Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula.
Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila
tidak ditangani dengan benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada
manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi. Faktor etiologi
utama terjadinya fraktur mandibula bervariasi berdasarkan lokasi geografis,
namun kecelakaan kendaraan bermotor menjadi penyebab paling umum. Beberapa
penyebab lain berupa kelainan patologis seperti keganasan pada mandibula,
kecelakaan saat kerja, dan kecelakaan akibat olahraga (Virgiyanti, 2014).
Fraktur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah,
hal ini disebabkan kondisi mandibula yang terpisah dari kranium. Diagnosis
fraktur mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit, pembengkakan,
nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak
simetrisnya arcus dentalis, gigi yang longgar dan krepitasi menunjukkan
kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain hal itu mungkin juga terjadi
trismus (nyeri waktu rahang digerakkan) (Virgiyanti, 2014).
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang pada wajah
(maksilofasial) mulai diperkenalkan oleh Hipocrates (460-375 SM) dengan
menggunakan panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-
gigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran dan diagnosis fraktur mandibula. Pada
perkembangan selanjutnya oleh para klinisi menggunakan oklusi sebagai konsep
dasar penanganan fraktur mandibula dan tulang wajah (maksilofasial) terutama
dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan perkembangan
teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages), pengikat
rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan
imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and screw)
(Virgiyanti, 2014)
Beberapa faktor lain penyebab fraktur mandibula selain karena kecelakan
berkendara diantaranya adalah kecelakaan kerja, terjatuh, serangan atau kekerasan
individu, aktifitas olahraga dan sebagainya. Fakta-fakta di atas menyebutkan
bahwa kecelakaan bermotor adalah faktor penyebab tersering kasus fraktur
mandibula dibanding dengan faktor-faktor lain (Sari, 2011)
BAB II

KONSEP DASAR MEDIK

I. Fraktur Mandibula
A. Anatomi dan Fungsi Mandibula
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi
sebagai tempat menempelnya gigi-geligi. Mandibula berhubungan dengan
basis kranii dengan adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh
otot-otot pengunyahan. Mandibula terdiri dari korpus berbentuk tapal kuda
dan sepasang ramus. Korpus mandibula bertemu dengan ramus masing-
masing sisi pada angulus mandibula. Pada permukaan luar digaris tengah
korpus mandibula terdapat sebuah rigi yang menunjukkan garis fusi dari
kedua belahan selama perkembangan, yaitu simfisis mandibula (Puspitasari,
2015).
Korpus mandibula pada orang dewasa mempunyai processus
alveolaris yang ditandai adanya penonjolan di permukaan luar, sedangkan
pada orang tua yang giginya telah tanggal processus alveolaris mengalami
regresi. Bagian depan dari korpus mandibula terdapat protuberantia mentale
yang meninggi pada tiap-tiap sisi membentuk tuberculum mentale. Bagian
permukaan luar di garis vertical premolar kedua terdapat foramen mentale.
Bagian posterior korpus mandibula mempunyai dua processus yaitu
processus coronoideus anterior yang merupakan insersio otot pengunyahan
dan processus condylaris bagian posterior yang berhubungan langsung
dengan sendi temporo mandibular. Permukaan dalam ramus mandibula
terdapat foramen mandibula yang masuk ke dalam kanalis mandibula,
sedangkan permukaan korpus mandibula terbagi oleh peninggian yang
miring disebut linea mylohyoidea (Virgiyanti, 2014).
Mandibula dipersarafi oleh 3 cabang nervus yaitu N. Bucalis
Longus, N. Lingualis, dan N. Alveolaris inferior. Nervus mandibularis
merupakan cabang terbesar, yang keluar dari ganglion Gasseri. Saraf keluar
dari cranium melalui foramen ovale, dan bercabang menjadi tiga
percabangan (Puspitasari, 2015).
1. N. Buccalis Longus
N. buccalis longus keluar tepat di luar foramen ovale. Saraf berjalan di
antara kedua caput m. pterygoideus externus, menyilang ramus untuk
kemudian masuk ke pipi melalui m. buccinators, di sebelah bukal gigi
molar ketiga atas. Cabang-cabang terminalnya menuju membrane
mukosa bukal dan mukoperiosteum di sebelah lateral gigi-gigi molar
atas dan bawah.
2. N. Lingualis
Nervus Lingualis cabang berikut berjalan ke depan menuju garis
median. Saraf berjalan ke bawah superficial dari m. Pterygoideus
internus berlanjut ke lingual apeks gigi molar ketiga bawah. Pada titik
ini saraf masuk ke dalam basis lingual melalui dasar mulut dan
menginervasi duapertiga anterior lidah, mengeluarkan percabangan
untuk menginervasi mukoperiosteum dan membrana mukosa lingual.
3. N. Alveolaris Inferior
N. alveolaris Inferior adalah cabang terbesar dari n. Mandibularis.
Saraf turun balik dari m. Pterygoideus externus, disebelah posterior
dan dibagian luar n. lingualis, berjalan antara ramus mandibula dan
ligamentum sphenomandibularis. Bersama-sama dengan arteri
alveolaris inferior saraf berjalan terus di dalam canalis mandibula dan
mengeluarkan percabangan untuk gigi-geligi. Pada foramen mentale
saraf bercabang menjadi dua salah satunya adalah nervus incicivus
yang berjalan terus ke depan menuju garis median sementara nervus
mentalis meninggalkan foramen untuk mempersarafi kulit. Cabang-
cabang dari nervus alveolaris inferior adalah :
a. N. mylohyoideus adalah cabang motorik dari n. alveolaris
inferior dan didistribusikan ke m. Mylohyoideus, dan venter
anterior dan m. Digastrici yang terletak di dasar mulut.
b. Rami dentalis brevis menginervasi gigi molar, premolar, proc.
alveolaris, dan periosteum
c. N. mentalis lekuar melalui foramen mentale untuk menginervasi
kulit dagu, kulit dan membrana mukosa labium oris inferior
d. N. incisivus mengeluarkan cabang-cabang kecil menuju gigi
insisivus sentral, lateral dan caninus

Otot-otot Pengunyahan
Otot
Origo Insertio Fungsi
Persarafan
1. M. temporalis Os. Temporal di Ujung dan Menutup
Nn. Temporales bawah linea permukaan media rahang, bagian
profundi temporalis proc. Coronoideus belakang,
(N. mandibularis) inferior dan mandibula menarik balik
lembar dalam RB (=retrusi)
fascia temporalis
2. M. masseter Arcus Pars superficialis: Menutup rahang
M. massetericus zygomaticus angulus
(N. mandibularis) Pars superficialis: mandibula,
sisi bawah, dua tuberositas
pertiga bagian masseterica.
depan (bertendo) Pars profunda:
Pars profunda: permukaan luar
sepertiga bagian ramus mandibula
belakang,
permukaan dalam
3. M. pterygoideus Fossa pterygoidea Permukaan Menutup rahang
medialis dan lamina medial angulus
N. pterygoideus lateralis proc. mandibula,
medialis Pterygoidei, tuberositas
(N. mandibularis) sebagian proc. pterygoidea
Pyramidalis os.
Palatum
4. M. pterygoideus Caput superius: Fovea Menutup rahang
lateralis permukaan luar pterygoidea (proc. dan gerakan ke
N. pterygoideus lamina lateralis Condilaris muka
lateralis proc. Pterygoidei, mandibula), (=protrusi) RB.
(N. mandibularis tuber maxillae discus dan kapsul Caput inferius:
Caput inferius articulation membuka
(asesoris): facies temporomandibul rahang
temporalis (ala aris.
major ossis
spenoidalis)

B. Fraktur Mandibula
Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya
disebabkan oleh adanya kecelakaan yang timbul secara langsung. Fraktur
mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya
kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh
wajah ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani
dengan benar (Virgiyanti, 2014).
