 36 jam
2. Amati tanda-tanda ikterik
berhubungan diharapkan ikterik hilang 3. Amati tanda-tanda dehidrasi
4. Pantau mata untuk edema drainase
dengan dengan kriteria hasil :
dan warna
Peningkatan 1. TTV bayi dalam batas
bilirubin normal Nursing Planning
2. Kadar bilirubin normal 1. Terapkan Penutup mata untuk
(12,5 ) menghindari tekanan berlebihan
3. Mukosa kulit tidak 2. Ubah posisi bayi setiap 3 jam
3. Dorong menyusui 8 kali setiap hari
kuning
Education
Intruksikan keluarga untuk fototerapi
dan perawatan

Colaboration
1. Laporkan hasil laboratorium
2. Tempatkan fototerapi lampu diatas
bayi pada ketinggian yang sesuai
31

2 Ketidakefektif Setelah siberika asuhan Observation


an keperawatan selama 36 1. Pantau suhu minimal setiap 3 jam,
termoregulasi jam diharapkan suhu sesuai dengan kebutuhan.
berhubungan tubuh dalam batas normal 2. Pantau warna kulit dan suhu
dengan yaitu 36 – 37 5 o C 3. Pantau tanda-tanda vital.
Sinar dengan kriteria hasil : Nursing Planning
intensitas 1. Mempertahankan suhu 1. Anjurkan untuk perbanyak asupan
tinggi tubuh normal 36 – 37 cairan (ASI).
5oC 2. Lepaskan pakaian yang berlebihan
2. Tidak sianosis dan tutupi pasien dengan selimut
3. Badan berwarna saja.
kemerahan 3. Berikan teknik nonfarmakologi :
kompres hangat

Education
Ajarkan pasien atau keluarga dalam
mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia.

Colaboration
Kolaborasi dengan dokter, pemberian
obat antipiretik
3 Ketidakcukup Setelah dilakukan tindakan Observation
an pemberan keperawatan selama 36 Kaji penyebab kurangnya produksi asi
ASI jam, ketidakcukupan
Suplai asi pemberian ASI dapat Nursing Planning
yang tidak teratasi dengan kriteria Berikan Breastcare pada ibu
adekuat hasil :
1. Ibu dan bayi akan Education
mengalami keefektifan 1. Ajarkan ibu tentang kebutuhan
pemberian ASI yang nutrisinya
32

ditunjukkan 2. Jelaskan kepada ibu tentang


2. Kemantapan pemberian pentingnya manfaat asi
ASI; bayi/ibu, 3. Instruksikan keluarga untuk
3. Pemeliharaan memberi makan asi atau susu
pemberian ASI, formula pada tahun pertama
4. Penyapihan pemberian 4. Ajarkan Ibu cara Breastcare
ASI,
5. Pengetahuan
pemberian ASI
4 Resiko Setelah dilakukan tindakan Observation
Cedera keperawatan selama 36 Identifikasi kebutuhan keamanan klien
berhubungan jam, diharapkan tidak
dengan Zat terjadi cedera pada klien Nursing Planning
Kimia dengan kriteria hasil: 1. Berikan kacamata pelindung khusus
 Klien terbebas dari 2. Berikan penutup pada daerah
cidera genitalia dan bokong
33

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Hari/Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


Keperawatan
Selasa, Ketidakefektifan 1. Memantau suhu minimal S:- Kelompok
15/10/2019 termoregulasi setiap 3 jam, sesuai dengan O: - Suhu klien 36,9oC RR: 41 x/menit
09.10 berhubungan dengan kebutuhan. HR: 135x/Menit
Sinar intensitas tinggi 2. Memantau warna kulit dan -Tubuh bayi terasa hangat
suhu -Klien tampak sering minum ASI
3. Memantau tanda-tanda A: Ketidakefektifan termoregulasi
vital. P: Lanjutkan intervensi
4. Menganjurkan untuk a. Memantau suhu minimal setiap 3
perbanyak asupan cairan jam, sesuai dengan kebutuhan.
oral (asi) b. Memantau warna kulit dan suhu
5. Memberikan teknik c. Memantau tanda-tanda vital.
nonfarmakologi : kompres d. Menganjurkan untuk perbanyak
hangat asupan cairan oral (asi)
e. Memberikan teknik
nonfarmakologi : kompres hangat
Selasa, Ketidakcukupan 1. Mengkaji penyebab S: -ibu klien mengatakan ASI masih Kelompok
34

