Pendamping Pendamping
Internship
“HEMOTHORAX”
Disusun Oleh:
dr. Aditya Febriansyah
b) Fisiologi Pernapasan
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih
tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik
otot-otot. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena
diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus,
skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Ekspirasi
merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru.
Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan
lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan
volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan
tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara
saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir
keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi.
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-
gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari
0,5 μm). Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus
yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam
alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut
akan menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat
kurangnya oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada suatu
trauma pada thoraks. Selain itu maka kelainan-kelainan dari dinding
thoraks menyebabkan terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi,
kelainan-kelainan dalam rongga thoraks, terutama kelainan jaringan paru,
selain menyebabkan berkurangnya elastisitas paru, juga dapat
menimbulkan gangguan pada salah satu/semua fungsi-fungsi pernapasan
tersebut 3,5,9
2.2 DEFINISI
Hemothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara
dinding dada dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari
dinding dada, parenkim paru–paru, jantung atau pembuluh darah besar.
Kondisi biasanya merupakan akibat dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga
mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit.7
Hemothorax adalah terakumulasinya darah pada rongga thoraks akibat
trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemothoraks biasanya terjadi karena
cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah
atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke
rongga pleura. 1,7
2.3 ETIOLOGI
Penyebab utama hemothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hemothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal
Penyebab hemothoraks antara lain :
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna
2.4 PATOFISIOLOGI
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara
pleura viseralis dan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul
atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa
pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan
mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan
penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.
mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga
pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya
perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di
dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan
oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang
pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang
signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan
gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi
dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding
dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami
dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan
cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,
dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan
cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi
besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar,
hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax
yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari
berkembang sepenuhnya. 2,6,7,10
Hemotoraks traumatik
Trauma → laserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paru → perdarahan
→ darah berakumulasi di rongga pleura → hemotoraks.
c. Hemothoraks berat
Jumlah darah lebih dari 2000 cc
35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga IV 1,2,7,10
a. b. c.
2.7 DIAGNOSA
Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang
diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesa didapatkan penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak
napas. Juga bisa didapatkan keterangan bahwa penderita sebelumnya
mengalami kecelakaan pada dada. Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi
biasanya tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan gerakan napas tertinggal
atau adanya pucat karena perdarahan. Pada perkusi didapatkan pekak dengan
batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun
atau bahkan menghilang.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:
Chest x-ray : adanya gambaran radioopaque pada rongga pleura di sisi
yang terkena dan adanya mediastinum shift (menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung)). Chest x-ray sebagi
penegak diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan
lainnya.
Gambar 5 . Chest xray Hematotoraks Kanan
Diagnosis banding
KONDISI PENILAIAN
Tension pneumothorax • Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal
2.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah
serta udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan
hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan
infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan
hemothoraks adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat
dilakukan dengan cara:
Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage
merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi
chest tube melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara.
Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke
ukuran normal.
Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:
Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)
Perdarahan di rongga dada (hemothorax)
Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax
or hemothorax)
abses paru atau pus di rongga dada (empyema).
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube
thoracostomy adalah sebagai berikut:
Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg
Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan
menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau
ICS VII posterior Axillary Line
Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn
lidokain
Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line
Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan
selanjutnya dihubungkan dengan WSD (Water Sealed
Drainage)
Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube
Gambar pemasangan chest tube
Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi
rongga dada ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten.
Thoracotomy juga dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube
sendiri tidak dapat mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy)
diperlukan untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau
berkelanjutan yang segera memerlukan tindakan operasi untuk
menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada
trauma berat.
Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :
1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube
Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik
Gambar 5 . Prosedur torakotomi
1,2,6,9,10
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa :
a. Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan
meninggal).
b. Fibrosis atau skar pada membran pleura.
c. Pneumothorax.
d. Pneumonia.
e. Septisemia.
f. Syok. 1,6,9,10
2.10 PROGNOSIS
Prognosis berdasarkan pada penyebab dari hemothoraks dan
seberapa cepat penanganan diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan
segera maka kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi
akumulasi darah di rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan
mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat. 6,7
Topik : Hemothorax
Tanggal Kasus : 1 Agustus 2019 Presenter : dr. Aditya Febriansyah
Pendamping : dr. Hans Tunggadi, dr. Niko, S.Ked
Tanggal Presentasi : -
Pembimbing : dr. Yusfitaria alvina Sp,B, MARS
Tempat Presentasi : RSUD Ampana Kab. Tojo Una – Una
Objektif Presentasi
Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja Dewasa Lansia □ Bumil
Pasien laki-laki, usia 41 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri
□ Deskripsi
dada akibat terjatuh dari pohon cengkeh sekitar 20 kaki
□ Tujuan Mendiagnosis dan menangani kasus Hemothorax
Pasien laki-laki, usia 41 tahun datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD Ampana
dengan keluhan nyeri dada akibat terjatuh dari pohon cengkeh sekitar 20 kaki. Pasien
mengatakan pada saat terjatuh pasien dalam posisi menumpu pada kedua pergelangan tangan,
dan terbentur pada bagian dada. Nyeri dada dirasakan pada kedua dada terutama dada sebelah
kiri, terdapat sesak nafas, tidak ada batuk bercampur darah, Tidak ada penurunan kesadaran
pada saat setelah pasien terjatuh. Tidak ada keluhan Mual, muntah, serta penglihatan kabur.