Fraktur mandibula sangat sering terjadi dari fraktur daerah wajah,
karena merupakan tulang yang menonjol, terletak di tepi dan posisinya di
sepertiga bawah wajah sehingga sering menjadi sasaran ruda paksa (Fonseca
dan Walker, 1997). Fraktur mandibula sering terjadi karena tulang
mandibula memiliki korteks yang tebal dan relative pipih dan berbentuk
seperti tapal kuda, sehingga mudah patah. Mandibula juga merupakan
tempat perlekatan otot-otot pengunyahan sehingga mempunyai pergerakan
yang aktif. Penyebab terbanyak dari fraktur mandibula adalah jejas dari luar
dan sebagian kecil dari dalam yang disebabkan keadaan patologi dari tulang
itu sendiri. Mandibula merupakan sasaran pukulan dan benturan. Tipe injuri,
arah dan besarnya trauma menjadi faktor utama penyebab faktur
maksilofasial, sedangkan fraktur mandibula bisa terjadi pada kondilus,
ramus, angulus, basis, simpisis, alveolar dan yang paling jarang adalah
fraktur pada procesuss koronoideus (Puspitasari, 2015)
Garis fraktur pada mandibula biasa terjadi pada area lemah dari
mandibula tergantung mekanisme trauma yang terjadi. Garis fraktur
subkondilar umumnya dibawah leher prosesus kondiloideus akibat
perkelahian dan berbentuk hampir vertikal. Namun pada kecelakaan lalu
lintas garis fraktur terjadi dekat dengan kaput kondilus, garis fraktur yang
terjadi berbentuk oblik. Pada regio angulus garis fraktur umumnya dibawah
atau dibelakang regio molar III kearah angulus mandibula. Pada fraktur
korpus mandibula garis fraktur tidak selalu paralel dengan sumbu gigi,
seringkali garis fraktur berbentuk oblik. Garis fraktur dimulai pada regio
alveolar kaninus dan insisivus berjalan oblik kearah midline. Pada fraktur
mandibula, fragmen yang fraktur mengalami displaced akibat tarikan otot-
otot mastikasi, oleh karena itu reduksi dan fiksasi pada fraktur mandibula
harus menggunakan splinting untuk melawan tarikan dari otot-otot
mastikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi displacement fraktur
mandibula antara lain: arah dan kekuatan trauma, arah dan sudut garis
fraktur, ada atau tidaknya gigi pada fragmen, arah lepasnya otot dan luasnya
kerusakan jaringan lunak. Pada daerah ramus mandibula jarang terjadi
fraktur, karena daerah ini terfiksasi oleh muskulus maseter pada bagian
lateral dan medial oleh muskulus pterigoideus medialis. Demikian juga pada
prosesus koronoideus yang terfiksasi oleh muskulus maseter (Sari, 2012).
C. Etiologi
Etologi dari fraktur mandibula berhubungan dengan sosial dan usia.
Negara Belanda sebagai contoh, menggunakan sepeda sebagai sarana
transportasi, sehingga kecalakaan bersepeda merupakan faktor penyebab
utama dari fraktur mandibula. Pada kota-kota besar di Amerika, kebanyakan
kejadian disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor atau kekerasan
individual. Sebagai contoh New York dan San Franscisco, memiliki
kepadatan penduduk tinggi dan penggunaan kendaraan rendah, sehingga
kebanyakan kejadian disebabkan oleh kekerasan individual, sedang pada
daerah tengah Amerika dimana kepadatan penduduknya jarang dan
frekuansi pengunaan kendaraan tinggi menyebabkan kecelakaan menjadi
faktor utama dalam terjadinya fraktur mandibula (Sari, 2012)
Setiap pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu
fraktur pada mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak
adalah lebih besar dibandingkan dengan tulang wajah lainnya. Meskipun
demikian fraktur mandibula lebih sering terjadi dibandingkan dengan bagian
skeleton muka lainnya.
Factor etiologi utama bervariasi berdasarkan lokasi geografis. Pada
beberapa investigasi seperti Jordan, Singapore, Nigeria, New Zealand,
Denmark, Yunani, dan Japan dilaporkan kecelakaan akibat kendaraan
bermotor paling sering di jumpai. Peneliti di Negara-negara seperti
Yordania, Singapura, Nigeria, Selandia Baru, Denmark, Yunani, dan Jepang
melaporkan kecelakaan kendaraan bermotor menjadi penyebab paling
umum (Virgiyanti, 2014).
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses
patologik (Puspitasari, 2015).
1. Fraktur traumatik disebabkan oleh :
a. Kecelakaan kendaraan bermotor (43%)
b. Kekerasan atau perkelahian (34%)
c. Kecelakaan kerja (7%)
d. Terjatuh (7%)
e. Kecelakaan berolahraga (4%)
f. Kecelakaan lainnya (5%)
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang,
osteogenesis imperfecta, osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau
nekrosis tulang.
D. Patofisiologis
Derajat keparahan fraktur sangat bergantung pada kekuatan trauma.
Karena itu fraktur kominutiva dapat dipastikan terjadi karena adanya
kekuatan energi yang besar yang menyebabkan trauma. Berdasarkan
penelitian pada 3002 pasien dengan fraktur mandibula, diketahui bahwa
adanya gigi molar 3 bawah meningkatkan resiko terjadinya fraktur angulus
mandibula sampai 2 kali lipat.