15/10/2019 pemberan ASI kurangnya produksi asi sedikit


09.10 berhubungan dengan 2. Memberikan Breastcare -Ibu klien mengatakan ada respon
Suplai asi yang tidak pada ibu menghisap pada bayi
adekuat 3. Mengajarkan ibu tentang -Ibu klien mengatakn telah memhami
kebutuhan nutrisinya manfaat asi
4. Menjelaskan kepada ibu O: -puting payudara ibu tampak
tentang pentingnya manfaat menonjol
asi -saat dipompa ASI masih tampak sedikit
5. Menginstruksikan keluarga A: ketidakefektifan pemberian ASI
untuk memberi makan asi P: lanjutkan intervensi
atau susu formula pada a. Mengkaji penyebab kurangnya
tahun pertama produksi asi
6. mengajarkan Ibu cara b. Menginstruksikan keluarga untuk
Breastcare memberi makan asi atau susu
formula pada tahun pertama
c. mengajarkan Ibu cara Breastcare

Rabu,16/10/2 Ikterik neonatus 1. Melaporkan hasil S:- Kelompok


019 berhubungan dengan laboratirium O:- Kulit tubuh anak masih tampak
2. Menginstruksikan keluarga
35

09.10 Peningkatan bilirubin untuk prosedur fototerapi kuning


dan perawatan - Suhu klien 37,6 C RR: 53 x/menit
3. Menggunakan penutup
HR : 137x/menit
kedua mata, menghindari
A: Ikterik Neonatus
tekanan yang berlebihan
P: Lanjutkan intervensi
4. Menempatkan fototerapi di
a. Menginstruksikan keluarga
atas bayi pada tinggi yang
untuk prosedur fototerapi dan
sesuai
5. Memonitor TTV perawatan
6. Mengmati tanda-tanda b. Menggunakan penutup kedua
dehidrasi mata, menghindari tekanan yang
berlebihan
c. Menempatkan fototerapi di atas
bayi pada tinggi yang sesuai
d. Memonitor TTV
e. Mengmati tanda-tanda dehidrasi
Rabu, Ketidakefektifan 1. memantau suhu minimal S:- ibu klien mengatakan badan Kelompok
16/10/2019 termoregulasi setiap 3 jam, sesuai dengan anaknya masih hangat
09.10 berhubungan dengan kebutuhan. O: - Suhu klien 37,6 C RR: 53 x/menit
Sinar intensitas tinggi 2. memantau warna kulit dan HR : 137x/menit
suhu -Tubuh bayi terasa hangat
3. Memantau tanda-tanda -Klien tampak banyak minum
36

vital. - Orangtua klien tampak telah


4. menganjurkan untuk memahami cara mengukur suhu
perbanyak asupan cairan A: Ketidakefektifan termoregulasi
oral (ASI) P: Lanjutkan intervensi
5. memberikan teknik a. memantau suhu minimal setiap 3
nonfarmakologi : kompres jam, sesuai dengan kebutuhan.
hangat b. memantau warna kulit dan suhu
c. Memantau tanda-tanda vital.
d. menganjurkan untuk perbanyak
asupan cairan oral (ASI)
e. memberikan teknik
nonfarmakologi : kompres
hangat
Rabu, Ketidakefektifan 1. Mengkaji penyebab S: Kelompok
16/10/2019 pemberan ASI kurangnya produksi asi -ibu klien mengatakan ASI masih
09.10 berhubungan dengan 2. Memberikan Breastcare sedikit
Suplai asi yang tidak pada ibu -Ibu klien mengatakan ada respon
adekuat 3. Mengajarkan ibu tentang menghisap pada bayi
kebutuhan nutrisinya -Ibu klien mengatakn telah memhami
37

