Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN DENGAN HEMATORAKS


Tugas ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Gawat daruarat
Dosen : Sumbara, S.Kep., Ners., M.Kep.

Disusun Oleh:
Ali Yakub Wijianto AK.1.16.055
Eneng Elis Enjela AK.1.16.066
Handi AK.1.16.072
Linda Pratiwi AK.1.16.077
Mila Irmayanti R AK.1.16.082
Novita Risnawati P AK.1.16.089
Vera Oktaviani AK.1.16.104
Kelompok 1
Kelas F

Program Studi Sarjana Keperawatan


STIKes Bhakti Kencana Bandung
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami diberikan kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai tugas kuliah dan usaha
kami dalam meningkatkan wawasan tentang Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
pada Pasien Dengan Hemotoraks.
Kami berharap makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya. Setiap
pembahasannya kami uraikan dengan rinci agar mudah dalam memahaminya. Kami
berusaha agar makalah ini dapat dipahami bersama. Semoga melalui makalah ini
kita dapat memperluas wawasan kita .
Kami sadari bahwa makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Walaupun kami telah berusaha dengan maksimal dan mencurahkan
segala pikiran, kemampuan yang kami miliki. Makalah kami masih banyak
kekurangan baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunannya.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
tercapainya kesempurnaan.
Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan teman-teman, semoga
makalah sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandung, 29 Maret 2019

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau
trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak
memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga
terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar.
Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi
resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai
dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan
juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya
ruptur diafragma traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam
memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status
fisiologi dan volume darah yang kelura dari selang dada merupakan faktor
utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang
dada sebanyak ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jamuntuk
2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus,
eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dari hemotoraks?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada hemotoraks?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memahami tentang hemotoraks,
konsep hemotoraks serta asuhan keperawatan gawat darurat pada Klien dengan
hemotoraks.

4|Keperawatan Gawat Darurat


BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Teori


2.1.1. Pengertian Hemotoraks
Akumulasi darah dalam dada, atau hemothoraks adalah masalah yang
relative umum, paling sering akibat cedera untuk struktur intrathoracic atau
dinding dada. (Bararah, 2013)
Hematothoraks merupakan suatu keadaan di mana darah terakumulasi
pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang
menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul di kantong
pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura. (Muttaqin, 2012)
Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal
darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau
pembuluh darah besar. Meskipun beberapa penulis menyatakan bahwa nilai
hematokrit minimal 50% diperlukan untuk membedakan hemothorax dari
perdarahan efusi pleura, kebanyakan penulis tidak setuju pada setiap
perbedaan spesifik. (Mancini, 2015)

2.1.2. Anatomi Fisiologi


Terdapat dua paru, di mana masing-masing terletak disamping garis
medialis di rongga thoraks, bentuk paru menyerupai kerucut dan terdiri atas
bagian apeks, basal, permukaan kosta, permukaan medialis. Bagian apeks
(puncak) berada dibagian dasar leher sekitar 2.5 mm diatas klavikula tengah.
Apeks paru berada di dekat iga pertama dan pembuluh darah arteri dan
vena subclavian serta saraf di dasar leher. Basal paru berbentuk cekung dan
semilunar, serta berada di permukaan toraks diafragma. Permukaan kosta
berbentuk cembung dan berada berhadapan dengan kartilago kosta, iga, dan
otot interkosta.
Pleura terdiri atas kantong membrane serosa yang tertutup (masing-
masing satu di tiap paru) dan berisi sedikit cairan serosa. Pleura membentuk
dua lapisan: satu lapisan melekat pada paru (pleura visceral) dan lapisan
lainnya melekat pada dinding rongga toraks (pleura parietal). Diantara

