UNIVERSITAS NASIONAL
KELOMPOK 1
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah I ini
tentang asma bronkial
Kepada Dosen kami ibu Ns.Naziyah, S.Kep.,M.Kep. serta semua pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung telah membantudemi kelancaran tugas ini.
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
E. PENGKAJIAN
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
G. INTERVENSI
H. KOMPLIKASI
I. PENATALAKSANAAN
I. Pengkajian
II. Identifikasi klient
III. Riwayat penyakit
IV. Pengkajian Saat ini
V. Diagnosa keperawatan
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Kesehatan yang baik tergantung pada lingkungan yang aman. Praktisi atau teknisi yang
memantau untuk mencegah terjadinya penyakit asma bronkial dan membantu melindungi
klien dan pekerja keperawatan kesehatan dari penyakit tersebut. Klien dalam lingkungan
keperawatan dapat bersiko terkena penyakit asma bronkial jika tidak di antisipasi dengan
tepat, dan prosedur invasif dalam fasilitas perawatan akut atau ambulatory, klien dapat
terpajan pada penyakit asma bronkial jika tidak di tangani dengan prosedur dini, yang
beberapa dari penyakit tersebut dapat saja resisten terhadap banyak obat yang berhubungan
dengan penyakit tersebut. Dengan cara mempraktikan teknik pencegahan penyakit asma
bronkial, dan perawat dapat menghindarkan penyebaran penyakit tersebut terhadap klien.
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Definisi
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akutotot
polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan
ventilasialveolus.( Huddak & Gallo, 1997 )Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif
intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap
stimuli tertentu.( Smeltzer, 2002 : 611) Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat
reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif.
(Reeves, 2001 : 48)
II. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasitimbulnya serangan
asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karenaadanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitassaluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhiasma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinyaserangan
asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan,
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk
bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejalaasma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalamistress/gangguanemosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Halini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala inimembaik pada
waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukanaktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudahmenimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanyaterjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
III. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asmatipe
alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar
dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin,zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek
gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresimucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian
luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Aktivitas
Pernapasan
• Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
• Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
• Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
• Adanya bunyi napas mengi.
• Adanya batuk berulang.
Sirkulasi
Integritas ego
• Ansietas
• Ketakutan
• Peka rangsangan
• Gelisah
Asupan nutrisi
Seksualitas
• Penurunan libido
Pemeriksaan Diagnosa
a) Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat,
karenahanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema
mukosa, sehinggaterlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untukmelibat adanya bakteri, cara tersebut kemudian
diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik (Muttaqin, 2008).
2) Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)
a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadihipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakanterdapatnya suatu infeksi.
Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3
baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara
100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil
menunjukkan pengobatantelah tepat (Muttaqin, 2008)
b) Pemeriksaan Penunjang
1) Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a. Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b. Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c. Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan
udaradingin dan inhalasi dengan aqua destilata.tubuh.
d. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
e. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
f. Pemeriksaan sputum.
3) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan ronggaintercostalis, serta diafragma yang menurun.
4) Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkanreaksi yang positif pada asma.
5) Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selamaserangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6) Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk
menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
7) Peak Flow Meter/PFM
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut
digunakan untukmengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena
pemeriksaan jasmani dapatnormal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan
pemeriksaan obyektif(spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan
dibanding PFM karena PFMtidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis
obstruksi saluran napas, PFMmengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat
untuk pemantauan dan bukan alatdiagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis
untuk penderita yang tidak dapatmelakukan pemeriksaan FEV1.
8) X-ray Dada/Thorax
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
9) Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik
padakulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji
alergenyang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE
Atopi dilakukandengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit
tidak dapat dilakukan(pada dermographism).
10) Petanda Inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan
atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan
merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran
napas dapat dilakukanmelalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum,
dan kadar oksida nitrit udarayang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang
diinduksi menunjukkan hubunganantara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic
Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan
transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi,tetapi jarang atau sulit
dilakukan di luar riset.
VII. Intervensi
1. Bersikan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
a. kriteria hasil
- mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi nafas jelas/bersih
- menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihkan jalan nafas,misalnya :
batuk efektif dan mengeluarkan secret.
b. intervensi
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; krekels, b ronki
- Kaji/pantau frekuensi pernafasan
- Catat adanya/derajat diespnea misalnya : gelisah, ansietas, distres pernafasan,
penggunaanotot bantu
- kaji pasien untuk posisi yang nyaman (semi fowler)
- pertahankan polusi lingkungan minimum
- observasi karakteristik batuk,misalnya : menetap,batuk pendek,basah
- tingkatkan masukan cairan sampai 3000ml/hari
- berikan obat sesuai indikasi.
c. rasional
- mengetahui bunyi nafas wheezing(mengi),krekels,ronki
- mengetahui frekuensi pernafasan- mengetaui derajat diespnea
- posisi semi fowler dapat mengurangi sesak nafas
- menghindari polusi lingkungan
- mengetahui karakteristik batuk
- masukan cairan dapat mengurangi sesak nafas pasien
- memberikan obat sesuai indikasi
VIII. Komplikasi
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
IX. Penatalaksanaan
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
- Tanggal / Jam MRS : 29 September 2020, pukul 13.50 WIB
- Ruang : X
- No.Register : -
- Dx. Medis : Asma Bronkial
- Tanggal Pengkajian : 30 Januari 2020. Pukul 09.00 WIB
Sebelum sakit :
Selama Sakit
PEMERIKSAAN FISIK
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2. Gangguan kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
PENUTUP
1.kesimpulan
Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten
yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
nafas. Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik), Asma gabungan dan ada beberapa hal yang
olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan :
2.Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelaah
dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa
menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu saya juga mengharapkan saran dan kritik
dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://ariebencolenk.blogspot.com/2012/01/asma-bronkial.html
Judith M.Wilkinson,2007, Diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan Kriteria hasil
NOC NANDA,2001-2002, Diagnosis keperawatan Nanda,Yogyakarta;UGM
Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta :
FK UI.
Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
Scientific Publication.
Guyton & Hall (1997) “ Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik”, Volume 1, Jakarta :
EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “ Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- proses Penyakit”,
Jakarta : EGC.
Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) “Keperawatan Medikal Bedah”, Buku Satu,
Jakarta : Salemba Medika.