Anda di halaman 1dari 16

Terapi- Terapi Komplementer Dalam Keperawatan

Fasilitator : Dr. Ns. Rosyidah Arafat, M.Kep, Sp.Kep.MB

LEGAL AND ETHICAL ASPECTS OF COMPLEMENTARY


THERAPIES AND COMPLEMENTARY CARE

OLEH:

KELOMPOK 2

AWAL DARMAWAN
R012182016

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nyalah

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Legal And Ethical

Aspects Of Complementary Therapies And Complementary Care” sebagai salah satu

tugas kelompok pada mata kuliah terapi-terapi komplementer dalam keperawatan pada

Program Pascasarjana Magister Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar.

Semoga makalah ini dapat berguna bagi institusi pendidikan pada umumya dan

kami mahasiswa pada khususnya dengan memberikan informasi tambahan mengenai

terapi komplementer dalam keperawatan untuk membantu mahasiswa dalam

pembelajaran praktik klinis di berbagai tatanan pelayanan kesehatan untuk

menghasilkan tenaga perawat yang profesional.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan

karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

penyempurnaan makalah ini.

Makassar, Februari 2020


Penulis

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul .………………………………………………………................. i


Kata Pengantar ……………………………………………………...................... ii
Daftar Isi ………………………………………………………………............... iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………................ 1
A. Latar belakang .………………………………………………................. 1

B. Tujuan …………………………………………………………………... 2

C. Sistematika Penulisan …………………………………………………... 3


BAB II TINJAUAN TEORI …..……………………………………….............. 4

A. Aspek Legal …………………………………………………………….. 4

B. Aspek Etika ……………………………………………………………... 9


BAB III PENUTUP..... .………………………………………………................ 12

A. Kesimpulan……………………………………………………………..... 12

B. Saran …………………………………………………………………….. 12

Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terapi komplementer telah lama digunakan dalam kalangan medis maupun

masyarakat awam dalam pelayanan kesehatan di Indonesia dan negara-negara maju

lainnya khususnya di Barat. Di Amerika Serikat saja, dilaporkan dalam data dari

survei wawancara kesehatan Nasional 2007 (NHIS), didapatkan sekitar 38% orang

dewasa (sekitar empat dalam 10 orang pasien) dan sekitar 12% anak-anak (sekitar

satu dalam sembilan orang pasien) menggunakan beberapa bentuk terapi

komplementer dan alternatif (Barnes, Bloom, & Nahin, 2008). Lebih dari setengah

(53%) orang berusia 50 dan lebih tua melaporkan menggunakan terapi

komplementer dan alternatif di dalam perawatan dan penyembuhan kesehatan

mereka, dan hampir sebanyak (47%) melaporkan menggunakannya dalam 12 bulan

terakhir (Barnes et al., 2008, dalam bukunya (Ruth. L, Mary. F, 2018).

Namun dalam banyak survei yang telah dilakukan tentang penggunaan terapi

komplementer lingkupnya masih terbatas. Meningkatkan pengetahuan perawat

tentang pengobatan terapi komplementer yang dilakukan oleh orang-orang di

beberapa budaya di seluruh dunia sangat penting untuk kesehatan dan kompetensi

perawat. Reaksi-reaksi dari semua individu diatur oleh ekosistem prinsip-prinsip

yang dikenal sebagai hukum dan etika. Hukum ditegakkan sesuai tingkat perilaku

minimal dengan menjatuhkan hukuman atas pelanggaran perilaku yang dapat

diterima (Griffith dan Tengnah, 2008, dalam bukunya (Barbara Chery, 2014).

Hukum dinyatakan dalam istilah "harus" dan "harus" dan sedang berdasarkan minat

masyarakat untuk melarang atau mengendalikan perilaku tertentu. Etika dijelaskan

4
dalam istilah "harus" dan "mungkin" dan alamat keyakinan tentang perilaku yang

sesuai dalam konteks sosial (Westrick dan Dempski, 2008, dalam bukunya (Barbara

Chery, 2014).

