PENDAHULUAN
1
1.5 Manfaat Penulisan
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi mengenai asma
bronkial.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Menurut data WHO, sekitar 300
juta manusia di dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga
mencapai 400 juta pada tahun 2025.2
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di
berbagai propinsi di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan RI tahun 2004 memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10
penyebab kematian utama di Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%.2
2. Faktor lingkungan
a. Alergen di dalam ruangan, seperti tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur dll
3
b. Alergen diluar ruangan, seperti alternaria, tepung sari
c. Makanan, seperti bahan penyedap, pengawet, perwarna
makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur
d. Obat-obatan tertentu, seperti golongan Aspirin, NSAID, beta
blocker
e. Bahan yang mengiritasi, misalnya parfum, household spray,
dan lain-lain
f. Ekpresi emosi berlebih/stress
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya
ketika melakukan aktifitas tertentu
j. Perubahan cuaca.
2.4 Patofisiologi
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi
bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus. 1
Ada beberapa tahap yang terjadi sebelum terjadi asma: 1
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan
lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka
akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka
belum tentu menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami
sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses
inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama
4
atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan
hiperreaktivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang
terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi)
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri
atas reaksi asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late
asthma reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses
dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Penyempitan
saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini
terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan
mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor
pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Sel mast akan melepaskan mediator seperti
histamin, bradikinin dan prostaglandin. Pelepasan mediator ini akan mempengaruhi
otot polos dan mukosa sehingga terjadi bronkospasme, udem mukosa dan sekresi
mukus yang banyak.3
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Ketika ujung saraf pada jalan nafas
dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi polutan,
jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator
kimiawi.3
Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan
timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan
berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada
saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi,
tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami
edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai
tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.3
Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi
hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan
ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma
seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk
produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan.3
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut: 1
5
Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Asma1
2.5. Diagnosis
a) Anamnesis
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,
disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya
penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga
penderita tidak merasa perlu ke dokter. 4
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.
Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. 4
Riwayat penyakit / gejala : 4
- Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
- Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
- Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
- Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
- Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
- Riwayat keluarga (atopi)
- Riwayat alergi / atopi
- Penyakit lain yang memberatkan
- Perkembangan penyakit dan pengobatan
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya
kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda
asma yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma
tidak didapatkan mengi diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat
berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest), biasanya pasien dalam keadaan
sianosis dan kesadaran menurun.4
c) Pemeriksaan Penunjang
6
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma: 4
- Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
- Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
- Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
- Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
- Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
- Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain
asma.
7
mengganggu 30%.
aktivitas dan tidur
Persisten Harian APE 60-80%
sedang
- G >2 kali sebulan - VEP
ejala setiap hari. prediksi APE
- S 60-80% nilai
erangan terbaik.
mengganggu - V
aktivitas dan tidur. ariabiliti
- M APE>30%.
embutuhkan
bronkodilator setiap
hari.
Persisten berat Kontinyu APE 60≤%
- G Sering - VEP
ejala terus menerus prediksi
- S APE≤60% nilai
ering kambuh terbaik
- A - Variabiliti
ktivitas fisik APE>30%
terbatas
8
bantu nafas tidak ada paradok
torako
abdominal
Mengi Lemah Keras Keras Sulit/tidak
sampai terdengar
sedang
Frekuensi < 100 100-120 > 120 Bradikardia
nadi
Tidak ada Mungkin ada Sering ada Tidak ada
Pulsus
(< 10 ( 10-25 ( 25 mmHg)
paradoksus
mmHg) mmHg)
APE sesudah > 80 % 60-80% < 60 %
bronkodilator
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
SaO2 > 95 % 91-95 % < 90 %
2.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). 1
Tujuan :
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;
Mencegah eksaserbasi akut;
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;
Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
Menghindari efek samping obat;
Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel;
Mencegah kematian karena asma.
Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai
potensi genetiknya.
Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter
dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya
komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan
pasien, ini merupakan kunci keberhasilan pengobatan.1
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :4
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
9
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi:4
1) Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh
pasien. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala,
pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan
pengobatan yang tepat dan cepat.
Selanjutnya dinilai respons pengobatan dan ditentukan tindakan apa yang
sebaiknya dilakukan pada penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi,
membutuhkan ventilator, ICU, dan lain-lain)
Penilaian awal
Pengobatan awal :
10
Gambar 3. Penatalaksanaan serangan asma di rumah sakit4
b. Medikasi
Terdapat dua jenis cara pendekatan dalam memulai pengobatan jangka
panjang asma. Cara pertama ialah step down therapy, dimana diberikan terapi
maksimum pada awal pengobatan sesuai derajat asma termasuk
glukokortikosteroid oral dan atau glukokortikosteroid inhalasi dosis penuh
ditambah dengan agonis beta-2 kerja lama untuk segera mengontrol asma.
