Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM PERNAPASAN(ASTHMA BRONCHIAL)

A. Konsep Medis
1. Definisi
Asma bronchial merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor
risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena
konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2017).

Asma bronchial adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul
disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5
tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2017).

Asma bronchial adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2015; Bousquet,
2018)

Purnomo (2018) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing


(mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan
atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal) , musiman, adanya faktor
pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun
dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga,
sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.

1
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA)
(2016) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel
yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan
inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
2. Klasifikasi 
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1. Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon
yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan,
yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru
dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
2. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional(Smeltzer, 2017). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan
tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes
RI, 2017).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing,
ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa
berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena
leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian
berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka
suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan (Smeltzer, 2017).
3. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

2
Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 2017 cit Purnomo 2018)

1. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi
alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap
orang yang sehat.
2. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk
seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.

Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2016) penggolongan asma berdasarkan


beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:

1. Asma Intermiten (asma jarang)


a. Gejala kurang dari seminggu
b. Serangan singkat
c. Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
d. FEV 1 atau PEV > 80%
e. PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
a. Gejala lebih dari sekali seminggu
b. Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
c. Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
d. FEV 1 atau PEV > 80%
e. PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
a. Gejala setiap hari
b. Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
c. Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
d. FEV 1 tau PEV 60% – 80%
e. PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%

3
4.Asma severe persistent (asma persisten berat)

a. Gejala setiap hari


b. Serangan terus menerus
c. Gejala pada malam hari setiap hari
d. Terjadi pembatasan aktivitas fisik
e. FEV 1 atau PEF = 60%
f. PEF atau FEV variabilitas > 30%

Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan


derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)

1. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat,
bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi.
2. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat,
lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang
- kadang terdengar pada saat inspirasi.
3. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang
lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring
terdengar tanpa stetoskop.
4. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak
terdengar mengi dan timbul bradikardi.

Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang penderita
asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma
ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

4
3. Etiologi 

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.

Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah
menurut Smetzer (2017) adalah :

1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik     

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :

1. Pemicu Asma (Trigger) 


Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Triggerdianggap
menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa
menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul
seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu
singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu,
apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara,
asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang
berlebihan.

5
2. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducerdianggap
sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab
asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi.
Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan
(alergen yang masuk  ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk
tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan
kulit.
Sedangkan Lewis (2018) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka,
secara umum pemicu asma adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma
Bronkhialjika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran
pernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan
anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti
aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan,
logam dan jam tangan

6
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan
alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor
pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

b. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik
atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya
terjadi  beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat,
ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan  oleh adanya bronkospasme, nafas
pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan
selama 2-3 menit sebelum latihan.

c. Infeksi bakteri pada saluran napas


Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi
pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan
hiperresponsif pada sistem bronkial.

d. Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk
mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.

e. Gangguan pada sinus


Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis
alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi
membran mukus.

7
f.Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
Asma.Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau.

4. Patofisiologi

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot
polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus
intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan
resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran,
penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan,
perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus,
obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi
bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah
terutama penurunan pCO2  akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan
degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin
menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan,
maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan
mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan
pembengkakan ruang iterstisium paru.

Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan
terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di
manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

8
5. MANIFESTASI KLINIS ASMA

Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing)
telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat
merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.

Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :

1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala asma  atau
keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan
muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi
bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan,
tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya
terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan
tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit
tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan
keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin
banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

4. Asma tingkat V

9
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapaserangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan
yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam
kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal.

6. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer,
2002).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
3. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2
maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
a. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
b. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi

10
c. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan,
dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
d. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
4. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada  serangan asma,
gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
5. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan
tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh
asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma
yang berat.
6. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga
bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi
searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau
terjadinya relatif ST depresi.

11
8. PENATALAKSANAAN MEDIS 
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan Non Farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit
asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta
menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan Farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang
dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian
steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka
lama harus diawasi dengan ketat.

12
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya
berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya
dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus    


a. Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka
drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernafasan
2) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
1) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
3) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
4) Papiledema
5) Urin output meurun

13
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi
dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
e. Exposure

selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP .jika pasien stabil dan
lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.

2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri
(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang
hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan
gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi,
Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan
atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis
asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk
mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,
penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan
posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta

14
adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna
rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat
dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari
4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan wheezing
.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna
dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama
kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai
ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan
mungkin lebih.

15
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
b) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-
otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak
retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping
hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal
dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.

d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
b) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik
lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5
mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.

16
9. PATHWAYS KEPERAWATAN

FAKTOR PENCETUS

- Alergi
- Idiopatik

Edema dinding Spasme otot polos Sekresi mukus kental


bronkeolus bronkeolus didalam lumen
bronkeolus

Ekspirasi Menekan sisi Diameter Bersihan Jalan


bronkeolus bronkeolus Nafas Tidak
mengecil Efektif

Intoleransi Aktivitas Dipsneu

Gangguan Perfusi paru tidak cukup


Pertukaran Gas mendapat ventilasi

17
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
4. Intoleransi  aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh

11. PERENCANAAN

TUJUAN DAN
DIAGNOSA
NO KRITERIA HASIL  INTERVENSI  (NIC)
KEPERAWATAN
(NOC)
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
tidak efektif keperawatan selama 1x 7
Airway Management
berhubungan dengan jam, pasien mampu:
tachipnea, a. Buka jalan nafas,
1. Respiratory status :
peningkatan guanakan teknik chin lift
Ventilation
produksi mukus, atau jaw thrust bila perlu
2. Respiratory status :
kekentalan sekresi b. Posisikan pasien untuk
Airway patency
dan bronchospasme. memaksimalkan ventilasi
3. Aspiration Control,
c. Identifikasi pasien
Dengan kriteria hasil : perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
1. Mendemonstrasikan
d. Pasang mayo bila perlu
batuk efektif dan suara
e. Lakukan fisioterapi dada
nafas yang bersih, tidak
jika perlu
ada sianosis dan
f. Keluarkan sekret dengan
dyspneu (mampu
batuk atau suction
mengeluarkan sputum,
g. Auskultasi suara nafas,
mampu bernafas
catat adanya suara
dengan mudah, tidak
tambahan
ada pursed lips)
h. Lakukan suction pada
2. Menunjukkan jalan
mayo
nafas yang paten (klien
i. Berikan bronkodilator bila

18
tidak merasa tercekik, perlu
irama nafas, frekuensi j. Berikan pelembab udara
pernafasan dalam Kassa basah NaCl
rentang normal, tidak Lembab
ada suara nafas k. Atur intake untuk cairan
abnormal) mengoptimalkan
3. Mampu keseimbangan.
mengidentifikasikan l. Monitor respirasi dan
dan mencegah factor status O2
yang dapat
menghambat jalan
nafas

2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan NIC :


pertukaran gas keperawatan selama 1 x 7
Airway Management
berhubungan dengan jam, pasien mampu :
perubahan membran a. Buka jalan nafas, gunakan
1. Respiratory Status :
kapiler – alveolar teknik chin lift atau jaw
Gas exchange
thrust bila perlu
2. Respiratory Status :
b. Posisikan pasien untuk
ventilation
memaksimalkan ventilasi
3. Vital Sign Status
c. Identifikasi pasien perlunya
Dengan kriteria hasil : pemasangan alat jalan nafas
buatan
1. Mendemonstrasikan
d. Pasang mayo bila perlu
peningkatan ventilasi
e. Lakukan fisioterapi dada
dan oksigenasi yang
jika perlu
adekuat
f. Keluarkan sekret dengan
2. Memelihara kebersihan
batuk atau suction
paru paru dan bebas
g. Auskultasi suara nafas,
dari tanda tanda
catat adanya suara
distress pernafasan
tambahan
3. Mendemonstrasikan
h. Lakukan suction pada mayo
batuk efektif dan suara

19
nafas yang bersih, tidak i. Berika bronkodilator bial
ada sianosis dan perlu
dyspneu (mampu j. Barikan pelembab udara
mengeluarkan sputum, k. Atur intake untuk cairan
mampu bernafas mengoptimalkan
dengan mudah, tidak keseimbangan.
ada pursed lips) l. Monitor respirasi dan status
4. Tanda tanda vital O2
dalam rentang normal
Respiratory Monitoring

a. Monitor rata – rata,


kedalaman, irama dan usaha
respirasi

b. Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
c. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
d. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
g. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
h. Tentukan kebutuhan suction

20
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
i. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan NIC :


efektif berhubungan keperawatan selama 1 x 7
Airway Management
dengan penyempitan jam, pasien mampu :
bronkus a. Buka jalan nafas, guanakan
1. Respiratory status :
teknik chin lift atau jaw
Ventilation
thrust bila perlu
2. Respiratory status :
b. Posisikan pasien untuk
Airway patency
memaksimalkan ventilasi
3. Vital sign Status
c. Identifikasi pasien perlunya
Dengan Kriteria Hasil : pemasangan alat jalan nafas
buatan
1. Mendemonstrasikan
d. Pasang mayo bila perlu
batuk efektif dan suara
e. Lakukan fisioterapi dada
nafas yang bersih, tidak
jika perlu
ada sianosis dan
f. Keluarkan sekret dengan
dyspneu (mampu
batuk atau suction
mengeluarkan sputum,
g. Auskultasi suara nafas,
mampu bernafas
catat adanya suara
dengan mudah, tidak
tambahan
ada pursed lips)
h. Lakukan suction pada mayo
2. Menunjukkan jalan
i. Berikan bronkodilator bila
nafas yang paten (klien
perlu
tidak merasa tercekik,
j. Berikan pelembab udara
irama nafas, frekuensi
Kassa basah NaCl Lembab
pernafasan dalam
k. Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak
mengoptimalkan
ada suara nafas

21
abnormal) keseimbangan.
3. Tanda Tanda vital l. Monitor respirasi dan status
dalam rentang normal O2
(tekanan darah, nadi,
Terapi Oksigen
pernafasan)
a. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
b. Pertahankan jalan nafas
yang paten
c. Atur peralatan oksigenasi
d. Monitor aliran oksigen
e. Pertahankan posisi pasien
f. Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
g. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

a. Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR
b. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
c. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor frekuensi dan

22
irama pernapasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola pernapasan
abnormal
j. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

4. Intoleransi  aktivitas Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy


berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 7
a. Kolaborasikan dengan
batuk persisten dan jam, pasien mampu :
Tenaga Rehabilitasi
ketidakseimbangan
1. Energy conservation Medik dalam
antara suplai oksigen
2. Activity tolerance merencanakan progran
dengan kebutuhan
3. Self Care : ADLs terapi yang tepat.
tubuh.
b. Bantu klien untuk
Dengan Kriteria Hasil :
mengidentifikasi aktivitas
1. Berpartisipasi dalam yang mampu dilakukan
aktivitas fisik tanpa c. Bantu untuk memilih
disertai peningkatan aktivitas konsisten yang
tekanan darah, nadi dan sesuai dengan kemampuan
RR fisik, psikologi dan social
2. Mampu melakukan
aktivitas sehari hari d. Bantu untuk
(ADLs) secara mandiri mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
e. Bantu untuk mendapatkan

23
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
f. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
disukai
g. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
h. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
i. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
j. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
k. Monitor respon fisik,
emosi, social dan spiritual

DAFTAR PUSTAKA

Almazini,P.2018. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakarta :


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito,L.J.2018. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2019. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

24
GINA (Global Initiative for Asthma) .2006. Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey:Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito.2016. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk.2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Purnomo. 2018. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial.
Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan . Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2017. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan 2018. Jakarta: Prima Medika
Sundaru H. 2016 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2016. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Edisi I.  Jakarta: Sagung Seto

25

Anda mungkin juga menyukai