Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu
trauma yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat
dari suatu trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam. Peningkatan
dalam pemahaman mekanisme fisiologis yang terlibat, kemajuan dalam
modalitas imaging yang lebih baru, pendekatan invasif yang minimal, dan
terapi farmakologis memberikan kontribusi dalam menurunkan
morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan cedera ini (Mattox,et
al.,2013; Marc Eckstein, 2014; Lugo,,et al.,2015).
B. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma
tumpul 65% dan trauma tajam 34.9% (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab
trauma toraks tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%)
(Saaiq,et al.,2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis
benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang,
berputar, dan terguling.
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan
riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang
berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan
menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti
trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol,dan berenergi
tinggi seperti pada tembakan senjata militer.
Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang
berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti
pada aktivitas menyelam (Saaiq,et al.,2010). Trauma toraks dapat

1
mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga pleura
saluran nafas intra toraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Gallagher,
2014).
C. Anatomi Dinding Toraks
1. Dinding Dada
Dinding dada merupakan bungkus untuk organ di dalamnya, yang
terbesar adalah jantung dan paru – paru. Tulang – tulang iga (kosta
1-12) bersama dengan tulang sternum membentuk rangka dada.
Otot – otot intercostal secara diagrafma pada bagian kaudal
menutup rongga dada sehingga
terbentuk rongga toraks.

2. Pleura dan Paru


Pleura parientalis melapisi satu sisi dari rongga toraks (kiri dan
kanan) dengan melekat erat pada dinding dada dan diafragma.
Pleura viseralis melapisi seluruh paru (kiri dan kanan), antara
pleura parientalis dengan viseralis ada tekanan negatif
(menghisap),
sehingga pleura parientalis dan
viseralis saling
bersinggungan.
Ruang antara kedua pleura
disebut rongga pleura .

2
Bila ada hubungan antara udara luar (tekanan 1 atm) dengan
rongga pleura, misalnya karena luka tusuk, maka tekanan positif
akan memasuki rongga pleura, sehingga terjadi open
pneumothorax. Tentu saja paru (besama pleura viselaris) akan
kuncup (collaps).
Bila karena suatu sebab, permukaan pleura pariltalis robek, dan ada
hubungan antara bronchus dengan rongga pleura, sedangkan pleura
viselaris tetap utuh, maka udara akan masuk ke rongga pleura
sehingga dapat terjadi pneumothorax
Karena tertutup ini diseutb closed pneumothorax (simple
pneumothorax). Apa bila ada suatu mekanisme “ventiel” sehingga
udara dari bronkus masuk rongga pleura, tetaapi tidak dapay keluar
kembali, maka akan terjadi pneumothorax yang semakin berat
yang pada akhirnya akan mendorong paru sebelahnya. Keadaan ini
dikenal sebagai “tension pneumothorax”.
Bila terdapat pendarahan dalam rongga pleura, maka keadaan ini
dikenal sebagai hemathorax.

3. Mediastinum
Antara kedua paru dan pleura viselaris terdapat jantung dan
pembuluh darah.

3
Apabila ada tension pneumothorax maka mediastesis akan
terdorong ke sisi yang sehat, sehingga ada gangguan arus balik
darah melalui vena cava keadaan ini akan menimbulkan syok,
karena jantung tidak maksimal mencurahkan darah.
Jantung berdenyut dalam suatu kantong, yang dikenal
sebagai pericardium. Apabila ada luka tusuk jantung maka darah
mungkin akan keluar dari jantung dan mengisi rongga pericardium,
sehingga denyut jantung akan terhambat dan ada gangguan arus
balik darah melalui vena cava.
Kedua keadaan diatas menimbulkan syok, yang bukan syok
hemoragic (pendarahan), melainkan syok kardiogenic.
D. Jenis Trauma Toraks
Ada 6 jenis trauma torak yang harus dikenali pada survey primer,
karena apabila tidak dikenali akan menyebabkan kematian dengan cepat.
1. Manifestasi : Gangguan Airway (obstruksi)
Penekanan pada trakea di daerah torak dapat terjadi karena
misalnya fraktur sternum.
Pada pemeriksaan klinis penderita akan ada gejala penekanan
airway seperti stridor inspirasi dan suara serak. Biasanya penderita
perlu jalan nafas definitive.
2. Manifestasi : Gangguan Breathing (sesak)
Ada 4 gangguan breathing :
a. Pneumothoraks terbuka / open pneumothorax (sucking chest
wound)

4
Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan
menyebabkan pneumothoraks terbuka. Tekanan didalam
rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan
atmosfer.
Dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa,
sehingga ada hubungan udara luar dengan rongga pleura,
sehingga paru menjadi kuncup. Sering kali hal ini terlihat
sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap
inspirasi (sucking chest wound).
Apabila lubang ini lebih besar dari pada 2/3 diameter
trakea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang
pada dinding dada dibandingkan melewati mulut, sehingga
terjadi sesak yang hebat. Akibatnya ventilai terganggu segingga
menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.