Komponen dalam terapi komplementer yang sangat penting dalam menjaga

tidak terjadinya pelanggaran pada aspek legal dan etik yaitu dengan didasarkan pada

teori keperawatan kepedulian terhadap pasien yang diusulkan oleh Dr. Jean Watson,

dalam model ini setiap pasien dihormati sebagai orang yang unik dengan potensi

untuk sembuh secara holistik, dan dalam perawatan diberikan dengan adanya

kehadiran perawat yang dengan sabar memberikan perawatan melalui komunikasi

yang ramah, tindakan yang profesional, dan rasa empathy (Mayo Clinic, 2007,

dalam bukunya (Ruth. L, Mary. F, 2018).

Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, menyebabkan

munculnya berbagai metode perawatan dimana salah satu cara yang dilakukan

adalah dengan melakukan terapi komplementer atau pengobatan alternatif. Sebagai

seorang tenaga kesehatan khususnya seorang perawat yang memiliki batasan-

batasan berdasarkan aspek legal etik dalam keilmuannya dipandang perlu

mengetahui lebih banyak aspek-aspek legal secara hukum dan etik dalam

memberikan pengobatan altenatif atau terapi komplementer kepada pasien.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dan pengertian dari “Legal And Ethical Aspects Of

Complementary Therapies And Complementary Care”

2. Dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat lebih berhati-hati sehingga

dapat terhindar dari malpraktik yang dapat merugikan perawat dan pasien

khususnya serta masyarakat pada umumnya.

5
C. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berkut:

1. Bab I : Pendahuluan

2. Bab II : Pembahasan

3. Bab III : Penutup

4. Daftar Pustaka

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Aspek Legal

Hukum adalah peraturan yang dibuat oleh badan legislatif, seperti kongres

atau legislatif negara bagian dan diberlakukan sebagai undang-undang. Pelanggaran

hukum adalah tindak pidana terhadap pemerintah dan masyarakat serta akan

dilakukan tindakan terhadap pihak berwajib bagi pelanggarnya. Kejahatan atau

tindakan ilegal akan dapat dihukum dengan denda atau hukuman penjara. (Barbara

Chery, 2014).

Perawat di semua tingkatan praktik harus mengembangkan pengetahuan dan

mempelajari lebih dalam tentang hukum yang terkait dengan keselamatan pasien,

praktik profesional, pengaturan praktik secara spesifik, dan sistem perawatan

kesehatan secara umum. Ketidaktahuan akan hukum tidak pernah menjadi

pembelaan saat perawat melanggar undang-undang perawatan kesehatan. Seorang

perawat yang melanggar hukum akan mendapat hukuman baik itu, denda,

penangguhan atau pencabutan lisensi, dan bahkan penjara dalam beberapa kasus

(Kazmier, 2008 dalam bukunya (Barbara Chery, 2014).

Masalah perawatan kesehatan menjadi lebih kompleks antara interaksi hukum

dan peningkatan perawatan kesehatan. Sehingga perawat akan diminta untuk

mengembangkan keahlian yang lebih besar dalam penyediaan manajemen kasus

perawatan pasien dengan berbasis bukti, dan perencanaan kepulangan (IOM, 2010,

dalam bukunya (Barbara Chery, 2014).

Hukum publik adalah badan aturan dan prinsip-prinsip yang mengatur hak

dan tugas antara pemerintah dan pihak swasta, atau antara dua bagian atau

7
instansi pemerintah. Hukum publik mendefinisikan perilaku yang sesuai antara

warga, organisasi, dan pemerintah. Salah satu segmen yang sangat besar dari

hukum publik adalah hukum pidana. Inti dari hukum pidana adalah untuk

menyatakan perilaku tertentu merugikan ketertiban umum dan orang lain serta

memberikan hukuman tertentu bagi mereka yang terlibat. hukum pidana dapat

dibagi menjadi dua subkategori: substantif hukum dan hukum acara. hukum pidana

substantif mendefinisikan pelanggaran spesifik, prinsip-prinsip kewajiban umum,

dan hukuman yang spesifik sedangkan hukum acara pidana berfokus pada langkah-

langkah di mana kasus pidana berlalu, dari penyelidikan awal kejahatan melalui

percobaan dan kalimat, dan akhirnya dimuat dari pelaku kriminal (Mcway, 2010)