4. Menjelaskan kepada ibu manfaat asi


tentang pentingnya manfaat O: -puting payudara ibu tampak
asi menonjol
5. Menginstruksikan keluarga -saat dipompa ASI masih tampak sedikit
untuk memberi makan asi A: ketidakefektifan pemberian ASI
atau susu formula pada P: lanjutkan intervensi
tahun pertama a. Memberikan Breastcare pada ibu
6. mengajarkan Ibu cara b. Mengajarkan ibu tentang
Breastcare kebutuhan nutrisinya
c. Menjelaskan kepada ibu tentang
pentingnya manfaat asi
d. Menginstruksikan keluarga untuk
memberi makan asi atau susu
formula pada tahun pertama
e. mengajarkan Ibu cara Breastcare
Rabu, Resiko Cedera 1. Melindungi mata bayi S: Kelompok
16/10/2019 berhubungan dengan dengan kacamata khusus O:
09.10 Zat Kimia 2. Melindungi genitalia bayi - Pelindung mata masih menempel
3. Mengkaji mata terhadap dengan kuat saat fototerapi berlangsung
38

kerusakan - Klien masih menggunakan diapers


A: Resiko Cedera
P: Lanjutkan Intervensi
a. Melindungi mata bayi dengan
kacamata khusus
b. Melindungi genitalia bayi
c. Mengkaji mata terhadap
kerusakan
Kamis, Ikterik neonatus 1. Menginstruksikan keluarga S:- Kelompok
17/10/2019 berhubungan dengan untuk prosedur fototerapi O:
12.10 Peningkatan bilirubin dan perawatan - Kulit tubuh anak tidak tampak kuning
2. Menggunakan penutup
- Suhu badan 37,1o C HR : 130x/menit,
kedua mata, menghindari
RR: 47x/menit
tekanan yang berlebihan
A: Ikterik Neonatus
3. Menempatkan fototerapi di
P: Intervensi dihentikan,
atas bayi pada tinggi yang
Fototerapi selesai selama 36 jam
sesuai
4. Memonitor TTV
5. Mengmati tanda-tanda
dehidrasi
6. Menghentikan fototerapi
39

jika suhu tubuh meningkat


(lebih dari 37 C)
Kamis, Ketidakefektifan 1. Memantau suhu minimal S:- Kelompok
17/10/2019 termoregulasi setiap 3 jam, sesuai dengan O:
12.10 berhubungan dengan kebutuhan. - Suhu badan 37,1o C HR : 130x/menit,
Sinar intensitas tinggi 2. Memantau warna kulit dan RR: 47x/menit
suhu -Tubuh bayi terasa hangat
3. Memantau tanda-tanda vital -Kulit bayi tampak kemerahan
4. Menganjurkan perbanyak -Tidak terdapat warna kekuningan pada
asupan cairan (ASI) kulit bayi
A: Ketidakefektifan termoregulasi
P: Intervensi dihentikan
Kamis, Ketidakefektifan 1. Mengkaji penyebab S: Kelompok
17/10/2019 pemberan ASI kurangnya produksi asi -ibu klien mengatakan ASI sudah mulai
12.10 berhubungan dengan 2. Menginstruksikan keluarga banyak keluar
Suplai asi yang tidak untuk memberi makan asi -Ibu klien mengatakan respon menyedot
adekuat atau susu formula pada bayi ada
tahun pertama O:
- ASI sudah mulai banyak keluar
- Klien mau minum asi
40