Dengan demikian maka langkah awal pada open


pnemothoraks, adalah menutup luka pada kassa oklusif steril
yang diplester hanya pada 3 sisi nya saja.
Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek
katup dimana saat inspirasi kassa penutup akan menutup luka,
mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kassa
penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu
maka sesegera mungkin konsulkan untuk pemasangan selang
dada.

5
b. Tension Pneumothorax
Apabila ada mechanisme ventil, kebocoran udara yang
berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada,
masuk kedalam rongga pleura paru-paru atau dari luar melaui
dinding dada, masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat
keluar lagi (one-way-valve), maka udara akan semakin banyak
pada satu sisi rongga pleura. Akibatnya adalah paru sebelahnya
akan tertekan, dengan akibat sesak yang berat = mediastinum
akan terdorong dengan akibat timbul syok.

Penyebab tersering dari tension pneumotoraks adalah


komplikasi dari penggunaan ventilasi mekanik (ventilator)
dengan ventilasi tekanan positif pada penderita yang ada
kerusakan pada pleura visceral.
Tension pneumothoraks juga dapat timbul akibat cedera
torak, misalnya cedera tulang belakang torak yang mengalami
pergeseran. Tension pneumothoraks ditandai dengan gejala
nyeri dada, sesak yang berat, disstres pernafasan takikardia,
hipotensia, deviasi trakea, hilang suara nafas pada satu sisi, dan
distensi vena leher.
Diagnosa tension pneumothoraks ditegakan secara klinis,
pada perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas pada
hemithoraks yang terkena pneumothoraks tension akan
membedakan dengan hasil klinis tamponade jantung.

6
c. Hematothorax massive
Pada keadaan ini terjadi pendarahan hebat dalam rongga
dada. Pada keadaan ini akan terjadi sesak karena darah dalam
rongga pleura, dan syok karena kehilangan darah. Pada perkusi
dada akan dullnes karena darah dalam rongga pleura (pada
pneumothorax adalah hipersonor).

Tidak banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada keadaan


ini. Satu-satunya cara adalah dengan mengganti arah hilang
dengan pemasangan infus dan membawa penderita secepat
mungkin ke RS dengan harapan masih dapat terselamatkan
dengan tindakan cepat di UGD yaitu tindakan thoracotomy.
d. Flail chest
Terjadinya flail chest dikarenakan fraktur iga multiple pada
dua atau lebih tulang dengan dua atau lebih garis fraktur.
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada pada
ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru
akan masuk kedalam. Ini dikenal sebagai pernafasan
paradoksal.

7
3. Manifestasi : Sirculation (syok)
Cedera torak yang akan mempengaruhi sirkulasi dan harus
ditemukan pada primary survey adalah hemothoraks massive
karena terkumpulnya darah dengan cepat di rongga pleura. Juga
dapat terjadi pada tanponade jantung, walaupun penderita datang
tidak dalam keadaan sesak namun dalam keadan syok
(syok non hemoragic). Terjadi paling sering karena luka tajam
jantung, walaupun trauma tumpul juga dapat menyebabkannya.
Karena darah terkumpul dalam rongga pericardium, maka
kontraksi jantung terganggu timbul syok yang berat (syok
kardiogenic) biasanya ada pelebaran pembuluh darah vena leher,
disertai bunyi jantung yang jauh dan nadi yang kecil.
Beberapa keadaan yang dapat dikenali pada survey sekunder:
a. Fraktur iga
Secondary survey membutuhkan pemeriksaan yang lebih
teliti, sehingga pada fraktur iga multiplel atau fraktur iga
pertama dan iga kedua harus dicurigai bahwa cedera yang
terjadi pada torak dan jaringan lunak di bawahnya sangat berat.
Gejalanya adalah nyeri pernafasan. Ketakutan akan nyeri pada
pernafasan ini menyebabkan pernafasan menjadi dangkal, serta
takut batuk. Patah tulang iga sendiri tidak berbahaya, dan di
pra-RS tidak memerlukan tindakan apa apa. Yang harus lebih
diwaspadai adalah timbulnya pneumo/hematothoraks.