Hukum publik terdiri dari ketentuan konstitusional, undang-undang, dan

peraturan yang mengatur masyarakat dengan mengharuskan pemerintah dan pihak

swasta untuk mengikuti pelatihan tertentu dalam suatu tindakan. Meskipun

beberapa peraturan pemerintah berisi hukuman pidana, namun tujuannya adalah

bukan untuk menghukum pelanggar tapi untuk mengamankan sesuai dengan tujuan

hukum (Mcway, 2010). Secara konstitusional salah satu hukum publik yang dimuat

dalam suatu aturan pemerintah yaitu hukum kesehatan, yang menjadi dasar dalam

praktik pelayanan kesehatan. Saat ini praktisi kesehatan banyak dihadapkan

masalah hukum oleh masyarakat yang semakin sadar hukum, sebagian melihat

bahwa medis dan hukum sebagai suatu konflik tanpa kompromi, kontrol politik

profesi pelayanan kesehatan memperluas dengan cepat sehingga sarana dan arah

kontrol profesional sangat dipengaruhi (Mclean & Mason, 2004).

Pelayanan kesehatan dalam keperawatan meliputi asuhan keperawatan

mandiri dan terapi komplementer / pengobatan alternatif. Keperawatan dan profesi

8
kesehatan lainnya sering menyebut area terapi komplementer, sedangkan National

Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM) menyebutnya

sebagai pengobatan komplementer. Ruang lingkup yang luas dari model

pengobatan ini dan banyak profesional kesehatan serta terapis yang terlibat dalam

memberikan terapi komplementer menciptakan tantangan untuk menemukan

definisi yang menangkap luasnya bidang ini. Seperti yang didefinisikan oleh

NCCAM, terapi komplementer atau pengobatan alternif adalah sekelompok

pelayanan medis dan pelayanan kesehatan, praktek, dan produk yang saat ini tidak

dianggap sebagai bagian dari pengobatan konvensional (NCCAM, 2012 dalam

Mcway,2010). Dalam konteks ini, konvensional mengacu biomedis Barat. Definisi

NCCAM mengakui bahwa lainnya sistem perawatan kesehatan yang ada dan

digunakan. Menurut World Health Organisasi, 80% dari perawatan kesehatan di

negara berkembang terdiri dari praktek kesehatan tradisional adat daripada

biomedis Barat (Organisasi Kesehatan Dunia, 2012 dalam Mcway,2010).

Meskipun NCCAM telah mendefinisikan secara jelas sebagai pelayanan

kesehatan namun tidak defenisi tersendiri untuk terapi komplementer dalam

masalah hukum. Meskipun demikian, hampir 30 negara yang telah menambahkan

berbagai definisi ke dalam masalah hukum yang memperkenankan dokter untuk

menggunakan dan mempraktekkan berbagai jenis terapi komplementer, alternatif,

dan pengobatan tradisional. Secara umum, hukum menentukan terapi

komplementer atau alternatif sama dengan ketentuan pelayanan kesehatan. Oleh

karena itu, dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki izin praktek yang

mengintegrasikan terapi komplementer dan alternatif ke dalam pengobatan

konvensional harus mengetahui bagaimana hukum dapat berlaku pada masalah

9
praktek, perizinan, dan malpraktik ketika prosedur dan intervensi telah

dipertimbangkan untuk menjadi terapi komplementer atau alternatif (Deutsch, J, E,

2008).

Terapi komplementer atau pengobatan alternatif telah diakui secara hukum di

Indonesia, berikut ini aspek legal terapi komplementer atau pengobatan alternatif :

1. Berdasarkan (UUD 1945)

a. Pasal 28A tentang “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

b. Pasal 28H (ayat 1) tentang “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan linkungan hidup yang baik dan

sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

c. Pasal 34 tentang “Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

2. Keputusan Menkes RI No. 1076/Menkes/SK/VII/2003 yang mengakur tentang

tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional. Keputusan Menkes tersebut

menjelaskan cara-carauntuk mendapatkan izin praktek pengobatan tradisional

beserta syarat-syaratnya (Peraturan Mentri Kesehatan Repubik Indonesia No.

1109/ MENKES/ PER/IX/, 2007).

3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang

“penyelenggaraan pengobatan komplementer – alternatif di fasilitas pelayanan

kesehatan yang dapat dilaksanakan secara sinergi, terintegrasi, dan mandiri

pada fasilitas pelayanan kesehatan. Pemberian pengobatan pada dasarnya harus

aman, bermanfaat, bermutu, dan dikaji institusi berwenang sesuai dengan

peraturan atau ketentuan yang berlaku”.