A: ketidakefektifan pemberian ASI


P: Intervensi dihentikan
Kamis, Resiko Cedera 1. Melindungi mata bayi S: Kelompok
17/10/2019 berhubungan dengan dengan kacamata khusus O:
12.10 Zat Kimia 2. Melindungi genitalia bayi - Tidak terdapat kerusakan pada mata
3. Mengkaji mata terhadap - Pelindung mata masih menempel
kerusakan dengan kuat
- Klien masih menggunakan diapers
A: Resiko Cedera
P: Intervensi dihentikan
BAB IV
PEMBAHASAN

Bab ini penulis akan membahas tentang studi kasus asuhan keperawatan
pada By. Ny. M dengan ikterus neonatorum di RSUD Abdul Aziz Singkawang,
ruang perinatologi. Penulis akan membahas kesesuain maupun kesenjangan antara
kasus dengan ruang lingkup pembahasan mencakup asuhan keperawatan
berdasarkan prioritas diagnose keperawatan melalui proses keperawatan yang
meliputi tahap pengkajian, diagnose keperawatan, rencana keperawatan,
implementasi dan evaluasi,serta berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar
manusia.

4.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi atau mengenali masalah-masalah yang dialami klien, kebutuhan
kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan
(Hutahean, 2010).
Icterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena
bilirubin pada jaringan tersebut meningkat dalam darah (Broker, 2001). Icterus
merupakan warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah
lahir, tidak memiliki dasar patologis yang akan menghilang dengan sendirinya
pada hari ke 10 (Nursalam, 2005). Sedangkan menurut Win de Jong, et al (2005)
icterus adalah gejala kuning pada sclera kulit dan mata akibat bilirubin yang
berlebihan dalam darah dan jaringan, normalnya bilirubin Pada bayi aterm kurang
dari 12, dan BBLR kurang dari 10.
Pengumpulan data yang dilakukan penulis saat pengambilan kasus dengan
wawancara dan observasi langsung serta melakukan pemeriksaan fisik pada By.
Ny. M. Keluhan utama ibu pasien mengatakan badan anaknya tampak kuning di
seluruh tubuh.

41
Riwayat penyakit sekarang. Ibu melahirkan dengan proses caecar, ketuban
pecah dini kurang dari 24 jam dengan pembukaan tidak maju (PTM). Ibu
mengatakan pada hari ketiga bayi tampak kekuningan. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada By. Ny. M menunjukan tingkat bilirubin total tinggi yaitu 15,4
mg/dl, suhu tubuh 36,9ºC, anak tampak lemah, warna kulit tampak kekuningan,
dan akral tubuh hangat. Hal ini menandakan terjadinya icterus neonatus.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, penulis mengangkat 4
diagnosa yang muncul berdasarkan tanda gejala yang ditemui pada klien. Hasil
pengkajian didapatkan bahwa tubuh bayi tampak kekuningan, serta adanya hasil
lab yang menunjukkan bahwa nilai bilirubin total yang tinggi yakni15,4 mg/dl,
bilirubin direct 0,45 mg/dl, bilirubin indirect 14,99 mg/dl. Berdasarkan pengkajian
tersebut, maka penulis mengangkat diagnose berdasarkan gejala yang muncul
yakni icterus neonatus berhubungan dengan meningkatnya bilirubin.
Selain masalah diatas, ditemukan juga diagnosa lain pada kasus ini yakni
“Ketidak efektifan termoregulasi b.d Sinar dengan intensitas tinggi, Ketidak
cukupan pemberian ASI b.d Suplai ASI yang tidak adekuat” dan Resiko Cedera
berhubungan dengan Zat Kimia,

