Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA bronkial

Di RUANGAN CEMERA 1 RSUD TORABELO


KABUPATEN SIGI

Dyah Nastiti Cahyani


PO7120422012

PRECEPTOR RUANGAN PRECEPTOR INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES PALU
TAHUN 2021-2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

A. PENGERTIAN
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapaan yang melibatkan banyak
sel dan elemennya. Asma berasal dari kata “ Asthma” diambil dari bahasa yunani yang
berarti “ sukar bernapas “. Prose imflamasi kronik yang terjadi pada asma menyebabkan
saluran nafas menjadi hipperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokontriksi,
edema dan hipersekreskif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokontrisi, edema dan
hiperespontif, sehingga menghambat aliran udara disaluran pernapasan dengan
manifestasi klinis yang bersifat perodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat,
batuk –batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan
luasnya inflamasi yang derajatnya bervariasi dan bersifat reversible secara spontan
maupun dengan atau tanpa pengobatan ( Yuliasari &Aila,2020)
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma
(GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan
banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang
rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan
batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang
sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat
dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara
menyeluruh (Abidin, 2002).
B. KLASIFIKASI ASMA
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon
yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan
derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional
(Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung
memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing,
ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa
berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena
leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian
berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan
(Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
d. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi
alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap
orang yang sehat.
e. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk
seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan
beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
gejala kurang dari seminggu
serangan singkat
gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
gejala lebih dari sekali seminggu
serangan mengganggu aktivitas dan tidur
gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
gejala setiap hari
serangan mengganggu aktivitas dan tidur
gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
FEV 1 tau PEV 60% – 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
d. Asma severe persistent (asma persisten berat)
gejala setiap hari
serangan terus menerus
gejala pada malam hari setiap hari
terjadi pembatasan aktivitas fisik
FEV 1 atau PEF = 60%
PEF atau FEV variabilitas > 30%
Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa
berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat,
lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -
kadang terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang
lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar
tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak
terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang penderita
asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma
ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian
C. ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
(Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
1. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus
asma : Pemicu Asma (Trigger) Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau
menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang
belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung
timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam
waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap
pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi
udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang
berlebihan.
2. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer
dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.
Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung
lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk  ke tubuh melalui
mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut),
dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma se secara spesifik.
Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan
obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan.
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas
merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau
bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast
sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat
mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti
histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2) Olah Raga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas.
Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang
disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi 
beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan
cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan  oleh adanya
bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma
seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi
pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh
karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita
diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika
stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus,
misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini
menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
D. ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASMA
1. ANATOMI

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


Gambar 2. Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial

Organ Pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau  nasal merupakan saluran udara  yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum
nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk  menyaring  udara, 
debu,  dan  kotoran  yang  masuk  ke  dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga
hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan
organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan
rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah
terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal
tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya
disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang  rawan  yang  berfungsi  pada 
waktu  kita  menelan  makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi  oleh  selaput  lendir  yang 
berbulu  getar    yang  disebut  sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar.
Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang
dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah
yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus
itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8
cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping
dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).
Pada bronkioli tidak   terdapat   cincin   lagi,   dan   pada   ujung   bronkioli  
terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari
sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih
90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2  masuk ke dalam darah
dan CO2  dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang
lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru dibagi dua yaitu
paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra
superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior.
Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus
inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan
yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi
oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap
lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini  
bercabang-cabang   banyak   sekali,   cabang   ini   disebut   duktus alveolus.  
Tiap   duktus   alveolus   berakhir   pada   alveolus   yang diameternya antara
0,2-0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk
paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.  Paru-paru 
dibungkus  oleh  selaput  yang  bernama  pleura. Pleura dibagi menjadi 2
yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada  pembungkus)  yaitu  selaput 
paru  yang  langsung  membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu
selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal,
kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru
dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
2. FISIOLOGI ASMA
Proses terjadi pernapasan

