Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupaka suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa
berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat
reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.1
Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala
tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai
berat bahkan dapat menimbulkan kematian.1
Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Menurut data WHO, sekitar 300
juta manusia di dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga
mencapai 400 juta pada tahun 2025.2
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di
berbagai propinsi di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan RI tahun 2004 memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10
penyebab kematian utama di Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%.2
Asma membutuhkan pengenalan dan penatalaksanaan segera.
Penatalaksanaan harus segera dilakukan untuk mencegah penyulit yang lebih berat.

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis dari asma
bronkial.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami dan menambah
pengetahuan mengenai asma bronkial.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini mengacu pada berbagai literatur dan kepustakaan
berupa buku, jurnal dan internet.

1
1.5 Manfaat Penulisan
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi mengenai asma
bronkial.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran


napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa
berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat
reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.1
Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala
tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai
berat bahkan dapat menimbulkan kematian.1

2.2 Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Menurut data WHO, sekitar 300
juta manusia di dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga
mencapai 400 juta pada tahun 2025.2
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di
berbagai propinsi di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan RI tahun 2004 memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10
penyebab kematian utama di Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%.2

2.3 Faktor Risiko


Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik
dan faktor lingkungan. Kedua faktor tersebut berperan dalam terjadinya asma.1
1. Faktor genetik
a. Hipereaktivitas
b. Atopi/alergi bronkus
c. Jenis Kelamin
d. Ras/etnik

2. Faktor lingkungan
a. Alergen di dalam ruangan, seperti tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur dll

3
b. Alergen diluar ruangan, seperti alternaria, tepung sari
c. Makanan, seperti bahan penyedap, pengawet, perwarna
makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur
d. Obat-obatan tertentu, seperti golongan Aspirin, NSAID, beta
blocker
e. Bahan yang mengiritasi, misalnya parfum, household spray,
dan lain-lain
f. Ekpresi emosi berlebih/stress
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya
ketika melakukan aktifitas tertentu
j. Perubahan cuaca.

Gambar 1. Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada pasien asma 1

2.4 Patofisiologi
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi
bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus. 1
Ada beberapa tahap yang terjadi sebelum terjadi asma: 1
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan
lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka
akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka
belum tentu menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami
sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses
inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama

4
atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan
hiperreaktivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang
terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi)
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri
atas reaksi asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late
asthma reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses
dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Penyempitan
saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini
terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan
mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor
pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Sel mast akan melepaskan mediator seperti
histamin, bradikinin dan prostaglandin. Pelepasan mediator ini akan mempengaruhi
otot polos dan mukosa sehingga terjadi bronkospasme, udem mukosa dan sekresi
mukus yang banyak.3
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Ketika ujung saraf pada jalan nafas
dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi polutan,
jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator
kimiawi.3
Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan
timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan
berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada
saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi,
tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami
edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai
tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.3
Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi
hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan
ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma
seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk
produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan.3
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut: 1

5
Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Asma1

2.5. Diagnosis
a) Anamnesis
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,
disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya
penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga
penderita tidak merasa perlu ke dokter. 4
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.
Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. 4
Riwayat penyakit / gejala : 4
- Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
- Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
- Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
- Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
- Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
- Riwayat keluarga (atopi)
- Riwayat alergi / atopi
- Penyakit lain yang memberatkan
- Perkembangan penyakit dan pengobatan
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya
kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda
asma yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma
tidak didapatkan mengi diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat
berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest), biasanya pasien dalam keadaan
sianosis dan kesadaran menurun.4
c) Pemeriksaan Penunjang

6
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma: 4
- Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
- Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
- Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
- Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
- Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
- Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain
asma.