Penyebab fraktur diakibatkan oleh trauma minimal atau
tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu :
1. Osteroporosis Imperfekta (kelainan genetika langka pada remaja,
tulang rapuh)
2. Osteoporosis (penurunan kualitas dan kepadatan pada tulang)
3. Penyakit metabolik (makanan, racun, infeksi, dan sebagainya)
E. Manifestasi Klinis
Pasien dengan fraktur mandibula umumnya datang dengan adanya
deformitas pada muka, baik berupa hidung yang masuk kedalam, mata
masuk kedalam dan sebagainya. Kondisi ini biasa disertai dengan adanya
kelainan dari fungsi organ – organ yang terdapat di muka seperti mata terus
berair, penglihatan ganda, kebutaan, anosmia, kesulitan bicara karena
adanya fraktur mandibula, maloklusi sampai kesulitan bernapas karena
hilangnya kekuatan untuk menahan lidah pada tempatnya sehingga lidah
menutupi rongga faring (Adhitya, 2012).
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu (Puspitasari, 2015):
1. Perubahan oklusi
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula.
Klinisi harus menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda.
Perubahan pada oklusi dapat disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur
prosessus alveolaris, fraktur mandibula pada beberapa lokasi dan trauma
pada TMJ dan otot mastikasi. Open bite anterior disebabkan karena
fraktur bilateral pada kondilus atau angulus mandibula dan fraktur
maksilla dengan perpindahan inferior dari posterior maksilla. Open bite
posterior disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris atau fraktur
parasimfiseal. Open bite unilateral disebabkan oleh fraktur parasimfiseal.
Crossbite posterior disebabkan oleh fraktur kondilus dan midline
simfiseal. Oklusi retrognatik berhubungan dengan fraktur angulus atau
kondilus. Oklusi prognatik disebabkan oleh karena pergerakan berlebih
dari TMJ. Contoh di atas merupakan beberapa kelainan oklusi karena
fraktur mandibula.
2. Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah
Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior dimana
nervus ini melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa,
mungkin saja terjadi fraktur pada daerah distal foramen mandibula.
Untuk memeriksa adanya perubahan sensasi pada bibir bawah dan dagu,
klinisian harus menggunakan anesthesi.
3. Pergerakan Abnormal Mandibula
Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai pembukaan
mulut yang terbatas dan trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi
karena fraktu kondilaris karena ketidakseimbangan kerja pada otot
pterigoideus lateralis. Ketidakmampuan mandibula untuk membuka
disebabkan karena fraktur ramus yang mengenai prosessus koronoideus
pada arkus zygomatikus atau depresi pada fraktur arkus zygomatikus.
Ketidakmampuan rahang untuk menutup disebabkan oleh fraktur pada
prosessus alveolaris, angulus, ramus atau simfisis karena kontak
prematur gigi.
4. Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula.
Walaupun kontur wajah tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa
wajah dan mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada
bagian lateral wajah mungkin disebabkan oleh fraktur corpus, angulus
atau ramus. Tampilan memanjang pada muka mungkin disebabkan oleh
fraktur bilateral pada subkondilar angulus atau corpus, asimetris wajah,
merupakan tanda bagi klinisi kemungkinan adanya fraktur mandibula.
Jika ada deviasi dari bentuk U yang normal pada kurva mandibula,
adanya fraktur harus dicurigai.
5. Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis.
Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit atau mukosa secara
signifikan atau perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada
mandibula. Adanya luka harus diinspeksi secara hati-hati sebelum
penutupan. Arah dan tipe fraktur dapat dilihat melalui luka. Namun,
klinisi perlu pemeriksaan radiografi untuk mendiagnosis. Adanya
kimosis pada dasar mulut mengindikasikan terjadinya fraktur korpus
mandibula atau fraktur simfiseal.
6. Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi.
Pemeriksaan pada gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosis
fraktur pada prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat
dapat menyebabkan fraktur gigi juga pada tulang yang mendasarinya.
Fraktur gigi multiple mengindikasikan bahwa rahang clenching akibat
trauma. Klinisi harus melakukan palpasi pada mandibula dengan
menggunakan dua tangan dengan ibu jari pada gigi dan jari lain pada
mandibula dengan perlahan dan hati-hati.
7. Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor.
Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan rasa sakit merupakan
tanda-tanda sejak jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan
merupakan tanda-tanda primer dari dugaan adanya fraktur mandibula.
Pemeriksaan radiologis juga diperlukan untuk memperkuat diagnosa,
beberapa teknik foto yang bisa digunakan pada kasus fraktur mandibula
ini antara lain, panoramik, lateral oblique, posteroanterior, occlusal view,
periaphical view, reverse towne’s, foto TMJ, dan CT scan.
F. Klasifikasi
Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan sesuai dengan lokasi
anatomisnya dan pola frakturnya (Puspitasari, 2015).