5|Keperawatan Gawat Darurat


kedua lapisan ini terdapat rongga disebut rongga pleura, rongga ini
merupakan satu-satunya ruang kosong. Dalam kondisi sehat, dua lapis
pleura dipisahkan oleh selaput cairan serosa yang memungkinkan lapisan
bebas bergerak satu sama lain, dan mencegah gesekan antara lapisan saat
bernapas. Cairan serosa disekresi oleh sel epithelial membrane.
Paru terdiri atas bronkus dan jalan napas berukuran lebih kecil , alveoli,
jaringan ikat, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf, yang semuanya
berada di matriks jaringan ikat elastic. Tiap lobus tersusun dari sejumlah
lobulus. Trukus pulmonal terbagi menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri ,
yang membawa darah yang miskin oksigen ketiap paru. Di dalam paru ,
arteri pulmonalis terbagi menjadi banyak cabang, yang akhirnya bermuara
di jaringan kapiler padat di sekitar dinding alveoli.
Pertukaran gas antara udara di paru dan darah kapiler berlangsung pada
dua selaput yang sangat halus (keduanya disebut membrane pernapasan).
Kapiler pulmonal bergabung membentuk dua vena pulmonalis di tiap paru.
Vena ini keluar dari paru melalui hilum dan membawa darah yang kaya akan
oksigen ke atrium kiri jantung. (Nurachmah, dkk. 2010)

2.1.3. Etiologi
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
akan menyebabkan rongga paksa tumpul pada rongga thorak (hemothoraks)
dan rongga abdomen. Trauma tajam dapat disebabkan oleh tikaman dan
tembakan. (Bararah, 2013)
Penyebab umum dari hemotoraks adalah trauma toraks. Hemotoraks
juga dapat terjadi pada klien dengan defek pembekuan darah, operasi toraks
atau jantung, kanker pleura atau paru, dan tuberculosis. Selain itu, penyebab
lainnya adalah pemasangan kateter vena sentral dan tabung torakostomi.
Laporan kasus melibatkan terkait gangguan seperti penyakit hemoragik
pada bayi baru lahir (misalnya, kekurangan vitamin K), Henoch-Schönlein
purpura, dan beta thalassemia / penyakit E hemoglobin. Kongenital
malformasi adenomatoid kistik sesekali menghasilkan hemothorax.
(Mancini, 2015)

6|Keperawatan Gawat Darurat


2.1.4. Patofisiologi
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai
berat tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma.
Kerusakan anatomi yang ringan berupa jejas pada dinding toraks, fraktur
kosta simpel. Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur
kosta multiple dengan komplikasi, pneumotoraks, hematotoraks dan
kontusio paru. Trauma yang lebih berat menyebabkan perobekan pembuluh
darah besar dan trauma langsung pada jantung.

Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat


menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernafasan dan sistem
kardiovaskuler. Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat
ringan sampai berat tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal
pernafasan dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan
gangguan mekanik/alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada
trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh darah.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2

7|Keperawatan Gawat Darurat


area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik
ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi, tergantung pada jumlah
perdarahan dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750
mL pada seorang pria 70 kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan
hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang
sama akan menyebabkan gejala awal syok yaitu, takikardia, takipnea, dan
penurunan tekanan darah.
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang
buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000
mL). Karena rongga pleura seorang pria 70 kg dapat menampung 4 atau
lebih liter darah, perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti
eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan
ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka
pada dinding dada. Sebuah kumpulan darah yang cukup besar menyebabkan
klien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.
Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu
tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera,
tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana
hemothorax berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang
sekunder untuk penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut
tidak akut untuk menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea
sering menjadi keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-
paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa
derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi.
Dalam beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada
dengan enzim pleura dimulai.

8|Keperawatan Gawat Darurat


Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein
cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura.
Tekanan osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara
ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan
ke dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan
tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura
berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya
dari hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari
kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak
ditangani dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan
sepsis. (Mancini, 2015)

2.1.5. Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang muncul pada klien dengan hemotoraks adalah nyeri
dada, klien menunjukkan distres pernapasan berat, napas pendek, takikardi,
hipotensi, pucat, dingin, dan takipneu. Klien juga dapat mengalami anemia
sampai syok (Boston Medical Centre, 2014)

2.1.6. Derajat Hemothorax


 Hemothorak Kecil: yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15%
pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai
300 ml.
 Hemothorak Sedang: 15-35% tertutup bayangan pada foto rontgen,
perkusi pekak sampai iga VI. Jumlah darah sampai 800 ml.
 Hemothorak Besar: lebih 35% pada foto rontgen, pekak sampai cranial,
iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 ml. (Bararah, 2013)

9|Keperawatan Gawat Darurat


2.1.7. Farmakologi
1. Pemberian Oksigen
Mengatasi gangguan ventilasi yang diakibatkan oleh kompresi.
2. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan
infus cairan kristaloid (cairan RL) secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya.
Cairan RL:
a. Merupakan larutan isotoni Natrium Klorida, Kalium Klorida,
Kalsium Klorida, dan Natrium Laktat yang komposisinya mirip
dengan cairan ekstraseluler.
b. Merupakan cairan pengganti pada kasus-kasus kehilangan cairan
ekstraselular.
c. Merupakan larutan non-koloid, mengandung ion-ion yang
terdistribusi kedalam cairan intravaskuler dan interststel
(ekstravaskuler)
3. Tramadol
Komposisi: Tiap tablet mengandung: Tramadol HCl 50 mg
Cara kerja obat: Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada
reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di
sistem saraf pusat sehingga mengeblok sensasi nyeri dan respon terhadap
nyeri. Di samping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter

10 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri
terhambat.
Indikasi: Efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat,
nyeri pasca pembedahan.
Dosis umum: Dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk
meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah
selang waktu 30-60 menit.
Dosis maksimum: 400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa
nyeri yang diderita.
Penderita gangguan hati dan ginjal dengan "creatinine clearances" <30
ml/menit: 50-100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.
Peringatan dan perhatian:
a. Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi ketergantungan,
sehingga dokter harus menentukan lama pengobatan.
b. Tramadol tidak boleh diberikan pada penderita ketergantungan obat.
c. Hati-hati penggunaan pada penderita trauma kepala, meningkatnya
tekanan intrakranial, gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau
hipersekresi bronkus, karena dapat mengakibatkan meningkatnya
resiko kejang atau syok.
d. Penggunaan bersama dengan obat-obat penekanan SSP lain atau
penggunaan dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan
menurunnya fungsi paru.
e. Penggunaan selama kehamilan harus mempertimbangkan manfaat
dan resikonya baik terhadap janin maupun ibu.
f. Hati-hati penggunaan pada ibu menyusui, karena tramadol
diekskresikan melalui ASI.
g. Tramadol dapat mengurangi kecepatan reaksi penderita, seperti
kemampuan mengemudikan kendaraan ataupun mengoperasikan
mesin.
h. Depresi pernapasan akibat dosis yang berlebihan dapat dinetralisir
dengan nalokson, sedangkan kejang dapat diatasi dengan pemberian
benzodiazepin.

11 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
i. Meskipun termasuk antagonis opiat, tramadol tidak dapat menekan
gejala "withdrawal" akibat pemberian morfin.
Efek samping: Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi,
lelah, sakit kepala, pruritus, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering,
mual, muntah. Dispepsia dan obstipasi. Efek samping yang berupa
ketergantungan sangat jarang terjadi.
4. Asam tranexamat
a. Kegunaan dari asam traneksamat adalah untuk mencegah,
menghentikan ataupun menghentikan pendarahan masif. Biasanya zat
ini diberikan pada prosedur pembedahan, epistaksis atau mimisan,
pendarahan berat saat menstruasi atau angioedema herediter (masalah
sistem kekebalan tubuh).
b. Secara sederhana, asam traneksamat berfungsi untuk mencegah,
mengurangi, bahkan menghentikan pendarahan yang tak diinginkan.
c. Obat ini memiliki kontraindikasi pada wanita yang mengonsumsi obat
kontrasepsi hormonal kombinasi, klien wanita yang sedang dalam
masa prepubertas, klien dengan penyakit tromboemboli yang aktif,
memilki risiko mengalami trombosis atau tromboemboli, atau
pendarahan subaraknoid.
d. Klien-klien dengan riwayat gangguan fungsi ginjal, kelainan
pembuluh darah, pendarahan saluran kemih, menderita diseminata
intravascular coagulation (DIC), menggunakan anti-inhibtor
coagulant complex, serta sedang hamil dan menyusui disarankan
untuk tidak mengonsumsi obat ini atau setidaknya perlu berada di
bawah pengawasan ketat dalam penggunaannya.
e. Ada beragam efek samping asam traneksamat yang menyebabkan
meninggalnya 2 klien RS Siloam, antara lain sakit kepala, sakit
punggung, sakit perut, nyeri sendi, keram otot, anemia, lelah,
gangguan penglihatan, mual-muntah, diare, atau penurunan takanan
darah saat dilakuan penyuntikan obat secara cepat.
5. Ranitidine

12 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
Ranitidin digunakan untuk menangani gejala dan penyakit akibat
produksi asam lambung yang berlebihan. Kelebihan asam lambung dapat
membuat dinding sistem pencernaan mengalami iritasi dan peradangan.
Inflamasi ini kemudian dapat berujung pada beberapa penyakit, seperti
tukak lambung, tukak duodenum, sakit maag, nyeri ulu hati, serta
gangguan pencernaan. (Adam, 2012)

2.1.8. Pemeriksaan Diagnostik


1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
Pleura. Pada kasus trauma tumpul dapat terlihat pada
foto toraks, seperti fraktur kosta atau pneumotoraks.

a. Persiapan
1) Jelaskan kepada klien mengenai prosedur yang akan dilakukan
2) Beritahu klien melepaskan pakaian ketika petugas radiologi sedang
mempersiapkan pesawat rontgen
b. Pelaksanaan
Memberikan instruksi kepada klien dengan posisi pemeriksaan:
1) Posisi PA (Postero Anterior)
Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan
supaya scapula tidak menutupi parenkim paru.

13 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
2) Posisi AP (Antero Posterior)
Dilakukan pada anak-anak atau pada klien yang tidak kooperatif.
Film diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula menutupi
parenkim paru. Jantung juga terlihat lebih besar dari posisi PA.
3) Posisi Lateral Dextra & Sinistra
Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah
proyeksi lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat
di sebelah kanan, maka dibuat proyeksi lateral kanan,berarti
sebelah kanan terletak pada film. Foto juga dibuat dalam posisi
berdiri.

c. Pasca
Beritahu klien untuk menggunakan kembali pakaian (Misri, 2013)
2. AGD : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengompensasi. PCO2
kadang-kadang meningkat > 45. PO2 mungkin normal atau menurun <
80, saturasi oksigen biasanya menurun.

14 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
a. Persiapan
1) Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan.
2) Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan
rasa sakit.
3) Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul.
4) Jelaskan tentang allen’s test.
Caranya :
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan
tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk
membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi
warna jari-jari, ibu jari, dan tangan. Jari-jari dan tangan harus
memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s
positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan
test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan
tersebut dan periksa tangan yang lain.
b. Pelaksanaan
1) Menyiapkan posisi klien :
a) Arteri Radialisi :
- Klien tidur semi fowler dan tangan diluruskan.
- Meraba arteri kalau perlu tangan boleh diganjal atau
ditinggikan.
- Arteri harus benar-benar teraba untuk memastikan
lokalisasinya.

15 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
b) Arteri Dorsalis Pedis.
- Klien boleh flat/fowler.
c) Arteri Brachialis
- Posisi klien semi fowler, tangan di hyperekstensikan /
diganjal dengan siku.
d) Arteri Femoralis.
- Posisi klien flat.
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
3) Raba kembali arteri untuk memastikan adanya pulsasi daerah yang
akan ditusuk sesudah dibersihkan dengan kapas bethadine secara
sirkuler. Setelah 30 detik kita ulangi dengan kapas alkohol dan
tunggu hingga kering.
4) Bila perlu obat anethesi lokal gunakan spuit 1 cc yang sudah diisi
dengan obat (adrenalin 1 %), kemudian suntikan 0,2-0,3 cc
intracutan dan sebelum obat dimasukkan terlebih dahulu aspirasi
untuk mencegah masuknya obat ke dalam pembuluh darah.
5) Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi oleh tangan kiri
dengan cara kulit diregangkan dengan kedua jari telunjuk dan jari
tengah sehingga arteri yang akan ditusuk berada di antara 2 jari
tersebut.
6) Spuit yang sudah di heparinisasi pegang seperti memegang pensil
dengan tangan kanan, jarum ditusukkan ke dalam arteri yang sudah
di fiksasi tadi.
- Pada arteri radialis posisi jarum 45 derajat.
- Pada arteri brachialis posisi jarum 60 derajat.
- Pada arteri femoralis posisi jarum 90 derajat.
7) Sehingga arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong penghisap
spuit sehingga darah dengan mudah akan mengisi spuit, tetapi
kadang-kadang darah tidak langsung keluar. Kalau terpaksa dapat
menghisapnya secara perlahan-lahan untuk mencegah hemolisis.
Bila tusukan tidak berhasil jarum jangan langsung dicabut, tarik

16 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
perlahan-lahan sampai ada dibawah kulit kemudian tusukan boleh
diulangi lagi kearah denyutan.
8) Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan
usahakan posisi pemompa spuit tetap untuk mencegah terhisapnya
udara kedalam spuit dan segera gelembung udara dikeluarkan dari
spuit.
9) Ujung jarum segera ditutup dengan gabus / karet.
10) Bekas tusukan pungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur
dengan bethadine.
- Pada arteri radialis dan dorsalis pedis selama 5 menit.
- Pada arteri brachialis selama 7 – 10 menit.
- Pada arteri femoralis selama 10 menit.
- Jika klien mendapat antikoagulan tekan selama 15 menit.
11) Lokalisasi tusukan tutup dengan kassa + bethadine steril.
12) Memberi etiket laboratorium dan mencantumkan nama klien,
ruangan, tanggal, dan jam pengambilan, suhu, dan jenis
pemeriksaan.
13) Bila pengiriman/pemeriksaannya jauh, darah dimasukkan kantong
plastik yang diisi es supaya pemeriksaan tidak berpengaruh oleh
suhu udara luar.
14) Kembali mencuci tangan setelah selesai melakukan tindakan.
c. Pasca
Rapikan klien (Gallo, 2010)
3. Hemoglobin : Kadar Hb menurun < 10 gr %, menunjukkan kehilangan
darah
4. Volume tidal menurun < 500 ml, kapasitas vital paru menurun (Bararah,
2013)
5. Torakosentesis dan WSD
a. Persiapkan kulit dengan antiseptik
b. Lakukan infiltratif kulit, otot dan pleura dengan lidokain 1 % diruang
sela iga yang sesuai, biasanya di sela iga ke 5 atau ke 6 pada garis mid
axillaris.

17 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
c. Perhatikan bahwa ujung jarum harus mencapai rongga pleura
d. Hisap cairan dari rongga dada untuk memastikan diagnosis
e. Buat incisi kecil dengan arah transversal tepat diatas iga, untuk
menghindari melukai pembuluh darah di bagian bawah iga
f. Dengan menggunan forceps arteri bengkok panjang, lakukan
penetrasi pleura dan perlebar lubangnya
g. Gunakan forceps yang sama untuk menjepit ujung selang dan
dimasukkan ke dalam kulit
h. Tutup kulit luka dengan jahitan terputus, dan selang tersebut di fiksasi
dengan satu jahitan.
i. Tinggalkan 1 jahitan tambahan berdekatan dengan selang tersebut
tanpa dijahit, yang berguna untuk menutup luka setelah selang dicabut
nanti. Tutup dengan selembar kasa hubungkan selang tersebut dengan
sistem drainage tertutup air
j. Tandai tinggi awal cairan dalam botol drainage. (Muttaqin, 2012)
6. Analisis Cairan Pleura
Pada analisis cairan pleura, setelah dilakukan aspirasi, cairan tersebut
diperiksa kadar hemoglobin atau hematokrit. Dikatakan hemotoraks jika
kadar hemoglobin atau hematokrit cairan pleura separuh atau lebih dari
kadar hemoglobin atau hematokrit darah perifer
7. CT scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang cukup akurat untuk mengetahui
cairan pleura atau darah, dan dapat membantu untuk mengetahui lokasi
bekuan darah. Selain itu, CT scan juga dapat menentukan jumlah bekuan
darah di rongga pleura (Mancini, 2015)

2.2. Asuhan Keperawatan Teori


2.2.1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Adapun
yang perlu diperhatikan dalam pengkajian adalah :

18 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, no.
register, diagnosa medis.
b. Keluhan.
c. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
d. Pengobatan terakhir.
e. Pengalaman pembedahan.
f. Riwayat penyakit sekarang.
g. Riwayat penyakit dahulu.
h. Riwayat penyakit keluarga
i. Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernapasan :
Sesak napas ,nyeri ,batuk-batuk ,terdapat retraksi , klavikula / dada ,
pengambangan paru tidak simetris, fremitus menurun dibandingkan
dengan sisi yang lain, pada perkusi ditemukan adanya suara
sonor/hipersonor/timpani ,hematotrax ( redup ) pada asukultasi suara
nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang. Pekak
dengan batas seperti, garis miring / tidak jelas. Dispnea dengan
aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b) Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. Takhikardia,
lemah, Pucat, Hb turun / normal dan hipotensi.
c) Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan
d) Sistem perkemihan : Tidak ada kelainan.
e) Sistem Pencernaan : Tidak ada kelainan.
f) Sistem Muskuloskeletal – Integumen.
Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan.Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya
kripitasi sub kutan.
g) Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan.
h) Sistem Sosial / Interaksi : Tidak ada hambatan.

19 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
i) Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan/kesimpulan yang diambil dan
pengkajian tentang situasi kesehatan klien yang dapat diatasi dengan
tindakan keperawatan secara teoritis diagnosa keperawatan yang dapat
diatasi dengan tindakan keperawatan dengan cara teoritis. Diagnosa
keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien penyakit hemathorax
adalah
a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru
yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
b. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
c. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
d. Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar (tentang kondisi dan aturan
pengobatan b/d kurang terpajan dengan informasi.

2.2.3. Intervensi
Rencana keperawatan atau intervensi adalah tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan.

2.2.4. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap
tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil,
direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek
tergantung respon dalam keefektifan intervensi.
a. Napas kembali normal
b. Batuk yang efektif. Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
pernapasan.Klien nyaman.

20 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
c. Nyeri tidak terjadi lagi
d. Memahami kondisi /proses dan tindakan yang berhubungan dengan
penyakit.

21 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Kasus
Pada pukul 09.00 seorang klien dibawa ke IGD RS Sehat Sejahtera oleh
polisi setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Klien dibawa ke RS
menggunakan
mobil bak terbuka. Saat dilakukan pengkajian, klien composmentis
masih bisa menjawab pertanyaan yang diajukan perawat. Kepala klien
mengalami benturan dan terdapat luka. Terdapat luka terbuka di femur. Setelah
diberikan pertolongan pertama, klien diobservasi. Beberapa jam kemudian,
klien mengalami penurunan kesadaran. Ekspansi paru tidak simetris,
pernafasan paradoxical. Ketika dilakukan auskultasi tidak terdapat aliran udara,
saat diperkusi terdengar hipersonor. Terlihat pembengkakan pada daerah femur.
Pada saat dinas siang klien mengalami henti jantung kemudian dilakukan RJP.
Hasil CT Scan terdapat perdarahan di kepala. Hasil foto thorax terdapat fraktur
di costae 5,6, dan 7. TD menurun, nadi dan frekuensi cepat.

3.2. Asuhan Keperawatan berdasarkan Kasus


3.2.1. Pengkajian
A. Data Klien
Nama : tidak terkaji No Rekam medik : tidak terkaji
Jenis Kelamin : Pria / Wanita Tanggal lahir : tidak Umur: tidak terkaji
Tidak terkaji terkaji

B. Primary Survey
Waktu kedatangan : Transportasi : Mobil bak Kondisi datang : klien
09:00 WIB terbuka composmentis, mengalami
benturan dan luka, terdapat
luka terbuka di femur
Tindakan Pre Hospital : tidak terkaji

22 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
CPR O2 Infus Bidai Bebat Urin
Kateter
Lain – lain :

TRIAGE
Kesadaran Kategori Triage : Klasifikasi Kasus
V Allert Verbal P1 P2 P3 V
Pain Unrespon MerahKuning Hijau Hitam Trauma Non
Trauma
Dx Medis :
Pneumothorax
Keluhan Utama
Tanda dan gejala Karakteristik

Onset/awal kejadian Faktor yg meringankan


Klien mengalami kecelakaan lalu lintas

Lokasi Tindakan yang telah dilakukan


sebelum ke RS

Durasi
Faktor Pencetus

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak terkaji
Riwayat Allergi : tidak terkaji