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran


klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat
inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk
mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak
ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu
penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan
klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam
penatalaksanaannya.1
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan
(akut).1
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)
Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat
(Tabel 1)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang
dewasa4

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru

Intermitten Bulanan APE≥80%


- G ≤ 2 kali sebulan - VEP
ejala<1x/minggu. prediksi
- T APE≥80%
anpa gejala diluar nilai terbaik.
serangan. - Variabiliti
- S APE<20%.
erangan singkat.
Persisten Mingguan APE>80%
ringan
- G >2 kali sebulan - VEP
ejala>1x/minggu prediksi
tetapi<1x/hari. APE≥80% nilai
- S terbaik.
erangan dapat - Variabiliti APE 20-

7
mengganggu 30%.
aktivitas dan tidur
Persisten Harian APE 60-80%
sedang
- G >2 kali sebulan - VEP
ejala setiap hari. prediksi APE
- S 60-80% nilai
erangan terbaik.
mengganggu - V
aktivitas dan tidur. ariabiliti
- M APE>30%.
embutuhkan
bronkodilator setiap
hari.
Persisten berat Kontinyu APE 60≤%
- G Sering - VEP
ejala terus menerus prediksi
- S APE≤60% nilai
ering kambuh terbaik
- A - Variabiliti
ktivitas fisik APE>30%
terbatas

2. Asma saat serangan


Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya
serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan
sedang dan asma serangan berat. 4
Tabel 2. Klasifikasi derajat serangan asma 4

Ringan Sedang Berat Ancaman


Henti Napas
Dapat Jalan terbatas Sukar berjalan
Aktivitas berjalan Lebih suka Duduk
Dapat duduk membungkuk
berbaring ke depan
Bicara Beberapa Kalimat Kata demi kata
kalimat terbatas
Mungkin Biasanya Biasanya Kebingunga
Kesadaran
terganggu terganggu terganggu n
Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Sianosis
Frekuensi Meningkat Meningkat Sering > 30 Bradipneu
nafas menit
Retraksi otot- Umumnya Kadang ada Ada Gerakan
otot

8
bantu nafas tidak ada paradok
torako
abdominal
Mengi Lemah Keras Keras Sulit/tidak
sampai terdengar
sedang
Frekuensi < 100 100-120 > 120 Bradikardia
nadi
Tidak ada Mungkin ada Sering ada Tidak ada
Pulsus
(< 10 ( 10-25 ( 25 mmHg)
paradoksus
mmHg) mmHg)
APE sesudah > 80 % 60-80% < 60 %
bronkodilator
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
SaO2 > 95 % 91-95 % < 90 %

2.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). 1
Tujuan :
 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;
 Mencegah eksaserbasi akut;
 Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;
 Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
 Menghindari efek samping obat;
 Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel;
 Mencegah kematian karena asma.
 Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai
potensi genetiknya.
Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter
dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya
komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan
pasien, ini merupakan kunci keberhasilan pengobatan.1
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :4
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

9
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi:4
1) Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh
pasien. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala,
pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan
pengobatan yang tepat dan cepat.
Selanjutnya dinilai respons pengobatan dan ditentukan tindakan apa yang
sebaiknya dilakukan pada penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi,
membutuhkan ventilator, ICU, dan lain-lain)

Penilaian awal

Serangan asma ringan Serangan asma sedang Serangan asma


/berat mengancam Jiwa

Pengobatan awal :

- Oksigen untuk mencapai saturasi O2≥90%


- Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( nebulisasi ) setiap 20 menit dalam 1 jam
atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau adrenalin 1/1000
0,3 ml subkutan )
- Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respon segera dengan bronkodilator/
jika akhir-akhir ini mendapat kortikosteroid orak, atau serangan asmanya

Penilaian ulang setelah 1 jam

Respon baik : Respon tidak sempurna : Respon buruk dalam 1


jam :
Respon baik dan stabil Resiko tinggi distress
dalam 60 menit. Resiko tinggi distress
Pem Fisis :gejala ringan-
Pemeriksaan fisis normal. sedang Pem fisis : berat, gelisah
dan kesadaran menurun
APE > 70% prediksi. APE > 50% tetapi tidak <
70%

Pulang Dirawat di RS Dirawat di ICU

Pengobatan : dilanjutkan Inhalasi Agonis beta-2 ± Inhalasi agonis beta-2 ±


inhalasi agonis beta-2. anti kolinergik antikolinergik

Membutuhkan Kortikosteroid sistemik Kortikosteroid IV

Aminofilin drip Pertimbangkan agonis


beta-2 injeksi SC/IM/IV

Perbaikan Tidak ada


perbaikan
dalam 6-12 jam

10
Gambar 3. Penatalaksanaan serangan asma di rumah sakit4

2) Penatalaksanaan asma jangka panjang


Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu
bulan.4
Penatalaksanaan asma jangka panjang meliputi:4
a. Edukasi
Edukasi yang diberikan mencakup :
- Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
- Mengenali gejala serangan asma secara dini
- Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
- Mengenali dan menghindari faktor pencetus
- Kontrol teratur

