Anda di halaman 1dari 32

Laporan Aplikasi 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny S


BERDASARKAN TEORI KEPERAWATAN VIRGINIA AVENEL HENDERSON
DENGAN POST OP CRANIOTOMY REMOVAL TUMOR ASTROCYTOMA
DAN POST TRAKEOSTOMY DI RUANG NEURO LONTARA 3 BAWAH
BELAKANG RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
6 MARET 2020 – 9 MARET 2020

OLEH :
AWAL DARMAWAN
R012182016

Mengetahui

Preceptor Utama Preceptor Pendamping

(Dr. Rosyidah Arafat, S. Kep. Ns., M.Kep. Sp. Kep. KMB) (Titi Iswanti Afelya, S. Kep. Ns., M. Kep. Sp. Kep. KMB)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
BAB I

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Astrositoma primer merupakan salah satu tumor neuroepitelial dan dapat dibagi
menjadi beberapa derajat berdasarkan keganasannya. Astrositoma dibagi dalam empat
klasifikasi grading oleh WHO. Namun, etiologi dan patofisiologi belum jelas dan terapi
efektif belum tersedia. Akhir-akhir ini, angiogenesis ditemukan sangat penting pada
pertumbuhan tumor, derajat invasi, metastasis dan prognosis. Astrocytoma adalah tumor
otak terbanyak, lebih dari separuh keganasan pada sistem saraf pusat. Pasien dengan
astrocytoma hemisferik datang dengan klinis kejang dan tidak jarang dengan berbagai
gejala sehingga diagnosa menjadi sukar. Kasus terbanyak pada dekade pertama
kehidupan. Reseksi dengan pembedahan cukup untuk astrocytoma low grade, sayangnya
prognosa jeeak untuk astrocytoma high grade.
Astrocytoma menginfiltrasi otak dan sering berkaitan dengan kista pada berbagai
ukuran. Walaupun menginfiltrasi jaringan otak, efeknya pada fungsi otak hanya sedikit
sekali pada permulaan penyakit. Pada umumnya astrocytoma tidak ganas, walaupun dapat
mengalami perubahan keganasan menjadi glioblastoma. Tumor yang jinak umumnya
tumbuh lambat. Oleh karena itu penderita sering tidak datang berobat walaupun tumor
sudah berjalan bertahun- tahun, sampai timbul gejala misalnya serangan epilepsi atau
nyeri kepala. Beberapa studi klinis menemukan bahwa densitas mikrovaskular
berhubungan erat dengan malignansi tumor dan prognosis. Walaupun begitu, penjelasan
patofisiologi dari angiogenesis tumor akan menolong untuk perkembangan strategi
terapeutik untuk astrositoma primer (Jian-wei, Ren-ya, Ying, & Yong-Qing, 2005).
VEGF yang juga disebut vascular permeability factor (VGF), merupakan sebuah faktor
angiogenik yang diketahui untuk mengontrol angiogenesis serebral pada tahap awal
perkembangan embrionik. Disamping aktivitas angiogenesisnya, VEGF meningkatkan
permeabilitas vaskular dengan meningkatkan pembentukan fenestra sel-sel endotelial.
VEGF juga berfungsi sebagai faktor keselamatan untuk sel-sel endotelial. Akhir-akhir ini,
telah ditemukan bahwa VEGF diperlukan untuk memelihara pembuluh-pembuluh darah
yang baru terbentuk secara natural pada vaskularisasi retina dan pada sebuah model
angiogenesis tumor (Machein & Plate, 2000). Ekspresi VEGF dalam sel-sel tumor
distimulasi oleh hipoksia, onkogen (ras) dan inaktivasi gen supresor tumor (p53) dan oleh
berbagai sitokin. Aktivasi aksis VEGF/VEGF reseptor (VEGFR) memicu jaringan sinyal
multipel yang menghasilkan survival sel endotel, mitogenesis, migrasi, diferensiasi

2
danpermeabilitas vaskular serta mobilisasi sel-sel progenitor endotel dari sumsum tulang
kesirkulasi perifer. Overekspresi VEGF telah dihubungkan dengan progresivitas tumor
dan prognosis buruk dalam berbagai macam tumor,termasuk karsinoma kolorektal,
karsinoma lambung, karsinoma pankreas, kanker payudara, kanker paru dan melanoma,
acutemyeloid leukemia, karsinoma hepar dan kanker ovarium. (Farhat, 2009) Ki-67
adalah antibodi monoklonal IgG1 class yang pertama kali ditemukan oleh Gerdes et al
pada tahun 1983. Ki-67 dapat mengenali antigen inti yang ada pada sel yang sedang
berproliferasi dan tidak ada pada sel yang dorman. Antigen ini diekspresikan pada seluruh
fase dari siklus sel kecuali G0 dan fase awal dari G1. Ki-67 tidak dapat dapat dijadikan
faktor penentu diagnosis secara sendirian melainkan tetapi harus dikombinasi dengan
kriteria-kriteria lainnya seperti manifestasi klinis dan gambaran radiologis. Ki-67 dinilai
sebagai marker yang paling baik untuk menilai proliferasi sel tumor dan dapat sangat
membantu pada kasus-kasus di mana histologi menunjukan hasil low grade astrositoma
sedangkan parameter lainnya lebih condong ke arah malignansi (Johannessen & Torp,
2006; Thotakura, Tirumalasetti, & Krishna, 2014).
Keperawatan sebagai pelayanan profesional, dalam aplikasinya harus dilandasi oleh
dasar keilmuan keperawatan yang kokoh, dengan demikian perawat harus mampu
berpikir logis dan kritis dalam menelaah dan mengidentifikasi fenomena respon manusia.
Banyak bentuk-bentuk pengetahuan dan keterampilan berpikir kritis harus dilakukan pada
setiap situasi klien, antara lain dengan menggunakan model-model keperawatan dalam
proses keperawatan sesuai dengan kebutuhan (Alligood, 2014).
Bentuk profesionalisme keperawatan salah satunya ditunjukkan dalam pemberian
asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan merupakan pendekatan ilmiah dan rasional
dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang ada, dengan pendekatan proses
keperawatan. Penerapan teori keperawatan yang diperkenalkan oleh para ahli di bidang
keperawatan perlu terus dikembangkan penerapannya di lapangan atau pada praktik
keperawatan. Banyak teori yang telah diperkenalakan oleh para ahli keperawatan. Salah
satunya adalah model konsep keperawatan yang dikembangkan oleh Catherine Kolcaba
(Alligood & Tomey ,2006).
Teori ini merupakan pendekatan yang sesuai dalam mengelola ketidaknyamanan
yang dirasakan oleh pasien akibat menurunnya kekuatan otot. Kolkaba memandang
bahwa kenyamanan holistik adalah kenyamanan yang menyeluruh, mencakup
kenyamanan fisik, psikospiritual, psikososial dan lingkungan yang harus terpenuhi
(Alligood, 2014). Perawat harus mampu melihat ketidaknyamanan yang dirasakan oleh
3
pasien, mengidentifikasi kebutuhan perawatan apa yang dibutuhkan pasien, memenuhi
kebutuhan pasien, serta membantu pasien meningkatkan kenyamanannya terkait
kenyamanan fisik, psikospiritual, psikososial dan lingkungan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memahami penerapan teori Virginia Henderson dalam asuhan keperawatan sistem
neurologi pada kasus Post Craniotomy Tumor Astrocytoma dan Trakeostomy.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep teori Virginia Henderson
b. Memahami konsep teori Tumor Astrocytoma
c. Menganalisis penerapan konsep model teori Virginia Henderson Pada Asuhan
Keperawatan Post Craniotomy Tumor Astrocytoma
C. Manfaat Penulisan
1. Memberikan gambaran bagi penulis untuk penerapan model teori keperawatan
menurut Virginia Henderson.
2. Memberikan arahan dan ketajaman interpretasi bagi penulis dalam menerapkan model
teori keperawatan menurut Virginia Henderson dalam pemberian asuhan
keperawatan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Model dan Konsep Virginia Henderson


Keperawatan menurut Virginia Handerson dapat di definisikan membantu
individu yang sakit dan sehat dalam melaksanakan aktifitas yang memiliki kontribusi
terhadap kesehatan dan penyembuhannya. Dimana individu tersebut akan mampu
mengerjakannya tanpa bantuan bila pasien memiliki kekuatan, kemauan dan pengetahuan
yang dibutuhkan dan hal ini dilaksanakan dengan cara membantu mendapatkan kembali
kemandiriannya secepat mungkin.
Dalam hal ini klien dianggap sebagai tokoh utama (central figure) dan menyadari
bahwa tim kesehatan pada pokoknya adalah membantu tokoh utama tadi. Usaha perawat
menjadi sia-sia bila klien tidak mengerti, tidak menerima atau menolak atas asuhan
keperawatan, karenanya jangan sampai muncul klien tergantung pada perawat/tim
kesehatan. Pada dasarnya tanggung jawab seorang perawat adalah menolong klien dalam
membantu klien menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dia lakukan tanpa
bantuan. Teori Virginia Handerson berfokus pada individu yang berdasarkan
pandangannya, yaitu bahwa jasmani (body) dan rohani (mind) tidak dapat dipisahkan.
Menurut Handerson, manusia adalah unik dan tidak ada dua manusia yang sama. Dimana
pasien merupakan mahluk sempurna yang dipandang sebagai komponen bio, psiko,
cultural, dan spiritual yang mempunyai empat belas kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar
individu tercermin dalam 14 komponen dari asuhan keperawatan dasar(basic nursing
care).
Dalam hal ini klien dianggap sebagai tokoh utama (central figure) dan menyadari
bahwa tim kesehatan pada pokoknya adalah membantu tokoh utama tadi. Usaha perawat
menjadi sia-sia bila klien tidak mengerti, tidak menerima atau menolak atas asuhan
keperawatan, karenanya jangan sampai muncul klien tergantung pada perawat/tim
kesehatan. Jadi pada dasarnya tanggung jawab seorang perawat adalah menolong klien
dalam membantu klien dalam menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dia
lakukan tanpa bantuan. Perawat dapat melakukan beberapa hal yang dapat membantu
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan klien, diantaranya:
1. Menciptakan rasa kekeluargaan dengan klien.
2. Berusaha mengerti maksud klien
3. Berusaha untuk selalu peka terhadap ekspresi non verbal

5
4. Berusaha mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.
5. Berusaha mengenal dan menghargai klien.
Keperawatan menurut Handerson dapat di definisikan membantu individu yang
sakit dan sehat dalam melaksanakan aktifitas yang memiliki kontribusi terhadap
kesehatan dan penyembuhannya. Dimana individu tersebut akan mampu
mengerjakannya tanpa bantuan bila pasien memiliki kekuatan, kemauan dan
pengetahuan yang dibutuhkan dan hal ini dilaksanakan dengan cara membantu
mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin. Kebutuhan dasar manusia
menurut Virginia handerson adalah makanan, perumahan, pakaian, kasih sayang, dan
pujian, perasaan dibutuhkan, dan perasaan saling membantu sesamanya. Semua orang
mempunyai kebutuhan dasar yang sama, tetapi perlu disadari bahwa kebutuhannya itu
dipenuhi dengan berbagai macam cara, yang berbeda satu dengan yang lainnya. Artinya
betapapun arif dan bijaksananya atau bagaimanapun kerasnya usaha perawat, ia tidak
mungkin pernah bisa sepenuhnya menyelami atau memenuhi segala sesuatu yang
diperlukan klien dalam mencapai kebutuhan hidupnya. Hal itu disebabkan kesanggupan
manusia untuk mengetahui kebutuhan orang lain adalah sangat terbatas sekali.
Dari penjelasan tersebut tujuan keperawatan yang dikemukakan oleh Handerson
adalah Untuk bekerja secara mandiri dengan tenaga pemberi pelayanan kesehatan dan
membantu klien untuk mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin. Dimana
pasien merupakan mahluk sempurna yang dipandang sebagai komponen bio, psiko,
cultural, dan spiritual yang mempunyai empat belas kebutuhan dasar.(Aplikasi model
konseptual keperawatan, Meidiana D). Menurut Handerson peran perawat adalah
menyempurnakan dan membantu mencapai kemampuan untuk mempertahankan atau
memperoleh kemandirian dalam memenuhi empat belas kebutuhan dasar pasien. Factor
menurunnya kekuatan, kemauan dan pengetahuan adealah penyebab kesulitan pasien
dalam memperoleh kemandiriannya. Untuk itu diperlukan focus intervensi yaitu
mengurangi penyebab dimana pola intervensinya adalah mengembalikan,
menyempurnakan, melengkapi, menambah, menguatkan kekuatan, kemauan, dan
pengetahuan.
Kerangka kerja praktek dari model konsep dan teori keperawatan Virginia
Handerson adalah praktek keperawatan yang membentuk klien untuk melaksanakan 14
kebutuhan dasar dari Handerson. Dimana Virginia Handerson mengidentifikasikan 14
komponen tersebut dalam asuhan keperawatan dasar pada tingkat asuhan individual,
mengacu kepada aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dari seseorang, perawat

6
membantunya dengan fungsi-fungsi ini, atau membuat kondisi sehingga memungkinkan
klien melakukan hal-hal berikut ini:
1. Bernafas dengan normal
Bantuan yang dapat diberikan kepada klien oleh perawat adalah membantu memilih
tempat tidur, kursi yang cocok, serta menggunakan bantal, alas dan sejenisnya
sabagai alat pembantu agar klien dapat bernafas secara normal dan kemampuan
mendemonstrasikan dan menjelaskan pengaruhnya kepada klien.
2. Kebutuhan akan nutrisi
Perawat harus mampu memberikan penjelasan mengenai tinggi dan berat badan yang
normal, kebutuhan nutrisi yang diperlukan. Pemilihan dan penyediaan makanan,
dengan tidak lupa memperhatikan latar belakang dan social klien.
3. Kebutuhan eliminasi
Perawat harus mengetahui semua saluran pengeluaran dan keadaan normalnya, jarak
waktu pengeluaran, dan frekuensi pengeluaran.
4. Gerak dan keseimbangan tubuh
Perawat harus mengetahui tentang prinsip-prinsip keseimbangan tubuh, miring, dan
bersandar.
5. Kebutuhan isthirahat dan tidur
Perawat harus mengetahui intensitas istirahat tidur pasien yang baik dan menjaga
lingkungan nyaman untuk istirahat.
6. Kebutuhan berpakaian
Perawat dasarnya meliputi membantu klien memilihkan pakaian yang tepat dari
pakaian yang tersedia dan membantu untuk memakainya.
7. Mempertahankan temperature tubuh atau sirkulasi
Perawat harus mengetahui physiologi panas dan bisa mendorong kearah tercapainya
keadaan panas maupun dingin dengan mengubah temperature, kelembapan atau
pergerakan udara, atau dengan memotivasi klien untuk meningkatkan atau
mengurangi aktifitasnya.
8. Kebutuhan akan personal hygiene
Perawat harus mampu untuk memotivasi klien mengenai konsep konsep kesehatan
bahwa walaupun sakit klien tidak perlu untuk menurunkan standard kesehatannya,
dan bisa menjaga tetap bersih baik fisik maupun jiwanya.
9. Kebutuhan rasa aman dan nyaman