10
4. Menurut (Undang – Undang RI No. 36, 2009) tentang kesehatan

a. Pasal 1 butir 16, tentang “pelayanan kesehatan tradisional adalah

pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada

pengalaman dan keterampilan turun – temurun secara empiris yang dapat

dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku

di masyarakat”.

b. Pasal 48 tentang “pelayanan kesehatan tradisional”.

c. Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang “pelayanan kesehatan tradisonal”.

5. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010

tentang “pedoman kriteria penetepan metode pengobatan komplementer –

alternatif yang dapat diintegrasikan di fasilitas pelayanan kesehatan”.

6. Menurut (Undang-Undang Republik Indonesia No 38, 2014) Tentang

Keperawatan Pasal 30 ( Tugas dan wewenang ) ayat 2 menjelaskan Dalam

menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya

kesehatan masyarakat, Perawat berwenang:

a. Melakukan pengkajian keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat

keluarga dan kelompok masyarakat

b. Menetapkan permasalahan keperawatan kesehatan masyarakat

c. Membantu penemuan kasus penyakit

d. Merencanakan tindakan keperawatan kesehatan masyarakat

e. Melaksanakan tindakan keperawatan kesehatan masyarakat.

f. Melakukan rujukan kasus;

g. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan kesehatan masyarakat;

h. Melakukan pemberdayaan masyarakat

11
i. Melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat

j. Menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat.

k. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.

l. Mengelola kasus; dan

m. Melakukan penatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif.

7. Menurut (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103, 2014)

Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional pasal 10 menjelaskan :

a. Pelayanan kesehatan tradisional dengan menggunakan ilmu biokultural

dan ilmu biomedis yang manfaat dan keamanannya terbukti secara ilmiah

b. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer dapat menggunakan satu

cara pengobatan/perawatan atau kombinasi cara pengobatan/perawatan

dalam satu kesatuan pelayanan kesehatan tradisional komplementer

c. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan tradisional.

d. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer yang memenuhi kriteria

tertentu dapat diintegrasikan pada fasilitas pelayanan kesehatan.

B. Aspek Etik

Etika keperawatan adalah sistem prinsip tentang tindakan perawat dalam

hubungannya dengan pasien, anggota keluarga pasien, perawatan kesehatan lainnya

penyedia, pembuat kebijakan, dan masyarakat secara keseluruhan (Barbara Chery,

2014). Etik merupakan landasan perilaku seseorang dalam memutuskan benar atau

salah dalam suatu tindakan atau perilaku. Bioethics, Biomedical ethics, dan medical

ethics adalah komponen Etik yang memiliki hubungan erat dalam pelayanan

kesehatan serta hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien.

12
Dalam pelayanan keperawatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

menetapkan kode etik perawat yang selanjutnya diterapkan atau dilaksanakan oleh

komisi etik pelayanan keperawatan, sehingga hal ini akan mengarahkan seorang

perawat dalam menentukan keputusan benar atau salah asuhan keperawatan

maupun perilaku seorang perawat dari segi etik. peraturan etik untuk pelaksanaan

pelayanan kesehatan secara khas ditemukan pada kode etik asosiasi profesi masing-

masing. Milsanya, American Physical Therapy Association (APTA), memiliki

kumpulan pedoman etik bagi profesi terapis fisik dalam dua dokumen. The Code of

Ethics menetapkan penentuan anggota terapis fisik dan Standards of Ethical

Conduct for the Physical Terapist Assistant menetapkan pedoman etik tingkah laku

untuk bergabung sebagai anggota. Dokumen tersebut menggambarkan empat asas

dasar dari Biomedical Ethics yaitu, beneficence, nonmaleficence, autonomy, dan

justice/keadilan (Deutsch, J, E, 2008).

Dalam menghadapi dilema etik untuk profesional kesehatan maka para

dokter, perawat, pekerja sosial, psikiater, ahli epidemiologi, klerus, filsuf, teolog,

peneliti, dan pembuat kebijakan bergabung untuk membahas etika, khusus untuk

bidang keperawatan di sepakati kode etik keperawatan yaitu:

1. Perawat, dalam semua hubungan profesional, berlatih dengan belas kasih dan

menghormati yang melekat dalam diri yaitu martabat, nilai, dan keunikan setiap

individu, tidak dibatasi oleh pertimbangan sosial atau ekonomi status, atribut

pribadi, atau sifat masalah kesehatan.

