Anda di halaman 1dari 21

APLIKASI TERAPI OKSIGEN NASAL KANUL DALAM

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN POLA NAFAS

DISUSUN OLEH:
SUNOTO
G3A020029

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut teori Maslow kebutuhan fisiologis manusia yang harus dipenuhi meliputi
oksigen, air, makanan, eliminasi, istirahat dan tidur, penanganan nyeri, pengaturan suhu
tubuh, seksual, dan lain-lain (Goble, 2002). Salah satu kebutuhan fisiologis yang sangat
mendasar ialah kebutuhan oksigenasi, dimana kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya dan untuk
aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan
oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya
pasien akan meninggal. Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh
secara fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional
mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu,
kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara
fungsional (Kusnanto, 2016).

B. Tujuan Penulisan
Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mempertahankan dan memenuhi kebutuhan oksigen
(Rahayu & Harnanto, 2016)
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan
bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan
dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.(Brunner &
Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini
menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan
kekambuhan. (Lewis, 2000, hal. 660).

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik) : Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-
faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan
adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-
faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik) : Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi
terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau
bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.
C. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik: Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
 Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan
 Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam
tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut.

D. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-
benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi
alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat
pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus
dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam
lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

E. MANIFESTASI KLINIK
Penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat
serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke
depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma
bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada
yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara
lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan
pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

F. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma,
baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita
mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau
perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:


1. Pengobatan non farmakologik: Memberikan penyuluhan, Menghindari faktor pencetus,
Pemberian cairan, Fisiotherapy, dan Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik : Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi
dalam 2 golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
b. Santin (teofilin)
H. PATHWAYS
Allergen ekstrinsik
Alergen Intrinsik