8
b. Kontusio paru
Pada kontusio paru yangsering ditemukan adalah kegagalan
bernafas yang dapat timbul perlahan atau berkembang sesuai
waktu, tidak waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian.
Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan
evaluasi penderita berulang-ulang.
Pemadatan paru karena trauma, timbulnya agak lambat,
sehingga pada fase pra-RS tidak menimbulkan masalah.

Beberapa cedera torak yang mungkin mematikan seperti


pneumothorax sederhana, ruptur aorta, rupture diafragma,
perporasi esophagus dan sebaginya. Tidak mungkin dapat
dikenali pada fase pra-RS. Untuk di RS dapat dikenali melaui
pemeriksaan radiologi (USG, x-ray, CT scan, dll).

E. Tatalaksana
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan
pasien trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with
care of cervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D:
Disability assessment, dan E: Exposure without causing hypothermia
(Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al., 2015; Unsworth, et al., 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara
keseluruhan harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi
dan menangani kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti

9
obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang
masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang
besar. Begitu kondisi - kondisi yang mengancam nyawa sudah ditangani,
maka pemeriksaan sekunder dari kepala hingga kaki yang lebih mendetail
disertai secondary chest survey harus dilakukan. Pemeriksaan ini akan
fokus untuk medeteksi kondisi-kondisi berikut: kontusio pulmonum,
kontusi miokardial, disrupsi aortal, ruptur diafragma traumatik, disrupsi
trakeobronkial, dan disrupsi esofageal (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al.,
2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan
indikasi utama untuk intubasi endotrakeal darurat. Resusitasi cairan
intravena merupakan terapi utama dalam menangani syok hemorhagik.
Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang sangat
penting pada pasien trauma toraks. Ventilator harus digunakan pada pasien
dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal
napas. Ventilator juga diindikasikan pada pasien dengan kontusio paru
berat, hemotoraks atau penumotoraks, dan flail chest yang disertai dengan
gangguan hemodinamik (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al., 2015).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera
menjalani dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan
torakostomi tube. Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini
karena diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray
hanya akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang harus segera
dilakukan. Luka menghisap pada dada harus segera dioklusi untuk
mencegah berkembangnya tension Pneumotoraks terbuka. Tindakan
lainnya seperti torakostomi tube, torakotomi, dan intervensi lainnya
dilakukan sesuai dengan kondisi pasien (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al.,
2015).

10
F. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasi pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah
luar oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma
menghasilkan tekanan negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan
masuknya udara pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks
mempengaruhi strukur - struktur yang berbeda dari dinding toraks dan
rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada,
rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum. Dalam dinding dada
termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait. Rongga pleura
berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh darah
ataupun udara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru
termasuk paru – paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin
dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.
Mediastinum termasuk jantung, aorta / pembuluh darah besar dari toraks,
cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks
bertanggungjawab untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmoner dalam
menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh.
Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi
keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Eckstein & Handerson,
2014; Lugo,, et al., 2015).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada
beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari
cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang
mendasari. Pasien – pasien trauma toraks cenderung akan memburuk
sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan
berhubungan dengan disfungsi jantung. Pengobatan dari trauma Toraks
bertujuan untuk mengembalikan fungsikardiorespirasi menjadi normal,
menghentikan perdarahan dan mencegah sepsis (Saaiq, et al., 2010;
Eckstein & Handerson, 2014; Lugo,, et al., 2015)

11
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma toraks dapat ringan
sampai berat tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya
trauma. Kerusakan anatomi yang ringan pada dinding toraks berupa
fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat
berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi pneumotoraks,
hematotoraks dan kontusio pulmonum. Trauma yang lebih berat
menyebakan robekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada
jantung (Saaiq et al., 2010; Lugo, et al., 2015 ).
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya
dapat mengganggu fungsi fisiologis dari sistem respirasi dan
kardiovaskuler. Gangguan sistem respirasi dan kardiovaskuler dapat
ringan sampai berat tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal
respirasi dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi, dan
gangguan mekanik alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada
trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh darah (Saaiq, et
al., 2010; Mattox, et al., 2013; Lugo,, et al., 2015).
G. Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia
20%, pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio
pulmonum 20%. Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang
berat akan 26 menjadi ARDS. Walaupun angka kematian ARDS menurun
dalam dekade terakhir, ARDS masih merupakan salah satu komplikasi
trauma toraks yang sangat serius dengan angka kematian 20-43%
(Aukema, et al., 2011; Lugo, et al., 2015 ; El-Menyar, et al., 2016).
Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma
toraks yang paling sering terjadi. Sebagai akibat dari trauma tumpul
dinding toraks, perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada
pembuluh darah pada kulit, subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta.
Kebanyakan hematoma ekstrapleura tidak membutuhkan pembedahan,
karena jumlah darah yang cenderung sedikit ( Milisavljevic, et al., 2012 ;
Lugo, et al., 2015 ).

