Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKHIOLUS

DI RUANG ARIMBI
RST WIJAYA KUSUMA PURWOKERTO
MINGGU KE 2

Disusun Oleh :
FAOJIAH LAELI
190104033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSAPURWOKERTO
2019
A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan

berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam

Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing

(mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan

atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor

pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun

dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga,

sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan

Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang

mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh

factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena

konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini,

2012)

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan

karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,

penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat

timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di

bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan

banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan

hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa


mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari.

Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi

dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005;

Bousquet, 2008)

Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for

Asthma (GINA, 2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas

dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada

orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada

tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya

berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang

sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi

ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.

2. Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang

yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus

penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.

a) Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:

(Boushey, 2005; Bousquet, 2008)

1) Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau

alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.

2) Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti

common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan

dapat mencetuskan serangan.

3) Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk

alergik dan non-alergik     

b) Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus

asma :

 Pemicu Asma (Trigger) 

Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran

pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger

dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma,

tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.

Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu

cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah

diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih

cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan.

Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan

cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan,

gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.

 Penyebab Asma (Inducer)

Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus

hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer

dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.

Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung

lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah

alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk  ke tubuh

melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau

mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth,2006).
c) Sedangkan GINA, 2006 tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Secara umum

pemicu asma adalah:

1) Faktor predisposisi

 Genetik

Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit

alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.

Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma

Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas

saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

2) Faktor presipitasi

 Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu

binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan

dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan

(seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan,

logam dan jam tangan

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas

merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu

binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga

pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan

degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease
sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

 Olahraga

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika

melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena

aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat

diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise

Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi  beberapa saat setelah

latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan

dikarakteristikkan  oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan

wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit

sebelum latihan.

 Infeksi bakteri pada saluran napas

Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan

eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada

sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu

terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.

 Stres

Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain

itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan

motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum

diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

 Gangguan pada sinus

Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus,

misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini

menyebabkan inflamasi membran mukus.


 Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor

pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan

dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

3. Klasifikasi

a. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :

1) Asma bronkhiale

Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan

adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam

rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas

diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah

mendapat pengobatan

2) Status asmatikus

Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang

konvensional. Status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak

langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI,

2007). Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan

wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),

kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi),

pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis,

dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya

obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi

pertanda bahaya gagal pernapasan

3) Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

b. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)

1) Asma ekstrinsik

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan

karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh

apa-apa terhadap orang yang sehat.

2) Asma intrinsic

Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang

berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi

lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas

olahraga yang berlebihan.

c. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma

berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:

1) Asma Intermiten (asma jarang)

a) gejala kurang dari seminggu

b) serangan singkat

c) gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan

d) FEV 1 atau PEV > 80%

e) PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%

2) Asma mild persistent (asma persisten ringan)

a) gejala lebih dari sekali seminggu

b) serangan mengganggu aktivitas dan tidur

c) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan

d) FEV 1 atau PEV > 80%


e) PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%

3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)

a) gejala setiap hari

b) serangan mengganggu aktivitas dan tidur

c) gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu

d) FEV 1 tau PEV 60% – 80%

e) PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%

4) Asma severe persistent (asma persisten berat)

a) gejala setiap hari

b) serangan terus menerus

c) gejala pada malam hari setiap hari

d) terjadi pembatasan aktivitas fisik

e) FEV 1 atau PEF = 60%

f) PEF atau FEV variabilitas > 30%

d. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan

derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)

1) Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat,

bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,

2) Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat,

lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan

kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,

3) Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk

bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat

nyaring terdengar tanpa stetoskop,


4) Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak

terdengar mengi dan timbul bradikardi. Perlu dibedakan derajat klinis asma

harian dan derajat serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat)

dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami

serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti

nafas yang dapat menyebabkan kematian

4. Anatomi, fisiologi dan patofisiologi 

a. Anatomi

Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Gambar 2 Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial


1. Organ Pernapasan

a) Hidung

Hidung atau naso atau  nasal merupakan saluran udara  yang pertama,

mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).

Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk  menyaring  udara,  debu, 

dan  kotoran  yang  masuk  ke  dalam lubang hidung.

b) Faring

Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan

dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga

hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan

organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan

perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga

mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang

(ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).

c) Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak

sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian

vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan

itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut

epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang  rawan  yang  berfungsi  pada  waktu 

kita  menelan  makanan menutupi laring.

d) Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang

dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi  oleh  selaput 

lendir  yang  berbulu  getar    yang  disebut  sel bersilia, hanya bergerak ke arah

luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang

dilapisi oleh otot polos.

e) Bronkus

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2

buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai

struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu

berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih

pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai

3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri

dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.

Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus

(bronkioli). Pada bronkioli tidak   terdapat   cincin   lagi,   dan   pada   ujung  

bronkioli   terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.

f) Paru-paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari

gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-

sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m².

Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2  masuk ke dalam darah dan CO2 

dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih

700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan) Paru-paru dibagi dua yaitu paru-

paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior,

lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.

Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri

mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah

segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah

segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah

segmen pada lobus inferior.

Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang

bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh

jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus

terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini   bercabang-cabang  

banyak   sekali,   cabang   ini   disebut   duktus alveolus.   Tiap   duktus  

alveolus   berakhir   pada   alveolus   yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak

paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau

kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus.

Pada mediastinum depan terletak jantung.  Paru-paru  dibungkus  oleh 

selaput  yang  bernama  pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama

pleura visceral (selaput dada  pembungkus)  yaitu  selaput  paru  yang  langsung 

membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga

dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa)

sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan

(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan

gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

b. Fisiologi 

Gambar 3 anatomi Proses terjadi pernapasan


LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung

karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini

disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi

pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2 

dikeluarkan dari darah secara osmosis.

Kemudian CO2  dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan)

dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis  kemudian  massuk 

ke serambi  kiri  jantung  (atrium  sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh

(jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari

pembakaran adalah  CO2   dan  dikeluarkan  melalui  peredaran  darah  vena  masuk  ke

jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel  dekstra) 

dan  dari  sini  keluar  melalui  arteri  pulmonalis  ke jaringan paru-paru. Akhirnya

dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah

sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan

dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.


Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan 

panjang  menuju  paru-paru  (sampai  alveoli).  Pada  laring terdapat epiglotis yang

berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak  masuk ke

trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan

masuk ke dalam laring, maka  akan  mendapat  serangan  batuk,  hal  tersebut  untuk 

mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.

Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi

(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara

bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks

yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat

pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh

karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini

berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri.

Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2  dalam darah dan

kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat

rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.

Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan

kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara

sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar

maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya

berkurang dan masuklah udara dari luar.

Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi

cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian  rongga  dan  dengan 

demikian  rongga  dada  menjadi  kecil kembali,   maka   udara   didorong   keluar.  
Jadi   proses   respirasi   atau pernapasan  ini  terjadi  karena  adanya  perbedaan 

tekanan  antara  rongga pleura dan paru-paru.

Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar

bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada 

yang lunak,  yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.

Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka  ini 

dinamakan  pernapasan  perut.  Kebanyakan  pada  orang  tua, Karena tulang rawannya

tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang

mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

5. Patofisiologi 

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah

spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi

mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan

pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan

kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja

pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara

bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini

berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan

kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2  akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen

menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.

Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin

berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang

pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi

kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.


Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif

berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami

degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil

akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

Gambar 4 anatomi proses terjadinya asma

Gambar 5 anatomi terjadinya asma


6. Pathway

Faktor intrinsik Faktor ekstrinsik

Infeksi kuman Alergen, faktor


genetik
Infeksi saluran
pernafasan

Pengaktifan respon imun Ige, imunoglobin alergi, sel


mast terangsang faktor pencetus

Asma

Bronkhospasme

Edema
bronkhiolus

Diameter
bronkhiolus
mengecil
Obstruksi jalan
nafas

Dispnea Ventilasi tidak adekuat Perfusi paru tidak cukup


dan saturasi O2 mendapat ventilasi
Ketidakefektifan
pola nafas Penurunan tekanan O2 Gangguan pertukaran
gas
Ancaman
Hipoksia
kehidupan

Ansietas

7. Manifestasi klinis 

Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi

(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk

kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan

berat didada. Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan

menjadi :

a. Asma tingkat I

Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala asma  atau

keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan

muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi

bronchial di laboratorium.

b. Asma tingkat II

Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada

kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan.

Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.


c. Asma tingkat III

Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan

tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak

sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.

d. Asma tingkat IV

Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan

keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini dapat dilihat

yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :

1) Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus

2) Sianosis

3) Silent Chest

4) Gangguan kesadaran

5) Tampak lelah

6) Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

d. Asma tingkat V

Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa

serangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang

lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi

apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal

8. Komplikasi

a. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas

b. Chronic persisten bronchitis

c. Bronchitis

d. Pneumonia

e. Emphysema
f. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang

lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer

& Bare, 2002).

9. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan sputum

Pada pemeriksaan sputum ditemukan :

1) Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.

2) Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel

cabang-cabang bronkus

3) Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

4) Terdapatnya neutrofil eosinofil

b. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan

leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma

1) Gas analisa darah

Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian

PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk Kadang –

kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi Hiponatremi

15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi Pada pemeriksaan faktor alergi

terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu

penderita bebas dari serangan.

2) Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya

dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.

3) Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada  serangan

asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang

bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.

Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:

a) Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah

b) Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang

bertambah.

c) Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada

paru.

4) Pemeriksaan faal paru

a) Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan

sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan

penurunan tekanan sistolik.

b) Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada

seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi

pada asma yang berat.

5) Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga

bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :

a) Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi

searah jarum jam

b) Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB


c) Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau

terjadinya relatif ST depresi.

10. Penatalaksanaan medis

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik

dan pengobatan farmakologik.

1. Pengobatan non farmakologik

a. Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit

asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta

menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

b. Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada

lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor

pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c. Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat

dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik

a. Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara

semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah

metaproterenol ( Alupent, metrapel ).

b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila

golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang

dewasa diberikan 125-200 mg empat kali sehari.

c. Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus

diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason

dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian

steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid

jangka lama harus diawasi dengan ketat.

d. Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya

berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.

e. Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya

dapat diberikan secara oral.

f. Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat

bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus    

a. Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam

b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit

dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg

bb/24 jam.

d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.


e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f. Antibiotik spektrum luas.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian keperawatan

a. Pengkajian Primer Asma

1) Airway

a) Peningkatan sekresi pernafasan

b) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing

2) Breathing

a) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.

b) Menggunakan otot aksesoris pernafasan

c) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis

3) Circulation

a) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi

b) Sakit kepala

c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah

d) Papiledema

e) Urin output meurun

4) Dissability

Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi

dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.

b. Pengkajian Sekunder

1) Anamnesis

Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk

mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi


pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri

individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai

kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.

Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan.

Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan

dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi,

Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan

spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk

waktu yang lama.

2) Pemeriksaan Fisik

Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung

diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna

untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan

a) Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara

bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,

penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan

posisi istirahat klien.

b) Integumen

Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,

kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta

adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna

rambut, kelembaban dan kusam.

c) Thorak

 Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya

peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat

dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.

 Palpasi.

Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.

 Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan

diafragma menjadi datar dan rendah.

 Auskultasi.

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari

4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.

d) Sistem pernafasan

 Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan

seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi

kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau

kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.

 Frekuensi pernapasan meningkat

 Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.

 Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang

disertai ronchi kering dan wheezing.

 Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi

bahkan mungkin lebih.

 Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior

rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.


 Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot

bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi

suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.

 Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan

dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent

chest), sianosis.

e) Sistem kardiovaskuler

 Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat

 takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.

 Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik

lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5

mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.

 Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama

jantung.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan Ventilasi - ferfusi

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


C. nursing Care Planning Teoritis

(Nursing Dignosis) (Nursing Intervention) Intervensi Keperawatan


No
Diagnosa Keperawatan NOC (Tujuan) NIC (Intervensi keperawatan)

1 Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :


Definition : kelebihan atau defisit pada  Respiratory status : Gas Exchange Oxygen Therapy
oksigenasi atau eliminasi karbondioksida Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 1. Monitor kecemasan pasien, yang
pada membran alveolar – kapiler jam, diharapkan pasien menunjukkan ventilasi – ferfusi berhubungan dengan kebutuhan
yang adekuat, dengan kriteria hasil : untuk terap oksigen.
Batsan Karakteristik : 2. Monitor aliran oksigen
 PH darah arteri abnormal 3. Mengamati tanda – tanda oksigen
 Pernafasan abnormal ( mis : kecepatan, No Kriteria Awal Tujuan yang disebabkan hipoventilasi
irama, kedalaman ) 4. Mempertahankan jalan nafas patent
1 Saturasi oksigen 5
 Warna kulit abnormal ( mis : pucat, Asma Management
kehitaman ) 2 Sianosis 5 1. Menentukan status pernafasan dasar,
 Konfusi sebagai titik perbandingan.
3 Keseimbangan ventilasi - ferfusi 5 2. Membandingkan status saat ini
 Sianosis
 Penurunan karbondioksida dengan sebelumnya untuk
4 Kegelisahan 5
mendeteksi status pernafasan
 Diaforesis
5 Tekanan parsial oksigen 3. Monitor tingkat, irama, kedalaman,
 Dispnea 5
dalam darah arteri dan usaha respirasi
 Sakit kepala saat bangun
4. Memantau reaksi asma.
 Hiperkapnia
 Hipoksemia Indikator :
 Hipoksia 1. Gangguan ekstrem
 Iritabilitas 2. Berat
 Nafas cuping hidung 3. Sedang
 Gelisah 4. Ringan
 Somnolen 5. Tidak ada gangguan
 Takikardia
 Gangguan penglihatan
Faktor yang berhubungan :
 Perubahan membran alveolar – kapiler
 Ventilasi – ferfusi

