PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID,
β bloker dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household
spray, dan lain-lain)
f. Ekpresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya
ketika melakukan aktifitas tertentu
j. Perubahan cuaca
2.3 Patogenesis
Gejala asma, yaitu batuk, sesak dengan mengi merupakan akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas
bronkus ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan
parameter objektif untuk menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada
pada seseorang pasien. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas
bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin,
inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.
Pencetus (trigger) serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi
akut yang terdiri atas reaksi asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi
asma lambat (late asthma reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi
asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau
kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan sekitarnya, berupa
infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah besar ke
dinding dan lumen bronkus.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal
yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang
banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di
bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast.
3
Selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag
alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag
alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi
yang terjadi.
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan
limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti
leukotriens, tromboksan, PAF dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi
asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan
hipereaktivitas bronkus. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi
asma:
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan
lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka
akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum
tentu menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi
terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada
saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses
inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas
bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang
terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi).
Faktor-faktor pemicu (inducer/sensitisizer) antara lain: Alergen dalam
ruangan: tungau debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen
kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon,
pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus (enhancer): Semua faktor pemicu dan
pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin.
4
2.4 Klasifikasi
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat
serangan (akut).
a) Asma saat tanpa serangan
Pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA)
mengklasifikasikan derajat asma menjadi: 1) Asma episodik jarang; 2) Asma
episodik sering; dan 3) Asma persisten (Tabel 1).
5
Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan
Parameter klinis,
Ancaman henti
fungsi faal paru, Ringan Sedang Berat
napas
laboratorium
Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi tangis pendek
Sesak (breathless) Bayi Menangis dan lemah, Bayi tidak mau
keras kesulitan makan/minum
menetek/makan
Duduk bertopang
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasanya iritabel Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Sedang, sering Nyaring, sepanjang Sangat nyaring,
Sulit/tidak
Wheezing hanya pada akhir ekspirasi ± terdengar tanpa
terdengar
ekspirasi inspirasi stetoskop
Gerakan paradok
Penggunaan otot bantu
Biasanya tidak Biasanya ya Ya torako-
respiratorik
abdominal
Sedang, ditambah
Dangkal, retraksi Dalam, ditambah
Retraksi retraksi Dangkal/ hilang
interkostal napas cuping hidung
suprasternal
Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:
Usia Frekuensi napas normal/menit
Frekuensi napas < 2 bulan < 60
2-12 bulan < 50
1-5 tahun < 40
6-8 tahun < 30
Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Frekuensi nadi Usia Frekuensi nadi normal per menit
2-12 bulan < 160
1-2 tahun < 120
6-8 tahun < 110
Tidak ada, tanda
Tidak ada Ada Ada
Pulsus paradoksus kelelahan otot
(< 10 mmHg) (10-20 mmHg) (>20mmHg)
respiratorik
PEFR atau FEV1
(%nilai dugaan/%nilai
terbaik)
>60% 40-60%
Pra bonkodilator <40%
>80% 60-80%
Pasca bronkodilator <60%, respon<2 jam
SaO2 % >95% 91-95% ≤ 90%
Normal
PaO2 (biasanya tidak >60 mmHg <60 mmHg
perlu diperiksa)
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
6
2.5 Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Secara umum untuk
menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a) Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
1. Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini
hari?
2. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk
setelah terpajan alergen atau polutan?
3. Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold)
merasakan sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10
hari atau lebih)?
4. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah
melakukan aktifitas atau olah raga?
5. Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah
pemberian obat pelega (bronkodilator)?
6. Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan
musim/cuaca atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
7. Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi,
konjungtivitis alergi)?
8. Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara
kandung, saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?
b) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai
didapatkannya kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit
alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering ditemukan adalah mengi,
namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi diluar serangan.
7
Begitu juga pada asma yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar (silent
chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat
ditemukan hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan:
1. Inspeksi: pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas
cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal),
sianosis
2. Palpasi: biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat
terjadi pulsus paradoksus
3. Perkusi: biasanya tidak ditemukan kelainan
4. Auskultasi: ekspirasi memanjang, mengi, suara lendir
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
1. Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
2. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
3. Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
4. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas
bronkus.
5. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya
alergi.
6. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
selain asma.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma
akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang.
8
Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala,
pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya
diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah bronkodilator (β2
agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) dan kortikosteroid sistemik. Pada
serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya
diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara
sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)
kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5
hari. Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid
oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV
(bolus atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi
maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian
cairan IV.
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2
agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin
IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan
dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung
dirujuk ke ICU.
Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi
menggunakan nebulizer. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (Inhalasi Dosis
Terukur) dengan alat bantu (spacer).
9
Edukasi yang diberikan mencakup: kapan pasien berobat/ mencari
pertolongan, mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahui obat-obat
pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya, mengenali dan
menghindari faktor pencetus, kontrol teratur. Alat edukasi untuk dewasa yang
dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah pelangi asma (bagan 6), sedangkan
pada anak digunakan lembaran harian.
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan
pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan
serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk
mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak,
kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis
diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol. Obat asma yang
digunakan sebagai pengontrol antara lain: Inhalasi kortikosteroid, β2 agonis kerja
panjang, antileukotrien, teofilin lepas lambat.
10
Bagan 1.
Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak
Klinik / IGD
Tatalaksana awal
nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)
nebulisasi ketiga + antikolinergik
jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)
Bagan 2.
11
Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang
*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis
BAB III
12
STATUS PASIEN
3.2 Anamnesis
Alloanamnesis
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
13
Terdapat anggota keluarga dengan riwayat asma yaitu ayah pasien.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi wajib lengkap
Hepatitis B : 4 kali
BCG : 1 kali
Polio : 4 kali
DPT : 3 kali
Campak : 1 kali
14
tinggal di rumah permanen, lingkungan perumahan tidak padat
ventilasi dan pencahayaan cukup
sumber air minum dari sumur bor
sumber air MCK dari sumur bor
15
x
16
Status generalisata
Kepala
Bentuk : Normochepali
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
refleks cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (+/+)
Mulut : mukosa basah, tidak pucat, faring tidak hiperemis
Leher
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler dengan ekspirasi memanjang,
wheezing (+/+), Ronchi (+/+), bunyi jantung I & II
normal, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : bentuk normal, simetris, datar, scar (-)
Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas
Superior & Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema
17
3.5 Diagnosa Kerja
Asma Bronkial
3.7 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Oksigen 4 liter/menit
IVFD D 5% drip Aminophilline 1 cc 18 tetes/menit makro
Nebulizer tiap 4 jam: combiven ½ ampul + bisolvon 12 tetes + NaCl
2 ml
Injeksi Ceftriaxone 2 x 400 mg
P/O: - lasal exp 3 x cth 1/2
- cetirizin 1 x cth ½
- puyer asma 3 x P 1: alegi ½ tab, his ½ tab
b. Edukasi
Hindari faktor pencetus
3.8 Follow Up
22 Subyek: sesak nafas (+), Planning:
April batuk berdahak (+), pilek - O2 2 liter/menit
2014 (+), demam (-), mual - IVFD D 5% + Aminophilline 1 cc
muntah (-) 18 tts/menit
- Nebulizer tiap 4 jam (Combiven 1
Objek: N= 98x/menit amp + Bisolvon 12 tetes + NaCl 2
R= 34x/menit T= 36oC cc)
- Inj. Ceftriaxone 2 x 400 mg
Assesment: Asma P/O:
Bronkial - lasal exp 3 x cth ½
- cetirizin 1 x cth ½
- puyer asma 3 x P 1
- atarox syr 2 x 3cc
23 Subyek: sesak nafas (-), Planning:
April batuk berdahak (+), pilek - IVFD D 5% + Aminophilline 1 cc
18
2014 (-), demam (-), mual 18 tts/menit
muntah (-), perut - Nebulizer tiap 4 jam (Combiven 1
kembung (+) amp + Bisolvon 12 tetes + NaCl 2
cc)
Objek: N= 82x/menit - Inj. Ceftriaxone 2 x 400 mg
R= 28x/menit T= 36,4oC P/O:
- lasal exp 3 x cth ½
Assesment: Asma - cetirizin 1 x cth ½
Bronkial - puyer asma 3 x P 1
- atarox syr 2 x 3cc
24 Subyek: sesak nafas (-), Planning:
April batuk berdahak (+), pilek - IVFD D 5% + Aminophilline 1 cc
2014 (-), demam (-), mual 18 tts/menit
muntah (-), perut - Inj. Ceftriaxone 2 x 400 mg/iv
kembung (-) P/O:
- lasal exp 3 x cth ½
Objek: N= 86x/menit - cetirizin 1 x cth ½
R= 26x/menit T= 36,5oC - puyer asma 4 x P 1
- atarox syr 3 x 3cc
Assesment: Asma
Bronkial
25 Subyek: sesak nafas (-), Planning:
April batuk berdahak (+), pilek Pasien boleh pulang
2014 (-), demam (-), mual Terapi peroral:
muntah (-), perut - puyer asma 4 x P 1
kembung (-) - atarox syr 3 x 3cc
- Azitromicin 1 x 250 mg
Objek: N= 86x/menit
R= 26x/menit T= 36,5oC
Assesment: Asma
Bronkial
19