DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1 KELAS A3 SEMESTER VIII
1. I KOMANG SUDIARTHA
2. IIT NURBANUN S
3. ILHAM AL FATHUR
4. INDRI SOFYANTARI
5. ISMA RUMELAH
6. KADEK AYU NATALINA P
7. KARINA NOVALITA
8. LALU YODHA ANGGARA
9. MARIANA
10. MARIATI
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................4
1.2 Tujuan penulisan........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................6
2.1 Aspek legal dalam keperawatan kritis.......................................................6
2.2 Isu dan masalah legal dalam keperawatan kritis.......................................12
2.3 Contoh kasus.............................................................................................17
BAB III PENUTUP........................................................................................25
3.1 Kesimpulan...............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ASPEK LEGAL DALAM KEPERAWATAN KRITIS
3. INFORMED CONSENT
Informed consent merupakan suatu persetujuan tindakan medis
terhadap suatu hal yang dapat dilakukan pada dirinya. Informed
consent dinyatakan valid jika memenuhi tiga elemen yaitu : pasien
harus kompeten atau sadar untuk menyetujui, pasien harus diberikan
informasi yang adekuat sehingga mampu mengambil keputusan, dan
pasien pada saat pengambilan keputusan harus bebas dari ancaman
atau paksaan (Khan, Haneef, 2010).
Menurut Kepmenkes Nomor 290 Tahun 2008 tentang persetujuan
tindakan kedokteran, pasien yang kompeten adalah pasien dewasa
atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau
telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu
berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami penyakit menyal
sehingga mampu membuat keputusan secara bebas.
Namun, pada beberapa keadaan, persetujuan tindakan tersebut
tidak diperlukan. Sebagai contoh keadaan darurat yang tidak
membutuhkan persetujuan tindakan dan pasien dapat melepaskan
haknya untuk memberikan persetujuan tindakan dengan menyatakan ia
tidak menginginkan informasi mengenai rencana terapi atau prosedur
(Morton, 2009).
Menurut Iwanowsky (2007), pengkajian dari kompetensi pasien
untuk memberikan informed consent merupakan isu yang terpisah.
Sebuah hasil survei yang cukup unik dilakukan pada Swedish Acute
Coronary Trialist mengenai pendapat tentang kompetensi pasien gawat
darurat, bahwa sebanyak 86% dari mereka berpikir bahwa pasien SKA
tidak akan mampu menerima informasi dengan baik terkait penjelasan
tentang informed consent itu sendiri. Namun, 68% dari mereka
berpikir bahwa jumlah informasi yang biasanya mereka berikan
kepada pasien sudah cukup banyak. Hasil ini sepertinya menunjukkan
apa yang banyak dipikirkan dan dirasakan oleh physicians lainnya
diluaran sana khususnya dalam memberikan informed consent : seperti
10
11
12
13
14
CONTOH KASUS
16
1. ANALISA KASUS
Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai
seorang anak umur 4 tahun, Ny.M. berpendidikan SMA, dan suami Ny.M
bekerja sebagai PNS di suatu kantor kelurahan. Saat ini Ny.M dirawat di
ruang kandungan sejak 3 hari yang lalu.Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M
positif menderita kanker rahim grade III, dan dokter merencanakan untuk
dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim. Semua pemeriksaan telah
dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M. Menjelang dua hari operasi,
Ny.M hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana
operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya menjelaskan bahwa Ny.m
harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan dan
dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau keluarganya bertanya,
sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang
apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya. Saat menghadapi hal
tersebut Ny.M berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang
merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu: apakah
saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti.karena kami masih
ingin punya anak. apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi
dan apakah operasi saya bisa diundur dulu suster
Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya
menjawab secara singkat,ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu
harus operasi
penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain
yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi
Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung
dengan dokternyaya. Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan
Ny.M. perawat memberikan surat persetujuan operasi untuk ditanda
tangani, tetapi Ny.M mengatakan saya menunggu suami saya dulu
suster, perawat mengatakan secepatnya ya bu besok ibu sudah akan
dioperasitanpa penjelasan lain, perawat meninggalkan Ny.M.
Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan
memutuskan menolak operasi dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin
17
punya anak lagi. Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan
pada Ny.M dan suami Ibu ibu tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar
penyakit ibu tidak parah, kita hanya berusaha dan perawat meninggalkan
pasien dan suami tanpa penjelasan apapun. Dan setelah penolakan pasien
tersebut, perawat A datang ke Kepala ruangan dan mengatakan bahwa
Ny.M menolak untuk operasi. Ny.M masih ragu karena dokter belum
menjelaskan rencana operasi yang akan dilakukan, Kepala ruangan
bertanya kepada perawat A kenapa tidak dijelaskan Perawat A menjawab
pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut,
disuruh menunggu dokter, kepala ruangan mengatakan kalau begitu
buat surat pernyataan saja dan kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan
sampai saat ini dokter belum menjelaskan operasi yang akan dilakukan
pada Ny.M dan keluarga. Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa hari
kemudian Rumah Sakit mendapat surat keluhan dari keluarga Ny.M yang
berisi ketidakpuasan dari pelayanan dimana Ny.M dirawat. Oleh karena itu
pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi surat tersebut dan berusaha
mencari tahu kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.M dan akan mengambil
tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan kesehatan
yang dilakukan staff Rumah Sakit.
Sekilas berkaitan dengan ruangan, kepala ruangan adalah Ners S1
yang bekerja telah lima tahun dan perawat A, adalah perawat lulusan DIII
baru bekerja diruang tersebut dua tahun.
2. PEMBAHASAN KASUS
Hal pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan beberapa informasi yang
diperlukan, baik dari internal maupun exsternal ruangan termasuk staf
yang terlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat
dan pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral
dalam pemberian asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi
asuhan keperawatan yang diberikan (SOP).
18
20
21
22
BAB 3
PENUTUP
23
3.1 KESIMPULAN
Dewasa ini kesadaran masyarakat mengenai hak.-haknya dalam pelayanan
kesehatan dan tindakan legal semakin meningkat. hal ini berarti pengawasan
kepada perawat selaku pemberi pelayanan kesehatan akan semakin meningkat.
Banyak sekali isu-isu yang terkait dengan aspek legal khususnya dalam
keperawatan kritis dan gawat darurat. Isu-isu tersebut terdiri dari isu yang
berkaitan dengan kelalaian perawat maupun isu yang terkait bantuan hidup pada
pasien.
Oleh karena itu, penting sekali bagi seorang perawat kritis untuk selalu
menjalankan peran serta fungsinya dan melakukan tindakan sesuai dengan standar
keperawatan dan lebih memahami ataupun meningkatkan pengetahuannya terkait
isu yang berkaitan dengan aspek legal khususnya pada ranah keperawatan kritis
maupun keperawatan gawat darurat sehingga perawat kritis dapat menghindari
timbulnya permasalahan hukum yang rentan sekali terjadi di dunia kesehatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
24
25