Bronkitis merupakan penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan peradangan bronkus dan
mengakibatkan batuk serta produksi sputum. Peradangan ini bisa bersifat akut, biasanya akibat infeksi
virus atau menjadi kronis. Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai konsep penyakit
dan Askep Bronkitis dengan menggunakan pendekatan Sdki Slki Siki.
Tujuan
Memahami gambaran umum, epidemiologi, penyebab, patofisiologi, serta tanda dan gejala
bronkitis
Memahami pemeriksaan, penatalaksanaan, dan komplikasi yang bisa timbul pada pasien
dengan bronkitis
Mengidentifikasi masalah atau diagnosa keperawatan yang sering muncul pada askep
bronkitis menggunakan pendekatan Sdki
Merumuskan luaran dan keriteria hasil pada askep bronkitis menggunakan pendekatan Slki
Pendahuluan
Bronkitis akut adalah bentuk infeksi saluran pernapasan bawah. Meskipun etiologi secara formal
diidentifikasi hanya dalam persentase kecil kasus klinis, identitas organisme penyebab penyakit dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan bronkitis akut.
Sedangkan bronkitis kronis adalah bentuk paling umum dari penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
yaitu sekelompok kondisi yang melibatkan obstruksi jalan napas, penurunan aliran udara ekspirasi
maksimal, dan gejala yang berhubungan dengan pernapasan.
Emfisema atau kerusakan alveoli, adalah manifestasi utama lain dari PPOK. Asma nonremittant, yang
melibatkan bronkokonstriksi ireversibel atau sebagian, juga dapat diklasifikasikan sebagai PPOK. Tidak
jarang individu mengalami bentuk gabungan PPOK yang melibatkan produksi sputum, destruksi
alveolar, dan bronkospasme.
Eksaserbasi ringan didiagnosis jika salah satu gejala di atas terjadi bersama dengan setidaknya salah
satu dari berikut: infeksi saluran pernapasan atas dalam 5 hari terakhir, demam tanpa penyebab lain
yang jelas, peningkatan mengi, peningkatan batuk, dan laju pernapasan atau denyut jantung
meningkat setidaknya 20% di atas rata-rata.
Baik akut maupun kronis, bronkitis menimbulkan batuk yang terus-menerus dan menghasilkan dahak.
Hiperresponsif bronkus, mengi, kesulitan bernapas atau dyspnea dapat terjadi, dan kesulitan
bernapas saat berolahraga atau exertional dyspnea.
Pada kebanyakan kasus bronkitis akut, gejala batuk dan produksi sputum berlangsung selama 1
sampai 3 minggu. Komplikasi Infeksi seperti otitis media, sinusitis, dan pneumonia dapat disebabkan
oleh infeksi virus primer atau infeksi bakteri sekunder. Walaupun jarang, bronkitis akut akibat
influenza juga dapat menimbulkan komplikasi peradangan otot atau miositis.
Konsekuensi tambahan dari bronkitis akut bisa timbul pada anak-anak, yaitu Sindrom Reye yang
dapat terjadi pada anak-anak dengan influenza, terutama jika mereka diobati dengan aspirin. Infeksi
virus saluran pernapasan bawah pada awal kehidupan juga telah dikaitkan dengan
perkembangan asma bronkial.
Berbeda dengan bronkitis akut yang sembuh setelah penanganan infeksi penyebabnya. Bronkitis
kronis umumnya memburuk seiring waktu, bahkan dengan pengobatan yang optimal. Penghentian
paparan stimulus pemicu seperti asap, adalah satu-satunya manajemen terapeutik yang tersedia saat
ini yang dapat memperlambat perkembangan bronkitis kronis.
Perkembangan bronkitis kronis menyebabkan sesak napas, awalnya bermanifestasi hanya selama
beraktifitas atau olahraga, tetapi juga terjadi saat istirahat saat penyakit memburuk. Peningkatan
disfungsi paru dapat mengakibatkan hipertensi pulmonal, pembesaran ventrikel kanan, dan gagal
jantung sisi kanan (cor pulmonale).
Tanda-tanda kor pulmonal antara lain edema perifer, pembesaran hati dan organ internal lainnya,
serta peningkatan kesulitan bernapas. Penurunan berat badan dapat terjadi, dan pengecilan otot
dapat berkontribusi pada perkembangan intoleransi olahraga.
Seorang individu yang terkena bronkitis kronis rentan terhadap episode berulang di mana gejala
batuk, produksi sputum, dan dyspnea makin memburuk. Episode ini disebut eksaserbasi akut dari
bronkitis kronis, dapat disebabkan oleh virus atau infeksi bakteri. Paparan terhadap asap, polutan
udara, atau alergen juga dapat menyebabkan eksaserbasi akut bronkitis kronis.
Epidemiologi
Menurut perkiraan dari wawancara nasional yang diambil oleh Pusat Statistik Kesehatan Nasional
Amerika Serikat pada tahun 2006, sekitar 9,5 juta orang atau 4% dari populasi didiagnosis dengan
bronkitis kronis. Statistik ini mungkin menggambarkan prevalensi penyakit paru obstruktif kronik
sebanyak 50%, karena banyak pasien yang tidak melaporkan gejalanya, dan kondisinya tetap tidak
terdiagnosis.
Istilah bronkitis sering digunakan sebagai deskripsi umum untuk batuk nonspesifik dan self-limited,
sehingga penggambaran prevalensi insiden terdiagnosa bisa keliru karena pasien tidak memenuhi
kriteria untuk diagnosis.
Dalam sebuah penelitian, diperkirakan bronkitis akut mempengaruhi 44 dari 1000 orang dewasa
setiap tahun, dan 82% dari episode terjadi pada musim gugur atau musim dingin. Sebagai
perbandingan, 91 juta kasus influenza, 66 juta kasus flu biasa, dan 31 juta kasus infeksi saluran
pernapasan atas akut lainnya terjadi setaiap tahunnya.
Bronkitis akut merupakan penyakit yang umum di seluruh dunia dan merupakan salah satu dari 5
alasan utama untuk seseorang mencari perawatan medis. Tidak ada perbedaan dalam distribusi ras
yang dilaporkan, meskipun bronkitis lebih sering terjadi pada populasi dengan status sosial ekonomi
rendah dan pada orang yang tinggal di perkotaan atau daerah industri.
Terkait gender, bronkitis lebih mempengaruhi laki-laki daripada perempuan. Di Amerika Serikat, dua
pertiga pria dan seperempat wanita mengalami emfisema saat meninggal. Meskipun ditemukan pada
semua kelompok umur, bronkitis akut paling sering didiagnosis pada anak-anak di bawah 5 tahun,
sedangkan bronkitis kronis lebih sering terjadi pada orang tua yang berusia diatas 50 tahun.
Penyebab
Bronkitis akut biasanya disebabkan oleh virus yang berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan
bawah, seperti influenza A dan B, parainfluenza, virus pernapasan syncytial, metapneumovirus, dan
virus penyebab infeksi saluran pernapasan atas, seperti rhinovirus, virus corona, dan adenovirus.
Penyebab yang paling umum bronkitis akut adalah influenza, dan sebagian kecil kasus bronkitis akut
akibat infeksi bakteri. Chlamydia pneumoniae bertanggung jawab atas beberapa kasus terutama pada
orang dewasa muda.
Bordetella pertussis dapat menyebabkan gejala atipikal yang mengakibatkan kasus bronkitis akut
berkepanjangan pada orang dewasa. Mycoplasma pneumoniae adalah agen etiologi tambahan dari
bronkitis akut.
Hanya ada sedikit bukti bahwa bronkitis akut dapat disebabkan oleh spesies bakteri yang merupakan
karakteristik infeksi pneumonia seperti Streptococcus pneumoniae.
Bronkitis kronis paling sering berkembang pada perokok tembakau yaitu sekitar 30-50%. Paparan
pasif terhadap asap juga dapat berkontribusi pada perkembangan bronkitis kronis.
Faktor penyebab lainnya yaitu paparan polusi udara di dalam atau luar ruangan, debu, atau iritasi
bahan kimia seperti belerang dioksida. Bronkitis kronis juga dapat berkembang pada orang dengan
riwayat infeksi paru-paru berulang atau hiperresponsif saluran napas.