2 Ketidakefektifan pola nafas NOC : NIC :


Definition : inspirasi atau ekspirasi yang  Respiratory Status : Airway Patency Respiratory Monitoring
tidak memberi ventilasi adekuat. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam - Monitor kecepatan, irama,
diharapkan pasien menunjukkan jalan nafas patent, kedalaman dan usaha untuk inspirasi
Batasan Karakteristik : dengan kriteria hasil : - Monitor pola bernafas, bradypnea,
 Perubahan kedalaman pernafasan tachypnea, dyspnea
 Perubahan ekskursi dada - Monitor terjadinya dyspne, dan
 Mengambil posisi tiga titik No Kriteria Awal Tujuan peristiwa yang dapat memperburuk
 Bradipnea keadaan
1 Kecepatan pernafasan 5
 Penurunan tekanan ekspirasi - Perhatikan lokasi trakea
 Penurunan tekanan inspirasi 2 Irama pernafasan 5 - Buka jalan nafas dengan tekhnik
chinlift
 Penurunan ventilasi semenit
3 Kedalaman inspirasi 5 - Membaca mekanisme ventilator
 Penurunan kapasitas vital
- Kolaborasi dengan tim medis dalam
 Dispnea 4 Cemas / kegelisahan 5
pemberian nebulizer
 Peningkatan diameter anterior –
5 Terengah - engah 5 - Kolaborasi dengan tim medis dalam
posterior
pemberian terapi farmakologi
 Pernafasan cuping hidung
 Ortopnea Indikator :
 Fase ekspirasi memanjang 1. Gangguan ekstrem
 Pernafasan bibir 2. Berat
 Takipnea 3. Sedang
 Penggunaan otot aksesorius untuk 4. Ringan
bernafas 5. Tidak ada gangguan
Faktor yang berhubungan
 Ansietas
 Posisi tubuh
 Deformitas tulang
 Deformitas dinding dada
 Keletihan
 Hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi
 Gangguan muskuloskeletal
 Kerusakan neurologis
 Disfungsi neuromuskular
 Obesitas
 Nyeri
 Keletihan otot pernafsan
 Cedera medula spinalis
3 Ansietas NOC : NIC :
Definition : perasaan tidak nyaman atau Anxiety Level Anxiety Reduction
kekhawatiran yang samar disertai respon Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Anjurkan keluarga untuk tetap
autonom ( sumber sering sekali tidak diharapkan pasien menunjukkan derajat kecemasan, berada disamping klien
sfesifik atau tidak diketahui oleh individu ) Dengan kriteria hasil : 2. Berusaha memahami perspektif
perasaan takut yang disebabkan oleh pasien dari kondisi stress
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini 3. Memberikan informasi faktual
merupakan isyarat kewaspadaan yang No Kriteria Awal Tujuan mengenai diagnosis, pengobatan, dan
memperingatkan individu untuk bertindak prognosis
1 Kegelisahan 5
menghadapi ancaman 4. Mendekati pasien untuk
2 Mermas – remas tangan 5 mempromosikan keamanan dan
Batasan karakteristik mengurangi rasa takut
Dapat dilihat dari beberapa aspek, meliputi : 3 Kesulitan 5 5. Mendengarkan dengan perhatian
 Perilaku 6. Mengidentifikasi ketika tingkat
4 Ketegangan wajah 5
 Afektif kecemasan berubah
 Fisiologis 5 Berkeringat 5 7. Bantu pasien mengidentifikasi situasi
 Simpatik yang memicu kecemasan
 Parasimpatik
Indikator :
 Kognitif
1. Gangguan ekstrem
Faktor yang berhubungan 2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
 Perubahan dalam : 5. Tidak ada gangguan
Status ekonomi
Lingkungan
Status kesehatan
Pola interaksi
Fungsi peran
Status peran
 Pemajanan toksin
 Terkait keluarga
 Herediter
 Infeksi / kontaminan interpersonal
 Penularan penyakit interpersonal
 Krisis maturasi
 Krisis situasional
 Stress
 Penyalahgunaan zat
 Ancaman kematian
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial
Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio
Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai