Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

A.   PENGERTIAN ASMA


   Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor
risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
   Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini
bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
   Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak
sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
   Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti
serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo
(2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau
batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung
pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas
fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya
riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan
   Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma
(GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak
sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan
inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan
jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan.
   Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang
sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari
kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh
(Abidin, 2002).

       B.   KLASIFIKASI ASMA


1.  Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a.      Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang
berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya
dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan

b.      Status asmatikus


Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer, 2001).
status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon
terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi
ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi
pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi
alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun
makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya
menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c.      Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

2.  Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)


a.      Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi
penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b.      Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen.
Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban,
suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3.  Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan
beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
   gejala kurang dari seminggu
   serangan singkat
   gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
   FEV 1 atau PEV > 80%
   PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2)     Asma mild persistent (asma persisten ringan)
   gejala lebih dari sekali seminggu
   serangan mengganggu aktivitas dan tidur
   gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
   FEV 1 atau PEV > 80%
   PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3)     Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
   gejala setiap hari
   serangan mengganggu aktivitas dan tidur
   gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
   FEV 1 tau PEV 60% – 80%
   PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4)     Asma severe persistent (asma persisten berat)
   gejala setiap hari
   serangan terus menerus
   gejala pada malam hari setiap hari
   terjadi pembatasan aktivitas fisik
   FEV 1 atau PEF = 60%
   PEF atau FEV variabilitas > 30%
4.  Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a.      Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa
berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b.      Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih
suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang
terdengar pada saat inspirasi,
c.      Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang
lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa
stetoskop,
d.      Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar
mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang
penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan
asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

C.   ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita
asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.

1.      Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
(Smeltzer & Bare, 2002).
a.     Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b.     Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
c.      Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik     

2.      Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma
a.     Pemicu Asma (Trigger) 
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan
gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis
intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun,
saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah
terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah
perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan
emosi, dan olahraga yang berlebihan.

b.     Penyebab Asma (Inducer)


Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas
(respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma
yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-
gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya
penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk  ke
tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut),
dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).

3.      Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut
mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a.     Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b.     Faktor presipitasi
1)     Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a)     Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b)     Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur
yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE-
inhibitor, kromolin).
c)      Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan
jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen
utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi
reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat
mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease
sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2)     Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani
atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut
sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi  beberapa saat setelah
latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan
dikarakteristikkan  oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita
asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3)     Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma.
Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah
mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem
bronkial.
4)     Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi
masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
5)     Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan
polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
6)     Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
D.   ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASMA
1.      Anatomi
 Organ Pernapasan
a.     Hidung
Hidung atau naso atau  nasal merupakan saluran udara  yang pertama, mempunyai dua lubang
(kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu
yang berguna untuk  menyaring  udara,  debu,  dan  kotoran  yang  masuk  ke  dalam lubang
hidung.
b.     Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke
bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c.      Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan
masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang  rawan 
yang  berfungsi  pada  waktu  kita  menelan  makanan menutupi laring.
d.     Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda
(huruf C) sebelah dalam diliputi  oleh  selaput  lendir  yang  berbulu  getar    yang  disebut 
sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang
terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e.     Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat
pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah
tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri
dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang
kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang
lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak   terdapat   cincin   lagi,   dan  
pada   ujung   bronkioli   terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f.       Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.
Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2  masuk ke dalam darah dan CO2  dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo
dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru
kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari
belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai
10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan
3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-
belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh
darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus,
bronkiolus ini   bercabang-cabang   banyak   sekali,   cabang   ini   disebut   duktus alveolus.  
Tiap   duktus   alveolus   berakhir   pada   alveolus   yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum
depan terletak jantung.  Paru-paru  dibungkus  oleh  selaput  yang  bernama  pleura. Pleura
dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada  pembungkus)  yaitu 
selaput  paru  yang  langsung  membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput
yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum
(hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