7
Perawat mampu melindungi klien dari trauma dan bahaya yang timbul yang mungkin
banyak factor yang membuat klien tidak merasa nyaman dan aman.
10. Berkomunikasi
Berkomunikasi dengan orang lain dan mengekspresikan emosi, keinginan, rasa takut
dan pendapat. Perawat menjadi penerjemah dalam hubungan klien dengan tim
kesehatan lain dalam memajukan kesehatannya, dan membuat klien mengerti akan
dirinya sendiri, juga mampu menciptakan lingkungan yang teraupeutik.
11. Kebutuhan spiritual
Perawat mampu untuk menghormati klien dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya
dan meyakinkan pasien bahwa kepercayaan, keyakinan dan agama sangat
berpengaruh terhadap upaya penyembuhan.
12. Kebutuhan bekerja
Dalam perawatan dasar maka penilaian terhadap interprestasi terhadap kebutuhan
klien sangat penting, dimana sakit bisa menjadi lebih ringan apabila seseorang dapat
terus bekerja.
13. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Perawat mampu memkilihkan aktifitas yang cocok sesuai umur, kecerdasan,
pengalaman dan selera klien, kondisi, serta keadaan penyakitnya.
14. Kebutuhan belajar
Perawat dapat membantu klien belajar dalam mendorong usaha penyembuhan dan
meningkatkan kesehatan, serta memperkuat dan mengikuti rencana terapi yang
diberikan.
B. Konsep Teori Tumor Astrocytoma
1. Defenisi
Astrositoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel-sel astrosit dan
merupakan tipe tumor otak yang paling banyak ditemukan pada anak-anak maupun
pada orang-orang yang berumur antara 20 sampai 40 tahun. Walaupun berkembang
lambat, namun bukan merupakan tumor jinak karena kualitas dan lokasinya yang
bersifat invasif didalam ruang tulang calvarium.
Di dalam otak dan medulla spinalis terdap sel-sel saraf dan juga sel yang
mendukung dan memproteksi sel-sel saraf. Sel sel yang mendukung dikenal dengan
nama sel-sel glial yaitu oligodendrosit, astrosit, sel-sel ependimal, sel-sel schwan,
mikroglia, dan sel-sel setelit. Tumor pada sel-sel ini dikenal dengan glioma. Tumor-
tumor astrositik adalah tipe glioma yang paling banyak dan berkembang dari tipe sel

8
berbnetuk bintang yang disebut astrosit. Astrositoma dapat tejadi pada berbagai
bagian otak, tetapi paling banyak ditemukan di cerebrum terutama di lobus frontal.
Astrosit jarang teijadi di medulla spinalis.
Banyak klasifikasi telah dikemukan oleh para ahli. Klasifikasi universal awal
dipelopori oleh Bailey dan Cushing (1926) berdasarkan histogenesis sel tumor dari sel
embrional yang dikaitkan dengan diferensiasinya pada berbagai tingkatan. Klasifikasi
tersebut antara lain: Astrositoma, oligodenroglioma, ependimoma, meduloblastoma,
glioblastoma multiforme, pinealoma (teratoma), ganglioneuroma (glioma),
neuroblastoma, papiloma pleksus khoroid, tumor unclassified, dan papiloma. Tahap
perkembangan selanjutnya klasifikasi ini mengalami modifikasi oleh Tokoro dari
Jepang, Zulch dari Jerman, Russel-Rubinstein (1959). Klasifikasi yang berkaitan
dengan gradasi keganasan berkembang secara luas seperti konsep pembagian dari
Borders (1915) yang mengelompokkan tumor otak (yang struktur selulernya sejenis)
menjadi empat tingkat anaplasia seluler.
Dua kelas tumor-tumor astrositik yang telah dikenal yaitu zona infiltrasi yang
terbatas (astrositoma pilositik, astrositoma giant cell subependimal, xantoastrositoma
pleomorfik) dan zona infiltrasi yang difus (astrositoma gred rendah, astrositoma
anaplastik, glioblastoma). Astrositoma dapat muncul di hemisfer otak, fossa posterior,
nervus optic, dan jarang di medulla spinalis.
2. Insiden Astrocytoma
Insiden terbanyak pada dekade pertama kehidupan dengan puncak usia 5-9 tahun.
Merupakan tumor terbanyak pada anakanak. Rasio laki-laki terhadap perempuan 1:1.
Pada astrocytoma low grade angka harapan hidup 5 tahun adalah 95-100% dengan
reseksi komplet. Pada astrocytoma high grade angka harapan hidup 5 tahun adalah
15-30% untuk supratentorial dan kurang dari 10% untuk infratentorial. Glioblastoma
terjadi pada pria 2 kali lebih banyak dibanding wanita dan usia puncak dekade 5
sampai 7 dan jarang pada anak.
3. Etiologi
Penyebab pasti astrositoma tidak diketahui. Data epidemiologi mengivestigasi
eksposur okupasi parental, eksposure lingkungan, intake nutrisi maternal yang kurang
diidentifikasi menderita tumor otak. astrositoma difus dihubungkan dengan
bermacam-macam gangguan dan eksposur. Dengan pengecualian irradiasi terapeutik,
barangkali persenyawahan nitroso (nitrosourea), mengidentifikasi paparan lingkungan
sebagai penyebab spesifik.

9
Anak-anak penderita leukemia limpatik akut (ALL) yang menerima radiasi
profilaksis. Sebagai contoh, memiliki 22-fold resiko meningkat berkembang menjadi
neoplasma SSP yaitu astrositoma grade II, III, dan IV dengan interval onset 5 - 1 0
tahun.
Astrositoma, secara umum dan yang paling banyak dipakai, menurut World
Health Organization dibagi didalam beberapa tipe dan grade:
a. Astrositoma Pilositik (Grade I)
Tumbuh lambat dan jarang menyebar ke jaringan disekitarnya. Tumor ini biasa
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Mereka dapat disembuhkan secara
tuntas dan memuaskan. Namun demikian, apabila mereka menyerang pada tempat
yang sukar dijangkau, masih dapat mengancam hidup.
b. Astrositoma Difusa (Grade II)
Tumbuh lambat, namun menyebar ke jaringan sekitarnya. Beberapa dapat
berlanjut ke tahap banyakan terjadi pada dewasa muda.
c. Astrositoma Anaplastik (Grade III)
Sering disebut sebagai astrositoma maligna. Tumbuh dengan cepat dan menyebar
ke jaringan sekitarnya. Sel-sel tumornya terlihat berbeda disbanding dengan sel-
sel yang normal. Rata-rata pasien yang menderita tumor jenis ini berumur 41
tahun.
d. Gliobastoma multiforme (Grade IV)
Tumbuh dan menyebar secara agresif. Sel-selnya sangat berbeda dari yang
normal. Menyerang pada orang dewasa berumur antara 45 sampai 70 tahun.
Tumor ini merupakan salah satu tumor otak primer dengan prognosis yangsangat
buruk.
4. Manifestasi Klinis Astrocytoma
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologi progresif. Hal ini menekankan
pentingnya anamnesa. Gangguan neurologi pada tumor otak biasanya dianggap
disebabkan oleh 2 faktor: gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan
tekanan intracranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan
otak, infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor, gangguan suplai
darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan
mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovascular primer. Serangan

10
kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan
kompresi, invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Dari anamnesa
didapatkan keluhan biasanya dimulai setidaknya 3 bulan. Gejala awal tidak spesifik,
tidak terlokalisasi dan berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial seperti
nyeri kepala saat pagi hari, muntah dan letargi. Kejang terjadi pada 25% pasien
dengan astrocytoma supratentorial. Gejala yang berkaitan dengan lokasi tumor yaitu:

a. Defisit motoris terjadi 40% pada pasien dengan tumor hemisferik dan diencephic
b. Pasien dengan tumor diencephalic manifestasi sebagai sindrom diencephalic
seperti emesis, eforia

c. Pasien dengan astrocytoma cerebellum manifestasi sebagai kelemahan, dismetria,


tremor dan ataksia

d. Astrocytoma pada batang otak manifestasi sebagai hemiparesis kontralateral


e. Astrocytoma pada jalur visual manifestasi sebagai strabismus, proptosis,
nistagmus dan gangguan perkembangan mental

f. Astrocytoma pada corda spinalis manifestasi sebagai nyeri, kelemahan, gangguan


gait, parestesis dan disfungsi sphingter.

g. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda peningkatan tekanan intracranial seperti:


pemeriksaan funduskopi menunjukkan papiledema dan nervus opticus terlihat
pucat

h. Kelumpuhan nervus cranial VI dan ketidakmampuan abduksi 1 atau 2 mata.


