PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami dan menambah
pengetahuan mengenai trauma thoraks.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dindng dada terdiri dari os costae, os sternum dan os vertebrae thorakalis dan
semuanya dibungkus oleh meskulus interkostalis dalam struktur semirigid. Batas
terendah dari cavum thorakalis ini dinamakan diagframa. Walaupun ruang thoraks
terdiri dari 2 jalan yang berhubungan dengan lingkungan luar (esophagus dan trakea)
akan tetapi ruang itu sendiri sebenarnya merupakan suatu struktur yang tertutup. Pada
bagian interior, ronga thoraks terdiri dari 3 bagian (mediastnum dan 2 paru-paru).
Pada mediastinum superior terdiri atas jaringan lunak yang terdiri atas esofagus,
trakea, jantung, aorta, dan pembuluh darah besar lainnya.2
Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernapasan berlangsung dengan
bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernapasan, yaitu
m. Interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga
udara akan terhisap masuk melalui trakea dan bronkus.2
3
dan udara terdorong keluar. Sementara itu, karena tekanan intraabdomen, diafragma
akan naik ketika tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu lenturnya dinding toraks,
kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen menyebabkan ekspirasi jika otot
interkostal dan diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi.
Dengan demikian ekspirasi merupakan kegiatan yang pasif. 2
Jika pernapasan gagal karena otot pernapasan tidak bekerja, ventilasi paru dapat
dibuat dengan meniup cukup kuat agar paru mengembang di dalam toraks bersamaan
dengan mengembangnya toraks. Kekuatan tiupan harus melebihi kelenturan dinding
dada, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen. Hal ini dilakukan pada
ventilasi dengan respirator atau pada resusitasi dengan napas buatan mulut ke mulut. 2
2.3 Klasifikasi
4
2.4 Patofisiologi
1. Perdarahan
Keluar (exsanguinasi)
Tertampung pada rongga pleura (hematotoraks)
Perdarahan kecil-kecil, masuk kedalam jaringan (hematoma)
Perdarahan intraalveolar, diikuti kolapsnya kapiler-kapiler dan
atelektasis, hingga tahanan perifer di paru meningkat, diikuti aliran
darah menurun dan akan terjadi gangguan pertukaran gas.
Perdarahan tertampung pada cavum pericardii (tamponade cordis)
2. Kerusakan akveoli/jalan napas/pleura sehingga pernapasan bocor
Tertampung pada cavum pleura (pneumotoraks)
Tempat kebocoran bersifat katub/ventil, terjadi pneumotoraks desakan
(tension pneumotorax)
Udara masuk kedalam jaringan bawah kulit (emfisema kutis)
Udara masuk kedalam jaringan di mediastinum (emfisema mediastinum)
3. Patah tulang iga
Timbulnya rasa nyeri, sehingga penderita tidak mau bernafas (terjadi
gangguan ventilasi) dan tidak mau batuk (sekret/dahak terkumpul/tidak
bisa keluar).
Terjadi fail chest bila patah tulang iga jamak dan segmental (lebih dari
satu tempat)
4. Kompresi pada dada dapat menimbulkan terjadinya asfiksia traumatika
5. ”luka menghisap” pada dinding dada , paru mengempis/kolaps
5
memburuk secara cepat) merupakan ciri khas terjadinya pneumotoraks
desak (tension pneumothorax).
II. Tanda trauma dada :
1. Syok
Akan parah jika brhubungan dengan kerusakan organ dalam
2. Trauma dinding dada
Akan tampak memar, suara menyedot dari dinding dada, gerakan
dinding dada paradoksal, atau nyeri pada fraktur kosta.
3. Emfisema
Ada sensasi krepitasi di bawah tangan pemeriksa akibat udara yang
masuk ke subkutan, disebabkan fraktur kosta atau rupturnya trakhea
daerah servikal/bronkhus.
4. Emfisema Mediastnum dengan Mediastinitis
Ditandai dengan nyeri atau suara ngik-ngik dari laring dan suara klik
parakardial yang terjadi bersamaan dengan suara jantung dicurigai
adanya rutur esofagus atau trakhea.