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


Gambar 3 Proses pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini
disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi
pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2 
dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2  dikeluarkan melalui traktus
respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler
vena pulmonalis  kemudian  massuk  ke serambi  kiri  jantung  (atrium  sinistra)
menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini
terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah  CO2   dan 
dikeluarkan  melalui  peredaran  darah  vena  masuk  ke jantung (serambi kanan atau
atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel  dekstra)  dan  dari  sini  keluar 
melalui  arteri  pulmonalis  ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus
lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa
metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui
traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan 
panjang  menuju  paru-paru  (sampai  alveoli).  Pada  laring terdapat epiglotis yang
berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak  masuk ke
trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan
masuk ke dalam laring, maka  akan  mendapat  serangan  batuk,  hal  tersebut  untuk 
mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi
(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara
bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks
yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat
pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh
karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini
berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat
pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2  dalam darah dan kekurangan
dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari
nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan
kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak
antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada
membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara
di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan
menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian  rongga 
dan  dengan  demikian  rongga  dada  menjadi  kecil kembali,   maka   udara  
didorong   keluar.   Jadi   proses   respirasi   atau pernapasan  ini  terjadi  karena 
adanya  perbedaan  tekanan  antara  rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar
bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada 
yang lunak,  yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka  ini 
dinamakan  pernapasan  perut.  Kebanyakan  pada  orang  tua, Karena tulang
rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat
kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.
3. PATOFISIOLOGI ASMA
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan
eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi
paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak
cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama
penurunan pCO2  akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila
respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin
juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler,
maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah
mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan
tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan
obstruksi aliran udara.

      
Gambar 4. Patofisiologi asma

Pathway Asma

    
E. MANIFESTASI KLINIS ASMA
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan
berat didada. Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala asma 
atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru.
Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat
dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran
pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan
fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita
merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu
dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang
makin banyak antara lain :
a Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b Sianosis
c Silent Chest
d Gangguan kesadaran
e Tampak lelah
f Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat
reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan
nafas ke kondisi normal

F. KOMPLIKASI 
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas
Chronic persisten bronhitis
2. Bronchitis
3. Pneumonia
4. Emphysema
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer
& Bare, 2002).
Asma

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
 Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
 Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-
sel cabang-cabang bronkus.
 Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
 Terdapatnya neutrofil eosinofil.
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma.
 Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang
buruk.
 Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi.
 Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
 Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada  serangan
asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
 Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah.
 Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
 Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat
pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
 Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan
tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
 Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada
seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat.
5.   Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga
bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
 Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan
rotasi searah jarum jam.
 Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB.
 Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES
atau terjadinya relatif ST depresi.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan
pengobatan farmakologik.
1.      Pengobatan non farmakologik
a.     Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada
tim kesehatan.
b.     Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
c.      Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2.      Pengobatan farmakologik
a)     Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk
obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b)     Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c)     Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d)     Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e)     Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f)      Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3.      Pengobatan selama serangan status asthmatikus    
a.     Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b.     Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c.      Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutkan drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d.     Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e.     Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f.      Antibiotik spektrum luas.
I. PROSES KEPERAWATAN ASMA
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA
1. Pengajian Primer Asma
a. Airway
 Peningkatan sekresi pernafasan
 Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
 Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
 Menggunakan otot aksesoris pernafasan
 Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
 Sakit kepala
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
 Papiledema
 Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada
gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi,
keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah :
Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat
hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada
yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b.   Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
1)     Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2)    Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis
pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3)    Thorak
a)    Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
b)    Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.

c)    Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d)    Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi
lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi
pernafasan dan Wheezing.
c.      Sistem pernafasan
1)   Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin
keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula
encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau
putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama
kalau terjadi infeksi sekunder.
2)    Frekuensi pernapasan meningkat
3)    Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4)    Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5)   Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang
daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
6)   ssPada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan
diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi
terdengar hipersonor.
 Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
7)   Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan
cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing
tidak terdengar(silent chest), sianosis.
d.     Sistem kardiovaskuler
1)     Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2)     Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
 Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan
tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada
asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3)    Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun,
gangguan irama jantung.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN  ASMA YANG MUNGKIN MUNCUL
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi mukus
2) Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan
3) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
4) Gangguan ventilasi spontan b.d kelelahan otot pernapasan
5) Ansietas b.d krisis situasional
6) Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
7) Defisit pengtahuan b.d kurang terpapar informasi
III. Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI
1 Bersihan jalan Bersihan jalan nafas L.01001 Manajemen jalan nafas
nafas tidak efektif I.0934
b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan
pengingkatan diharapkan bersihan jalan nafas meningkat Observasi
sekret dengan kriteria hasil :
1. Monitor pola nafas
1. Batuk efektif dari skala 3 (sedang) ke (frekuensi,kedalaman
skala 5 (meningkat) dan usaha napas)
2. Produksi sputum dari skala 3 (sedang) 2. Monitor bunyi nafas
ke skala 5 ( menurun) tambahan (gurgling,
3. Mengidari skala 3 (sedang) ke skala 5 wheezing dan ronchi)
(menurun) 3. Monitor sputum
4. Wheezhing dari skala 3 (sedang) ke (jumlah, warna)
skala 5 (menurun)
5. Sianosis dari skala 3 (sedang) ke skala Terapeutik
5 (menurun) 1. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
2. Posisi fowler atau
semi fowler
3. Beri minum air
hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada
5. Lakukan pengisapan
lendir
6. Berikan oksigen
Edukasi

1. Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian
bronkudilator,
ekspektoran atau
mukolitikn jika perlu

2 Pola nafas tidak Pola napas L.01004 Manajemen jalan nafas


efektif b.d depresi I.0934
pusat pernafasan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan pola nafas membaik dengan Observasi
kriteria hasil :
4. Monitor pola nafas
1. Dispnea dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (frekuensi,kedalaman
(menurun) dan usaha napas)
2. Penggunaan otot bantu napas dari skala 5. Monitor bunyi nafas
3 (sedang) ke skala 5 (menurun) tambahan (gurgling,
3. Pemanjangan fase ekspirasi dari skala 3 wheezing dan ronchi)
(sedang) ke skala 5 (membaik) 6. Monitor sputum
4. Frekuensi napas dari skala 3 (sedang) ke (jumlah, warna)
skala 5 (membaik)
5. Kedalaman napas dari skala 3 (sedang) Terapeutik
ke skala 5 (membaik) 1. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
2. Posisi fowler atau
semi fowler
3. Beri minum air
hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada
5. Lakukan pengisapan
lendir
6. Berikan oksigen

Edukasi

1. Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian
bronkudilator,
ekspektoran atau
mukolitikn jika perlu

3 Gangguan Pertukaran gas L.01003 Terapi oksigen I.01026


pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tidakan keperawatan
ketidakseimbangan diharapkan pola nafas membaik dengan Observasi
ventilasi perfusi kriteria hasil : 1. Monitor kecepatan
1. Dispnea dari skala 3 (sedang) ke skala 5 aliran oksigen
(menurun) 2. Monitor efektifitas
2. Gelisah dari skala 3 (sedang) ke skala 5 aliran oksigen
(menurun) (oksimetri, analisa
3. Napas cuping hidung dari skala 3 gas darah)
(sedang) ke skala 5 (menurun ) 3. Monitor tanda-tanda
4. Takikardi dari skala 3 (sedang) ke skala hipoventilasi
5 (membaik) 4. Monitor integritas
5. Warna kulit dari skala 3 (sedang) ke mukosa hidung
skala 5 (membaik) akibat pemasangan
oksigen

Terapeutik

1. Bersihan sekret pada


jalan napas
2. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
3. Tetap gunakan
oksigen saat pasien
ditransportasi

Edukasi

1. Ajarkan pasien dan


keluarga cara
menggunakan
oksigen dirumah
Kolaborasi

1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas atau
tidur

4 Gangguan Ventilasi spontan L.01007 Dukungan ventilasi


ventilasi spontan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
b.d kelelahan otot diharapkan ventilasi spontan meningkat Observasi
pernapasan dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi adanya
1. Volume tidal dari skala 3 (sedang) ke kelelahan otot bantu
skala 5 (meningkat) napas
2. Penggunaan otot bantu napas dari 2. Identifikasi efek
skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) perubahan posisi
3. Gelisah dari skala 3 (sedang) ke skala terhadap status
5 (menurun) pernafasan
4. PO2 dari skala 3 (sedang) ke skala 5 3. Monitor status
(menurun) respirasi dan
v oksigenasi