Hipersensitivitas

Stimulasi Ig E dan degranulasi


Sel mast

Pelepasan Melepaskan Histamin dan berikatan Pelepasan


serotinin dengan reseptor di bronkus bradikinin

Kontraksi otot polos Sekresi kelenjar Permeabilitas kapiler


Bronkospasme mukosa ,prduksi mukus

Ketidakefektifan bersihan jalan Saluran nafas menyempit


Sesak nafas nafas

Aliran O2 terganggu
Kurang Ketidakefektifan pola
informasi nafas

Ke jaringan , metabolisme Keperifer


Ansietas

Produksi ATP Ketidak efektifan perfusi


jaringan periver

Keletihan
I. PENGKAJIAN
1. Airway
1. Kaji dan pertahankan jalan napas
2. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
3. Gunakan bantuan untuk memperbaiki jalan napas jika perlu
4. Pertimbangkan untuk di rujuk ke anesthetist untuk dilakukan intubasi jika tidak
mampu untuk menjaga jalan napas atau pasien dalam kondisi terancam kehidupannya
atau pada asthma akut berat
5. Jika pasien menunjukan gejala yang mengancam kehidupan, yakinkan mendapat
pertolongan medis secepatnya.
2. Breathing
1. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, dengan tujuan
mempertahankan saturasi oksigen >92%
2. Berikan aliran oksigen tinggi melalui non re-breath mask
3. Pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask-ventilation
4. Ambil darah untuk pemeriksaan arterial blood gases untuk menkaji PaO2 dan
PaCO2
5. Kaji respiratory rate
6. Jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow dan dokumentasikan
7. Periksa system pernapasan – cari tanda:
a. Cyanosis
b. Deviasi trachea
c. Kesimetrisan pergerakan dada
d. Retraksi dinding dada
8. Dengarkan adanya:
a. Wheezing
b. pengurangan aliran udara masuk
c. silent chest
3. Circulation/Sirkulasi
1. Kaji denyut jantung dan rhytme
2. Catat tekanan darah
3. Lakukan EKG
4. Berikan akses IV dan pertimbangkan pemberian magnesium sulphat 2 gram dalam 20
menit
5. Kaji intake output
6. Jika potassium rendah makan berikan potassium
4. Disability
1. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
2. Penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda ekstrim pertama dan pasien
membutuhkan pertolongan di ruang Intesnsive
5. Exposure
Pada saat pasien stabil dapat di tanyakan riwayat dan pemeriksaan lainnya.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional,kurang pajanan informasi
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Intervensi Rasional
1 Ketidakefe 1. Amankan pasien ke tempat yang lokasi yang luas
ktifan aman memungkinkan sirkulasi udara
bersihan yang lebih banyak untuk pasien
jalan napas 2. Kaji tingkat kesadaran pasien dengan melihat, mendengar,
b/d dan merasakan dapat dilakukan
penumpuka untuk mengetahui tingkat
n sputum kesadaran pasien
3. Segera minta pertolongan bantuan segera dari rumah
sakit memungkinkan
pertolongan yang lebih intensif
4. Auskultasi bunyi napas dengan mengetahui tingkat pernapasan
mendekatkan telinga ke mulut pasien dan mengetahui adanya
pasien penumpukan secret
5. Berikan teknik membuka jalan memudahkan untuk
napas dengan cara memiringkan mengeluarkan sputum pada
pasien setengah telungkup dan jalan napas
membuka mulutnya
6. Kolaborasi : Berikan terapi Mukolitik mengencerkan
nebulizer ( mukolitik, sputum sehingga memudahkan
broncodilator) untuk mengeluarkan sputum
pada jalan napas, melebarkan
bronkus
2 Ketidakefe 1. Kaji frekuensi, kedalaman Manifestasi distress pernafasan
ktifan pola bernafas menentukan derajat kondisi
napas b/d paru
penurunan 2. Tinggikan kepala tempat tidur , Tindakan ini meningkatkan
kemampua bantu pasien memilih posisi yang inspirasi maksimal,
n bernapas nyaman bernafas ( semi fowler) memperbaiki ventilasi
3. Batasi aktivitas pasien, dorong Mencegah terlalu
untuk istirahat dan tidur lelah,menurunkan kebutuhan
oksigen
4. Awasi tanda tanda vital Suhu tubuh yang demam
meningkatkan metabolik
3. Ansietas 1. Bina hubungan saling percaya Hubungan saling percaya
berhubunga dengan menggunakan prinsip antara perawat dan klien
n dengan komunikasi terapeutik: (memberi bertujuan agar klien mampu
krisis salam dengan sikap yang ramah mengungkapkan masalah
situasional, ketika berbicara kepada klien- yangada serta memudahkan
kurang memperkenalkan diri perawat perawat untuk melakukan
pajanan kepada klien dengan sopan santun- intervensi.
informasi menanyakan nama lengkap atau
nama panggilan kepada klien
2. Memberi kesempatan klien untuk Klien dapat merasa lega dan
mengungkapkan perasaan serta perawat dapat mengetahui
memberikan feedback masalah yang dihadapi oleh
klien. Memberikan suasana
tenang agar klien tidak
3. Anjurkan klien untuk melakukan Terapi berguna untuk
terapi-terapi yang diberikan menurunkan tingkat
perawat: Menjelaskan tujuan dan kecemasanklien. Klien dapat
manfaat dari terapi yang diberikan mengetahuitujuan, manfaat dan
langkah-langkah yang akan
dilakukan
4. Memberitahu langkah-langkahnya Klien faham akan terapi yang
Mendemonstrasikan masing- akan dilakukan
masing terapi
5. Beri penguatan positif Penguatan positive dapat
memotivasi klien untuk
melakukan terapi
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S

DENGAN MASALAH SISTEM PERNAPASAN : ASMA

1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. S
Umur : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Register : B330079
Diagnosa Medis : Asma
Tanggal masuk : 28 OKTOBER 2021

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Ny. S, 43 tahun dibawa ke ruang IGD RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan keluhan sesak
nafas, 2 hari yang lalu klien merasakan sesak nafas, sesak hilang timbul. 8 jam sebelum
masuk rumah sakit sesak memberat dan terus menerus, batuk (+), berdahak sukar
dikeluarkan, auskultasi terdengar wheezing pada paru kanan dan kiri. Klien mempunyai
riwayat asma sejak 3 tahun yang lalu.

3. PENGKAJIAN FOKUS
a. Airway :
Pasien tampak batuk, terdapat sputum kental, susah keluar.
Diagnosa keperawatan: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret, ditandai dengan pasien mengatakan sesak nafas, batuk sudah 3
hari, sputum kental sulit untuk keluar, RR: 30x/menit.
b. Breathing :
Pasien tampak sesak nafas, sesak nafas meningkat saat aktifitas, klien pasien sedikit
menggunakan otot tambahan pernafasan. RR: 30x/menit. Irama teratur, kedalaman
dalam. Pasien batuk sudah 3 hari terdapat sputum tetapi susah keluar, warna sputum
kuning kental. Terdapat bunyi nafas wheezing.
Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
penyempitan bronkus ditandai dengan pasien mengatakan sesak nafas, RR:
30x/menit, pasien menggunakan sedikit otot bantu pernafasan, SP02: 89%, terdapat
bunyi nafas wheezing.
c. Circulation :
N: 102 x/menit. Irama teratur dan kuat. TD: 140/90 mmHg. Suhu: 37°C. SP02 : 89%.
Ekstermitas hangat. Warna kulit tidak terdapat sianosis. Pengisian kapiler 3 detik.
Tidak terdapat oedem anasarka atau pitting oedem. Eliminasi BAK dan BAB tidak
ada keluhan. Abdomen datar, elastis. Turgor cukup baik. Mukosa bibir lembab. Kulit
tidak terdapat luka.
d. Dissability :
Tingkat kesadaran pasien: compos mentis. GCS, E:4 M:6 V:5. Pupil: isokor. Reaksi
terhadap cahaya kanan dan kiri: positif/ positif. Tidak terjadi kejang, pelo, disatria,
atau kelemahan atau kelumpuhan.
e. Exposure :
Suhu pasien 37ºC, tidak terdapat jejas pada tubuhnya, banyak mengeluarkan keringat.

4. RENCANA PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN


a. Analisa Data

No DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM


1 DS : Hipersekresi jalan Bersihan jalan
Pasien mengatakan sesak napas dan nafas napas tidak efektif
batuk sejak 3 hari yang lalu.
DO:
Sputum kental, RR: 30 x/menit

2 DS : Hambatan upaya Pola napas tidak


Pasien mengatakan sesak napas dan nafas efektif
batuk sejak 3 hari yang lalu.
DO :
Pasien menggunakan sedikit otot
bantu pernafasan, RR : 30 x/menit,
SP02: 89%, terdapat bunyi nafas
wheezing.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Hipersekresi jalan nafas
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan upaya nafas