Tanda lain menunjukkan: kelemahan, monoplegi atau hemiplegi multipel deficit
nervus cranialis, penurunan ketajaman penglihatan pada optic glioma, astrocytoma
spinal menunjukkan kelemahan berbagai derajat dari monoparesis sampai
quadriparesis.
5. Patofisiologi
Efek regional astrositoma berupa kompresi, invasi dan destruksi dari parenkim
otak. Arteri dan vena hipoksia, kompetisi nutrien, membebaskan produk akhir
metabolik dalam hal ini adalah radikal bebas, adanya gangguan elektrolit, dan
gangguan neurotransmitter serta pelepasan mediator-mediator seluler seperti sitokin

11
yang akan mengganggu fungsi parenkim normal. Elevasi tekanan intracranial
merupakan efek langsung dari massa yang akan meningkatkan volume darah atau
meningkatkan volume cairan cerebrospinal yang memediasi gangguan klinis. Tanda
dan gejala klinik merupakan tanda dari gangguan fungsi system saraf pusat. Defisit
neurologist fokal berupa kelemahan, paralysis, gaguan sensoris, kelumpuhan saraf
kranial dan kejang- kejang adalah ciri khas bermacam-macam lokasi tumor.
Astrositoma memiliki banyak tipe dan menyerang berbagai umur dimana lesi
massa ditemukan dimana saja dan dapat menimbulkan gejala dimana tumor tersebut
berada. Jika tidak diobati dengan benar, astrositoma dapat menyebabkan kematian.
Kematian teijadi karena herniasi tentorium dari desakan massa.
6. Pemeriksaan Radiologis Astrocytoma
a. CT Scan Kepala
CT Scan otak merupakan suatu revolusi di dalam diagnosa astrositoma
dengan akurasi 100% untuk tumor-tumor supratentorial (mencakup kelompok
anaplastik maupun yang nonanaplastik). 98% astrositoma grade I menunjukkan
adanya penurunan densitas, enhancement yang tidak mencolok, akan sedikit atau
tidak ada edema perifokal. 40% astrositoma grade II merupakan lesi yang
hipodens dibandingkan dengan jaringan otak sekitarnya, sedangkan sisanya kerap
mempunyai densitas yang sama; namun grade ini menunjukkan edema yang lebih
menonjol dan 90% menampilkan enhancement yang bermakna. Pemeriksaan CT
Scan otak dengan kontras dari suatu astrositoma derajat rendahsering tidak
memperlihatkan enhancement, sehingga keadan ini sulit dibedakanb dengan lesi
infark.

Gambar 3. CT Scan low grade astrositoma prekontaras dan poskontras.

12
b. MRI Kepala
MRI dapat mendeteksi astrositoma yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan
sken computer tomografi otak.

Gambar 4. MRI low grade astrositoma, A. Axial CT scan, precontrast and postcontrast. B. Coronal
postcontrast T1-weighted
c. Patologi Anatomi
Tampilan mikroskopik astrositoma fibiler berupa kumpulan sel-sel kecil yang
cacat dan uniform dengan latar belakang serabut-serabut neuroglia. Mitosis tidak
ada dan bentuk serta konten nucleus hamper uniform. Arsitektur jaringan
diinfiltrasi masih cukup baik, kadang kala ada degenerasi kistik atau deposit
garam kalsium pada dinding kapiler. Diferensiasi antara gliosis otak dengan
astrositoma yang tumbuh lambat sering kali sulit. Astrositoma cenderung
mempunyai densitas yang sedikit lebih padat disbanding otak normal. Nukleusnya
sedikit lebih besar dan irregular serta hiperktromatik ringan. Demikian pula
pembuluh-pembuluh kapilernya menjadi sedikit lebih prominen.

Gambar 5. Astrositoma Fibiler Low-grade

7. Diagnosis Banding

13
Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan
intrakranial, kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses
desak ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar
membedakan tumor otak dengan beberapa hal berikut:
a. Abses otak
Adalah sekumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak
yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat
dari suatu infeksi, trauma, atau tindakan pembedahan.
b. Ependimoma
Tumor yang berasal dari sel-sel ependim dalam sistem ventrikel dan kanalis
sentralis medulla spinalis. Tumor ini lebih banyak pada anak-anak (dekade 1),
biasanya jinak tetapi 10-20% ganas dengan kecenderungan menyebar melalui
ruang subaraknoid.
c. Oligodendroglioma
Merupakan tumor glioma terbanyak ketiga. 5% dari semua tumor susunan saraf
pusat. Dapat ditemukan pada semua usia terbanyak pada dekade 4 dan 5. Sebagian
besar tumor terletak pada lobus frontal, tumbuh dominan pada substantia alba
jarang pada korteks serebri.
d. Meduloblastoma
Tumor ini khas sekali karena selalu ditemukan pada garis tengah serebellum pada
bayi da anak-anak.
8. Terapi Astrocytoma
a. Terapi astrocytoma tergantung pada lokasi dan derajat tumor, pasien dengan
hidrocephalus obstruktif memerlukan penempatan ventriculoperitoneal shunt.
b. Kemoterapi
Mempunyai peran dan keberhasilan yang terbatas pada terapi astrocytoma, untuk
low grade astrocytoma yang inoperable karena lokasi, diberikan carboplatin dan
vincristine, perannya sangat terbatas pada pasien dengan high grade astrocytoma
dengan pemberian temozolomide dan agen alkilasi Low grade astrocytoma. Untuk
low grade astrocytoma reseksi merupakan modalitas primer, jika mungkin
dilakukan reseksi komplit untuk mencegah rekurensi, pada kasus inoperable
seperti lokasi di batang otak atau diencephalic, pertumbuhan ulang maka
dilakukan radioterapi dengan batas 2 cm dari tepi tumor High grade astrocytoma,
setelah reseksi dilakukan radioterapi lokal dengan dosis 50-60 Gy dengan tepi 2-4

14
cm dari tepi tumor Astrocytoma pada batang otak merupakan kasus inoperable,
dilakukan radioterapi lokal dengan dosis 54 Gy. Astrocytoma corda spinalis,
reseksi komplit sangat sukar dilakukan, dilakukan radioterapi dengan dosis 50 Gy.

9. Komplikasi Astrocytoma
Komplikasi yang dapat timbul:
a. Hidrocephalus obstruktif
b. Defisit neurologis
c. Komplikasi akibat radiasi: disfungsi endokrin, mikroangipati, anorexia
d. Komplikasi akibat kemoterapi: mielosupresi, gangguan fertilitas
10. Prognosa
a. Low grade Astrocytoma:
Angka harapan hidup mendekati 100% untuk astrocytoma yang dapat direseksi
komplit, tumor supratentorial mungkin menyebabkan gangguan motorik dan
kejang yang sifatnya menetap.
b. High Grade Astrocytoma:
Angka harapan hidup <30% dengan disfungsi endokrin, kognisi atau
motoric Astrocytoma batang otak: bila dapat dilakukan reseksi komplit
angka harapan hidup melebihi 90%, pada area tertentu pembedahan dapat
berakibat paralise nervus cranialis multipel, mutisme dan gangguan respirasi.
Astrocytoma corda spinalis: pada low grade astrocytoma dengan reseksi dan
radioterapi angka harapan hidup 67%, pada high grade astrocytoma jarang
bertahan hidup.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Studi Kasus
1. Gambaran Kasus Kelolaan
Pasien Ny S, berusia 42 tahun, pendidikan SLTP, pasien menikah, beragama
Islam, alamat pasien Kanipang, Rt.01, Rw.05, Kecamatan Lembang, Pinrang, RM.
905611. Tanggal masuk Rumah Sakit 26 Desember 2019, jam 08.22 WITA, dirawat di
ruang perawatan lontara 3 bawah belakang dr. Wahidin Sudirohusodo dengan diagnosa
medis Post Craniotomy Removal Tumor Astrocytoma dan Post Trakeostomy. Riwayat
penyakit pasien awalnya mengeluh muntah-muntah, sakit kepala sedang, tidak ada
demam, pasien pernah ditemukan terjatuh dilantai tetapi kronologis kejadian tidak
diketahui, durasi kurang dari 5 menit, pasien kemudian dibawa ke puskesmas dan
dirujuk ke RSU Lansirang dirawat di ICU dengan GCS 4, pasien riwayat TB dan
selesai pengobatan 4 tahun yang lalu, memiliki hipertensi dan Diabetes.
Saat dilakukan pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran: Sopor
(stupor), GCS 6, luka operasi di kepala sudah tidak diperban lagi, terdapat stoma
trakeostomy, terpasang O2 nasal/stoma 16 ltr/menit, terpasang infus Nacl 28
tetes/menit, pasien tampak terbaring lemah diatas tempat tidur, TD: 130/80, N:
100x/menit, RR: 24 x/mnt, S: 36◦C, SPO2: 99 %, CRT < 2 detik. Klien terpasang NGT
untuk pemenuhan nutrisi, Head up 30◦C.
2. Penerapan Teori Virginia Avenel Henderson pada Kasus Kelolaan
Menurut Henderson, kebutuhan dasar manusia terdiri atas 14 komponen
yang merupakan komponen penanganan perawatan. Empat belas kebutuhan
tersebut (Parker, M. E., & Smith, 2010) adalah sebagai berikut:
Lingkup Biologis
a. Pernafasan
Kesadaran samnolen dengan GCS E1M4V1, klien terpasang trakeostomy,
BP= 120/80 mmHg, RR: 24 x/mnt, HR = 80 x/mnt , ST = 36ºC, SaO2 99%

16
serta terpasang oksigen nasal/stoma 12 liter/menit, kesan irregular dan
lemah, produksi lendir/sputum berlebih, terkadang batuk. Lapang thorax
tampak simetris ki/ka dengan komplians paru simetris ki/ka. Pemeriksaan
auskultasi didapatkan bunyi vesikular kanan dan kiri, ronkhi basah halus di
daerah leher dan lapang paru.
Masalah: Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Makan dan minum dengan cukup
Klien terpasang selang NGT, klien diberikan sonde sesuai dengan jadwal,
klien diberi bubur saring 3x 100 ml, susu Peptisol 3x 200 Kkal.
Masalah : -
c. Membuang kotoran tubuh
Klien terpasang DC dan pampers, produksi urin (+) dengan konsistensi
jernih berwarna kuning, produksi 1000 cc/24 jam, tidak ada hambatan
dalam berkemih. BAB setiap hari, konsistrnsi lunak, distensi kandung
kemih (-), distensi abdomen (-) dan peristaltik usus 10x/mnt, BB: 45 kg,
IWL: 15x45 : 24 = 28,125 cc/jam jadi dalam 24 jam sebanyak 675 cc.
Masalah: -
d. Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan
Saat ini klien terbaring di tempat tidur dengan terpasang NGT,
trakheostomy, kesadaran samnolen, pasien lemah, klien dibantu penuh oleh
suami dan anaknya dalam memenuhi kebutuhan activity daily living/ADL
setiap hari. Untuk penilain resiko jatuh berdasarkan Skala Morse, klien
beresiko tinggi jatuh dengan nilai 60. Dan penilain Barthel Index klien
termasuk ketergantungan berat dengan nilai 0.
Masalah: Hambatan Mobilitas Fisik
e. Tidur dan istirahat
Klien terbaring lemah ditempat tidur, pola tidur klien selama di rumah
teratur dan tidak ada gangguan tidur. Saat pengkajian di ruang rawat,
kesadaran samnolen, pasien tidak gelisah.
Masalah: -
f. Memilih pakaian yang sesuai
Saat dirawat dirumah sakit dengan post op hari perawatan ke 30 klien
hanya menggunakan sarung dan selimut. Saat pengkajian klien tidak

17
memakai baju serta celana hanya selimut, klien menggunakan pampers
ketika buang air besar, pasien diseka dengan tisu basah pagi dan sore hari.
Masalah: -
g. Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan menyesuaikan
pakaian dan mengubah lingkungan, saat pengkajian klien tidak demam,
saat dilakukan pengukuran suhu axilla yaitu 360C dan diberikan terapi
cairan per NGT.
Masalah: -
h. Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat serta serta melindungi integumen
Kulit sekitar sakrum belakang tampak luka dan terpasang verband sehingga
klien dianjurkan miring kanan miring kiri sesering mungkin, diameter luka
3 cm, luka grade 1 (superfisial).
Masalah: Kerusakan Integritas Kulit
i. Menghindari bahaya lingkungan yang bisa melukai
Saat pengkajian klien dalam kondisi kesadaran stupor, proses pikir tidak
baik, orientasi isi dan daya ingat tidak baik. Refleks patologi tidak
ditemukan. Kekuatan otot ekstremitas atas 0/1, sedangkan ekstremitas
bawah juga 0/1, delirium (-), agitasi (-). Kesan ada kelainan neorulogis baik
fisik maupun pada pemeriksaan penunjang sehingga bahaya dari
lingkungan dapat terjadi.
Pemerisaan Neurlogis
Nervus 1 : olfakterius (tidak dapat dikaji)
Nervus II : optikus (reflek pupil mengecil dan lambat, diameter 2 mm)
Nervus III : okulomotorik Ptosis (-), gerakan bola mata ada, Pupil dengan
refleks cahaya (+)
NervusIV : Trokhlearis pupil (isokor)
Nernus V : Trigeminus fungsi menelan (tidak dapat dikaji, menggunakan
NGT)
Nervus VI Abdusen otot mata dan fungsi pengecapan (tidak dapat dikaji)
Nervus VII : Fasialis wajah simetris kekuatan otot muka (tidak dapat dikaji)
Nervus VIII : Akustikus fungsi pendengaran baik (kesadaran menurun)
Nervus IX : Glossofaringeus fungsi pengecapan (tidak dapat dikaji)
Nervus X : Vagus (tidak dapat dikaji)
Nervus XI : Aksesoris (tidak dapat dikaji)
Nrvus XII : Hipoglosus Fungsi lidah (tidak dapat dikaji)
Pemeriksaan Estremitas Superior
Motorik
Pergerakan ka/ki : Menurun/menurun
Kekuatan ka/ki : 0/1

18
Tonus ka/ki : Menrun/menurun
Refeks Fisiologis
Bisep (-) Tricep (-) Radius (-) Ulna (-)
Reflekx pathologis
Hotman tromner (-)
Sensibilitas
Nyeri (tidak dapat dikaji), Atropi (-)
Pemeriksaan Estremitas Inferior
Motorik
Pergerakan ka/ki : Menurun/meneurun
Kekuatan ka/ki : 1/0
Tonus ka/ki : menurun/menurun
Refleks Patologis
Babinski : negatif, tidak ada kejang
Chaddock : negatif
Sensibilitas
Nyeri : (tidak dapat dikaji)
Masalah: Hambatan mobilitas fisik
Lingkup Psikologis
j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi, kebutuhan,
rasa takut, atau pendapat
Klien tidak sadar, selama post op, klien tidak dapat bergerak seperti miring
kiri miring kanan sehingga harus dibantu oleh keluarga..
Masalah : -
k. Belajar mengetahui atau memuaskan rasa penasaran yang menuntun pada
perkembangan normal dan kesehatan serta menggunakan fasilitas kesehatan
yang tersedia
Kemampuan untuk menerima kondisi yang dialami klien yaitu berdasarkan
pangkajian, keluarga cukup menerima kondisi yang dialami pasien, dan
siap untuk menjalani pengobatan serta perawatan yang diberikan serta
berharap cepat sembuh dan pulang segera ke rumah. Keluarga klien
koperatif dengan petugas baik itu dokter dan perawat serta mahasiswa yang
praktek.
Masalah: -
Lingkup Sosiologis
l. Bekerja dengan tata cara yang mengandung unsur prestasi
Karena sakit yang dialaminya saat ini mengharuskan klien untuk dirawat di
RS Daerah sebelumnya dan dirujuk ke RS Wahidin untuk penangan yang
19
lebih baik. Hubungan klien dengan keluarga, tidak ada masalah sehingga
klien tampak cukup diperhatikan kondisi sakit yang dialaminya saat ini dan
mendapat dukungan baik dari keluarganya.
Masalah: -
m. Bermain atau terlibat dalam berbagai kegiatan rekreasi
Saat ini klien tidak dapat berpartisiasi dalam berbagai kegiatan, sehingga
untuk mengatasi hal tersebut keluarga gantian untuk menjaga pasien dan
yang lain bekerja seperti biasanya.
Masalah:- -

Lingkup Spiritual
n. Beribadah sesuai dengan keyakinan
Sebelum sakit klien beragama Islam adalah orang yang taat menjalankan
perintah agama yaitu sholat lima waktu. Saat dilakukan pengkajian, selama
dirawat di rumah sakit klien tidak melaksanakan sholat karena kondisi
sakitnya. Klien tidak dapat melaksanakan sholat dan keluarga berdoa agar
segera sembuh dan pulang ke rumah berkumpul dengan anggota
keluarganya.
Masalah: Hambatan Religiositas

3. Hasil Laboratorium
a. Pemerksaan Laboratorium
Tgl 06/03/2020
Hematologi Rutin
- WBC : 13,92 x 106/Ul
- RBC : 4,93 x 103/Ul
- HGB : 14,5 g/dl
- PLT : 281 x 103/Ul
- HCT : 44,2 %
Kimia darah
- Ureum : 82 mg/dl
- Kreatinin : 1,44 mg/dl
- Natrium : 150 mmol/L
- Kalium : 4,1 mmol/L

20
- Clorida : 112 mmol/L
- Albumin : 3,2 gr/dl
b. Foto thorax: Gambaran Pneumonia
c. CT scan kepala
4. Terapi yang diberikan :
a. Levofloxacin 750 mg/24 jam/intravena
b. Citicolin 500 mg/12 jam/intravena
c. Metylprednisolon 62,5 mg/12 jam/intravena
d. Omeprazole 40 mg/24 jam/intravena
e. Mecobalamin 500 mg/12 jam/intravena
f. Vip Albumin 2 capsul/8 jam/oral
g. KSR 3x1 tablet oral
h. Maxiliv 2x1 tablet/oral
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kapasitas adatif intrakarnial.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Gangguan integritas kulit
4. Hambatan mobilitas fisik
5. Hambatan Religiositas

21
C. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Evaluasi
Dx Keperawatan Intrevensi
Tujuan Implementasi (Sue Moorhead,
(T.Heather H, 2018) (Howard k, Gloria M, Joanne, 2018)
Elizabeth, Marion,
2018)
Penurunan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Tekanan Intrakarnial: 1). Mengidentifikasi penyebab Tgl 06/03-2020, jam
kapasitas adatif keperawatan selama 3x24 jam klien 1. Identifikasi penyebab peningkatan peningkatan TIK (edema serebri) 10.00
intrakarnial akan memperlihatkan bahwa kapasitas TIK (edema serebri). Hasil : Penyebab peningkatan TIK S:-
O: - Kesadaran
berhubungan adaptif intrakarnial meningkat , dengan 2. Monitor peningkatan tekanan darah. adalah Tumor intrakarnial
menurun.
dengan penurunan kriteria hasil : 3. Monitor penurunan kesadaran 2). Memonitor tekanan darah - GCS: 6
teakanan perfusi • Tingkat kesadran meningkat 4. Pertahankan posisi kepala dan leher. Hasil: 160/100 mmHg - R: 24 x/mnt, N.88
serebral ≤ 50-60 • Fungsi kognitif meningkat 5. Jelaskan Tujuan dan prosedur 3). Memonitor penurunan keasadaran x/mnt, TD: 130/80
mmHg dan • Tekanan darah membaik pemantauan Hasil : GCS 10, kesadaran apatis mmHg, SaO2:98
peningkatan • Pola napas membaik 4). Mempertahanakan posisi kepala %
kontinu TIK ≥10- Pemantauan Neurologis dan leher - Respon pupil
• Respon pupil membaik
lambat
15 mmHg. • Refleks neurologis membaik 1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, Hasil : Posisi kepala head up 30o
- Refleks neurologi
DS : - • tekanan intrakarnial membaik dan reaktifitas pupil. 5). Menjelaskan Tujuan dan prosedur menurun
Do: 2. Monitor respons Babinski pemantuan A:Penurunan kapasistas
 Tekanan darah Hasil : penjelasan tujuan dan adaptif intracranial
meningkat prosedur disampaikan kepada P: Intervensi
160/100 mmHg keluarga pasien. dilanjutkan
 Pola napas 6). Memonitor ukuran, bentuk,
ireguler kesimetrisan, dan reaktifitas pupil.
 tingkat Hasil : reaksi pupil melambat,
kesadaran simetris pupil kiri dan kanan
menurun GCS 6 7). Memonitor respons Babinski
 Respon Pupil Hasil : respon Babinski (-)
melambat ekstremitas inferior dextra
 Refleks
Neurologi
menurun

22
Evaluasi
Dx Keperawatan Intrevensi
Tujuan Implementasi (Sue Moorhead,
(T.Heather H, 2018) (Howard k, Gloria M, Joanne, 2018)
Elizabeth, Marion,
2018)
Setelah dilakukan tindakan
Ketidakefektifan keperawatan < 1x24 jam, bersihan Penghisapan lendir pada jalan nafas 1). Melakukan tindakan cuci tangan Tgl 06/03-2020, jam
bersihan jalan napas jalan nafas dapat teratasi dengan - Lakukan tindakan cuci tangan 2). Menggunakan APD 10.00
b/d adanya kriteria sbb: - Lakukan tindakan pencegahan 3). Menentukan perlunya suction S:-
pemasangan • Tidak ada batuk umum mulut atau trachea O: - Tampak bernafas
trakeostomy • Pola napas teratur - Gunakan APD 4). Mengauskultasi suara nafas dengan teratur.
• Produksi sputum berkurang - Tentukan perlunya suction mulut sebelum dan setelah tindakan - R: 20 x/mnt, N.80
• Frekuensi nafas dalam batas normal atau trachea suction x/mnt, TD:
• Tidak ada sianosis - Auskultasi suara nafas sebelum dan 5). Memberikan informasi kepada 130/80 mmHg,
setelah tindakan suction pasien dan keluarga tentang SaO2:98 %
- Informasikan kepada pasien dan pentingnya tindakan suction - Sekret berkurang
keluarga tentang pentingnya 6). Mengaspirasi nasopharing dengan - Tidak ada
tindakan suction kanul suction sesuai dengan sianosis atau
- Aspirasi nasopharing dengan kanul kebutuhan desaturasi
suction sesuai dengan kebutuhan 7). Masukkan nasopharyngeal airway A: Ketidakefektifan
- Masukkan nasopharyngeal airway untuk melakukan suction bersihan jalan
untuk melakukan suction nasotracheal sesuai kebutuhan. napas teratasi
nasotracheal sesuai kebutuhan. 8). Instruksikan kepada pasien untuk sebagian
- Instruksikan kepada pasien untuk menarik nafas dalam sebelum P: Intervensi
menarik nafas dalam sebelum dilakukan suction nasotracheal dan dilanjutkan
dilakukan suction nasotracheal dan gunakan oksigen sesuai kebutuhan
gunakan oksigen sesuai kebutuhan 9). Menggunakan closed system
- Gunakan closed system suctioning suctioning sesuai indikasi
sesuai indikasi 10). Menggunakan alat steril setiap
- Gunakan alat steril setiap tindakan tindakan suctioning trachea
suctioning trachea 11). Memilih kanul suction yang
- Pilih kanul suction yang diameternya separuh dari diameter
diameternya separuh dari diameter pipa endotracheal, pipa
pipa endotracheal, pipa trakeostomy trakeostomy atau jalan nafas
atau jalan nafas pasien pasien
- Instruksikan kepada pasien untuk 12). Memonitor adanya nyeri
mengambil nafas pelan dan dalam 13). Memonitor status oksigen pasien
selama kanul suction masuk dalam (SaO2), status neurologis (status

23
Evaluasi
Dx Keperawatan Intrevensi
Tujuan Implementasi (Sue Moorhead,
(T.Heather H, 2018) (Howard k, Gloria M, Joanne, 2018)
Elizabeth, Marion,
2018)
jalur nasotrachea mental, tekanan intracranial,
- Monitor adanya nyeri tekanan perfusi cerebral dan status
- Monitor status oksigen pasien hemodinamik (nilai MAP dan
(SaO2), status neurologis (status irama jantung) segera sebelumnya,
mental, tekanan intracranial, tekanan selama dan setelah melakukan
perfusi cerebral dan status suction.
hemodinamik (nilai MAP dan irama 14). Melakukan pengecekan respon
jantung) segera sebelumnya, selama pasien setelah dilakukan suction
dan setelah melakukan suction. 15). Melakukan suction orofaring
- Berdasarkan durasi setiap suction setelah menyelesaikan suction
trachea uang secret dan cek respon trachea
pasien terhadap suction 16). Membersihkan area sekitar stoma
- Lakukan suction orofaring setelah trachea setelah menyelesaikan
menyelesaikan suction trachea suction trachea sebagaimana
- Bersihkan area sekitar stoma trachea mestinya
setelah menyelesaikan suction 17). Menghentikan suction trachea dan
trachea sebagaimana mestinya sediakan oksigen tambahan jika
- Hentikan suction trachea dan pasien pernah mengalami
sediakan oksigen tambahan jika bradikardia, peningkatan ektopi
pasien pernah mengalami ventrikel dan atau desaturasi.
bradikardia, peningkatan ektopi 18). Memonitor dan catat warna,
ventrikel dan atau desaturasi. jumlah dan konsistensi secret
- Monitor dan catat warna, jumlah dan 19). Mengirimkan sampel secret untuk
konsistensi secret tes kultur dan sensitivitas
- Kirimkan sampel secret untuk tes sebagaimana mestinya
kultur dan sensitivitas sebagaimana
mestinya

24
Evaluasi
Dx Keperawatan Intrevensi
Tujuan Implementasi (Sue Moorhead,
(T.Heather H, 2018) (Howard k, Gloria M, Joanne, 2018)
Elizabeth, Marion,
2018)

Hambatan mobiitas Setelah dilakukan perawatan selama 3 1) Kaji kemampuan klien dalam 1) Melakukan pengkajian terhadap tgl 07/3-2020, jam
fisik b/d penurunan hari klien dapat menunjukan toleransi aktivitas kemampuan klien dalam aktivitas 10.00
kesadaran pasien terhadap aktivitas dengan kriteria : 2) Pertimbangkan kemampuan klien Hasil: S:- Keluarga
• Komunikasi verbal tentang dalam berpartisipasi melalui Klien dalam perawatan mengatakan Klien
kemampuan dalan aktivitas aktivitas spesifik ketergantungan total. Kemampuan tidak dapat
• Klien dapat toleransi terhadap 3) Pertimbangkan komitmen klien aktivitas terbatas beraktifitas sendiri
aktivitas ringan tanpa terjadi untuk melakukan aktivitas 2) Mempertimbangkan kemampuan
peningkatan vital sign 4) Bantu klien dalam memilih aktivitas klien dalam berpartisipasi pada O:- Aktivitas makan
• Klien mampu menghemat energy yang biasa dilakukan aktivitas dibantu
dalam melakukan aktivitas yang 5) Berikan motivasi pada keluarga 3) Menjelaskan pada klien tentang efek - Belum Dapat
tidak dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas aktivitas yang akan dilakukan merubah posisi
• Keluarga dapat mengidentifikasi klien sendiri miring tanpa
kebutuhan klien dan koperatif dalam 6) Bantu klien dalam melakukan Hasil: bantuan
memenuhi kebutuhan nya aktivitas Klien memahami penjelasan yang
diberikan A: Hambatan mobilitas
4) Membantu klien memilih aktivitas fisik belum teratasi
yang toleran
Hasil: P:Intervensi 2 s/d 5
Klien mengatakan dapat toleran dilanjutkan
pada aktivitas makan dan ROM
5) Memberikan penjelasan pada
keluarga untuk mampu
berpartisispasi dalam pemenuhan
aktivitas klien
Hasil:
Kelurga memahami penjelasan yang
diberikan dan berkomitmen untuk
membantu klien dalam aktivitasnya
6) Membantu klien merubah posisi
tidur

25
Evaluasi
Dx Keperawatan Intrevensi
Tujuan Implementasi (Sue Moorhead,
(T.Heather H, 2018) (Howard k, Gloria M, Joanne, 2018)
Elizabeth, Marion,
2018)
Hasil:
Klien merasa nyaman dengan posisi
yang diberikan

Kerusakan integritas Setelah dilakukan perawatan selama 3 Management Pressure 1) Menganjurkan keluarga untuk Tgl 09/3/2020, jam
kulit b/d luka pada hari kerusakan integritas kulit klien 1). Anjurkan klien untuk menggunakan mobilisasi minimal 2 jam 10.00
sacrum dapat teratasi dengan kriteria : pakaian yang longgar Hasil: S: -
• Integritas kulit yang baik dapat 2). Mobilisasi klien minimal tiap 2 jam Klien diganjal dengan bantal saat
dipetahankan 3). Monitor kulit akan adanya mobilisasi arah lateral O:- Luka pada daerah
• Tidak ada luka/lesi pada kulit kemerahan sacrum terpasang
• Perfusi jaringan baik 4). Oleskan lotion atau baby oil pada 2) Menganjurkan keluarga verband
• Menunjukkan pemahaman dalam daerah yang tertekan memberikan lotion atau baby oil - Klien dibantu
proses perbaikan kulit dan 5). Anjurkan keluarga untuk pada daerah yang tertekan dalam melakukan
mencegah terjadi cedera berulang memandikan klien dengan air hangat Hasil: reposisi
• Mampu melindungi kulit dan dan sabun Klien diberikan minyak kutus- - Luka diolesi
mempertahankan kelembapan kulit 6). Kaji lingkungan dan peralatan yang kutus pada daerah yaang terkena dengan lotion saat
• Menunjukkan proses penyembuhan dapat menyebabkan tekanan] luka dilakukan
luka 7). Observasi luka (lokasi, dimensi, perawatan luka
kedalaman luka, karakteristik, warna 3) Mengobservasi luka
cairan, granulasi, jaringan nekrotik, Hasil: A: Kerusakan integritas
tanda-tanda infeksi lokal, formasi Luka klien tampak kemerahan dan kulit belum teratasi
traktus) dipasangi verband untuk mencegah
8). Ajarkan pada keluarga tentang luka infeksi P: Intrevensi 2 s/d 4
dan perawatan luka dilanjutkan
9). Lakukan teknik perawatan luka 4) Memberikan posisi yang dapat
dengan steril mengurangi tekanan pada luka
10). Berikan posisi yang mengurangi Hasil:
tekanan pada luka Keluarga akan melakukan mika
miki secara bertahap

26
Evaluasi
Dx Keperawatan Intrevensi
Tujuan Implementasi (Sue Moorhead,
(T.Heather H, 2018) (Howard k, Gloria M, Joanne, 2018)
Elizabeth, Marion,
2018)

Setelah dilakukan tindakan


Hambatan keperawatan selama 2x24 jam, 1). Identifikasi keinginan pasien 1). Melakukan identifikasi keinginan Tgl 09/3/2020, jam
Religiositas diharapkan tidak mengalami hambatan terhadap ekspresi keagamaan pasien terhadap ekspresi 10.00
berhubungan dengan 2). Eksplorasi alternatif untuk beribadah keagamaan S: -
religiositas:
penurunan kesadaran O:- Pasien
Kriteria Hasil: 3). Diskusikan mengenaiminat terhadap 2). Mengeksplorasi alternatif untuk
pasien diperdengarkan
• Kualitas keyakinan keagamaan beribadah lantunan alqur’an
• Kualitas harapan 4). Dengarkan dan kembangkan 3). Mendiskusikan mengenai minat via audio setiap
• Kemampuan berdoa perasaan mengenai waktu untuk terhadap keagamaan dengan sore hari
• Kemampuan beribadah beribadah menyarankan kepada keluarga - Keluarga
• Pengalaman spiritual kooperatif dan rajin
5). Bantu dengan memodifikasi cara untuk sering memperdengarkan
• Keterkaitan dengan orang lain memberikan
• Berinteraksi dengan orang lain memenuhi kebutuhan keagamaan lantunan alqur’an via audio.
lantunan alqur’an
untuk berbagi ide, perasaan dan karena ketidakmampuan. 4). Mendengarkan dan kembangkan
via audio
keyakinan perasaan mengenai waktu untuk A:Hambatan
Keterangan : beribadah Religiositas teratasi
1. Tidak mandiri 5). Membantu dengan memodifikasi P:Intrevensi
2. Dibantu orang dan alat cara memenuhi kebutuhan dilanjutkan
3. Dibantu orang keagamaan karena
4. Dibantu alat ketidakmampuan, dengan
5. Mandiri penuh memperdengarkan lantunan
alqur’an via audio.

27
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama pasien : Ny S
No RM : 905611
Tanggal Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan
08-03-2020 Penurunan kapasitas S:-
adatif intrakarnial O: - Kesadaran menurun.
berhubungan dengan - GCS: 6
- R: 24 x/mnt, N.88 x/mnt, TD: 130/80 mmHg, SaO2:98 %
penurunan teakanan
- Respon pupil lambat
perfusi serebral ≤ 50- - Refleks neurologi menurun
60 mmHg dan A:Penurunan kapasistas adaptif intracranial
peningkatan kontinu P: Intervensi dilanjutkan
TIK ≥10-15 mmHg.
DS : -

08-03-2020 Ketidakefektifan jam 12.40


bersihan jalan napas b/d S:-
adanya pemasangan O:Pola nafas teratur, RR.20 x/mnt, tidak ada secret, N.88 x/mnt
trakeostomy A: Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi sebagian
P: Intervensi 2 s/d 7 dilanjutkan

08-03-2020 Hambatan mobiitas fisik jam 12.30


b/d penurunan kesadaran S: -
pasien O: - Aktivitas makan dibantu melalui NGT
- Belum Dapat merubah posisi miring tanpa bantuan
A: Hambatan mobilitas fisik belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

08-03-2020 Kerusakan integritas jam 13.30


kulit b/d luka pada S:-
sacrum O:- Luka pada daerah sacrum terpasang verband
- Diameter luka 2 cm, epitelisasi (+)
- Luka diolesi dengan lotion saat dilakukan perawatan luka
A: Kerusakan integritas kulit teratasi sebagian
P: Intrevensi dilanjutkan

08-03-2020 Hambatan Religiositas S: -


berhubungan dengan O:- Pasien diperdengarkan lantunan alqur’an via audio setiap sore
penurunan kesadaran hari
pasien - Keluarga kooperatif dan rajin memberikan lantunan alqur’an via
audio
A:Hambatan Religiositas teratasi
P:Intrevensi dilanjutkan

28
Tanggal Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan
09-03-2020 Ketidakefektifan jam 12.40
bersihan jalan napas b/d S:-
adanya pemasangan O:Pola nafas reguler, RR.24 x/mnt, tidak ada secret, N.88 x/mnt
trakeostomy A: Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan

09-03-2020 Penurunan kapasitas S:-


adatif intrakarnial O: - Kesadaran menurun.
berhubungan dengan - GCS: 8
- R: 24 x/mnt, N.88 x/mnt, TD: 130/80 mmHg, SaO2:98 %
penurunan teakanan
- Respon pupil lambat
perfusi serebral ≤ 50- - Dapat menggerakkan kaki kiri
60 mmHg dan A:Penurunan kapasistas adaptif intracranial
peningkatan kontinu P: Intervensi dilanjutkan
TIK ≥10-15 mmHg.
DS : -

09-03-2020 Kerusakan integritas jam 13.30


kulit b/d luka pada S:-
sacrum O:- Luka pada daerah sacrum terpasang verband
- Epitelisasi (+)
- Luka diolesi dengan lotion saat dilakukan perawatan luka
A: Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P: Intrevensi dilanjutkan

09-03-2020 Hambatan mobiitas fisik jam 12.30


b/d penurunan kesadaran S: -
pasien O: - Aktivitas makan dibantu melalui NGT
- Belum Dapat merubah posisi miring tanpa bantuan
A: Hambatan mobilitas fisik belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

09-03-2020 Hambatan Religiositas S: -


berhubungan dengan O:- Pasien diperdengarkan lantunan alqur’an via audio setiap sore
penurunan kesadaran hari
pasien - Keluarga kooperatif dan rajin memberikan lantunan alqur’an via
audio
A:Hambatan Religiositas teratasi
P:Intrevensi dilanjutkan

29
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam asuhan keperawatan ini, penulis menggunakan teori dari Virginia Avenel
Henderson yaitu teori pemenuhan 14 pemenuhan kebutuhan klien. Hal ini dapat
diberikan oleh perawat dan diaplikasikan pada setiap setting perawatan. Pendekatan teori
Henderson ini dianggap yang paling sesuai dengan kondisi klien yang mengalami
masalah pada perawatan dirinya, dan mampu mengkaji secara mendalam tiap aspek
fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual. Sehingga ini akan berkontribusi terhadap
pemecahan masalah pasien melalui intervensi yang tepat dan terpadu (Alligood, 2014).
Pada pengkajian keperawatan pada Ny S dimana gangguan jalan nafas berhubungan
dengan secret yang berlebih pada tracheostomy dengan durasi 30 menit sampai dengan 1
jam mengharuskan Ny S untuk dilakukan section pada tracheotomy dan mulut pasien.
Sebelum dilakukan penghisapan lendir atau secret dapat dilakukan penerapan Evidence
Based Nursing (EBN) yaitu dengan memberikan Chest Physiotherapy (CPT) yang dapat
membantu mengeluarkan secret secara maksimal (Herbert D. Spapen, Jouke De Regt,
2017). Kondisi pasien dengan kesadaran samnolen dan lemah, mengakibatkan defesit self
care pasien terganggu dalam hal mobilitas fisik dan perawatan diri (makan, minum,
berpakaian dan eliminasi). Akibat tirah baring yang lama ditambah dengan faktor
predisposisi timbul luka tekan pada daerah sacrum. Oleh karena itu berdasarkan teori
Henderson klien mengalami kondisi dimana klien tidak mampu melakukan pemenuhan
kebutuhannnya sendiri sehingga masuk dalam kondisi ketergantungan akibat dari
hambatan mobilitas fisik pasien.
Diagnosa yang didapatkan pada pasien Ny S berdasarkan pengkajian adalah
gangguan jalan nafas, hambatan mobilitas fisik, sehingga dengan munculnya masalah
tersebut klien tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maka dibutuhan peran
keluarga dan perawat, dan kerusakan integritas kulit akibat tirah baring tanpa sering
dilakukan reposisi.
Peran perawat dalam hal ini adalah membantu keluarga pasien untuk mempelajari
kemampuan yang dimiiki oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan dari pasien. Suatu
situasi dimana perawat mengajarkan kepada keluarga untk mengambil alih beberapa
aktivitas yang tidak dapat dilakukan oleh klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLnya.
Model konsep keperawatan yang dikembangkan Virginia Handerson adalah model
konsep aktivitas sehari-hari dengan memberikan gambaran tugas perawat yaitu mengkaji
30
individu baik sakit maupun sehat, dengan memberikan dukungan pada kesehatan,
penyembuhan serta agar meninggal dengan damai (Ganz et al., 2013).

31
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R. (2014). Nursing Theorists and Their Work. In Elsevier Mosby.


https://doi.org/10.5172/conu.2007.24.1.106a
Arifuddin, & Burhanudin, B. (2015). Teori Ilmu Keperawatan Para Ahli “Teori dan
Aplikasi.” Indonesia.
Ganz, F. D., Ofra, R., Khalaila, R., Levy, H., Arad, D., Kolpak, O., … Benbenishty, J.
(2013). Translation of Oral Care Practice Guidelines Into Clinical Practice by Intensive
Care Unit Nurses. Journal of Nursing Scholarship, 45(4), 355–362.
https://doi.org/10.1111/jnu.12039
Herbert D. Spapen, Jouke De Regt, P. M. H. (2017). Chest physiotherapy in mechanically
ventilated patients without pneumonia—a narrative review. Journal of Thoracic
Disease, Vol 9. Retrieved from https://sci-hub.tw/10.21037/jtd.2017.01.32
Howard k, Gloria M, Joanne, C. (2018). NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION
(NIC) (7th ed.). United Kingdom: Elsevier Global Rights.
Nurarif A & Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Publishing Jogjakarta
Parker, M. E., & Smith, M. C. (2010). Nursing Theories & Nursing Practice (3rd ed.).
Philadelphia: F.A Davis Company.
Peter Duus. Diagnosis Topis Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.EGC. Jakarta.
1996.
Sylvia Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Buku 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;19.
Sue Moorhead, Elizabeth, Marion, M. (2018). NURSING OUTCOMES CLASSIFICATION
(NOC) (6th ed.). United Kingdom: Elsevier Global Rights.
T.Heather H, S. K. (2018). NANDA-I Diagnosa Keperawatan Definisi dasn Klasifikasi 2018-
2020 (11th ed.). Jakarta: EGC.

32

Anda mungkin juga menyukai