Tanda vital : Tensi : menurun HR : cepat RR : tidak Suhu : tidak


terkaji terkaji

23 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
AIRWAY CIRCULATION
 Paten Obstruksi Perdarahan : di kepala, terdapat luka
V
terbuka dan pembengkakan di femur
Tindakan
Klien mengalami henti jantung dan
dilakukan RJP

BREATHING
Ekspansi paru asimetris, pernafasan
paradoxical, ketika diauskultasi tidak terdapat
aliran udara, saat diperkusi terdengar
hipersonor
DISABILITY GCS : E............. V............. M............
Fraktur : Tidak ada ada V
Lokasi : costae 5,6, dan 7 total ...........
Paralisis : tidak ada ada klien mengalami penurunan kesadaran
Lokasi : ........................................................... setelah beberapa jam tiba di RS
....

C. Secondary Survey
Diagram Tubuh : PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
Tidak terkaji Daerah Thorak :
Inspeksi
Ekspansi paru asimetris, pernafasan
paradoxical
Perkusi
Terdengar hipersonor
Auskultasi
Tidak terdapat aliran udara

24 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
D. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil :
CT Scan Perdarahan di kepala
Foto Thorax Fraktur di costae 5,6, dan 7
Tindak lanjut : KRS MRS PP DOA OPERASI PINDAH LAIN LAIN

E. Pemberian Terapi
Pukul Medikasi/Obat yang Dosis / rute pemberian
diberikan

3.2.2. Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif
2. Perdarahan

25 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
3.2.3. Masalah dan Tindakan Keperawatan
Masalah
Waktu Tindakan Keperawatan SOP
Keperawatan
Pola napas tidak 1. Lakukan RJP jika diperlukan.
efektif 2. Berikan oksigen tambahan.
3. Berikan analgesik sesuai resep.
Catat respons terhadap
analgesik.
4. Tetap bersama klien ketika
distress napas, membiarkannya
sendiri akan menambah
kecemasan klien dan masalah
pernapasan.
5. Jelaskan semua prosedur
kepada klien jika Klien dalam
keadaan sadar.
Gangguan sikrulasi 1. Pertahankan status
spontan normovolemia pada Klien (jaga
tekanan arteri antara 70-90
mmHg).
2. Pertahankan perfusi selebral >
70 mmHg
3. Berikan cairan isotonic atau
produk darah sesuai dengan
kebutuhan klien.
4. Berikan bolus cairan 250 cc jika
nadi Klien tidak teraba. Berikan
sampai nadi teraba.

26 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Hemotoraks adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan timbulnya
darah di ruangan antara dua pleura (rongga pleura). Pleura adalah dua lapisan
kantung yang meliputi paru-paru dan memisahkannya dari dinding dada.
Penyebab paling umum dari hemotoraks adalah cedera tumpul atau tajam
pada dada, seperti ketika terjadi patah tulang iga yang menembus pleura dan
menyebabkan darah memasuki rongga pleura. Hal ini dapat membuat paru-
paru mengempis, menyebabkan nyeri dada dan kesulitan bernafas. Hal ini
merupakan suatu kondisi medis yang darurat yang memerlukan perawatan
segera karena jika tidak, dapat terjadi komplikasi yang mengancam jiwa,
seperti syok hipovolemik akibat perdarahan yang hebat dan gagal nafas.
Perawatan dengan memasukan jarum ke rongga dada biasanya dilakukan untuk
mengeluarkan darah di dalam rongga pleura sehingga tekanan terhadap paru-
paru dapat berkurang. Apabila hemotoraks berat, tindakan pembedahan yang
dikenal dengan nama torakotomi diperlukan untuk menghentikan perdarahan.

4.2. Saran
Diharapkan mahasiswa dan mahasiswi dapat mengetahui dan memahami
Konsep dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan
Hematoraks.

27 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system


pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Perbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia; 2006. p. 1063.

Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.


Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta :
Pusat Pene

Ulya, Ikhda dk. 2017. Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat pada Kasus Trauma.
Jakarta: Salemba Medika.

28 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t

Anda mungkin juga menyukai