1. Lokasi Anatomi / Anatomi Located
a. Fraktur Dentoalveolar
Semua fraktur yang terbatas pada tooth-bearing area
mandibula tanpa gangguan pada underlying osseus structure.
b. Fraktur Symphysis
Fraktur pada regio incisivus mandibula yang memanjang dari
processus alveolar ke batas inferior secara vertical.
c. Fraktur Parasymphysis
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal
incisivus lateral mandibula dan memanjang dari processus
alveolar ke batas inferior.
d. Fraktur Body Mandibula
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal
molar kedua dan memanjang dari processus alveolar ke batas
inferior.
e. Fraktur Angle
Fraktur distal ke molar kedua yang memanjang dibentuk dari
titik temu body dan ramus mandibula pada retromolar area
dengan titik yang dibentuk dari titik inferior body mandibula
dan posterior border ramus mandibula.
f. Fraktur Ascending Ramus
Fraktur yang dibetntuk dari garis fraktur yang memanjang
secara horizontal melewati anterior-posterior ramus mandibula
atau garis fraktur yang memanjang secara vertikal dari sigmoid
notch ke batas inferior mandibular
g. Fraktur Processus Condylus
Fraktur yang memanjang dari sigmoid notch ke posterior border
ramus mandibula sepanjang aspect superior ramus; atau fraktur
yang melibatkan condylus bisa diklasifikasikan menjadi
extracapsular atau intracapsular, tergantung dari relasi fraktur
dan capsular attachment.

2. Pola Fraktur
Klasifikasi ini bedasarkan pola fraktur pada mandibular
a. Fraktur Tertutup/Simple Fraktur, terdiri dari satu garis fraktur
yang tidak berhubungan exterior. Contohnya frakktur pada
ramus atau condylus tanpa eksponansi jaringan sekitar daerah
fraktur.
b. Fraktur Terbuka/Fraktur Compound, fraktur yang
berhubungan dengan lingkungan luar karena melibatkan
mukosa, ligament periodontal gigi, dan processus alveolar.
1) Derajat I :
a) Luka < 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda
luka remuk
c) Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
d) Kontaminasi minimal
2) Derajat II :
a) Laserasi >1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
c) Fraktur kominutif sedang
d) Kontaminasi sedang
3) Derajat III :
Dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas
pada kulit, jaringan lunak putus atau hancurnya struktur
neurovaskuler dengan kontaminasi, juga termasuk fraktur
segmental terbuka atau amputasi traumatik.
a) IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih
dibungkus oleh jaringan lunak, walaupun adanya
kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
b) IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan
lunak sehingga tulang terlihat jelas atau bone
expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan
merupakan trauma high energy tanpa memandang
luas luka.
c) IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan
repair agar kehidupan bagian distal dapat
dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan
jaringan lunak.
c. Greenstick Fraktur, fraktur ini sering terjadi pada anak-anak
yang mengakibatkan diskontiunitas tulang yang tidak lengkap.
tidak ada mobility antara proksimal dan fragmen distal
d. Comminuted Fraktur, fraktur yang terdiri dari multipel
fragmen tulang pada satu lokasi fraktur. Fraktur ini hasil dari
tekanan yang lebih besar dari simple fraktur.
e. Complex Fraktur, jenis injury yang menunjukan kerusakan
struktur yang berdekatan dengan tulang seperti pembuluh darah
besar, saraf dan sendi. Biasanya menunjukan kerusakan pada
arteria inferior alveolar, vena, dan saraf pada fraktur mandibula
proximal ke foramen mentale atau distal ke mandibula foramen
f. Telescope or Impacted Fraktur, tipe cedera yang jarang
terjadi pada mandibula, tetapi menunjukan satu fragmen tulang
yang terdorong ke satu fragment lainnya
g. Indirect Fraktur, fraktur ini muncul pada titik yang jauh dari
lokasi trauma. Contohnya fraktur condylar muncul pada fraktur
symphysis.
h. Direct Fractur, fraktur yang muncul secara cepat berdekatan
dengan titiik kontak lokasi trauma
i. Pathology Fracture, fraktur hasil dari fungsi normal atau
minimal trauma pada tulang yang sudah lemah oleh patologis.
Patologis ini bisa muncul tepat di lokasi fraktur. Contohnya
kista, atau metastatis tumor.
j. Displaced Fraktur, fraktur bisa nondisplaced, deviated,
displaced.
k. Nondisplaced, fraktur linear dengan fragment proximal yang
mempertahankan relasi anatomisnya dengan fragment distal.
Fraktur deviasi, simple angulation pada processus condylus
nyata pada relasi fragment mandibular yang tersisa tanpa ada
perkembangan dari jarak atau tumpang tindih diantara dua
segmen. Displacement, pergerakan fragment condylus dengan
relasi segmen mandibular pergerakan lpada lokasi fraktur
l. Fraktur Dislokasi, dislokasi muncul ketika kepala condylus
bergerak pada fossa glenoidalis tanpa artikularis. Ketika
berhubungan dengan fraktur pada condylus, disebut fraktur
dislokasi. Condylus mandibula bisa juga dislokasi karena
trauma tanpa melibatkan fraktur pada condylusnya.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters.
Untuk pencitraan wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan
bagian wajah yang terganggu atau disamarkan oleh struktur tulang dasar
tengkorak dan tulang servikal. Evaluasi radiografis pada mandibula
mencakup foto polos, scan, dan pemeriksaan panoramic. Tapi pemeriksaan
yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta luas fraktur adalah CT
Scan. Pemeriksaan panoramic juga dapat dilakukan, hanya saja diperlukan
kerja sama antara pasien dan fasilitas pemeriksaan yang memadai
(Virgiyanti, 2014).
H. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas atau airway, pernafasan atau breathing,
sirkulasi darah termasuk penanganan syok atau circulation, penanganan luka
jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap
kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara
definitif. Penanganan fraktur mandibula secara umum dibagi menjadi dua
metoda yaitu reposisi tertutup dan terbuka. Pada reposisi tertutup atau
konservatif , reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan
menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular.
Reposisi terbuka bagian yang fraktur dibuka dengan pembedahan,
segmen direduksi dan difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat
atau plat yang disebut wire atau plate osteosynthesis. Teknik terbuka dan
tertutup tidak selalu dilakukan tersendiri, tetapi kadangkadang dikombinasi.
Pendekatan ketiga adalah merupakan modifikasi dari teknik terbuka yaitu
metode fiksasi skeletal eksternal. Pada penatalaksanaan fraktur mandibula
selalu diperhatikan prinsip-prinsip dental dan ortopedik sehingga daerah
yang mengalami fraktur akan kembali atau mendekati posisi anatomis
sebenarnya dan fungsi mastikasi yang baik.
Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang rahang bawah yaitu,
penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung
pada garis fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau
eksternal pin fixation. Indikasi untuk closed reduction antara lain:
1. fraktur komunitif selama periosteum masih utuh sehingga dapat
diharapkan kesembuhan tulang,
2. fraktur dengan kerusakan soft tissue yang cukup berat dimana
rekontruksi soft tissue dapat digunakan rotation flap dan free flap bila
luka tersebut tidak terlalu besar.
3. edentulous mandibula,
4. fraktur pada anak-anak,
5. fraktur condylus.
Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed
reduction adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu
pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari
mandibula. Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih efisien, angka
komplikasi lebih rendah dan waktu operasi yang lebih singkat. Tehnik ini
dapat dikerjakan di tingkat poliklinis. Kerugiannya meliputi fiksasi yang
lama, gangguan nutrisi, resiko ankilosis TMJ atau temporomandibular joint
dan masalah airway. Beberapa teknik fiksasi intermaksiler antara lain;
1. teknik eyelet atau ivy loop, penempatan ivy loop menggunakan kawat
24-gauge antara dua gigi yang stabil dengan menggunakan kawat
yang lebih kecil untuk memberikan fiksasi maksilomandibular (MMF)
antara loop ivy. Keuntungan teknik ini, bahan mudah didapat dan
sedikit menimbulkan kerusakan jaringan periodontal serta rahang
dapat dibuka dengan hanya mengangkat ikatan intermaksilaris.
Kerugiannya kawat mudah putus waktu digunakan untuk fiksasi
intermaksiler.
2. teknik arch bar, indikasi pemasangan arch bar adalah gigi kurang atau
tidak cukup untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila dan
didapatkan fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang
perlu direduksi sesuai dengan lengkungan rahang sebelum dipasang
fiksasi intermaksilaris. Keuntungan penggunaan arch bar adalah
mudah didapat, biaya murah, mudah adaptasi dan aplikasinya.
Kerugiannya ialah menyebabkan keradangan pada ginggiva dan
jaringan periodontal, tidak dapat digunakan pada penderita dengan
edentulous luas.
Reposisi terbuka (open reduction); tindakan operasi untuk melakukan
koreksi deformitas maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah
dengan melakukan fiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat
(wire osteosynthesis) atau plat (plat osteosynthesis) . Indikasi untuk reposisi
terbuka (open reduction):
1. displaced unfavourable fraktur melalui angulus,
2. displaced unfavourable fraktur dari corpus atau parasymphysis,
3. multiple fraktur tulang wajah,
4. fraktur midface disertai displaced fraktur condylus bilateral.
Tehnik operasi open reduction merupakan jenis operasi bersih
kontaminasi, memerlukan pembiusan umum. Keuntungan dari open reduction
antara lain: mobilisasi lebih dini dan reaproksimasi fragmen tulang yang lebih
baik. kerugiannya adalah biaya lebih mahal dan diperlukan ruang operasi dan
pembiusan untuk tindakannya.
Tindak lanjut setelah dilakukan operasi adalah dengan memberikan
analgetika serta memberikan antibiotik spektrum luas pada pasien fraktur
terbuka dan dievaluasi kebutuhan nutrisi, pantau intermaxilla fixation
selama 4-6 minggu. Kencangkan kabel setiap 2 minggu. Setelah wire
dibuka, evaluasi dengan foto panoramik untuk memastikan fraktur telah
union (Mousavi, 2012).
I. Komplikasi
1. Komplikasi segera
a. Komplikasi lokal – dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh darah
(hematom, spasme arteri, dan kontusio), kerusakan saraf, kerusakan
otot, dan kerusakan organ dalam.
b. Komplikasi sistemik – syok hemoragik
2. Komplikasi awal
a. Komplikasi lokal – sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis
kulit, gangren, trombosis vena, komplikasi pada persendian (artritis),
dan pada tulang (infeksi/osteomielitis).
b. Komplikasi sistemik – emboli lemak, emboli paru, pneumonia,
tetanus, delerium tremens.
3. Komplikasi lanjut
a. Komplikasi pada persendian – dapat terjadi kontraktur dan kekakuan
sendi persisten, penyakit sendi degeneratif pasca trauma.
b. Komplikasi tulang – yakni penyembuhan tulang abnormal (malunion,
delayed union dan non union).
- Mal union adalah keadaan dimana tulang menyambung dalam
posisi tidak anatomis, bisa sembuh dengan pemendekan, sembuh
dengan angulasi, atau sembuh dengan rotasi.
- Delayed union adalah proses penyembuhan patah tulang yang
melebihi waktu yang diharapkan, hal ini berarti bahwa proses
terjadi lebih lama dari batas waktu yaitu umumnya 3-5 bulan.
- Non union adalah keadaan dimana suatu proses penyembuhan
patah tulang berhenti sama sekali dan penyembuhan patah tulang
tidak akan terjadi tanpa koreksi pembedahan.
c. Komplikasi pada otot – miositis pasca trauma, ruptur tendon
lanjut
d. Komplikasi saraf – Tardy nerve palsy
(Puspitasari, 2015)
J. Proses Penyembuhan
Tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap, yaitu sebagai
berikut (Puspitasari, 2015) :
1. Pembentukan Hematom :
- Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari
pembuluh darah yang robek
- Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
- Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
2. Proliferasi Sel/Inflamasi :
- Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar
lokasi fraktur
- Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
- Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang
- Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
- Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
3. Pembentukan Kallus :
- Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
- Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
- Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah
menyatu
- Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
4. Konsolidasi :
- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba
telah menyatu
- Secara bertahap menjadi tulang mature
- Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan
5. Remodeling :
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks
fraktur
- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
- Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih
ada tanda penebalan tulang.
Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
mencakup: usia, lokasi dan jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar fraktur,
banyaknya gerakan pada fragmen fraktur, pengobatan, adanya infeksi atau
penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus), derajat trauma, gap
antara ujung fragmen dan pendarahan pada lokasi fraktur.
Waktu penyembuhan fraktur :
Fr. Maxilla = 4 minggu
Fr. Mandibula = 5-9 minggu
Fr. Condyle = 2 minggu
II. Vulnus Laceratum
A. Pengertian Vullnus
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna
melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit
terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka/vulnus.
Vulnus/luka adalah keadaan dimana kontinuitas jaringan rusak bisa
akibat trauma, kimiawi, listrik radiasi ( Soerjarto Reksotradjo, dkk,
1995;415 ).
Vulnus/luka adalah suatu keadaaan terputusnya kontinuitas jaringan
tubuh yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari ( A. aziz Alimul. H, 1995;134 ).
Vulnus laseratum adalah luka robek akibat terkena mesin, kayu atau
benda lainya yang menyebabkan robeknya jaringan dan ada juga yang
menyebutnya vulnus laseratum adalah luka yang bentuknya tidak beraturan.
Vulnus/luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh ( R.