2.      Fisiologi Asma
Proses terjadi pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan
disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan
udara masuk kedalam darah dan CO2  dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian
CO2  dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh
melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis  kemudian  massuk  ke serambi  kiri  jantung 
(atrium  sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel),
di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah  CO2   dan 
dikeluarkan  melalui  peredaran  darah  vena  masuk  ke jantung (serambi kanan atau atrium
dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel  dekstra)  dan  dari  sini  keluar  melalui  arteri 
pulmonalis  ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari
alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa
dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan  panjang 
menuju  paru-paru  (sampai  alveoli).  Pada  laring terdapat epiglotis yang berguna untuk
menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak  masuk ke trakhea, sedangkan
waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring,
maka  akan  mendapat  serangan  batuk,  hal  tersebut  untuk  mencoba mengeluarkan
makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi
(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara
bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang
terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang
terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat
menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas
juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan
kadar CO2  dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus
diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan
kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara
sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka
pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang
dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi
cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian  rongga  dan  dengan 
demikian  rongga  dada  menjadi  kecil
kembali,   maka   udara   didorong   keluar.   Jadi   proses   respirasi   atau
pernapasan  ini  terjadi  karena  adanya  perbedaan  tekanan  antara  rongga pleura dan paru-
paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak,
pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada  yang lunak,  yaitu
pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka  ini 
dinamakan  pernapasan  perut.  Kebanyakan  pada  orang  tua, Karena tulang rawannya tidak
begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di
dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

3.      Patofisiologi Asma
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme
otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus
intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi
jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan
prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat
elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup
mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 
akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan,
maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus
dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya
adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
     
E. Pathway Asma

      

F.   MANIFESTASI KLINIS ASMA


Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis
dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :

1.      Asma tingkat I


Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala asma  atau
keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila
penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di
laboratorium.

2.      Asma tingkat II


Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi
dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah
sembuh dari serangan asma.
3.      Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes
fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila
pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4.      Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan
sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak
antara lain :
a.     Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b.     Sianosis
c.      Silent Chest
d.     Gangguan kesadaran
e.     Tampak lelah
f.       Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

5.      Asma tingkat V


Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan asma
yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena
pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal

G.     KOMPLIKASI ASMA
1.         Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas
2.         Chronic persisten bronhitis
3.         Bronchitis
4.         Pneumonia
5.         Emphysema
6.         Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare,
2002).

H.   PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA


1.      Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
   Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
   Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-
cabang bronkus
   Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
   Terdapatnya neutrofil eosinofil

2.      Pemeriksaan darah


Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat
meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
   Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2
maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
   Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
   Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
   Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan
menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
   Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3.      Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada  serangan asma,
gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
   Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
   Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.
   Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
4.      Pemeriksaan faal paru
   Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya
dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
   Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma,
FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5.      Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan
disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
   Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah
jarum jam
   Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
   Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya
relatif ST depresi.

I.    PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.
1.      Penobatan non farmakologik
a.     Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

b.     Menghindari faktor pencetus


Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c.      Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan
dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2.      Pengobatan farmakologik
a)     Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,
metrapel ).
b)     Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c)     Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 
empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d)     Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2
kapsul empat kali sehari.

e)     Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat
diberikan secara oral.
f)      Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

3.      Pengobatan selama serangan status asthmatikus    


a.     Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b.     Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c.      Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip
Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d.     Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e.     Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f.       Antibiotik spektrum luas.
PROSES KEPERAWATAN ASMA
A.     PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA
1.      Pengkajian Primer Asma
a.     Airway
   Peningkatan sekresi pernafasan
   Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b.     Breathing
   Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
   Menggunakan otot aksesoris pernafasan
   Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c.      Circulation
   Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
   Sakit kepala
   Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
   Papiledema
   Urin output meurun
d.     Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan
memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2.      Pengkajian Sekunder Asma
a.     Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat
bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari
tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan
kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma
bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.
Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-
tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang
berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b.     Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang
mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1)     Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan
darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu
pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2)     Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria
atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3)     Thorak
a)     Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
b)     Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c)      Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar
dan rendah.
d)     Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih
dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c.      Sistem pernafasan
1)     Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi
produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih
tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2)     Frekuensi pernapasan meningkat
3)     Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4)     Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi
kering dan wheezing.
5)     Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan
mungkin lebih.
6)     Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
   Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada
yang pada perkusi terdengar hipersonor.
   Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas
(antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula
dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
7)     Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan
bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
d.     Sistem kardiovaskuler
1)     Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2)     Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
   takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
   Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10
mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3)     Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.

B.   DIAGNOSA KEPERAWATAN  ASMA YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan


produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
4. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan
7.  Kurang  pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
8.  Intoleransi  aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
9.  Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
10.   Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .
C. RENCANA KEPERAWATAN  ASMA 

RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL 


NO INTERVENSI  (NIC)
KEPERAWATAN (NOC)
1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
efektif berhubungan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Airway Management
dengan tachipnea,
  Respiratory status : Ventilation   Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
peningkatan produksi
  Respiratory status : Airway patency thrust bila perlu Posisikan pasien untuk
mukus, kekentalan  Aspiration Control, memaksimalkan ventilasi
sekresi dan Dengan kriteria hasil :          Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
bronchospasme.   Mendemonstrasikan batuk efektif dan nafas buatan
suara nafas yang bersih, tidak ada          Pasang mayo bila perlu
sianosis dan dyspneu (mampu         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas          Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dengan mudah, tidak ada pursed lips)          Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
  Menunjukkan jalan nafas yang paten          Lakukan suction pada mayo
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
         Berikan bronkodilator bila perlu
frekuensi pernafasan dalam rentang          Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
normal, tidak ada suara nafas abnormal)          Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
  Mampu mengidentifikasikan dan keseimbangan.
mencegah factor yang dapat menghambat          Monitor respirasi dan status O2
jalan nafas
2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
perubahan membran  Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
kapiler – alveolar   Respiratory Status : ventilation
  Vital Sign Status          Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
Dengan kriteria hasil : thrust bila perlu
  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi          Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
dan oksigenasi yang adekuat          Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
  Memelihara kebersihan paru paru dan nafas buatan
         Pasang mayo bila perlu
bebas dari tanda tanda distress pernafasan
  Mendemonstrasikan batuk efektif dan          Lakukan fisioterapi dada jika perlu
suara nafas yang bersih, tidak ada          Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
sianosis dan dyspneu (mampu          Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
mengeluarkan sputum, mampu bernafas          Lakukan suction pada mayo
dengan mudah, tidak ada pursed lips)          Berika bronkodilator bial perlu
  Tanda tanda vital dalam rentang normal          Barikan pelembab udara
         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

         Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha


respirasi
         Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
         Monitor suara nafas, seperti dengkur
         Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
         Catat lokasi trakea
         Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
         Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
         Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas
utama
         Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
penyempitan bronkus  Respiratory status : Ventilation Airway Management
  Respiratory status : Airway patency
  Vital sign Status          Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
Dengan Kriteria Hasil : thrust bila perlu
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan          Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
suara nafas yang bersih, tidak ada          Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
sianosis dan dyspneu (mampu nafas buatan
mengeluarkan sputum, mampu bernafas          Pasang mayo bila perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips)          Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Menunjukkan jalan nafas yang paten          Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
frekuensi pernafasan dalam rentang          Lakukan suction pada mayo
normal, tidak ada suara nafas abnormal)          Berikan bronkodilator bila perlu
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal          Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
(tekanan darah, nadi, pernafasan)          Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
  Pertahankan jalan nafas yang paten
  Atur peralatan oksigenasi
  Monitor aliran oksigen
  Pertahankan posisi pasien
  Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
  Monitor kualitas dari nadi
  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
  Monitor suara paru
  Monitor pola pernapasan abnormal
  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
  Monitor sianosis perifer
  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4 Nyeri akut; ulu hati Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
proses penyakit.   Pain Level, Pain Management
  Pain control,
  Comfort level   Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Dengan Kriteria Hasil : termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab kualitas dan faktor presipitasi
nyeri, mampu menggunakan tehnik   Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan) mengetahui pengalaman nyeri pasien
  Melaporkan bahwa nyeri berkurang   Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
dengan menggunakan manajemen nyeri   Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
frekuensi dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri   Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
berkurang menemukan dukungan
  Tanda vital dalam rentang normal   Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
  Kurangi faktor presipitasi nyeri
  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
  Tingkatkan istirahat
  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
  Cek riwayat alergi
  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)

5 Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


dengan kesulitan bernafas selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
dan rasa takut sufokasi.   Anxiety control          Gunakan pendekatan yang menenangkan
  Coping          Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
  Impulse control pasien
Dengan Kriteria Hasil :          Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
  Klien mampu mengidentifikasi dan selama prosedur
mengungkapkan gejala cemas          Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan          Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
menunjukkan tehnik untuk mengontol mengurangi takut
cemas          Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
  Vital sign dalam batas normal tindakan prognosis
  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa          Dorong keluarga untuk menemani anak
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan         Lakukan back / neck rub
berkurangnya kecemasan          Dengarkan dengan penuh perhatian
         Identifikasi tingkat kecemasan
         Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
         Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
         Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
         Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

6 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


nutrisi kurang dari selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Nutrition Management
kebutuhan tubuh
  Nutritional Status : food and Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan
  Nutritional Status : nutrient Intake   Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
faktor psikologis dan   Weight control kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
biologis yang mengurangi Dengan Kriteria Hasil :   Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
pemasukan makanan   Adanya peningkatan berat badan sesuai   Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
dengan tujuan vitamin C
  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi   Berikan substansi gula
badan   Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
  Mampu mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi untuk mencegah konstipasi
  Tidk ada tanda tanda malnutrisi   Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan
  Menunjukkan peningkatan fungsi dengan ahli gizi)
pengecapan dari menelan   Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
  Tidak terjadi penurunan berat badan yang harian.
berarti   Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
  BB pasien dalam batas normal
  Monitor adanya penurunan berat badan
  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
  Monitor lingkungan selama makan
  Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam
makan
  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
  Monitor turgor kulit
  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
  Monitor mual dan muntah
  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
  Monitor makanan kesukaan
  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
  Monitor kalori dan intake nuntrisi
  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oral.
  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

7 Kurang  pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Teaching : disease Process
faktor-faktor pencetus
  Kowlwdge : disease process   Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
asma.   Kowledge : health Behavior tentang proses penyakit yang spesifik
Dengan Kriteria Hasil :   Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal
  Pasien dan keluarga menyatakan ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, cara yang tepat.
prognosis dan program pengobatan   Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
  Pasien dan keluarga mampu penyakit, dengan cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang dijelaskan   Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
secara benar   Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang
  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan tepat
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan
kesehatan lainnya cara yang tepat
  Hindari harapan yang kosong
  Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
  Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan
  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
  Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

8 Intoleransi  aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Activity Therapy
batuk persisten dan  Energy conservation   Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
ketidakseimbangan antara   Activity tolerance dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
suplai oksigen dengan   Self Care : ADLs   Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
kebutuhan tubuh. Dengan Kriteria Hasil : mampu dilakukan
  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa   Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
dan RR   Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
  Mampu melakukan aktivitas sehari hari yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
(ADLs) secara mandiri   Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
  Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai
  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
  Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
  Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
  Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

9 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Self Care assistane : ADLs
kelemahan fisik   Self care : Activity of Daily Living   Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
(ADLs) mandiri.
Dengan Kriteria Hasil :   Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
  Klien terbebas dari bau badan kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
  Menyatakan kenyamanan terhadap makan.
kemampuan untuk melakukan ADLs   Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
  Dapat melakukan ADLS dengan bantuan untuk melakukan self-care.
  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak
mampu untuk melakukannya.
  Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
  Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
10 Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
faktor resiko prosedur selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Infection Control (Kontrol infeksi)
invasif   Immune Status          Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
  Risk control          Pertahankan teknik isolasi
Dengan Kriteria Hasil :          Batasi pengunjung bila perlu
  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi          Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
  Menunjukkan kemampuan untuk tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
mencegah timbulnya infeksi meninggalkan pasien
  Jumlah leukosit dalam batas normal          Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
  Menunjukkan perilaku hidup sehat          Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
kperawtan
         Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
         Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
         Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
         Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
         Tingkatkan intake nutrisi
         Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


         Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
         Monitor hitung granulosit, WBC
         Monitor kerentanan terhadap infeksi
         Batasi pengunjung
         Saring pengunjung terhadap penyakit menular
         Partahankan teknik aseptic pada pasien yang
beresiko
         Pertahankan teknik isolasi k/p
         Berikan perawatan kulit pada area epidema
         Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
         Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
         Dorong masukkan nutrisi yang cukup
         Dorong masukan cairan
         Dorong istirahat
         Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
         Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
         Ajarkan cara menghindari infeksi
         Laporkan kecurigaan infeksi
         Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

 Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk


Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
 Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis,
edisi 6. Jakarta: EGC
 Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
 GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org
 Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
 Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 .
Jakarta: EGC
 Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
 Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
 Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
 Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
 Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
 Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
 Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen
Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
 Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung
Seto

Anda mungkin juga menyukai