12
Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung
maupun tidak langsung. Fraktur kosta terjadi sekitar 35% - 40% pada
trauma toraks. Karakteristik dari trauma kosta tergantung dari jenis
benturan terhadap dinding dada (Saaiq, et al., 2010; Milisavljevic, et al.,
2012).
Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang
meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak. Pasien
akan berusaha mencegah daerah yang terkena untuk bergerak sehingga
terjadi hipoventilasi. Hal ini meningkatkan risiko atelektasis dan
pneumonia (Novakov, et al., 2014 ; Feng Lin, et al., 2015 ; Lugo, et al.,
2015).
Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang
berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah
kostokondral. Angka kejadian dari flail chest sekitar 5%, dan kecelakaan
lalu lintas menjadi penyebab yang paling sering. Diagnosis flail chest
didapatkan berdasarkan 27 pemeriksaan fisik, foto Toraks, dan CT scan
Toraks (Wanek & Mayberry, 2004; Milisavljevic, et al., 2012; Lugo, et al.,
2015)
Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat
sering kali disertai dengan fraktur kosta multipel. Gangguan organ
mediastinum harus dicurigai pada pasien fraktur sternum, umumnya
adalah kontusio miokardium (dengan nyeri prekordium dan dispnea).
Diagnosis fraktur sternum didapatkan dari pemeriksaan fisik, adanya
edema, deformitas, dan nyeri lokal (Milisavljevic, et al., 2012).
Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks
yang paling umum terjadi. Kontusio pulmonum paling sering disebabkan
trauma tumpul pada dinding dada secara langsung yang dapat
menyebabkan kerusakan parenkim, edema interstitial dan perdarahan yang
mengarah ke hipoventilasi pada sebagian paru. Kontusio juga dapat
menyebabkan hematoma intrapulmoner apabila pembuluh darah besar
didalam paru terluka. Diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan

13
fisik (adanya suara gurgling pada auskultasi), foto toraks, dan CT scan
toraks. Kontusio lebih dari 30% pada parenkim paru membutuhkan
ventilasi mekanik (Milisavljevic, et al., 2012 ; Lugo, et al., 2015).
Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura.
Pneumotoraks sangat berkaitan dengan fraktur kosta laserasi dari pleura
parietalis dan visceralis. Robekan dari pleura visceralis dan parenkim paru
dapat menyebabkan Pneumotoraks, sedangkan robekan dari pleura
parietalis dapat menyebabkan terbentuknya emfisema subkutis.
Pneumotoraks pada trauma tumpul toraks terjadi karena pada saat
terjadinya kompresi dada tiba - tiba menyebabkan 28 terjadinya
peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat menyebabkan ruptur
alveolus. Udara yang keluar ke rongga interstitial ke pleura visceralis ke
mediastinum menyebabkan Pneumotoraks atau emfisema mediastinum.
Selain itu Pneumotoraks juga dapat terjadi ketika adanya peningkatan
tekanan tracheobronchial tree, dimana pada saat glotis tertutup
menyebabkan peningkatan tekanan terutama pada bivurcatio trachea dan
atau bronchial tree tempat dimana bronkus lobaris bercabang, sehingga
ruptur dari trakea atau bronkus dapat terjadi. Gejala yang paling umum
pada Pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu (Milisavljevic,
et al., 2012; Lugo, et al., 2015).
Hematotoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Darah
dapat masuk ke rongga pleura setelah trauma dari dinding dada,
diafragma, paru-paru, atau mediastinum. Insiden dari hematotoraks tinggi
pada trauma tumpul, 37% kasus berhubungan dengan pneumotoraks
(hemopneumotoraks) bahkan dapat terjadi hingga 58% (Milisavljevic, et
al., 2012; Lugo, et al., 2015).
Terjadinya hemotoraks yang massive dengan drainage sekitar 1000
mililiter ataupun 100 mililiter per jam lebih daari 4 jam pada kasus akut
mengindikasikan untuk dilakukan thoracotomy emergency karena sangat
beresiko mengancam nyawa bahkan kematian (Cobanoglu, et al., 2012).

14

Anda mungkin juga menyukai