5. Deviasi trakhea
Akibat pneumotoraks hebat atau hematoraks pada sisi sebelahnya, akibat
kolapsnya paru pada sisi yang sama.
6. Peningkatan Tekanan Vena Jugularis (Jugular Vwenous Pressure/JVP)
terjadi pada tamponade kordis akibat hemoperikardiva
7. Paru
Hipersonor menunjukkan pneumotoraks, dan suara napas yang menurun
atau hilang menunukkan hemothoraks, pneumothoraks atau kolaps paru.
PENYEBAB KLINIS
Obstruksi jalan napas - sianosis, pucat, stridor
- otot napas bantuan +
- retraksi supraklavikula dan interkostal
6
Pneumotoraks tension - hemitoraks mengembang
- gerakan hemitoraks kurang
- suara napas berkurang
- emfisema subkutis
- trakea terdorong kesisi lateral
2.7 Penatalaksanaan
7
orofaring untuk sumbatan airway oleh benda asing, dan dengan
mengobservasi retraksi otot-otot interkosta dan supraklavikular. Trauma laring
dapat bersaan dengan trauma thoraks. Walaupun gejala klinis yang ada
kadang tidak jelas, sumbatan airway karena trauma laring merupakan cidera
yang mengancam nyawa. Trauma pada dada bagian atas, menyebabkan
dislokasi ke arah posterior atau fraktur dislokasi dari sendi sternoklavikular,
dan dapat menimbulkan sumbatan airway atas, juga terjadi bila displacement
fragmen proksimal fraktur atau komponen sendi distal menekan trakea. Hal
ini juga dapat menyebabkan trauma pembuluh darah pada ekstremitas yang
homolateral karena kompresi fragmen fraktur atau laserasi cabang utama
arkus aorta. Trauma ini diketahui bila ada: sumbatan airway atas (stridor),
adanya tanda berupa perubahan dari kualitas suara (jika penderita masih dapat
bicara), dan trauma yang luas pada dasar leher akan menyebabkan terabanya
defek pada regio sendi sternoklavikular. Penanganan pada trauma ini adalah
menstabilkan patensi dari airway yang terbaik dengan intubasi endotrakeal,
walaupun hal ini kemungkinan sulit dilakukan jika ada tekanan yang cukup
besar pada trakea. Yang paling penting, reposisi tertutup dari trauma yang
terjadi dengan cara mengekstensikan bahu, mengangkat klavikula dengan
pointed clamp seperti towel clip dan melakukan reposisi fraktur secara
manual. Tindakan di atas dilakukan pada posisi berbaring jika kondisi
penderita stabil.
B. BREATHING
Dada dan leher penderita harus terbuka selama penilaian breathing
dan vena-vena leher. Pergerakan pernafasan dan kualitas pernafasan dinilai
dengan observasi, palpasi, dan didengarkan. Gejala yang terpenting dari
trauma thoraks adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan
perubahan pola pernafasan, terutama pernafasan yang dengan lambat
memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita trauma.
Tetapi bila sianosis tidak ditemukan bukan merupakan indikasi bahwa oksigen
jaringan adekuat atau airway adekuat. Jenis trauma thoraks yang penting dan
empengaruhi breathing ( yang harus dikenal dan diketahui selama Primary
Survey ) adalah keadaan dibawah ini :
1. Tension pneumothoraks
2. pneumothoraks terbuka (sucking chest wound)
3. Flail chest
4. Hemothoraks masif
8
C. CIRCULATION
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi, dan keteraturan. Pada
penderita hipovolemia, denyut nadi a.radialis dan a.dorsalis pedis mungkin tidak
teraba oleh karena volume yang kecil. Tekanan darah dan tekanan nadi harus
diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna
dan temperatur. Vena leher harus dinilai apakah distensi atau tidak. Monitor
jantung dan pulse oximeter harus dipasang pada penderita yang dicurigai trauma
thoraks terutama pada daerah sternum atau trauma deselerasi yang hebat harus
dicurigai adanya trauma miokard apabila ada disritmia. Hipoksia ataupun asidosis
mungkin terjadi. Kontraksi ventrikel prematur, disritmia, mungkin membutuhkan
terapi dengan Bolus lidokain segera (1 mg/kg) dilanjutkan dengan Drip Lidokain
(2-4 mg/menit).
Pulseless Electric Activity (PEA, secara formal dikenal sebagai
Electromechanical dissociation), merupakan suatu manifestasi dari EKG yang
memperlihatkan irama, sedangkan pada perabaan nadi tidak ditemukan
pneumothoraks, hipovolemia, atau bahkan lebih buruk lagi ruptur jantung. Trauma
thoraks yang akan mempengaruhi sirkulasi dan harus ditemukan pada primary
survey adalah:
1. Hemothoraks masif
2. Tamponade jantung
b. Secondary survey1
Secondary survey meliputi pemeriksaan fisik, rontgen thoraks samping jika
kondisi pasien memungkinkan penilaian analisis gas darah dan pulse oxymetri serta
pengawasan EKG. Disamping menilai pengembangan paru dan adanya cairan, pada
pemeriksaan rontgen thoraks dapat dinilai adanya pelebaran mediastinum, pergeseran
midline dan hilangnya gambaran rinci anatomis. Fraktur tulang iga multiple dan
fraktur costae pertama atau kedua menunjukkan adanya tekanan berat menuju thoraks
dan jaringan di bawahnya.
Sedikitnya ada delapan trauma yang mengancam nyawa meliputi:
1. Simple pneumothoraks
2. Hematoraks
3. Kontusio paru
4. Trauma tracheobronchial tree
5. Trauma tumpul jantung
6. Ruptur aorta traumatik
7. Ruptur diafragma traumatik
9
8. Ruptur tumpul esofagus
c. Flail Chest
Ketika terjadi gerakan paradoksal, maka respirasi menjadi tidak adekuat dan
terjadi hipoksia, hiperkapnea, asidosis dan penurunan pengisisan jantung
(penurunan kardiak output) dan retensi sputum dengan ateletaksis mungkin
terjadi.
Terapi :
Untuk kasus ringan :
- Analgesik adekuat
- Sedasi
- Posisi tubuh dan fisioterafi
- Oksigen intranasal
- Respirator dengan mouthpiece
Untuk kasus berat : trakheostomi dan respirasi tekanan positif intermiten
diperlukan paling tidak selama 10 hari. Jika tidak ada insufisiensi respirasi,
10
analis gas drah serial perlu dilakukan untuk menentukan perlunya
trakheostomi dan bantuan pernapasan.
d. Pneumothoraks
Kemungkinan terjadi akibat :
1) fraktur costae yang menusuk paru
2) fraktur costae dengan tusukan ke paru dengan sistem katup
menyebabkan pneumotoraks desak (tension pnemothorax)
3) ruptur trakhe atau bronkhus utama, menyebabkan tension
pnemothorax
4) trauma dada terbuka, menyebabkan pneumothoraks hisap
(sucking pneumothorax)
Terapi :
shallow pneumothorax tidak mengganggu pernapasan, sehingga tidak
membutuhkan terapi, respirasi tekanan positif intermiten diperlukan pada
kondisi tertentu
deep pneumothorax membutuhkan insersi interkostal dan kemudian ujung
distal dibenamkan ke dalam air (underwater seal)
tension pneumothorax membutuhkan insersi segera WSD atau jarum pada
underwater seal.
tension pneumothorax akibat ruptur trakhea atau bronkus utama dicurigai
terjadi jika paru gagal berkembang setelanh pemasngan drainase pada
rongga pleura dan dapat dikonfirmasi dengan bronkoskopi. Kemudian
torakotomi dan perbaikan perlu dilakukan.
e. Hematotoraks
Dapat terjadi dari :
pembuluh darah parietal (interkostal, mammaria interna), jika
perdarahan terus menerus berlangsung.
Pembuluh darah pulmo berhubungan dengan trauma paru, jika
perdarahan tekanan rendah terjadi, biasanya berhenti sendiri/spontan.
Trauma diafragma dan subdiafragma, jika darah dari diafragma
yang ruptur dan atau organ abdomen bagian atas terhisap ke rongga
pleura.
Terapi :
Minimal – observasi ketat
11
Sedang – diaspirasi dengan syringe, jarum dan two-way tap (pungsi dua
arah), secara menyeluruh dan sesering mungkin bila dibutuhkan
Banyak (gross) – WSD
Kontinyu – torakotomi dan mempertahankan hemostasis
Menjendal (clotted) – enzim fibrinolitik intrapleural dapat digunakan
Terinfeksi – pembentukan empyema akan membutuhkan thorakotomi dan
drainase
Pada semua kasus, transfusi darah, antibiotik dan analgesik diberikan jika
ada indikasi.
f. Kontusi/Laserasi Pulmo
Jarang menyebabkan hemoptisis profuse yang terus menerus.
Terapi :
Tindakan suportif yang sering dilakukan adalah membersihkan jalan nafas dan
trakeostomi
Jika perlu dilakukan dranase hematotoraks
Hematom pulmo yang masif perlu diexcisi
Bagian paru yang terdapat laserasi jarang dilakukan perbaikan/repair
Terapi :
Akut : thorakotomi dan perbaikan/repair
Kronis : thorakotomi dan pneumonektomi jika paru tidak
dapat mengembang atau sekret bronkhus terinfeksi, atau thorakotomi dan
anastomosis bronkial jika paru dapat mengembang dan sekret bronkhus
tidak terinfeksi
f. Ruptur Esofagus
12
Ruptur esofagus jarang terjadi tetapi dapat terjadi akibat luka yang menusuk
atau luka tubrukan. Esofagus juga dapat sobek dari dalam karena esofagoskopi
atau pedang yang tertelan.
Ruptur esofagus terjadi sebagai emfisema mediastinum dan mediastinitis dan
bila dicurigai, diagnosis dibuat berdasarkan esofagoskopi dan foto x-ray dengan
kontras oral (gastrografin).
Terapi :
- Thorakostomi dan perbaikan/repair
- Terapi pengganti intravena atau pemberian makanan lewat jejunostomi
- Trakheostomi dan tindakan suportif jika berhubungan dengan ruptur trakhea
g. Trauma Jantung
Hemoperikardia, laserasi dan kontusi kardial, ruptur kardial, ruptur
perikardial, dan cedera pada mekanisme katup dapat terjadi setelah tubrukan,
deselerasi dan luka remuk/hancur.
Diagnosis seringkali susah ditegakkan tetapi tamponade kordis dengan
tekanan arteri rendah, tekanan vena tinggi, pulsus paradoksus dan pembesaran
bayangan jantung akan menimbulkan kecurigaan.
Elektrokardiografi menunjukkan perubahan non spesifik, anomali QRS dan
berbagai macam aritmia.
Terapi : jika terjadi tamponade, perlu dilakukan perikardisintesis atau
thorakotomi.
13
kanan) dan diagnosis ditegakkan dari parasintesis, hasilnya cairan seperti susu
berisi droplet lemak, kholesterol, limfosit dan mengandung tinggi protein.
Terapi :
- Aspirasi sesering mungkin aau kateter interkostal dan penghisapan
(Suction)
- Thorakotomi dan ligasi duktus thoraksikus antara chylii sisterna dan di
bagian luka perlu dilakukan jika cara konservatif gagal.
2.8 Prognosis
Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana
trauma thorax menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi di
Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan
banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan
diagnostik dan terapi. Kurang dari 10% dari trauma tumpul thorax dan hanya 15-30%
dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas kasus
trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang akan diperoleh
oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus trauma thorax.1
14
BAB III
PENUTUP
15
DAFTAR PUSTAKA
16