4.3 Intervensi Keperawatan


Rencana keperawatan yang akan penulis rencanakan kepada klien sesuai
dengan diagnosa yang di tegakkan, sehingga masalah keperawatan pada klien
dapat teratasi (Wilkinson, 2006). Setelah diberika asuhan keperawatan 36 jam
diharapkan ikterik hilang dengan kriteria hasil : TTV bayi dalam batas normal,
Kadar bilirubin normal,mukosa kulit tidak kuning (Nanda Internastional, 2015).
Rencana keperawatan yang dilakukan oleh penulis antara lain yaitu, Observation;
monitor TTV ,amati tanda-tanda ikterik, amati tanda-tanda dehidrasi, pantau mata
untuk edema drainase dan warna, Nursing Planning; Terapkan Penutup mata
untuk menghindari tekanan berlebihan, ubah posisi bayi setiap 3 jam, dorong
menyusui 8 kali setiap hari, Education; Intruksikan keluarga untuk fototerapi dan

42
perawatan, Colaboration; laporkan hasil laboratorium,Tempatkan fototerapi lampu
diatas bayi pada ketinggian yang sesuai
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara fisiologis dan patologis yaitu:
secara fisiologis bayi mengalami kuning pada bagian wajah dan leher, atau pada
derajat satu dan dua dengan kadar bilirubin (<12mg/dl), kondisi tersebut dapat
diatasi dengan pemberian intake ASI (Air Susu Ibu) yang adekuat dan sinar
matahari pagi sekitar jam 7:00-9:00 selama 15menit, sedangkan secara patologis
bayi akan mengalami kuning diseluruh tubuh atau derajat tiga sampai lima dengan
kadar bilirubin (>12mg/dl) kondisi tersebut di indikasikan untuk dilakuakan
fototherapi, jika kadar bilirubin >20 mg/dl maka bayi di indikasikan untuk
diberikan transfusi tukar (Aviv, 2015).
Penelitian Mulyati (2019) menyatakan Pemberian fototherapi merupakan
pilihan utama untuk mengatasi bayi hiperbilirubinemia, tujuannya untuk
mengurangi kadar bilirubin darah yang tidak normal dan mengurangi ikterus pada
tubuh bayi, untuk hasil yang maksimal seluruh tubuh bayi diusahakan
mendapatkan sinar (irradiance) dengan melakukan alih baring yaitu: perubahan
poisisi miring kanan, miring kiri, terlentang dan tengkurap setiap 3 jam sekali
selama fototherapi, alih baring ini bertujuan untuk meningkatkan proses
pemerataan sinar terhadap kadar bilirubin yang tidak larut dalam air (indirek)
menjadi bilirubin yang larut dalam air (direk), sehingga dapat diekskresikan
melalui urin. Namun, fototherapi memiliki dampak negatif pada bayi yaitu dapat
mencederai mata dan genital, selain itu bayi hiperbilirubinemia yang dilakukan
fototherapi dapat berisiko mengalami kerusakan intensitas kulit, hipertermi, dan
diare. Sehingga peran perawat sangat penting untuk memperhatikan keadaan
umum bayi selama fototherapi (Aviv, 2015).
Pada masalah Ketidak efektifan termoregulasi b.d Sinar dengan intensitas
tinggi. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 36 jam diharapkan suhu
tubuh dalam batas normal yaitu 36-37,5ºC dengan criteria hasil: Mempertahankan
suhu tubuh normal 36-37,5ºC, tidak sianosis, badan berwarna kemerahan.
Rencana keperawatan yang dilakukan oleh penulis yaitu Observation;
Pantau suhu minimal setiap 3 jam, sesuai dengan kebutuhan, Pantau warna kulit
dan suhu, Pantau tanda-tanda vital, Nursing Planning; Anjurkan untuk perbanyak

43
asupan cairan (ASI) Education; Ajarkan pasien atau keluarga dalam mengukur
suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia. Colaboration;
Kolaborasi dengan dokter, pemberian obat antipiretik
Pada masalah Ketidak cukupan pemberian ASI berhubungan dengan suplai
asi yang tidak adekuat. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 36 jam,
ketidak efektifan pemberian ASI dapat teratasi dengan kriteria hasil: Ibu dan bayi
akan mengalami keefektifan pemberian ASI yang ditunjukkan, kemantapan
pemberian ASI; bayi/ibu, Pemeliharaan pemberian ASI, penyapihan pemberian
ASI, Pengetahuan pemberian ASI.
Rencana keperawatan yang penulis lakukan yaitu Observation Kaji
penyebab kurangnya produksi asi Nursing Planning;Berikan Breastcare pada ibu
Education; Ajarkan ibu tentang kebutuhan nutrisinya, Jelaskan kepada ibu tentang
pentingnya manfaat asi,Instruksikan keluarga untuk memberi makan asi atau susu
formula pada tahun pertama,Ajarkan Ibu cara Breastcare.
Pada masalah Resiko Cedera berhubungan dengan Zat Kimia Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 36 jam, diharapkan tidak terjadi cedera
pada klien dengan kriteria hasil: Klien terbebas dari cidera.
Rencana keperawatan yang penulis lakukan yaitu Observation; Identifikasi
kebutuhan keamanan klien, Nursing Planning; Berikan kacamata pelindung
khusus Berikan penutup pada daerah genitalia dan bokong

4.4 Implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan yang
sudah tetapkan, pada diagnose keperawatan ikterik neonatus berhubungan dengan
tingkat bilirubin tinggi dilakukan tindakan fototerapi. Pada diagnose Ketidak
efektifan termoregulasi berhubungan dengan sinar dengan intensitas tinggi
dilakukan pemantauan suhu tubuh. pada diagnose Ketidakcukupan pemberan ASI
berhubungan dengan suplai asi yang tidak adekuat dilakukan pemberian edukasi
mengenai pentingnya ASI. Sedangkan Resiko Cedera berhubungan dengan Zat
Kimia dilakukan tindakan mengidentifikasi kebutuhan keamanan klien.
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Setelah
penulis melakukan tindakan keperawatan, maka penulis melakukan evaluasi.

44
Evaluasi ini penulis menggunakan metode sesuai teori yaitu SOAP (Subyektif,
Obyektif, Assessment, Planning).
Pada tanggal 15 Oktober 2019 jam 09.10 pada diagnoasa Ketidakefektifan
termoregulasi Subyektif (-), Obyektif: Suhu klien 36,9oC RR: 41 x/menit HR:
135x/Menit, Tubuh bayi terasa hangat, Klien tampak banyak minum, Orangtua
klien tampak telah memahami cara mengukur suhu, Assessment: Ketidakefektifan
termoregulasi, Planning lanjutkan intervensi.
Pada diagnosa Ketidakcukupan pemberian ASI pada tanggal 15 Oktober
2019 jam 09.10, Subyektif ibu klien mengatakan ASI masih sedikit Ibu klien
mengatakan ada respon menghisap pada bayi,Ibu klien mengatakn telah memhami
manfaat asi, Obyektif; ibu klien mengatakan ASI masih sedikit,Ibu klien
mengatakan ada respon menghisap pada bayi,Ibu klien mengatakn telah memhami
manfaat asi, Assessment; Ketidakcukupan pemberian ASI, Planning lanjutkan
intervensi.
Pada diagnosa ikterik neonatus pada tanggal 16 Oktober 2019 jam 09.10,
Subyektif;- ,Obyektif; Kulit tubuh anak masih tampak kuning, suhu badan 37,6oC
RR: 53x/menit HR: 137x/menit. Assessment; ikterik neonatus , Planning lanjutkan
intervensi.
Diagnosa ketidakefektifan termogulasi pada tanggal 16 Oktober 2019 jam
09.10, Subyektif; ibu klien mengatakan tubuh anaknya masih hangat, Obyektif;
suhu klien 37,6 oC RR 53x/menit, HR: 137x/menit, tubuh bayi terasa hangat,
kllien tampak banyak minum dan orang tua klien tampak telah memahami cara
mengukur suhu, Assesment; Ketidakefektifan termogulasi, Planning lanjutkan
intervensi.
Selanjutnya diagnosa Ketidakefektifan pemberan ASI 16 Oktober 2019 jam
09.10 Subyektif; ibuklien mengatakan ASI masih sedikit, ibu juga mengatakan ada
respon menghisap dari bayi dan ibu mengatakan telah memahami manfaat ASI
Obyektif; putting payudara ibu Nampak menonjol, saat dipompa ASI masih
tampak sedikit Assesment; ketidakefektifan pemberian ASI, Planning; lanjutkan
intervensi.
Diagnosa Resiko cedera 16 Oktober 2019 jam 09.10 Subyektif; - Obyektif;
tidak terdapat kerusakan pada mata, pelondung mata masih menempel dengan