Eksaserbasi akut bronkitis kronis umumnya terkait dengan influenza, parainfluenza, coronavirus, atau
infeksi rhinovirus. Peningkatan tingkat polusi udara partikulat dan ozon juga terkait dengan
eksaserbasi akut.
Peran infeksi bakteri dalam eksaserbasi akut bronkitis kronis masih kontroversial. Bakteri patogen
seperti Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, dan Moraxella catarrhalis teridentifikasi
pada dahak sekitar setengah dari semua yang mengalami eksaserbasi akut.
Uji klinis menunjukkan bahwa terapi antibiotik membantu pada 40% orang yang mengalami
eksaserbasi akut. Namun, dalam subset eksaserbasi di mana sputum purulen merupakan gejala
dominan, tingkat pemberantasan bakteri berkorelasi dengan tingkat resolusi eksaserbasi dan
peradangan yang terkait.
Dengan demikian, peningkatan jumlah bakteri, perolehan bakteri patogen baru, atau perubahan
susunan antigenik populasi bakteri yang menetap, mungkin bertanggung jawab atas eksaserbasi akut
bronkitis kronis tertentu.
Patofisiologi
Fase akut bronkitis berlangsung dari 1-5 hari dan melibatkan gejala konstitusional seperti demam,
kelelahan, dan nyeri otot. Selama fase inilah kolonisasi virus pada epitel trakeobronkial terjadi.
Sebagai respons terhadap infeksi ini, sel epitel saluran napas dan monosit serta makrofag melepaskan
sitokin yang menstimulasi dan mengaktifkan sel imun.
Infeksi virus akan merangsang pelepasan kemokin kemotaktik seperti RANTES, monosit chemotactic
protein-1 (MCP-1), makrofag inflamasi protein-1alpha (MIP-1alpha), dan sitokin pro-inflamasi seperti
tumor necrosis factor-alpha (TNF-alpha), interleukin-1beta, (IL-1beta), IL-6, IL-18, dan sitokin antivirus
seperti interferon-alpha (IFN-alpha) dan IFN-beta.
Neutrofil adalah salah satu sel pertama yang kerahkan ke epitel trakeobronkial, dan peningkatan
jumlah neutrofil berkorelasi dengan perkembangan hiperresponsif saluran napas. Limfosit T diaktifkan
oleh RANTES dan sitokin lain yang dilepaskan oleh monosit. Eosinofil diaktifkan dan dapat bertahan
selama berminggu-minggu setelah infeksi awal.
Fase selanjutnya dari bronkitis akut menimbulkan gejala batuk, mengi, dan produksi dahak dan
berlangsung sekitar 1-3 minggu. Pada fase ini sering terjadi penurunan fungsi paru yang signifikan
yang dapat diukur sebagai penurunan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1). Hiperresponsivitas
bronkus, yang dimulai selama fase akut, bertahan selama beberapa minggu dan berkorelasi dengan
aktivasi sel inflamasi berkelanjutan.
Pada bronkitis kronis, tanda patologis yang muncul adalah keterbatasan aliran udara sekunder akibat
inflamasi dan peningkatan produksi mukus pada saluran napas besar yang berdiameter >2 mm.
Proses penyakit dimulai ketika kerusakan saluran udara memulai peradangan dan remodeling epitel
saluran napas, menyebabkan hipersekresi lendir, obstruksi saluran udara, dan peningkatan
kerentanan terhadap kolonisasi bakteri.
Kehadiran bakteri patogen di paru-paru adalah penyebab umum eksaserbasi akut bronkitis kronis dan
mungkin juga terkait dengan perkembangan penyakit tersebut. Siklus yang berkelanjutan terjadi di
mana peradangan dan infeksi menghasilkan kerusakan epitel lebih lanjut, yang memperpanjang
peradangan tambahan dan remodeling saluran napas.
Bronkitis kronis dimulai ketika paparan berulang terhadap asap tembakau, iritasi paru-paru akibat
lingkungan, polutan udara, atau infeksi pernapasan menimbulkan kerusakan pada saluran
pernapasan.
Aktivasi sel inflamasi dihasilkan dari regulasi molekul adhesi seperti ICAM-1 dan E-selectin pada
pembuluh darah subepitel. Neutrofil adalah jenis sel dominan yang dikerahkan ke dalam lumen
saluran pernapasan.
Makrofag dan limfosit T CD8+ adalah sel predominan yang menginfiltrasi ruang subepitel. Eosinofil
lazim di subepitel selama eksaserbasi akut bronkitis kronis, sementara sejumlah besar neutrofil
terlihat di sini hanya pada penyakit parah.
Sel inflamasi di lumen saluran napas dan epitel melepaskan mediator yang mengontrol inflamasi dan
remodeling saluran napas yang merupakan karakteristik bronkitis kronis.
Neutrofil melepaskan spesies oksigen reaktif seperti superoksida dan peroksinitrit yang menghasilkan
kerusakan jaringan dan peradangan lebih lanjut. Peningkatan kadar molekul pro-inflamasi, seperti IL-
8, LTB4, dan TNF-alpha, dan penurunan kadar sitokin anti-inflamasi IL-10 terlihat pada dahak individu
dengan bronkitis kronis.
Peningkatan kadar sitokin perangsang lendir IL-4 dan IL-13 juga terlihat pada pasien dengan bronkitis
kronis. Neutrofil di saluran udara melepaskan neutrofil elastase, protease serin yang meningkatkan
produksi lendir dan merangsang proliferasi sel goblet yang memproduksi lendir. Metaplasia skuamosa
terjadi, menghasilkan penggantian sel epitel kolumnar bersilia dengan sel epitel skuamosa.
Secara keseluruhan, proses sekresi mukus bronkus yang berlebihan dan gangguan pembersihan ini
mengakibatkan obstruksi jalan napas, iritasi, dan kemungkinan peningkatan infeksi.
Terdapat banyak kesamaan antara proses yang terjadi pada saluran udara besar dan kecil yang (<2
mm) pada mereka yang menderita bronkitis kronis. Infiltrasi subepitel limfosit T CD8+ dan proliferasi
sel goblet masing-masing berkontribusi terhadap inflamasi dan sekresi mukus.
Selain itu, fibrosis dinding saluran napas menurunkan elastisitas paru, sedangkan hipertrofi otot polos
bronkiolus menyebabkan hambatan aliran udara. Perlekatan alveolus ke bronkiolus juga dapat hilang.
Pada arteri pulmonalis, bronkitis kronis menyebabkan proliferasi sel otot polos dan deposisi serat
elastis dan kolagen. Hal ini tampaknya merupakan akibat dari disfungsi endotel yang diakibatkan oleh
hipoksemia atau faktor lain yang tidak diketahui.
Hipertensi pulmonal terjadi sebagai akibat penyempitan arteri pulmonalis, dan ventrikel kanan dapat
membesar sebagai akibat pemompaan yang lama terhadap tekanan arteri yang meningkat. Gagal
ventrikel kanan (cor pulmonale) adalah komplikasi umum dari bronkitis kronis.
Pada fase awal, bronkitis akut dimulai dengan 1-5 hari gejala konstitusional seperti demam, malaise,
dan nyeri otot. Gejala-gejala ini bervariasi dalam tingkat dan durasi, dan tergantung pada sifat agen
infeksi. Misalnya, infeksi rhinovirus menghasilkan gejala konstitusional yang minimal atau tidak ada
sama sekali sedangkan influenza dan parainfluenza menghasilkan gejala yang paling parah dan
berkepanjangan.
Fase selanjutnya dari bronkitis akut berlangsung selama 1-3 minggu dan menimbulkan gejala batuk,
peningkatan produksi sputum, dan mengi.
Bronkitis akut dibedakan dari infeksi saluran pernapasan atas dengan adanya batuk, dahak, dan
mengi. Tanda dan gejala bronkitis akut berbeda dengan pneumonia karena pneumonia menyebabkan
suara paru abnormal yang menunjukkan adanya cairan (ronki) dan peningkatan tanda vital seperti
denyut jantung >100 kali/menit, frekuensi pernapasan >24 kali/menit, dan suhu >38°C.
Sedangkan Bronkitis kronis adalah manifestasi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang melibatkan
batuk dan produksi sputum, dengan atau tanpa mengi, yang berlangsung minimal 3 bulan selama 2
tahun berturut.
Bronkitis kronis paling sering muncul pada perokok di atas usia 40 dan berhubungan dengan
eksaserbasi akut di mana batuk, mengi, dan produksi sputum meningkat.
Orang dengan bronkitis kronis berada pada peningkatan risiko mengembangkan pneumonia dan
infeksi pernapasan lainnya. Kesulitan bernapas yang signifikan selama olahraga, dan seiring
perkembangan penyakit juga muncul saat istirahat.
Eksaserbasi akut bronkitis kronis menimbulkan gejala dispnea yang memburuk dan peningkatan
produksi sputum dan purulensi.
Pemeriksaan Diagnostik
Bronkitis dapat dicurigai pada pasien dengan infeksi saluran pernapasan akut dengan batuk, namun
karena banyak penyakit yang lebih serius pada saluran pernapasan bagian bawah yang menyebabkan
batuk, bronkitis harus dianggap sebagai diagnosis eksklusi.
Radiografi dada jika pasien berusia lanjut atau temuan fisik menunjukkan pneumonia
Tes influenza mungkin berguna. Tes serologi tambahan, seperti untuk pneumonia atipikal,
tidak diindikasikan.
Spirometri mungkin berguna karena pasien dengan bronkitis akut sering mengalami
bronkospasme yang signifikan, dengan pengurangan besar dalam volume ekspirasi paksa
dalam satu detik (FEV1).
Penatalaksanaan
Terapi umumnya difokuskan pada pengurangan gejala. Untuk tujuan ini, kombinasi obat untuk
membuka saluran napas bronkial yang tersumbat dan pengencer lendir sehingga dapat lebih mudah
dibatukkan.
Perawatan untuk bronkitis akut terutama bersifat suportif dan harus memastikan bahwa pasien
mendapat oksigenasi yang memadai dan Istirahat yang cukup.
Sedangkan pada pasien dengan bronkitis kronis, cara yang paling efektif untuk mengendalikan batuk
dan produksi sputum adalah menghindari iritan lingkungan terutama asap rokok.
Penekan batuk sentral seperti kodein dan dekstrometorfan untuk meredakan gejala batuk
jangka pendek pada bronkitis akut dan kronis
Antitusif/ ekspektoran seperti guaifenesin untuk Pengobatan batuk, dispnea, dan mengi
Mukolitik untuk penatalaksanaan PPOK sedang hingga berat, terutama di musim dingin
Antibiotik tidak menunjukkan manfaat yang konsisten pada bronkitis akut. Rekomendasi berikut telah
dibuat sehubungan dengan pengobatan bronkitis akut dengan antibiotik:
Bronkitis akut tidak boleh diobati dengan antibiotik kecuali kondisi komorbiditas
menimbulkan risiko komplikasi serius
Terapi antibiotik direkomendasikan pada pasien lanjut usia ( usia >65 tahun) dengan batuk
akut jika mereka pernah dirawat di rumah sakit dalam satu tahun terakhir, menderita
diabetes melitus atau gagal jantung kongestif, atau sedang menerima terapi steroid.
Terapi antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan eksaserbasi akut bronkitis kronis
Pada pasien stabil dengan bronkitis kronis, terapi profilaksis jangka panjang dengan antibiotik
tidak diindikasikan.
Vaksinasi influenza dapat mengurangi kejadian infeksi saluran pernapasan atas dan
selanjutnya mengurangi kejadian bronkitis bakteri akut.
Asuhan Keperawatan
Intervensi Keperawatan:
3. Ansietas (D.0080)
4. Keletihan (D.0057)
Intervensi Keperawatan:
Referensi:
PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
Singh A, Avula A, Zahn E. 2022. Acute Bronchitis. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448067/
Woodfork K. 2007. Bronchitis. xPharm: The Comprehensive Pharmacology
Reference, 1–13. https://doi.org/10.1016/B978-008055232-3.63026-0