Syamsuhidjar, dkk, 1998 ; 72 )
B. Etiologi
 Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka
 Trauma tumpul yang menyebabkan luka tertutup (vulnus occlusum) &
luka terbuka (vulnus avertum)
 Zat-zat kimia
 Radiasi
 Sengatan listrik
 Ledakaperubahan suhu
C. Fase Vullnus
(menurut Soejarto Reksoprodjo, dkk, 1995 ; 415) proses yang terjadi secara
alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :
1) Fase inflamsi atau “ lagphase “ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka
terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit
mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam
amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus
dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi
Vasekontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar dari
pembuluh darah secara diapedisis dan menuju dareh luka secara
khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamine yang
menunggalkan peruseabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema.
Dengan demikian timbul tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan
monosit menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.
2) Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu.
Tersifat oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari
sel-sel parenkim. Serat –serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang
tidak perlu dihancurkan dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada
fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen, kapiler-
kapiler baru : membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak
rata, disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari
dasarnya dan pindah menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya
berjalan kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat naik,
pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan
tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka.
3) Fase “ remodeling “ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan.
Dikatakan berahir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan
sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun
gatal.
D. Pathway

Etiologi vullnus
Traumatik jaringan
Rusaknya kontinuitas jaringan
Kerusakan kulit kerusakan syaraf perifer perdarahan
berlebihan
rusaknya barier tubuh menstimulasi pengeluaran perpindahan
cairan
neurotransmitter (prostagladin intravaskuler ke
histamin,bradikinin, serotonin) ekstravaskuler

terpapar dengan lingkungan serabut eferen keluarnya


cairan tubuh

(ketidakseimbangan)

Resiko tinggi infeksi kemampuan ambang batas tubuh


kekurangan
tidak menahan volume cairan
syok neurogik resiko tinggi syok
hipovolemik
E. Manifestasi Klinis
Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat (local) dan
gejala umum (mengenai seluruh tubuh)
a) Gejala Lokal
 Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Intensitas
atau derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada berat / luas
kerusakan ujung-ujung saraf dan lokasi luka.
 Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada Lokasi luka, jenis
pembuluh darah yang rusak.
 Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
 Ganguan fungsi, fungdi anggota badan akan terganggu baik oleh
karena rasa nyeri atau kerusakan tendon.
b) Gejala umum
Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat penyuli/komplikasi
yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau perdarahan yang hebat.
F. Klasifikasi
 Hematoma : Perdarahan dibawah kulit
 Countosio : Luka memar
 Albratio : Kerusakan pada lapisan superficial (kulit)
 V. scissum : luka iris
 V. ictum : luka tusuk
 V. sclopetornum : luka tembak
 V. lacertum : luka robek
G. Komplikasi
1.komplikasi dini seperti : hematoma, seroma, infeksi
2.Komplikasi lanjut lanjut seperti : keloid dan parut hipertrifik dan
kontraktur
H. Pemeriksaan Diagnostik
 MRI
 CT scan
 Ultrasonografi
DAFTAR PUSTAKA

Adhitya, A, Aisyah, S, & Maulida, N. 2012. Fraktur Mandibula [Internet]


Available from : < https://id.scribd.com/doc/307493992/FRAKTUR-
Mandibula> [Accessed 22 April 2019]
Barmadisatrio. 2014. Referat Fraktur Mandibula [Internet] Available from : <
https://id.scribd.com/doc/93714606/FRAKTUR-MANDIBULA> [Accessed
22 April 2019]
Mousavi, N & dkk. 2012. Blok DSP 7 Medical & Dental Emergency Fraktur
Mandibula [Internet] Available from : <
file:///D:/Bahan%20sidang/119754771-Fraktur-Mandibula.pdf> [Accessed
22 April 2019]
Puspitasari, G. 2015. Laporan Pendahuluan Fraktur Mandibula [Internet].
Available freom : < https://id.scribd.com/doc/298706403/lp-fraktur-
mandibula-doc> [Accessed 22 April 2019]
Sari, CC. 2011. Prevalensi Pasien Fraktur Mandibula Yang Dirawat DI RSUD
Dr. SAIFUL ANWAR MALANG Pada Tahun 2005-2010 [Internet]
Available from : <
file:///C:/Users/ADMIN/AppData/Local/Temp/Rar$DIa0.974/prevalensi-
pasien-fraktur-mandibula-yang-dirawat-di-rsud-dr-saiful-anwar-malang-
pada-tahun-penelitian-deskriptif-skripsi.pdf > [Accessed 22 April 2019]
Virgiyanti, W. S. 2014. Fraktur Mandibula [Internet]. Available from : <
https://www.academia.edu/6538627/Makalah_fraktur_mandibula>
[Accessed 22 April 2019]

Anda mungkin juga menyukai