Pasien juga mengeluh nyeri pada kedua tangan
2. Riwayat Pengobatan :
Belum pernah berobat untuk keluhan ini
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
- Belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga : -
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien sehari-harinya berkebun
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya.
7. Riwayat Kebiasaan : Pasien merupakan perokok berat
8. Lain – lain :
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Status generalisata : Sakit sedang,
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/60 mmhg
Nadi : 103 x/menit
Pernafasan : 32 x/ menit
Suhu aksilla : 36,5 C
Primary Survey
Airway : Patent (+), obstruksi jalan napas (-),
Breathing : Retraksi dinding dada (+), Respirasi 40x/menit,
Circulation : TD : 100/60 mmhg, N ;103x/mnt, regular, kuat angkat, CRT < 2 detik
Disability : GCS E4V5M6, Pupil isokor, ukuran +3cm, RCL +/+
Exposure : Suhu 36,5 C
Secondary Survey
Kepala :
Bentuk : normochepal
Mata : Eksoftalmus (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : ikterik (-/-)
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Pembesaran kelenjar tiroid (+/-)
Deviasi trachea : (+) Sinistra
Thorax :
Paru paru :
- inspeksi : Simetris bilateral (+/+), Jejas hemithorax sinistra
- palpasi : Vocal fremitus kiri menurun, krepitasi hemithorax sinistra
- perkusi : Redup Pada hemithorax sinistra
- auskultasi : vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
Jantung :
- inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra
- perkusi : batas jantung normal
- auskultasi : bunyi jantung 1 & 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
- inspeksi : Jejas (-), kesan datar (+), distensi (-)
- auskultasi :peristaltik usus (+) kesan normal
- perkusi : timpani (+)
- palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegaly (-), spleenomegali (-)
Genitalia :
- Tidak ada kelainan
Ekstremitas
- Superior : Regio Antebrachii Dextra et sinistra : Deformitas (+), Nyeri tekan (+), Teraba
Hangat (+), ROM terbatas
- Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
Status Neurologis
Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6)
Orientasi : Baik
Laboratorium
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12,3 gr/dl 12,00-16,00
Hematokrit 37,2 % 37,00-48,00
Leukosit 22 103ul 4,0 – 10,0
Trombosit 180 103ul 150 – 400
Eritrosit 4,10 106ul 4,00-6,00
Penatalaksanaan
- 02 8-10 lpm via NRM
- IVFD Ringer Laktat 30 tetes permenit
- Inj. Omeprazole 40 mg/24 jam/iv
- Paracetamol 1 gram /8 jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Pasang cateter Per urethra
Follow Up
Hari/ Tanggal Follow Up
2 Agustus 2019 S : Nyeri pada kedua dada, sesak
berkurang, terdapat nyeri pada kedua
tangan, tidak ada mual dan muntah
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 110/80 mmHg S : 37 C
N 90x/menit P : 24x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri menurun,
perkusi Redup Pada hemithorax
sinistra, auskultasi : vesikuler (+/↓),
rhonki (-/-), whezzing (-/-)
A : Hemothorax sinistra + Fraktur
Costae II & IV hemithorax Sinistra +
fraktur 1/3 distal os radius ulna dextra
et sinistra
P:
- 02 2-4 lpm via Nasal
canule
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj.ketorolac 30 mg/8
jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam/iv
- Rencana foto control
thorax
- Rencana pemasangan
Chest Tube
P:
- 02 2-4 lpm via Nasal
canule
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj.Paracetamol 1 gram
/8 jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam/iv
- Rencana pemasangan
Chest Tube
P:
- 02 2-4 lpm via Nasal
canule
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj.Paracetamol 1 gram
/8 jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam/iv
- Inj.Imipenem cilastatin
1 gr/12 jam/iv
- Rencana Foto Thorax
Kontrol
5 agustus 2019 Nyeri pada kedua dada berkurang,
sesak berkurang, nyeri pada kedua
tangan berkurang,
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 120/80 mmHg S : 36 C
N 88x/menit P : 20x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri menurun
(-),
perkusi sonor , auskultasi :
vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing
(-/-)
produksi wsd : 20 cc warna merah
kehitaman
Foto Thorax Kontrol
A : Hemothorax sinistra + Fraktur
Costae II & IV hemithorax Sinistra +
fraktur 1/3 distal os radius ulna dextra
et sinistra + post chest tube H2
P:
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj.Imipenen cilastatin
1 gr/12 jam/iv
- Inj.Paracetamol 1 gram
/8 jam/iv
P:
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj.Imipenem Cilastatin
1 gr/12 jam/iv
- -rencana lepas wsd
P : - Aff WSD
- Cefadroxyl tab 500 mg
2x1
- Livron B.Plex 2x1
- Pasien boleh rawat
Jalan
Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui Cara Diagnosis Hemothorax
2. Mengetahui Cara Penatalaksanaan Hemothorax
2. PEMBAHASAN