Anda di halaman 1dari 36

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Aditya Febriansyah


Topik : Kasus Bedah
Judul Potofolio : Hemothorax
Pendamping : dr. Hans Tunggadi
dr. Niko, S.Ked

Ampana , Januari 2020

Pendamping Pendamping

dr. Hans Tunggadi dr. Niko, S.Ked

Internship

dr. Aditya Febriansyah


REFLEKSI KASUS Januari 2020

“HEMOTHORAX”

Disusun Oleh:
dr. Aditya Febriansyah

Pembimbing: dr. Yusfitaria Alvina Sp.B, MARS


Pendamping: dr.Hans Tunggadi
dr. Niko S.Ked

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMPANA


KABUPATEN TOJO UNA UNA
SULAWESI TENGAH
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Hemothorax adalah salah satu konsekuensi paling sering dari kasus Trauma
Thorax. Deteksi dini dalam pengobatan hemotoraks adalah yang terbaik, dalam
prognosis pasien. Sekitar 60% dari multiple trauma adalah terkait dengan trauma
toraks. 150.000 orang Amerika meninggal karena trauma setiap tahun dan itu
adalah penyebab paling umum kematian dalam populasi <40 tahun. Seperempat
kematian terutama terkait dengan trauma thorax. Kematian yang terkait dengan
pembuluh darah besar atau cedera jantung adalah signifikan, dengan> 50% pasien
meninggal segera dan kurang dari 10-15% bertahan sampai masuk rumah sakit
dengan tanda-tanda vital yang kritis 1,2,10
Hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga intrapleura. Perdarahan
dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun pembuluh darah paru. Pada
trauma, yang tersering perdarahan berasal dari arteri interkostalis dan arteri
mammaria interna. Akumulasi darah dalam dada, atau hemothorax adalah
masalah yang relatif umum, paling sering akibat cedera struktur atau dinding
dada. Hemothorax yang tidak berhubungan dengan trauma jarang terjadi dan
dapat disebabkan oleh berbagai penyebab. Meskipun etiologi paling umum adalah
hemothorax adalah akibat trauma tumpul atau trauma tembus, itu juga dapat hasil
dari sejumlah kasus nontraumatic yang menyebabkan atau dapat terjadi secara
1,2
spontan
Pentingnya evakuasi awal darah melalui luka dada yang ada dan pada saat
yang sama, menyatakan bahwa jika perdarahan dari dada tetap, luka harus ditutup
dengan harapan bahwa adanya tekanan intrathoracic akan menghentikan
perdarahan. Jika efek yang diinginkan tercapai, luka dapat dibuka kembali
beberapa hari kemudian untuk evakuasi darah atau cairan serosa. Mengukur
frekuensi hemothorax dalam populasi umum sulit . Hemothorax yang sangat kecil
dapat dikaitkan dengan satu patahan tulang rusuk dan mungkin tidak terdeteksi
atau tidak memerlukan pengobatan . 1,2,3
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan
intervensi operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak yang terlihat pada foto
toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut
akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam
memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi
dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai
patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1.500
ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam,
atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah harus
dipertimbangkan. 1,2,5,10
Oleh karena itu,penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami tentang
penyebab, penegakan diagnosis, serta penatalaksanaan pasien hemothorax.
BAB II
HEMOTHORAX
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
a) Anatomi Thorax
Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian
belakang pada vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka
rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri
dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang.
Kartilago dari 6 iga memisahkan articulatio dari sternum, kartilago ketujuh
sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung
pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas clavicula dan di
atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. 3
Gambar 1 . (a) Anterior view dinding toraks. (b). Posterior view dari
dinding toraks
Gambar 2 . Skematik anatomi dinding dada.

b) Fisiologi Pernapasan
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih
tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik
otot-otot. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena
diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus,
skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Ekspirasi
merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru.
Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan
lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan
volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan
tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara
saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir
keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi.
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-
gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari
0,5 μm). Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus
yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam
alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut
akan menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat
kurangnya oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada suatu
trauma pada thoraks. Selain itu maka kelainan-kelainan dari dinding
thoraks menyebabkan terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi,
kelainan-kelainan dalam rongga thoraks, terutama kelainan jaringan paru,
selain menyebabkan berkurangnya elastisitas paru, juga dapat
menimbulkan gangguan pada salah satu/semua fungsi-fungsi pernapasan
tersebut 3,5,9