2. Komitmen utama perawat adalah kepada pasien, apakah seorang individu,

keluarga, kelompok, atau komunitas.

13
3. Perawat mempromosikan, mengadvokasi, dan berusaha keras untuk melindungi

kesehatan, keselamatan, dan hak-hak pasien.

4. Perawat bertanggung jawab atas praktik keperawatan individual dan menentukan

yang sesuai pendelegasian tugas yang konsisten dengan kewajiban perawat

untuk memberikan perawatan pasien yang optimal.

5. Perawat berutang tugas yang sama kepada diri sendiri seperti orang lain,

termasuk tanggung jawab untuk menjaga integritas dan keselamatan, untuk

mempertahankan kompetensi, dan untuk melanjutkan pertumbuhan pribadi dan

profesional.

6. Perawat berpartisipasi dalam membangun, mempertahankan, dan meningkatkan

lingkungan perawatan kesehatan dan kondisi kerja yang kondusif untuk

penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan konsisten dengan nilai-

nilai profesi melalui individu dan kolektif tindakan.

7. Perawat berpartisipasi dalam kemajuan profesi melalui kontribusi untuk praktik,

pendidikan, administrasi, dan pengembangan pengetahuan.

8. Perawat bekerja sama dengan profesional lain dan masyarakat dalam

mempromosikan komunitas, Nasional, dan upaya Internasional untuk memenuhi

kebutuhan kesehatan.

9. Profesi keperawatan, sebagaimana diwakili oleh asosiasi dan anggota mereka,

bertanggung jawab untuk mengartikulasikan nilai-nilai keperawatan, menjaga

integritas profesi dan praktiknya, dan membentuk kebijakan sosial.

(American & Nurses Foundation, 2001)

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Aspek legal dan etik keperawatan komplementer merupakan hal-hal yang


harus perawat perhatikan dan dimengerti, aturan-aturan hukum mengenai malpraktek
dan aspek-aspek yang dapat dilakukan oleh perawat terhadap praktek keperawatan
komplementer harus dipelajari lebih mendalam sehingga tidak merugikan perawat
dan pasien pada khususnya serta masyarakat pada umumnya.
B. Saran

1. Dengan mengetahui dan mengerti mengenai aspek legal dan etik keperawatan

komplementer diharapkan perawat lebih berhati-hati dalam memberikan

pelayanan dan mengutamakan keselamatan pasien.

2. Perawat dapat meningkatkan pengetahuan mengenai aspek legal dan etik

keperawatan komplementer melalui pendidikan formal maupun non formal.

3. Institusi dapat memberikan SOP setiap tindakan keperawatan komplementer

sehingga dapat menghindari terjadinya malpraktek.

15
DAFTAR PUSTAKA

American, & Nurses Foundation, A. N. A. (2001). Code of ethics for nurses with
interpretive statements. Retrieved from
www.nursingworld.org/about/01action.htm#code
Barbara Chery, S. R. J. (2014). CONTEMPORARY NURSING: ISSUES, TRENDS, AND
MANAGEMENT (sixth). St. Louis, Missouri: Elsevier.
Deutsch, J, E, A. (2008). Complementary Therapies for Physical Therapy. Missouri:
Mosby Inc.
Mclean, S., & Mason, john kenyon. (2004). LEGAL AND ETHICAL ASPECTS OF
HEALTHCARE. United States of America: cambridge university press.
Mcway, dana c. (2010a). Legal Aspects of Health Information Management. United
States of America: Delmar Publishers.
Mcway, dana c. (2010b). Legal Aspects of Health Information Management. United
State of America: Delmar Publishers.
Peraturan Mentri Kesehatan Repubik Indonesia No. 1109/ MENKES/ PER/IX/. (2007).
Penyelenggaraan Pengobatan Terapi Komplementer –Alternatif Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103. (2014). Tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional.
Ruth. L, Mary. F, M. S. (2018). Complementary and Alternative Th erapies in Nursing
(Eighth; Springer Publishing Company, ed.). New York: Springer Publishing
Company, LLC.
Undang-Undang Republik Indonesia No 38. (2014). Tentang Keperawatan.
Undang – Undang RI No. 36. (2009). tentang kesehatan.
UUD 1945. (n.d.). Undang-Undang Dasar 1945.

16

Anda mungkin juga menyukai