c. Rencana Keperawatan

Tgl No.dx Tujuan dan Kriteria Intervensi TTD


Hasil
29/10/ 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji KU dan TTV Aditya
2021 keperawatan selam 2x1 pasien
Jam: jam, bersihan jalan nafas 2. Kaji status respirasi
15.00 efektif, ditandai dengan: pasien
WIB -Sputum batuk dapat 3. Beri pasien posisi
keluar dengan mudah nyaman (Fowler)
-RR dalam batas 4. Ajarkan pasien untuk
normal:12x/menit-20x/men teknik relaksasi
it 5. Ajarkan teknik batuk
-Pasien mengatakan sesak efektif
nafas berkurang. 6. Kolaborasi:
-SPO2 dalam batas normal -Pemberian O2 kanul 3
95%-100%. liter/menit
29/10/ 2 Setelah dilakukan tindakan -Pemberian nebulizer Aditya
2021 keperawatan selam 2x1 (Ventolin dengan
Jam jam, pola nafas efektif, pulmocort, 1 : 1)
15.30 ditandai dengan: 1.Kaj KU, TTV, status
-RR dalam batas normal pola nafas pasien
(12-20x/menit) 2.Kaji suara nafas pasien
-Penggunaan otot bantu 3.Beri posisi nyaman
pernafasan berkurang atau pasien (Posisi fowler
hilang tinggi)
-Tidak terdapat bunyi nafas 4.Ajarkan teknik relaksasi:
tambahan. Nafas panjang dan dalam
-Pasien tampak tenang dan 5.Kolaborasi:
rileks -Pemberian Oksigenasi
-Pasien mengatakan tidak sesuai kebutuha (kanul
sesak nafas atau sesak oksigen 3 liter/menit)
berkurang. -Pemberian nebulizer
ventolint dengan
pulmocort (1 : 1)

BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING

A. Data
Data fokus Etiologi Problem
DS : Hambatan upaya nafas Pola napas tidak efektif
Pasien mengatakan sesak napas dan batuk
sejak 3 hari yang lalu.
DO :
Pasien menggunakan sedikit otot bantu
pernafasan, RR : 30 x/menit, SP02: 89%,
terdapat bunyi nafas wheezing.

B. Diagnosa
 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan upaya nafas

C. Analisa sintesa justifikasi


Salah satu ketakutan terbesar pasien Asma adalah sesak nafas, untuk itu perawat perlu
memberikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang terapi oksigenasi yang
bisa membantu pasien dalam menghilangkan atau mengurangi sesak nafas antaranya terapi
oksigen nasal kanul. Pemberian terapi oksigen nasal kanul bisa mengurangi sesak nafas dan
dapat membuat pasien menjadi lebih tenang.

Nasal Kanul / Kateter Nasal / Nasal Prong Merupakan suatu alat sederhana yang
memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran 1-6 liter/menit dengan konsentrasi 24%-
44%. Indikasi : Pada pasien yang dapat bernafas dengan spontan tetapi masih membutuhkan
alat bantu nasal kanula untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau
tidak sesak). Pada pasien dengan gangguan oksigenasi seperti klien dengan asma, PPOK,
atau penyakit paru yang lain. Dan pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka
panjang (Potter & Perry, 2010). Kontra Indikasi : Pada pasien dengan obstruksi nasal, apneu.
Fraktur dasar tengkorak kepala, dan trauma maksilofasial (Potter & Perry, 2010)
Menurut Suparmi dalam Liberty (2018), nasal kanul adalah alat sederhana yang sering
digunakan untuk menghantarkan oksigen. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan
untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan
normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16– 20
kali permenit dengan kecepatan aliran 1–6 liter/menit serta konsentrasi 22–44%, dengan cara
memasukkan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung hanya berkisar 0,6–1,3 cm
dan mengaitkannya di belakang telinga (Kusnanto,2016).
BAB V

PEMBAHASAN APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING

A. Hasil
Hasil penerapan di RSUD Koja mengenai terapi pemberian oksigen nasal kanul sesuai
dengan SOP yang ada, terdapat perbedaan dan persamaan antara pasien 1 dengan pasien 2.
Pada pasien 1 didapatkan setelah 4 hari pemberian terapi oksigen, pasien terkadang
mengalami sesak napas, nyeri dada hingga ke punggung belakang frekuensi pernapasan
28x/menit. Pada pasien 2 didapatkan setelah 4 hari pemberian terapi oksigen, pasien
mengalami batuk 2 hari sebelum pasien pulang, pasien tidak mengeluh sesak, frekuensi
pernapasan 20x/menit. Setelah 2 pasien tersebut diberikan terapi oksigen nasal kanul
sebanyak 3L/menit, didapatkan adanya perubahan pada saturasi oksigen (SpO2). Pada
pasien 1, terjadi kenaikan SpO2 menjadi 94% dan pada pasien 2 terjadi pula kenaikan SpO2
menjadi 98%.