2.2 DEFINISI
Hemothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara
dinding dada dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari
dinding dada, parenkim paru–paru, jantung atau pembuluh darah besar.
Kondisi biasanya merupakan akibat dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga
mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit.7
Hemothorax adalah terakumulasinya darah pada rongga thoraks akibat
trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemothoraks biasanya terjadi karena
cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah
atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke
rongga pleura. 1,7

2.3 ETIOLOGI
Penyebab utama hemothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hemothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal
Penyebab hemothoraks antara lain :
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna

Secara umum, penyebab terjadinya Hemotoraks adalah sebagai berikut :


a. Traumatis
- Trauma tumpul.
- Penetrasi trauma (Trauma tembus, termasuk iatrogenik).
b. Non traumatic atau spontan
- Neoplasia (primer atau metastasis).
- Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulasi.
- Robek adhesi pleura berkaitan dengan pneumotorax spontan.
- Paru atriovenosa fistula.
- Nekrosis akibat infeksi.
- Telangiektasia hemoragik herediter.
- Kelainan vaskular intratoraks non pulmoner.
- Patologi abdomen.

Hemothoraks massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus


yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus
paru. 2,4,6,7

2.4 PATOFISIOLOGI
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara
pleura viseralis dan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul
atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa
pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan
mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan
penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.
mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga
pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya
perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di
dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan
oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang
pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang
signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan
gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi
dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding
dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami
dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan
cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,
dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan
cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi
besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar,
hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax
yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari
berkembang sepenuhnya. 2,6,7,10
Hemotoraks traumatik
Trauma → laserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paru → perdarahan
→ darah berakumulasi di rongga pleura → hemotoraks.

Gambar 3 . Skema Patofisiologi Trauma Toraks


2.5 KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis hemothoraks dibagi dalam 3 golongan,
yaitu:
a. Hemothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hemothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga VI

c. Hemothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV 1,2,7,10

a. b. c.

Gambar 4 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c. Berat

2.6 GEJALA KLINIS


Hemothoraks tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di
dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan
nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan
gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress
pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan
awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah
jantung
Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area
mayor:
a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang
terjadi. Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang
lemah dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume
darah
b. Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada
kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya
jika terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah
yang besar dapat menimbulkan dispnea. (Mancini, 2011)

Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan


hilangnnya darah. Perdarahan hingga 750 mL biasanya belum mengakibatkan
perubahan hemodinamik. Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala
gejala awal syok (takikardi, takipneu, TD turun). 3,7
Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik
namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan
hemothoraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan
menunjukan symptom, diantaranya:
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral
dingin
 Tachycardia
 Dyspnea
 Hypoxemia
 Takipneu
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
 Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
 Adanya krepitasi saat palpasi. 7,10

2.7 DIAGNOSA
Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang
diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesa didapatkan penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak
napas. Juga bisa didapatkan keterangan bahwa penderita sebelumnya
mengalami kecelakaan pada dada. Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi
biasanya tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan gerakan napas tertinggal
atau adanya pucat karena perdarahan. Pada perkusi didapatkan pekak dengan
batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun
atau bahkan menghilang.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:
 Chest x-ray : adanya gambaran radioopaque pada rongga pleura di sisi
yang terkena dan adanya mediastinum shift (menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung)). Chest x-ray sebagi
penegak diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan
lainnya.
Gambar 5 . Chest xray Hematotoraks Kanan

 CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks minimal,


untuk evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan
kuantitas atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.

Gambar 6 . CT-scan Hematotoraks

 USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan


untuk pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.

Gambar 7 . USG toraks pada pasien Hematotoraks


 Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang
menyebabkan asidosis respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin
menurun pada awalnya tetapi biasanya kembali ke normal dalam
waktu 24 jam.
 Cek darah lengkap : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan
jumlah darah yang hilang pada hemothoraks.
 Torakosentesis : Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa
(hemothoraks). 1,2,7,10

Diagnosis banding
KONDISI PENILAIAN         
Tension pneumothorax •  Deviasi Tracheal
•  Distensi vena leher
•  Hipersonor
•  Bising nafas (-)
Massive hemothorax •  ± Deviasi Tracheal
•  Vena leher kolaps
•  Perkusi : dullness
•  Bising nafas (-)
 Cardiac tamponade •  Distensi vena leher
•  Bunyi jantung jauh dan lemah
•  EKG abnormal
2.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah
serta udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan
hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan
infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan
hemothoraks adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat
dilakukan dengan cara:
 Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage
merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi
chest tube melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara.
Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke
ukuran normal.
 Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:
 Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)
 Perdarahan di rongga dada (hemothorax)
 Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax
or hemothorax)
 abses paru atau pus di rongga dada (empyema).
 Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube
thoracostomy adalah sebagai berikut:
Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg
Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan
menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau
ICS VII posterior Axillary Line
Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn
lidokain
Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line
Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan
selanjutnya dihubungkan dengan WSD (Water Sealed
Drainage)
Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube
Gambar pemasangan chest tube
 Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi
rongga dada ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten.
Thoracotomy juga dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube
sendiri tidak dapat mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy)
diperlukan untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau
berkelanjutan yang segera memerlukan tindakan operasi untuk
menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada
trauma berat.
Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :
 1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube
 Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
 Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik
Gambar 5 . Prosedur torakotomi
1,2,6,9,10

2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa  :
a. Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan
meninggal).
b. Fibrosis atau skar pada membran pleura.
c. Pneumothorax.
d. Pneumonia.
e. Septisemia.
f. Syok. 1,6,9,10

2.10 PROGNOSIS
Prognosis berdasarkan pada penyebab dari hemothoraks dan
seberapa cepat penanganan diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan
segera maka kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi
akumulasi darah di rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan
mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat. 6,7
Topik : Hemothorax
Tanggal Kasus : 1 Agustus 2019 Presenter : dr. Aditya Febriansyah
Pendamping : dr. Hans Tunggadi, dr. Niko, S.Ked
Tanggal Presentasi : -
Pembimbing : dr. Yusfitaria alvina Sp,B, MARS
Tempat Presentasi : RSUD Ampana Kab. Tojo Una – Una
Objektif Presentasi
 Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja Dewasa Lansia □ Bumil
Pasien laki-laki, usia 41 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri
□ Deskripsi
dada akibat terjatuh dari pohon cengkeh sekitar 20 kaki
□ Tujuan Mendiagnosis dan menangani kasus Hemothorax

Bahan Bahasan □Tinjauan Pustaka □ Riset Kasus □ Audit


Cara
□ Diskusi Presentasi dan Diskusi □ Email □ Pos
Membahas
Data Pasien Nama : Tn. K No. Registrasi : 12 76 86
Nama RS : Alamat : Terdaftar sejak :
RSUD Ampana Tojo Una – Una Desa Marowo 1 Agustus 2019
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
 Hemothorax Sinistra
 Fraktur costae II & IV Hemithorax Sinistra
 Fraktur 1/3 distal radius ulna dextra et sinistra

 Pasien laki-laki, usia 41 tahun datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD Ampana
dengan keluhan nyeri dada akibat terjatuh dari pohon cengkeh sekitar 20 kaki. Pasien
mengatakan pada saat terjatuh pasien dalam posisi menumpu pada kedua pergelangan tangan,
dan terbentur pada bagian dada. Nyeri dada dirasakan pada kedua dada terutama dada sebelah
kiri, terdapat sesak nafas, tidak ada batuk bercampur darah, Tidak ada penurunan kesadaran
pada saat setelah pasien terjatuh. Tidak ada keluhan Mual, muntah, serta penglihatan kabur.
Pasien juga mengeluh nyeri pada kedua tangan
2. Riwayat Pengobatan :
Belum pernah berobat untuk keluhan ini
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
- Belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga : -

5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien sehari-harinya berkebun
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya.
7. Riwayat Kebiasaan : Pasien merupakan perokok berat
8. Lain – lain :

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Status generalisata : Sakit sedang,
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/60 mmhg
Nadi : 103 x/menit
Pernafasan : 32 x/ menit
Suhu aksilla : 36,5 C
Primary Survey
Airway : Patent (+), obstruksi jalan napas (-),
Breathing : Retraksi dinding dada (+), Respirasi 40x/menit,
Circulation : TD : 100/60 mmhg, N ;103x/mnt, regular, kuat angkat, CRT < 2 detik
Disability : GCS E4V5M6, Pupil isokor, ukuran +3cm, RCL +/+
Exposure : Suhu 36,5 C
Secondary Survey

Kepala :
Bentuk : normochepal
Mata : Eksoftalmus (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : ikterik (-/-)
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Pembesaran kelenjar tiroid (+/-)
Deviasi trachea : (+) Sinistra

Thorax :
Paru paru :
- inspeksi : Simetris bilateral (+/+), Jejas hemithorax sinistra
- palpasi : Vocal fremitus kiri menurun, krepitasi hemithorax sinistra
- perkusi : Redup Pada hemithorax sinistra
- auskultasi : vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
Jantung :
- inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra
- perkusi : batas jantung normal
- auskultasi : bunyi jantung 1 & 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
- inspeksi : Jejas (-), kesan datar (+), distensi (-)
- auskultasi :peristaltik usus (+) kesan normal
- perkusi : timpani (+)
- palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegaly (-), spleenomegali (-)
Genitalia :
- Tidak ada kelainan

Ekstremitas
- Superior : Regio Antebrachii Dextra et sinistra : Deformitas (+), Nyeri tekan (+), Teraba
Hangat (+), ROM terbatas
- Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
Status Neurologis
Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6)
Orientasi : Baik

Laboratorium
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12,3 gr/dl 12,00-16,00
Hematokrit 37,2 % 37,00-48,00
Leukosit 22 103ul 4,0 – 10,0
Trombosit 180 103ul 150 – 400
Eritrosit 4,10 106ul 4,00-6,00

Foto Thorax proyeksi PA ( 1 Agustus 2019 )

Foto X Ray regio antebracii dextra et sinistra proyeksi AP/Lateral


Diagnosa akhir
Hemothorax sinistra + Fraktur Costae II & IV Hemithorax Sinistra + fraktur 1/3 distal
os radius ulna dextra et sinistra

Penatalaksanaan
- 02 8-10 lpm via NRM
- IVFD Ringer Laktat 30 tetes permenit
- Inj. Omeprazole 40 mg/24 jam/iv
- Paracetamol 1 gram /8 jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Pasang cateter Per urethra

Follow Up
Hari/ Tanggal Follow Up
2 Agustus 2019 S : Nyeri pada kedua dada, sesak
berkurang, terdapat nyeri pada kedua
tangan, tidak ada mual dan muntah
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 110/80 mmHg S : 37 C
N 90x/menit P : 24x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri menurun,
perkusi Redup Pada hemithorax
sinistra, auskultasi : vesikuler (+/↓),
rhonki (-/-), whezzing (-/-)
A : Hemothorax sinistra + Fraktur
Costae II & IV hemithorax Sinistra +
fraktur 1/3 distal os radius ulna dextra
et sinistra

P:
- 02 2-4 lpm via Nasal
canule
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj.ketorolac 30 mg/8
jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam/iv
- Rencana foto control
thorax
- Rencana pemasangan
Chest Tube

3 Agustus 2019 S : Nyeri pada kedua dada berkurang,


sesak berkurang,
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 110/80 mmHg S : 37 C
N 86x/menit P : 22x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri menurun,
perkusi Redup Pada hemithorax
sinistra, auskultasi : vesikuler (+/↓),
rhonki (-/-), whezzing (-/-)
Foto Thorax Kontrol

A : Hemothorax sinistra + Fraktur


Costae II & IV Sinistra + fraktur
1/3distal os radius ulna dextra et
sinistra

P:
- 02 2-4 lpm via Nasal
canule
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj.Paracetamol 1 gram
/8 jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam/iv
- Rencana pemasangan
Chest Tube

4 Agustus 2019 Nyeri pada kedua dada berkurang,


sesak berkurang,
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 130/90 mmHg S : 36 C
N 88x/menit P : 22x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri menurun,
perkusi redup, auskultasi :
vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing
(-/-)
produksi chest tube : 200 cc warna
merah kehitaman
A : Hemothorax sinistra + Fraktur
Costae II & IV Hemithorax Sinistra +
fraktur 1/3 distal os radius ulna dextra
et sinistra + post chest tube H1

P:
- 02 2-4 lpm via Nasal
canule
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj.Paracetamol 1 gram
/8 jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam/iv
- Inj.Imipenem cilastatin
1 gr/12 jam/iv
- Rencana Foto Thorax
Kontrol
5 agustus 2019 Nyeri pada kedua dada berkurang,
sesak berkurang, nyeri pada kedua
tangan berkurang,
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 120/80 mmHg S : 36 C
N 88x/menit P : 20x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri menurun
(-),
perkusi sonor , auskultasi :
vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing
(-/-)
produksi wsd : 20 cc warna merah
kehitaman
Foto Thorax Kontrol
A : Hemothorax sinistra + Fraktur
Costae II & IV hemithorax Sinistra +
fraktur 1/3 distal os radius ulna dextra
et sinistra + post chest tube H2

P:
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj.Imipenen cilastatin
1 gr/12 jam/iv
- Inj.Paracetamol 1 gram
/8 jam/iv

6 agustus 2019 Nyeri pada kedua dada tdk ada, sesak


tdk ada,
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 120/80 mmHg S : 36 C
N 88x/menit P : 20x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri menurun
(-)
perkusi sonor , auskultasi :
vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing
(-/-)
produksi wsd : -
A : Hemothorax sinistra + Fraktur
Costae II & IV Hemithorax Sinistra +
fraktur 1/3 distal os radius ulna dextra
et sinistra + post chest tube H3

P:
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj.Imipenem Cilastatin
1 gr/12 jam/iv
- -rencana lepas wsd

7 agustus 2019 Nyeri pada kedua dada tidak ada, sesak


tidak ada, nyeri pada kedua tangan
berkurang,
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 120/80 mmHg S : 36 C
N 88x/menit P : 20x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri-kanan
sama,
perkusi sonor , auskultasi :
vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing
(-/-)
produksi wsd : -
A : Hemothorax sinistra + Fraktur
Costae II & IV Hemithorax Sinistra +
fraktur 1/3 distal os radius ulna dextra
et sinistra

P : - Aff WSD
- Cefadroxyl tab 500 mg
2x1
- Livron B.Plex 2x1
- Pasien boleh rawat
Jalan

Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui Cara Diagnosis Hemothorax
2. Mengetahui Cara Penatalaksanaan Hemothorax

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN


1. Resume
Pasien laki-laki usia 41 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri dada akibat terjatuh dari pohon cengkeh sekitar 20 kaki. Pasien
mengatakan pada saat terjatuh pasien dalam posisi menumpu pada kedua
pergelangan tangan, dan terbentur pada bagian dada. Nyeri dada dirasakan
pada kedua dada terutama dada sebelah kiri, tidak ada sesak nafas, tidak
ada keluhan batuk bercampur darah, Tidak ada penurunan kesadaran pada
saat setelah pasien terjatuh. Tidak ada keluhan Mual, muntah, penglihatan
kabur. Pasien juga mengeluh nyeri pada kedua tangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan airway Patent (+), obstruksi
jalan napas (-), Respirasi 40x/menit, TD : 100/60 mmhg, N ;103x/mnt,
CRT < 2 detik, :GCS E4V5M6, Pupil isokor, ukuran +3cm, RCL +/+,
pada pemeriksaan thorax terdapat jejas hemithorax sinistra, Vocal
fremitus kiri menurun, krepitasi pada hemithorax sinistra, perkusi Redup
Pada hemithorax sinistra , suara pernapasan vesikuler (+/↓), rhonki (-/-),
whezzing (-/-)

2. PEMBAHASAN

Penegakan diagnosa pada pasien ini meliputi anamnesis, pemeriksaan


fisik, gambaran secara klinis serta pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan. Berdasarkan patofisiologi terjadinya hemotoraks, dapat terjadi
karena trauma tumpul dan trauma tajam pada dada. Pada pasien ini terjadi
trauma tumpul dada yang diakibatkan karena terjatuh dari pohon cengkeh
dengan ketinggian ± 20 kaki dan posisi jatuh dada terlebih dahulu.
Gejala subyektif pada kasus hemotoraks meliputi nyeri dada yang
berkaitan dengan trauma dinding dada dan gejala obyektif yang meliputi
gerakan serta pengembangan rongga dada yang tidak sama, penurunan suara
nafas atau menghilang pada sisi yang trauma, redup saat perkusi, krepitasi
saat dilakukan palpasi, cyanosis, anemia, hypoxemia, tanda-tanda syok seperti
hipotensi, nadi cepat dan akral dingin. Pada pasien ini gejala yang timbul
berupa nyeri dada sebelah kiri terutama saat menarik nafas yang disertai
dengan sesak, sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan jejas pada dada
kiri, krepitasi, perkusi redup, auskultasi didapatkan suara nafas yang
melemah pada dinding dada sebelah kiri. Pada pasien ini hemodinamik stabil
setelah dilakukan resusitasi di IGD Rsud Ampana
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis hemotoraks antara lain chest xray, pada chest xray didapatkan
gambatan radioopaque, air fluid lavel pada rongga pleura sisi yang terkena
dan adanya mediastinum shift. Pada pasien ini didapatkan gambaran
radioopaque pada paru sinistra, air fluid level serta mediatinum shift.
Prinsip penatalaksanaan hemotoraks adalah stabilisasi hemodinamik
pasien, menghentikan sumber perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara
dari rongga pleura. Langkah pertama stabilisasi hemodinamik adalah dengan
melakukan resusitasi yaitu dengan pemberian oksigenasi, rehidrasi cairan,
transfuse darah serta dapat dilanjutkan dengan pemberian analgesik serta
antibiotik. Pada pasien ini hemodinamik telah stabil karena telah dilakukan
resusitasi.
Setelah hemodinamik pasien stabil dapat direncanakan untuk
pengeluaran cairan (darah) dari rongga pleura dengan pemasangan chest tube
Pada pasien ini dilakukan pemasangan chestube yang dihubungakan dengan
water shield drainage dan didapatkan cairan (darah) dengan jumlah ± 200 cc
pada saat pemasangan chest tube awal. Kemudian, pasien dapat dipindahkan
keruangan untuk dilakukan observasi.
Pada pasien tersebut, pemasangan water seal drainage dilakukan
selama 3 hari, setelah itu dilakukan pelepasan/pencabutan wsd. Hal tersebut
sesuei dengan indikasi, yaitu :
Indikasi Pelepasan WSD (Water Seal Drainage)
1)        Produksi cairan <50 cc/hari, atau Rekomendasi Level 1 menyatakan
bahwa volume harus kurang dari 2 mL / kg / hari atau kurang dari 200-300
mL selama periode 24 jam pada orang dewasa.  Penelitian juga
menunjukkan bahwa pengangkatan tabung dada dengan 400-450 mL / hari
cairan juga aman.
2)        Bubling atau gelembung sudah tidak ditemukan
3)        Pernafasan pasien normal
4)        1-3 hari post cardiac surgery
5)        2-6  hari post thoracic surgery
6)        Pada thorax foto menunjukkan pengembangan paru yang adekuat atau
tidak adanya cairan atau udara pada rongga intra pleura
7)        Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan Spooling atau
pengurutan pada selang
Pada pasien tersebut jumlah produksi cairan yaitu < 50 cc/hari,
pernapasan pasien normal, serta pada foto thorax menunjukan pengembangan
paru yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Collage of surgeons. Advanced Trauma Life Support.
Ninth Edition, 2014. P;633, Chicago, IL 606113211
2. Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong, Buku Ajar ilmu Bedah. Edisi
4. 2017. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta
3. Snell, RS. Anatomi Klnik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 9.
2014. EGC,
4. Dave Lloyd, MD. Thoracic Trauma. 2015.
www.doh.wa.gov/hsqa/emstrauma/OTEP/thoracictrauma.ppt
5. Guyton & Hall.. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2014. Edisi 12.
EGC : Jakarta.
6. Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”. Indian Journal of
Thoracic and Cardiovascular Surgery. 2014 Vol. 20, Number 3, 144-
148.
7. Mary C Mancini, MD, Jeffrey C Milliken, MD. Hemothorax. 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview
8. Davide Patrini, Nikolaos Panagiotopoulos, et all. Etiology and
management of spontaneous haemothorax. 2014. doi:
10.3978/j.issn.2072-
9. Karleigh R. Curfman,1 R. Jonathan Robitsek,2 Gregory G. Salzler,
Massive Hemothorax Caused by a Single Intercostal Artery Bleed
Ten Days after Solitary Minimally Displaced Rib Fracture. Case
Reports in Surgery Volume 2015, Article ID 120140, 4 pages
http://dx.doi.org/10.1155/2015/120140
10. Hamid Reza Mahoozi, Jan Volmerig and Erich Hecker. Modern
Management of Traumatic Hemothorax. 2016, 5:3 DOI:
10.4172/2167-1222.1000326

Anda mungkin juga menyukai