Setelah asma terkontrol dosis diturunkan bertahap sampai seminimal mungkin
dengan tetap mempertahankan kondisi asma terkontrol. Cara kedua adalah step
up therapy yaitu memulai terapi sesuai berat asma dan meningkatkan terapi
secara bertahap jika dibutuhkan untuk mencapai asma terkontrol.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyarankan step down therapy
untuk penanganan asma yaitu memulai pengobatan dengan upaya menekan
inflamasi jalan napas dan mencapai keadaan asma terkontrol sesegera
mungkin, dan menurunkan terapi sampai seminimal mungkin dengan tetap
mengontrol asma. Bila terdapat keadaan asma yang tetap tidak terkontrol
dengan terapi awal/maksimal tersebut (misalnya setelah 1 bulan terapi), maka
pertimbangkan untuk evaluasi kembali diagnosis sambil tetap memberikan
pengobata asma sesuai beratnya gejala.
11
Medikasi asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol.
1) Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol :
- Kortikosteroid inhalasi
- Kortikosteroid sistemik
- Sodium kromoglikat
- Nedokromil sodium
- Metilsantin
- Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
- Agonis beta-2 kerja lama, oral
- Leukotrien modifiers
- Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
2) Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki
inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. 21
Termasuk pelega adalah :
- Agonis beta2 kerja singkat
- Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat
pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi
hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan
bronkodilator lain).
- Antikolinergik
- Aminofillin
- Adrenalin
12
Ringan d inhalasi lambat
(200-400 ug - Kromolin
BD/hari atau
ekivalennya) - Leukotriene
modifiers
Asma Kombinasi inhalasi - Glukokortikoste Ditambah agonis
Persisten glukokortikosteroi roid inhalasi beta-2 kerja
Sedang d (400-800 ug BD lama oral, atau
atau
(400-800 ug ekivalennya) Ditambah
BD/hari atau ditambah teofilin lepas
ekivalennya) dan Teofilin lepas lambat
lambat ,atau
agonis beta-2 kerja
lama - Glukokortikoste
roid inhalasi
(400-800 ug BD
atau
ekivalennya)
ditambah agonis
beta-2 kerja
lama oral, atau
- Glukokortikoste
roid inhalasi
dosis tinggi
(>800 ug BD
atau
ekivalennya)
atau
- Glukokortikoste
roid inhalasi
(400-800 ug BD
atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
modifiers
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolon/
Persisten kortikosteroid metilprednisolon oral
Berat selang sehari 10 mg
(> 800 ug BD atau
ekivalennya) dan ditambah agonis beta-2
agonis beta-2 kerja kerja lama oral,
lama, ditambah 1 ditambah teofilin lepas
di bawah ini: lambat
- teofilin lepas
lambat
- leukotriene
modifiers
- glukokortikost
eroid oral
Pada semua tahapan bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling
13
tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal
mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol
14
Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan
asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol
sebagian, dan tidak terkontrol.4
Tabel 5. Ciri-ciri Tingkatan Asma Terkontrol 1
Tingkatan Asma Terkontrol
2.7 Prognosis
Informasi yang adekuat terhadap pasien mengenai pencegahan penyakit dapat
memberikan prognosis yang baik, terutama bila penyakitnya ringan dan berkembang
pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang tetap memiliki asma dalam 7-10 tahun
setelah didiagnosis pertama bervariasi dari 26-78%, atau rata-rata 46%, presentase
pasien yang asmanya berlanjut menjadi asma dengan derajat berat hanya 6-19%.
Remisi spontan terjadi pada sekitar 20% pasien asma setelah dewasa, dan sebanyak
40% mengalami perbaikan derajat asma seiring dengan pertambahan umur. Pasien
asma dengan stimulus komorbid seperti merokok, dilaporkan mengalami perubahan
fungsi paru yang ireversibel. 5
15
BAB III
PENUTUP
Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Asma merupakan sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi
survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia.
Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala
tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai
berat bahkan dapat menimbulkan kematian.
Asma membutuhkan pengenalan dan penatalaksanaan segera.
Penatalaksanaan harus segera dilakukan untuk mencegah penyulit yang lebih berat.
16
DAFTAR PUSTAKA
17