b. Medikasi
Terdapat dua jenis cara pendekatan dalam memulai pengobatan jangka
panjang asma. Cara pertama ialah step down therapy, dimana diberikan terapi
maksimum pada awal pengobatan sesuai derajat asma termasuk
glukokortikosteroid oral dan atau glukokortikosteroid inhalasi dosis penuh
ditambah dengan agonis beta-2 kerja lama untuk segera mengontrol asma.
Setelah asma terkontrol dosis diturunkan bertahap sampai seminimal mungkin
dengan tetap mempertahankan kondisi asma terkontrol. Cara kedua adalah step
up therapy yaitu memulai terapi sesuai berat asma dan meningkatkan terapi
secara bertahap jika dibutuhkan untuk mencapai asma terkontrol.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyarankan step down therapy
untuk penanganan asma yaitu memulai pengobatan dengan upaya menekan
inflamasi jalan napas dan mencapai keadaan asma terkontrol sesegera
mungkin, dan menurunkan terapi sampai seminimal mungkin dengan tetap
mengontrol asma. Bila terdapat keadaan asma yang tetap tidak terkontrol
dengan terapi awal/maksimal tersebut (misalnya setelah 1 bulan terapi), maka
pertimbangkan untuk evaluasi kembali diagnosis sambil tetap memberikan
pengobata asma sesuai beratnya gejala.

11
Medikasi asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol.
1) Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol :
- Kortikosteroid inhalasi
- Kortikosteroid sistemik
- Sodium kromoglikat
- Nedokromil sodium
- Metilsantin
- Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
- Agonis beta-2 kerja lama, oral
- Leukotrien modifiers
- Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

2) Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki
inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. 21
Termasuk pelega adalah :
- Agonis beta2 kerja singkat
- Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat
pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi
hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan
bronkodilator lain).
- Antikolinergik
- Aminofillin
- Adrenalin

Tabel 4. Pengobatan Sesuai Berat Asma4


Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Asma Medikasi Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain
pengontrol harian
Asma Tidak perlu -------- -------
Intermiten
Asma Glukokortikosteroi - Teofilin lepas ------
Persisten

12
Ringan d inhalasi lambat
(200-400 ug - Kromolin
BD/hari atau
ekivalennya) - Leukotriene
modifiers
Asma Kombinasi inhalasi - Glukokortikoste Ditambah agonis
Persisten glukokortikosteroi roid inhalasi beta-2 kerja
Sedang d (400-800 ug BD lama oral, atau
atau
(400-800 ug ekivalennya)   Ditambah
BD/hari atau ditambah teofilin lepas
ekivalennya) dan Teofilin lepas lambat
lambat ,atau
agonis beta-2 kerja
lama - Glukokortikoste
roid inhalasi
(400-800 ug BD
atau
ekivalennya)
ditambah agonis
beta-2 kerja
lama oral, atau
- Glukokortikoste
roid inhalasi
dosis tinggi
(>800 ug BD
atau
ekivalennya)
atau

- Glukokortikoste
roid inhalasi
(400-800 ug BD
atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
modifiers
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolon/  
Persisten kortikosteroid metilprednisolon oral
Berat selang sehari 10 mg
(> 800 ug BD atau
  ekivalennya) dan ditambah agonis beta-2
agonis beta-2 kerja kerja lama oral,
lama, ditambah  1 ditambah teofilin lepas
di bawah ini: lambat

- teofilin lepas
lambat
- leukotriene
modifiers

- glukokortikost
eroid oral
 Pada semua tahapan bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling

13
tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal
mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol

c. Pola hidup sehat


1) Meningkatkan kebugaran fisis
Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa
percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun terdapat salah satu
bentuk asma yang timbul serangan sesudah exercise (exercise-induced
asthma/ EIA), akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan
olahraga. Bila dikhawatirkan terjadi serangan asma akibat olahraga, maka
dianjurkan menggunakan beta2-agonis sebelum melakukan olahraga.
Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang
dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan khususnya,
selain manfaat lain pada olahraga umumnya. Senam asma Indonesia
dikenalkan oleh Yayasan Asma Indonesia dan dilakukan di setiap klub asma
di wilayah yayasan asma di seluruh Indonesia. Manfaat senam asma telah
diteliti baik manfaat subjektif (kuesioner) maupun objektif (faal paru);
didapatkan manfaat yang bermakna setelah melakukan senam asma secara
teratur dalam waktu 3 – 6 bulan, terutama manfaat subjektif dan peningkatan
VO2 max
2) Berhenti atau tidak pernah merokok
Asap rokok merupakan oksidan, menimbulkan inflamasi dan
menyebabkan ketidak seimbangan protease antiprotease. Penderita asma yang
merokok akan mempercepat perburukan fungsi paru dan mempunyai risiko
mendapatkan bronkitis kronik dan atau emfisema. Oleh karena itu penderita
asma dianjurkan untuk tidak merokok. Penderita asma yang sudah merokok
diperingatkan agar menghentikan kebiasaan tersebut karena dapat
memperberat penyakitnya.
3) Lingkungan Kerja
Bahan-bahan di tempat kerja dapat merupakan faktor pencetus
serangan asma, terutama pada penderita asma kerja. Penderita asma
dianjurkan untuk bekerja pada lingkungan yang tidak mengandung bahan-
bahan yang dapat mencetuskan serangan asma. Apabila serangan asma sering
terjadi di tempat kerja perlu dipertimbangkan untuk pindah pekerjaan.
Lingkungan kerja diusahakan bebas dari polusi udara dan asap rokok serta
bahan-bahan iritan lainnya.

14
Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan
asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol
sebagian, dan tidak terkontrol.4
Tabel 5. Ciri-ciri Tingkatan Asma Terkontrol 1
Tingkatan Asma Terkontrol

Karakteristik Terkontrol Terkonrol Tidak


Sebagian Terkonrol
Gejala harian Tidak ada (dua Lebih dari dua Tiga atau lebih
kali atau kurang kali seminggu gejala dalam
perminggu) kategori Asma
Pembatasan aktivitas Tidak ada Sewaktu-waktu Terkontrol
dalam Sebagian, muncul
seminggu sewaktu- waktu
Gejala Tidak ada Sewaktu-waktu dalam seminggu
nokturnal/gangguan dalam
tidur (terbangun) seminggu
Kebutuhan akan Tidak ada (dua Lebih dari dua
reliever atau terapi kali atau kurang kali seminggu
rescue dalam seminggu)

Fungsi Paru (PEF Normal < 80%


atau (perkiraan atau
FEV1*) dari kondisi
terbaik bila
diukur)
Eksaserbasi Tidak ada Sekali atau Sekali dalam
lebih dalm seminggu***)
setahun**)
Keterangan :
*)
Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun
**)
Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah
benar-benar
adekwat
***)
Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma tak terkontrol

2.7 Prognosis
Informasi yang adekuat terhadap pasien mengenai pencegahan penyakit dapat
memberikan prognosis yang baik, terutama bila penyakitnya ringan dan berkembang
pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang tetap memiliki asma dalam 7-10 tahun
setelah didiagnosis pertama bervariasi dari 26-78%, atau rata-rata 46%, presentase
pasien yang asmanya berlanjut menjadi asma dengan derajat berat hanya 6-19%.
Remisi spontan terjadi pada sekitar 20% pasien asma setelah dewasa, dan sebanyak
40% mengalami perbaikan derajat asma seiring dengan pertambahan umur. Pasien
asma dengan stimulus komorbid seperti merokok, dilaporkan mengalami perubahan
fungsi paru yang ireversibel. 5

15
BAB III

PENUTUP

Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Asma merupakan sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi
survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia.

Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala
tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai
berat bahkan dapat menimbulkan kematian.
Asma membutuhkan pengenalan dan penatalaksanaan segera.
Penatalaksanaan harus segera dilakukan untuk mencegah penyulit yang lebih berat.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Asma. Jakarta: Direktorat Jenderal


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
2. Ratnawati J. 2011. Epidemiologi Asma. J Respir Indones 31(4):172-5.
3. Price AS, Wilson ML., 2006. Pola Obstruktif pada Penyakit Pernapasan.
Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi
6. EGC. 784-5.
4. PDPI. 2003. Pedoman Diagnosis dan Petalaksanaan Asma di Indonesia.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
5. Fauci AS, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th edition.
USA: The McGraw-hill Companies, inc.

17

Anda mungkin juga menyukai