45
kuat dan klien masih menggunakan diapers, Assesment; Resiko cedera, Planning;
lanjutkan intervensi.
Diagnosa hari ketiga, 17 Oktober 2019 jam 12.10 Ketidakefektifan
termogulasi. Subyektif; ibu klien mengatakan badan anaknya masih hangat,
Obyektif; suhu kklien 37,1 oC RR: 47x/menit HR: 130x/menit tubuh bayi terasa
hangat, kulit bayi tampak kemerahan dan tidak tampak kekuningan pada kulit
bayi, Assesment; Ketidakefektifan termogulasi, Planning; intervensi dihentikan.
Diagnosa ketidakefektifan pemberian ASI 17 Oktober 2019 jam 12.10
Subyektif; ibu klien mengatakan ASI sudah mulai banyak keluar dan mengatakan
terdapat respon menyedot bayi, Obyektif; ASI sudah mulai banyak keluar, klien
mau meminum ASI, Assesment; Ketidakefektifan pemberian ASI, Planning;
intervensi dihentikan.
Diagnosa terakhir resiko cedera pada 17 Oktober 2019 jam 12.10 Subyektif;
-, Obyektif; tidak terdapat kerusakan pada mata, pelindung mata masih menempel
dengan kuat dan klien masih menggunakan diapers, Assesment; Resiko cedera
Planning; intervensi dihentikan.

46
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada
kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme
yaitu bilirubin. Pada kebanyakankasus ikterus neonatrum, kadar bilirubin
tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak
memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang dapat
menghilang diakhir minggu pertama kehidupan bayi cukup bulan.
Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit
metabolik (ikterus patologis)
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatrum adalah
untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilaiyang
dapat menimbulkan kemikterus tau enselofati bilirubin, serta mengobati
penyebab langsung ikterus. Dianjurkan agar melakukan fisioterapi dan jika
tidak berhasil transfusi tukar dapat dilakukan untuk mempertahankan
kadar maksimum bilirubin total dalam serum dibawah kadar maksimum
pada bayi preterm dan bayi cukup bulan yang sehat.

5.2 Saran
Perhatikan tanda dan gejala sedini mungkin apabila anak
mengalami ikterus, orangtua perlu memperhatikan adanya dehidrasi,
pucat, kehilangan darah ekstravaskular, trauma lahir, perdarahan tertutup,
polisitemia yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali
pusat, bayi dengan gejala sepsis lainnya. Jika bayi dalam keadaaan seperti
ini maka orangtua perlu mencurigai adanya tanda-tanda bahwa bayi
mengalami ikterus. Segera konsultasikan ke dokter dan spesialis anak.

47
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Sukadi, Ali Usman, Syarief Hidayat Efendi. (2003). Ikterus Neonatorum.
Perinatologi. Bandung. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 64-84.
Aina YT, Omoigberale AI. (2012). Risk factors for neonatal jaundice in babies presenting
at the university of benin teaching hospital, benin city. Niger J Paed, 39(4): 159-
163.
Akinbi H. (2005). Ikterus pada bayi baru lahir; Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC.
Anggraini. (2014). Hubungan antara persalinan premature dengan hiperbilirubin pada
neonatus. Jurnal Kesehatan, V(2): 109-112.
Aviv, J., Atikah, M. V., & Jaya, P. (2015). Buku Ajar Kebidanan pada Neonatus, Bayi dan
Balita. Jakarta: CV. Trans Info Medik.
Buthani VK, Wong RJ. (2013). Bilirubin neurotoxicity in preterm infants: Risk and
prevention. Journal of Clinical Neonatology, 2(2): 1-80.
Kementrian Kesehatan RI (2015). Profil kesehatan Indonesia tahun 2014. Khosim, M.
Sholeh, dkk. (2008). Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta : Perpustakaan
Nasional
Mathindas, S., Wilar, R., & Wahani, A. (2013). Hiperbilirubinemia pada neonatus. Jurnal
Biomedik, 5(1).
Maulida, L. F. (2014). Ikterus Neonatorum. Media Publikasi Penelitian, 10(1). 39-43.
https://doi.org/10.26576/profesi.63.
Mauliku EN, Nurjanah A. (2010). Faktor-faktor pada ibu bersalin yang berhubungan
dengan kejadian hiperbilirubin pada bayi baru lahir di rumah sakit dustiracimahi
tahun 2009. Jurnal Kesehatan Kartika, 16: 16-25.
McCormick, Melisa. (2003). Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter,
Perawat, Bidan Di Rumah Sakit Rujukan Dasar. Indonesia : MNH – JHPIEGO.
McCormick, Melisa. 2003. “ Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter,
Perawat, Bidan Di Rumah Sakit Rujukan Dasar “. Indonesia : MNH – JHPIEGO.
Mulyati. 2019. Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Neonatus dengan
Hiperbilirubinemia di RSUD PROF. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
University Research Colloqium

48
49

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA Jilid 2. Yogyakarta: MediAction.
Prasetyo, Dwi. 2015. Update Diagnostik Dan Tatalaksana Ikterik Pada Bayi. Fakultas
Kedokteran
Pratama, A. N. (2013). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kejadian Kematian Neonatus di
Kabupaten Boyolali. Undergraduated Thesis. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ramanda, Budi. 2016. Faktor-Faktor Risiko Yang Memengaruhi Kematian Neonatal Di
Kota Pontianak. Fakultas Kedokteran
Ratuain, M.O. , Wahyuningsih, H.P., Dan Purnamaningrum, Y. E. (2015). Hubungan
Antara Masa Gestasi Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum. Kesehatan Ibu Dan
Anak.
Ratuain, M.O., Wahyuningsih, H.P., & Purnamaningrum, Y. E. (2015). Hubungan Antara
Masa Gestasi Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum. Kesehatan Ibu Dan Anak.
Rosyada, A.F. (2013). Asuhan Kebidanan Pada Neonatus Dengan Ikterus Patologis Di
Ruang Bayi Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Case Study Research.
Rosyada, A.F. (2013). Asuhan Kebidanan Pada Neonatus Dengan Ikterus Patologis Di
Ruang Bayi Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Case Study Research
Sukadi.(2008). Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI,
Usman A (eds). Buku ajar neonatologi. Jakarta: BadanPenerbit IDAI, pp: 147-169.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). (2012). Angka Kematian Ibu.
Dikutip dari www.bkkbn.co.id diakses pada tanggal 16 Oktober 2019.
Tamazi RM, Mustarim, Syah S. (2013). Gambaran factor risiko ikterus neonatorum pada
neonatus di ruang perinatology RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2013. Jambi
Medical Journal, 1(1):1-7.
Wong RJ, Desandre GH, Sibley E, Stevenson DK. (2006). Neonatal jaundice and liver
disease.Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC (eds). Neonatal perinatal
medicine. USA: Mosby Elsevier, pp: 1419-1465.
Yuliawati, Dwi. 2018. The Relationship Between Perinatal And Neonatal Factors on The
Neonatal Jaundice. Jurnal Ners dan Kebidanan.

Anda mungkin juga menyukai