Terapeutik

1. Bersihan sekret pada


jalan napas
2. Berikan posisi fowler
atau semifowler
3. Berikan oksigenasi
sesuai dengan
kebutuhan
4. Gunakan bag- valve
mask jika perlu

Edukasi

1. Ajarkan teknik
relaksasi napas dalam
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
3. Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkudilator,
ekspektoran atau
mukolitik jika perlu

5 Ansietas b.d krisis Tingkat ansietas L.09093 Terapi relaksasi


situasional Setelah dilakukan tindakan keperawatan I.09026
diharapkan tingkat ansietas menurun
dengan kriteria hasil : Observasi
1. Perilaku gelisah dari skala 3 1. monitor penurunan
(sedang) ke skala 5 (menurun) tingkat energi
2. Perilaku tegang dari skala 3 2. identifikasi teknik
(sedang) ke skala 5 (menurun) relaksasi yang pernah
3. Pucat dari skala 3 (sedang) ke skala efektif digunakan
5 (menurun) 3. periksa ketegangan
4. konsentrasi dari skala 3 (sedang) ke otot
skala 5 (menurun) 4. monitor terhadap
5. kontak mata dari skala 3 (sedang) relaksasi
ke skala 5 (membaik)
Terapeutik

1. ciptakan lingkungan
yang tenang
2. gunakan pakaian
yang longgar

Edukasi

1. jelaskan tujuan,
manfaat batasan dan
relaksasi yang
tersedia
2. jelaskan secara rinci
intervensi yang
dipilih
3. anjutkan mengambil
posisi yang nyaman
4. demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi

6 Gangguan rasa Status kenyamanan L. 08064 Terapi relaksasi


nyaman b.d gejala Setelah dilakukan tindakan keperawatan I.09026
penyakit diharapkan status kenyamanan meningkat
dengan kriteria hasil : Observasi
1. kesejahteraan fisik dari skala 3(sedang)
ke skala 5 (meningkat) 1. monitor penurunan
2. kesejahteraan psikologi dari skala tingkat energi
3(sedang) ke skala 5 (meningkat) 2. identifikasi teknik
3. dukungan sosial dari skala 3(sedang) ke relaksasi yang
skala 5 (meningkat) pernah efektif
4. menangis dari skala 3(sedang) ke skala digunakan
5 (menurun) 3. periksa ketegangan
5. pola tidur dari skala 3(sedang) ke skala otot
5 (meningkat) 4. monitor terhadap
relaksasi

Terapeutik

1. ciptakan lingkungan
yang tenang
2. gunakan pakaian
yang longgar

Edukasi

1. jelaskan tujuan,
manfaat batasan
dan relaksasi yang
tersedia
2. jelaskan secara
rinci intervensi
yang dipilih
3. anjutkan
mengambil posisi
yang nyaman
4. demonstrasikan dan
latih teknik
relaksasi

7. Defisit Tingkat pengetahuan L.12111


pengtahuan b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi kesehatan
kurang terpapar diharapkan tingkat keperawatan meningkat I. 12383
informasi dengan kriteria hasil : Observasi
1. perilaku sesuai anjuran dari skala 3
(sedang) ke skala 5 (meningkat) 1. identifikasi kesiapan
2. kemampuan menjelaskan dari skala dan kemampuan
3 (sedang) ke skala 5 (meningkat) menerima informasi
3. perilaku sesuai dengan 2. identifikasi faktor-
pengetahuan tentang asma dari faktor yang dapat
skala 3 (sedang) ke skala 5 meningkatkan dan
(meningkat) menurunkan
4. persepsi yang salah terhadap motivikasi perilaku
penyakit asma dari skala 3 (sedang) hidup bersih dan
ke skala 5 (menurun) sehat

Terapeutik

1. sediakan materi dan


media pendidikan
kesehatan
2. jadwalkan
pendidikan kesehatan
3. berikan kesempatan
untuk bertanya

Edukasi

1. jelaskan faktor resiko


yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
2. ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
3. ajarkan strategi yang
dapat digunakan
untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih
dan sehat
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis,
edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 .
Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen
Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung
Seto

Anda mungkin juga menyukai