Dari hasil pembahasan juga didapatkan persamaan pada pasien 1 dan pasien 2 dari hasil
observasi selama pasien dirawat di rumah sakit mengenai motivasi untuk kesembuhan dari
penyakit yang sedang dialaminya. Motivasi pasien untuk sembuh sangat bagus. Pasien
mengikuti semua anjuran perawatan yang akan dilakukan misalnya seperti pemberian obat
melalui inhalasi, intravena maupun peroral. Pasien juga mengikuti diit makanan yang sudah
dianjurkan dari rumah sakit. Dukungan dari keluarga terutama istri yang selama ini
menemani pasien sangat terlihat pada kedua pasien.

B. Manfaat EBN yang diaplikasikan

1. Perawat jelas dalam menerapkan intervensi

2. Perawat mampu mempertimbangkan dan mencari solusi terhadap tindakan

3. Dapat menurangi waktu perawatan (menghemat biaya)


C. Hambatan yang ditemui
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti kadang tidak menjamin bahwa hal tersebut
dapat diterapkan dalam praktek sehari-hari dan lingkungan kerja yang tidak mendukung.
Masih ada kesulitan untuk menggabungkan antara perawat klinis dan perawat peneliti
untuk berinteraksi dan berkolaborasi terkait penelitian.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan pertukaran gas merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan
antara oksigen yang dihirup dengan karbondioksida yang dikeluarkan pada pertukaran gas
antara alveoli dan kapiler. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang
sangat mendasar dan mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu, sel tubuh akan
mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan kematian. Salah satu terapi yang
dapat mengurangi gangguan pertukaran gas dengan cara terpi oksigen dengan nasal kanul.
Nasal kanul merupakan pemberian oksigen menggunakan selang nasal yang diletakkan di
hidung dan disangkutkan dibelakang telinga dengan kecepatan aliran oksigen 1-6 L/menit.

Pada saat penerapan di RSUP DR.Kariadi semarang mengenai terapi pemberian oksigen
nasal kanul sesuai dengan SOP yang ada. Setelah pasien tersebut diberikan terapi oksigen
nasal kanul sebanyak 3L/menit, didapatkan adanya perubahan pada saturasi oksigen (SpO2).
Terjadi kenaikan SpO2 menjadi 98%

B. Saran
Dengan pembuatan makalah ini, diharapkan perawat dapat memberikan informasi, pengertian
dan pendidikan tentang pemberian oksigen nasal kanul, tindakan yang perlu dilakukan untuk
menangani sesak nafas. Perawat juga diharapkan mampu memberikan pelayanan yang penuh
terhadap pasien yang mengalami sesak nafas.Pada mahasiswa, diharapkan mahasiswa
keperawatan mampu melakukan penelitian tentang sesak nafas dan menetapkan masalah
keperawatan dan intervensi yang tepat pada klien dengan gangguan pernafasan.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., Wagner, Cheryl M. (2008).
Nursing Intervention Classification : Sixth Edition. St Louis: Mosby

Goble, F.G. 2002. Psikologi Humanistik Abraham Maslow (terjemahan Supraktiknyo).


Yogyakarta: Kanisius

Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000

Herdman, T. Heather., Kamisuru, Shigemi. Nursing Diagnoses: Definition & Classification.(


2014). Oxford: wiley Balckwell.

Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001

Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta, Trans

Info Media, 2009.

Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Surabaya: Universitas


Airlangga.

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas,L. Meridean., Swanson, Elizabeth. (2013). Nursing
Outcome Classification: Fifth Edition. St Louis: Elsivier.

Rahayu,S & Harnanto, Addi.M. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Praktikum
Kebutuhan Dasar Manusia 2. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta ,

EGC, 2002

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai