OLEH:
Musrifah, S.Kep.
NIM 182311101066
Otot-otot Pengunyahan
Otot
Origo Insertio Fungsi
Persarafan
1. M. temporalis Os. Temporal Ujung dan Menutup
Nn. Temporales di bawah linea permukaan media rahang, bagian
profundi temporalis inferior proc. Coronoideus belakang,
(N. mandibularis) dan lembar dalam mandibula menarik balik RB
fascia temporalis (=retrusi)
2. M. masseter Arcus Pars superficialis: Menutup
M. massetericus zygomaticus angulus mandibula, rahang
(N. mandibularis) Pars tuberositas
superficialis: sisi masseterica.
bawah, dua Pars profunda:
pertiga bagian permukaan luar ramus
depan (bertendo) mandibula
Pars profunda:
sepertiga bagian
belakang,
permukaan dalam
3. M. pterygoideus Fossa Permukaan medial Menutup
medialis pterygoidea dan angulus mandibula, rahang
N. pterygoideus lamina lateralis tuberositas
medialis proc. Pterygoidei, pterygoidea
(N. mandibularis) sebagian proc.
Pyramidalis os.
Palatum
4. M. pterygoideus Caput superius: Fovea pterygoidea Menutup
lateralis permukaan luar (proc. Condilaris rahang dan
N. pterygoideus lamina lateralis mandibula), discus gerakan ke muka
lateralis proc. Pterygoidei, dan kapsul articulation (=protrusi) RB.
(N. mandibularis tuber maxillae temporomandibularis. Caput inferius:
Caput inferius membuka rahang
(asesoris): facies
temporalis (ala
major ossis
spenoidalis)
b. Pola Fraktur
Klasifikasi ini bedasarkan pola fraktur pada mandibular
1. Fraktur Tertutup/Simple Fraktur, terdiri dari satu garis fraktur yang
tidak berhubungan exterior. Contohnya frakktur pada ramus atau
condylus tanpa eksponansi jaringan sekitar daerah fraktur.
2. Fraktur Terbuka/Fraktur Compound, fraktur yang berhubungan
dengan lingkungan luar karena melibatkan mukosa, ligament
periodontal gigi, dan processus alveolar.
3. Greenstick Fraktur, fraktur ini sering terjadi pada anak-anak yang
mengakibatkan diskontiunitas tulang yang tidak lengkap. tidak ada
mobility antara proksimal dan fragmen distal
4. Comminuted Fraktur, fraktur yang terdiri dari multipel fragmen
tulang pada satu lokasi fraktur. Fraktur ini hasil dari tekanan yang
lebih besar dari simple fraktur.
5. Complex Fraktur, jenis injury yang menunjukan kerusakan struktur
yang berdekatan dengan tulang seperti pembuluh darah besar, saraf
dan sendi. Biasanya menunjukan kerusakan pada arteria inferior
alveolar, vena, dan saraf pada fraktur mandibula proximal ke foramen
mentale atau distal ke mandibula foramen
6. Telescope or Impacted Fraktur, tipe cedera yang jarang terjadi
pada mandibula, tetapi menunjukan satu fragmen tulang yang
terdorong ke satu fragment lainnya
7. Indirect Fraktur, fraktur ini muncul pada titik yang jauh dari lokasi
trauma. Contohnya fraktur condylar muncul pada fraktur symphysis.
8. Direct Fractur, fraktur yang muncul secara cepat berdekatan dengan
titiik kontak lokasi trauma
9. Pathology Fracture, fraktur hasil dari fungsi normal atau minimal
trauma pada tulang yang sudah lemah oleh patologis. Patologis ini
bisa muncul tepat di lokasi fraktur. Contohnya kista, atau metastatis
tumor.
10. Displaced Fraktur, fraktur bisa nondisplaced, deviated,
displaced.
11. Nondisplaced, fraktur linear dengan fragment proximal yang
mempertahankan relasi anatomisnya dengan fragment distal. Fraktur
deviasi, simple angulation pada processus condylus nyata pada relasi
fragment mandibular yang tersisa tanpa ada perkembangan dari jarak
atau tumpang tindih diantara dua segmen. Displacement, pergerakan
fragment condylus dengan relasi segmen mandibular pergerakan
lpada lokasi fraktur
12. Fraktur Dislokasi, dislokasi muncul ketika kepala condylus bergerak
pada fossa glenoidalis tanpa artikularis. Ketika berhubungan
dengan fraktur pada condylus, disebut fraktur dislokasi. Condylus
mandibula bisa juga dislokasi karena trauma tanpa melibatkan fraktur
pada condylusnya.
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu:
a. Perubahan oklusi
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi
harus menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada
oklusi dapat disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur
mandibula pada beberapa lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi.
Open bite anterior disebabkan karena fraktur bilateral pada kondilus atau
angulus mandibula dan fraktur maksilla dengan perpindahan inferior dari posterior
maksilla. Open bite posterior disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris
atau fraktur parasimfiseal. Open bite unilateral disebabkan oleh fraktur
parasimfiseal. Crossbite posterior disebabkan oleh fraktur kondilus dan midline
simfiseal. Oklusi retrognatik berhubungan dengan fraktur angulus atau kondilus.
Oklusi prognatik disebabkan oleh karena pergerakan berlebih dari TMJ. Contoh di
atas merupakan beberapa kelainan oklusi karena fraktur mandibula.
b. Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah
Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior dimana
nervus ini melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja
terjadi fraktur pada daerah distal foramen mandibula. Untuk memeriksa adanya
perubahan sensasi pada bibir bawah dan dagu, klinisian harus menggunakan
anesthesi.
c. Pergerakan Abnormal Mandibula
Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai pembukaan mulut
yang terbatas dan trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi karena fraktu
kondilaris karena ketidakseimbangan kerja pada otot pterigoideus lateralis.
Ketidakmampuan mandibula untuk membuka disebabkan karena fraktur ramus
yang mengenai prosessus koronoideus pada arkus zygomatikus atau depresi pada
fraktur arkus zygomatikus. Ketidakmampuan rahang untuk menutup disebabkan
oleh fraktur pada prosessus alveolaris, angulus, ramus atau simfisis karena kontak
prematur gigi.
d. Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula.
Walaupun kontur wajah tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa wajah
dan mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada bagian lateral
wajah mungkin disebabkan oleh fraktur corpus, angulus atau ramus. Tampilan
memanjang pada muka mungkin disebabkan oleh fraktur bilateral pada
subkondilar angulus atau corpus, asimetris wajah, merupakan tanda bagi klinisi
kemungkinan adanya fraktur mandibula. Jika ada deviasi dari bentuk U yang
normal pada kurva mandibula, adanya fraktur harus dicurigai.
e. Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis.
Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit atau mukosa secara
signifikan atau perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada
mandibula. Adanya luka harus diinspeksi secara hati-hati sebelum penutupan.
Arah dan tipe fraktur dapat dilihat melalui luka. Namun, klinisi perlu pemeriksaan
radiografi untuk mendiagnosis. Adanya kimosis pada dasar mulut
mengindikasikan terjadinya fraktur korpus mandibula atau fraktur simfiseal.
f. Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi.
Pemeriksaan pada gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosis
fraktur pada prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat dapat
menyebabkan fraktur gigi juga pada tulang yang mendasarinya. Fraktur gigi
multiple mengindikasikan bahwa rahang clenching akibat trauma. Klinisi harus
melakukan palpasi pada mandibula dengan menggunakan dua tangan dengan ibu
jari pada gigi dan jari lain pada mandibula dengan perlahan dan hati-hati.
g. Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor.
Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan rasa sakit merupakan
tanda-tanda sejak jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan
merupakan tanda-tanda primer dari dugaan adanya fraktur mandibula.
Pemeriksaan radiologis juga diperlukan untuk memperkuat diagnosa, beberapa
teknik foto yang bisa digunakan pada kasus fraktur mandibula ini antara lain,
panoramik, lateral oblique, posteroanterior, occlusal view, periaphical view,
reverse towne’s, foto TMJ, dan CT scan.
7. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh
karena perlukaan di kulit (Smelter & Bare, 2002). Sewaktu tulang patah
perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut
syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat
menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan
rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan
sindrom compartment (Smeltzer & Bare, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2002). Pasien yang harus
imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain: nyeri,
iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri
dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan
kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2012). Reduksi terbuka dan fiksasi interna
(ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku.
Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price & Wilson, 2006).
8. Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya
jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula
adalah infeksi atau osteomyelitis yang nantinya dapat menyebabkan berbagai
komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering
mengalami gangguan penyembuhan fraktur, baik itu malunion ataupun nonunion.
Keluhan yang diberikan dapat berupa rasa sakit dan tidak nyaman yang
berkepanjangan pada sendi rahang atau temporo mandibular joint oleh karena
perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini
tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot sekitar
wajah juga dapat memberikan respon nyeri (Kapil & Ronald, 2014).
Ada beberapa faktor resiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur
mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun
nonunion. Faktor resiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang
kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan
otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada
mandibula akan mengakibatkan asimetris wajah dan dapat juga disertai gangguan
fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan
osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula (Kapil
& Ronald, 2014).
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat
trauma. Posisi waktu kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat
menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada
maka kemungkinan fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita
harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis,
dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih
mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai,
keadaan kardiovaskuler maupun system respirasi, apakah penderita merupakan
penderita diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun
meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan
penggunaan obat-obat anastesi.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior,
diskrepensi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau
kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan
ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo et. Al.
2. Palpasi : nyeri tekan pada daerah fraktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi :
biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle
dan bila perlu dapat ditiadakan.
3. Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya
terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
4. Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus,
urinarius dan pelvis.
5. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur
yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperature kulit, pengembalian darah
ke kapiler.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk
pencitraan wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah
yang terganggu atau disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak dan tulang
servikal. Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto polos, scan, dan
pemeriksaan panoramic. Tapi pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan
lokasi serta luas fraktur adalah CT Scan. Pemeriksaan panoramic juga dapat
dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama antara pasien dan fasilitas
pemeriksaan yang memadai.
d. Studi Imaging
Penelitian radiologis yang paling informative digunakan dalam mendiagnosis
fraktur mandibula adalah radiograf panoramic.
1. Panoramic menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam
satu radiograf.
2. Panoramic membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan
melihat secara detai area TMJ, simfisis dan gigi/ daerah prosesus alveolar.
3. Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan
periapikal dapat membantu.
4. Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angulus, fraktur pada
corpus posterior. Bagian kondilus. Bicuspid dan daerah simfisis seringkali
tidak jelas.
5. Tampilan oklusal mandibula menujukkan perbedaan di posisi tengah dan
lateral fraktur body.
6. Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial
atau lateral ramus, sudut, tubuh atau fraktur simfisis.
10. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan
seperti jalan nafas atau airway, pernafasan atau breathing, sirkulasi darah
termasuk penanganan syok atau circulation, penanganan luka jaringan lunak dan
imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap
kedua adalah penanganan fraktur secara definitif. Penanganan fraktur mandibula
secara umum dibagi menjadi dua metoda yaitu reposisi tertutup dan terbuka. Pada
reposisi tertutup atau konservatif , reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula
dicapai dengan menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular. Reposisi
terbuka bagian yang fraktur dibuka dengan pembedahan, segmen direduksi dan
difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat atau plat yang disebut wire
atau plate osteosynthesis. Teknik terbuka dan tertutup tidak selalu dilakukan
tersendiri, tetapi kadangkadang dikombinasi. Pendekatan ketiga adalah merupakan
modifikasi dari teknik terbuka yaitu metode fiksasi skeletal eksternal. Pada
penatalaksanaan fraktur mandibula selalu diperhatikan prinsip-prinsip dental dan
ortopedik sehingga daerah yang mengalami fraktur akan kembali atau mendekati
posisi anatomis sebenarnya dan fungsi mastikasi yang baik. Reposisi tertutup
(closed reduction) patah tulang rahang bawah yaitu, penanganan konservatif
dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis fraktur dan
melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau eksternal pin fixation.
Indikasi untuk closed reduction antara lain: a. fraktur komunitif selama
periosteum masih utuh sehingga dapat diharapkan kesembuhan tulang, b. fraktur
dengan kerusakan soft tissue yang cukup berat dimana rekontruksi soft tissue
dapat digunakan rotation flap dan free flap bila luka tersebut tidak terlalu besar. c.
edentulous mandibula, d. fraktur pada anak-anak, e. fraktur condylus. Tehnik yang
digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed reduction adalah fiksasi
intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur daerah condylus
dan 4-6 minggu pada daerah lain dari mandibula. Keuntungan dari reposisi
tertutup adalah lebih efisien, angka komplikasi lebih rendah dan waktu operasi
yang lebih singkat. Tehnik ini dapat dikerjakan di tingkat poliklinis. Kerugiannya
meliputi fiksasi yang lama, gangguan nutrisi, resiko ankilosis TMJ atau
temporomandibular joint dan masalah airway.4,9,12 Beberapa teknik fiksasi
intermaksiler antara lain: (John & Lary, 2006).
a. Teknik eyelet atau ivy loop P
Penempatan ivy loop menggunakan kawat 24-gauge antara dua gigi yang
stabil dengan menggunakan kawat yang lebih kecil untuk memberikan fiksasi
maksilomandibular (MMF) antara loop ivy. Keuntungan teknik ini, bahan mudah
didapat dan sedikit menimbulkan kerusakan jaringan periodontal serta rahang
dapat dibuka dengan hanya mengangkat ikatan intermaksilaris. Kerugiannya
kawat mudah putus waktu digunakan untuk fiksasi intermaksiler (John & Lary,
2006).
Gambar. Teknik Eyelet atau Ivy Loop
b. Teknik arch bar
Indikasi pemasangan arch bar adalah gigi kurang atau tidak cukup untuk
pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila dan didapatkan fragmen
dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai dengan
lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris. Keuntungan
penggunaan arch bar adalah mudah didapat, biaya murah, mudah adaptasi dan
aplikasinya. Kerugiannya ialah menyebabkan keradangan pada ginggiva dan
jaringan periodontal, tidak dapat digunakan pada penderita dengan edentulous
luas (John & Lary, 2006).
FRAKTUR MANDIBULA
Ketidakefektifan
perfusi jaringan Nyeri akut
perifer
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian primer:
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
- kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
- Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
- Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
- Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
- Tachikardi
- Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
- Cailary refil melambat
- Pucat pada bagian yang terkena
- Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
- Kesemutan
- Deformitas, krepitasi, pemendekan
- kelemahan
d. Kenyamanan
- nyeri tiba-tiba saat cidera
- spasme/ kram otot
e. Keamanan
- laserasi kulit
- perdarahan
- perubahan warna
- pembengkakan lokal
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d Agen cidera fisik
b. Kerusakan Integritas Jaringan b/d Faktor mekanik (misal:koyakan/robekan)
c. Defisien Volume Cairan Dalam Tubuh b/d hilangannya volume cairan secara
aktif
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d rasa nyeri
e. Defisit perawatan diri : makan b/d gangguan muskuloskeletal
No Diagnosa
Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 NIC: Manajemen Nyeri (1400)
Agen cidera jam pasien menunjukkan hasil: a. Lakukan pengkajian nyeri secara
fisik komprehensif yang meliputi lokasi,
Kepuasan Klien: Menejemen Nyeri (3016) karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
A Tujuan kualitas, intensitas beratnya nyeri dan
No. Indikator
wal 1 2 3 4 5 faktor pencetus;
1 Nyeri terkontrol 3 √ b. Observasi adanya petunjuk nonverbal
2 Tingkat nyeri 3 √ mengalami ketidaknyamanan terutama
Mengambil pada mereka yang tidak dapat
3 tindakkan untuk : 3 √ berkomunikasi secara edektif
mengurangi nyeri c. Gunakan strategi komunikasi terapuetik
Mengambil untuk mengetahui pengalaman nyeri dan
tindakkan untuk : sampaikan penerimaan pasien terhadap
4 1 √ nyeri
memberi
kenyamanan d. Gali pengetahuan dan kepercayaan
Pendekatan pasien mengenai nyeri
5 preventif menejemen 3 √ e. Ajarkan prinsip-prinsip menejemen nyeri
nyeri f. Kolaborasi pemberian analgesik guna
Menejemen nyeri pengurangi nyeri
6 2 √
sesuai budaya budaya
Keterangan: NIC: Monitor Tanda-tanda Vital
1. Keluhan ekstrime (6680)
2. Keluhan berat a. Monitor Tekanan Darah , Nadi,
3. Keluhan sedang Respirasi dan Suhu
b. Monitoring tekanan darah setelah
4. Keluhan ringan pasien meminum obat
5. Tidak ada keluhan c. Monitoring dan laporkan tanda dan
gejala hipotermia dan hiperternia
3 Kekurangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 NIC: Manajemen Elektrolit (2000)
Volume Cairan jam pasien menunjukkan hasil: a. Monitor nilai serum elektrolit yang
Dalam Tubuh abnormal
b/d Keseimbangan Cairan: b. Monitor manifestasi ketidakseimbangan
hilangannya No Indikator Aw Tujuan elektrolit
volume cairan al 1 2 3 4 5 c. Pertahankan pemberian cairan IV berisi
secara aktif 1. Hipotensi ortostatik 2 √ elektrolit dengan laju yang lambat
2 Suara nafas adventif 2 √ d. Berikan diet sesuai dengan kondisi
3 Asites 3 √ pasien (kaya potasium, rendah sodium,
4 Distensi vena leher 2 √ dan makanan rendah karbohidrat)
5 Edema perifer 3 √ e. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
Bola mata cekung jenis, penyebab, dan pengobatan apabila
6 2 √ terdapat ketidakseimbangan elektrolit,
dan lembek
7 Konfusi 4 √ yang sesuai
8 Kehausan 3 √
9 Kram otot 2 √ NIC : Monitor Cairan (4130)
10 Pusing 3 √ a. Tentukan jumlah clan jenis intake/
asupan cairan serta kebiasaan
Keterangan:
b. eliminasi
1. Keluhan berat
c. Tentukan faktor-faktor risiko yang
2. Keluhan cukup berat
mungkin menyebabkan
3. Keluhan sedang
ketidakseimbangan cairan (misalnya,
4. Keluhan ringan
kehilangan albumin, Iuka bakar,
5. Tidak ada keluhan
malnutrisi, sepsis, sindrom nefrotik,
hipertermia, terapi diuretik, patologi
ginjal, gaga! jantung, diaforesis,
Hidrasi
disfungsi
Aw Tujuan
No. Indikator d. hati, olahraga berat, paparan panas,
al 1 2 3 4 5
infeksi, paska operasi,
1 Turgor kulit 2 √
e. poliuria, muntah, clan diare)
Membran mukosa
2. 2 √ f. Tentukan apakah pasien mengalami
lembab kehausan atau gejala perubahan cairan
3. Intake cairan 3 √ (misalnya, pusing, sering berubah
4. Output urin 2 √
5. Serum sodium 3 √ pikiran,
6. Perfusi jaringan 2 √ g. melamun, ketakutan, mudah
7. Fungsi kognisi 4 √ tersinggung, mual, berkedut)
8. Haus 3 √ h. Periksa isi ulang kapiler dengan
9 Warna urin keruh 2 √ memegang tangan pasien pada tinggi
Bola mata cekung yang sama seperti jantung clan menekan
10 3 √ jari tengah selama lima detik, lalu
clan lunak
11 Fontanel cekung 2 √ lepaskan tekanan clan hitung waktu
Penurunan tekanan sampai jarinya kembali merah (yaitu,
12 2 √ hams kurang dari 2detik)
darah
Nadi cepat clan i. Periksa turgor kulit dengan memegang
13 2 √ jaringan sekitar tulang seperti tangan
lemah
Peningkatan atau tulang kering, mencubit kulit
14 2 √ dengan lembut, pegang dengan kedua
hematocrit
Peningkatan nitrogen tangan clan lepaskan (di mana, k•1lit
15 ureum darah/ blood 2 √ akan turun kembali dengan cepat jika
urea nitrogen (BUN) pasien terhidrasi dengan baik)
j. Monitor berat badan
Kehilangan berat
16 2 √ k. Monitor asupan clan pengeluaran
badan
l. Monitor nilai kadar serum clan
17 Otot tegang 2 √
elektrolit urin
18 Otot berkedut 2 √
m. Monitor kadar serum albumin clan
19 Diare 2 √
protein total
Peningkatan suhu n. Monitor kadar serum clan osmolalitas
20 tubuh 2 √ urin
o. Monitor tekanan darah, denyut jantung,
clan status pernapasan
p. Monitor tekanan darah ortostatik clan
perubahan irama jantung, dengan tepat
q. Monitor parameter hemodinamik
invasif
r. Catat dengan akurat asupan clan
pengeluaran (misalnya, asupan oral,
asupan pipa makanan, asupan IV,
antibiotik, cairan yang diberikan dengan
obat-obatan, tabung nasogastrik (NG),
saluran air, muntah, tabung dubur,
pengeluaran kolostomi, clan air seni)
s. Cek kembali asupan clan pengeluaran
pada semua pasien dengan terapi
intravena, infus subkutan, makanan
enteral, tabung NGT, kateter urin,
muntah, diare, drainase Iuka, drainase
dada, clan kondisi medis yang
mempengaruhi kese
t. imbangan cairan (misalnya, gagal
jantung, gagal ginjal, malnutrisi, Iuka
bakar, sepsis)
u. Rekam inkontinensia pada pasien yang
membutuhkan asupan clan pengeluaran
akurat
v. Perbaiki alat medis yang bermasalah
(misalnya, kateter tertekuk atau
terblokir) pada pasien yang mengalami
berhenti mendadak mengeluarkan urin
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 NIC : Manajemen Asam Basa ( 1910)
perfusi jaringan jam pasien menunjukkan hasil : a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b/d rasa nyeri Perfusi Jaringan Perifer (0407) b. Posisikan klien untuk mendapatkan
N Tujuan ventilasi yang adekuat (misalnya
Indikator Awal
o. 1 2 3 4 5 membuka jalan nafas dan menaikkan
Pengisian Kapiler posisi kepala di tempat tidur)
1. 3 √ c. Pertahankan kepatenan akses selang
Dikaki
Suhu kulit ujung kaki IV
2. 3 √ d. Monitor kecenderungan pH arteri,
dan tangan
Bruit di ujung kaki dan PaCO, dan HC03 dalam rangka
3. 3 √ mempertimbangkan jenis
tangan
4. Edema perifer 1 √ ketidakseimbangan yang terjadi
Keterangan: (misalnya, respiratorik atau
1. Keluhan berat metabolik) dan kompensasi
2. Keluhan cukup berat mekanisme fisiologis yang terjadi
3. Keluhan sedang (misalnya, kompensasi paru atau
4. Keluhan ringan ginjal dan penyangga
5. Tidak ada keluhan fisiologis/physiological buffers)
e. Pertahankan pemeriksaan berkala
Tanda-tanda vital (0802) terhadap pH arteri dan plasma
N Tujuan elektrolit untuk membuat
Indikator Awal perencanaan perawatan yang akurat
o. 1 2 3 4 5
1. Suhu 3 √ f. Monitor gas darah arteri (ABGs),
2. Irama pernafasan 3 √ level serum serta urin elektrolit jika
diperlukan
3. Tekanan nadi 3 √
4. Kedalaman inspirasi 1 √ NIC : Manajemen Cairan (1030
a. Monitor status pasien
b. Jaga intake/asupan yang akurat dan
catat output [pasien]
c. Monitor status hidrasi (misalnya,
membran mukosa lembab, denyut
nadi adekuat, dan tekanan darah
ortostatik)
d. Monitor status hemodinamik,
termasuk CVP, MAP, PAP, dan
PCWP, jika ada
e. Monitor tanda tanda vital pasien
f. Kaji lokasi dan luasnya edema, jika
ada
g. Monitor makanan/cairan yang
dikonsumsi dan hitung asupan kalori
harian
h. Tingkatkan asupan oral (misalnya,
memberikan sedotan, menawarkan
cairan di antara waktu makan,
mengganti air es secara rutin,
menggunakan es untuk jus favorit
anak, potongan gelatin ke dalarn
kotak yang menyenangkan,
menggunakan cangkir obat kecil),
yang sesuai
i. Dukung pasien dan keluarga untuk
membantu dalarn pemberian makan
dengan baik
j. Konsultasikan dengan dokter jika
tanda-tanda dan gejala kelebihan
volume cairan menetap atau
memburuk
5 Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 NIC: bantuan perawatan diri :
perawatan diri : jam pasien menunjukkan hasil : pemberian makan (1803)
makan b/d Perawatan Diri: Makan (0303) a. Monitor kemampuan pasien
gangguan No Tujuan untuk menelan
Indikator Awal
muskuloskeleta . 1 2 3 4 5 b. Identifikasi diet yang disarankan
l Menyiapkan makanan c. Pastikan posisi yang tepat untuk
1. 3 √ memfasilitasi mengunyah dan
yang akan disantap
Membuka tutup menelan
2. 3 √ d. Berikan bantuan fisik yang sesuai
makanan
3. Memotong makanan 3 √ e. Berikan makanan dengan suhu
Menggunakan alat yang sesuai
4. 1 √ f. Sediakan makanan dan minuman
makan
Menaruh makanan yang disukai dengan tepat
5. 3 √ g. Berikan penurun nyeri yang
pada alat makan
Mengambil cangkir cukup sebelum makan dengan
6. 2 √ tepat
atau gelas
Memasukkan h. Monitor berat badan pasien
7. makanan ke mulut 4 √ dengan tepat
dengan jari i. Monitor status hidrasi pasien
Memasukkan dengan tepat
8. makanan ke mulut 3 √ j. Berikan penanda sesering
dengan sendok mungkin dengan pengawasan
Memasukkan ke ketat dengan tepat
9. mulut dengan 3 √
peralatan (makan)
10. Minum gelas dengan 2 √ NIC: pemberian makanan (1050)
cangkir a. Identifikasi rekleks menelan jika
Menghabiskan di perlukan
11. 2 √ b. Duduk saat memberikan makan
makanan
untuk menunjukan perasaan
senang dan rileks
c. Tawarkan kesempatan mencium
makanan untuk menstimulasi
nafsu makan
d. Tanyakan pasien makanan yang
di sukai pasien
e. Catat asupan dengan cepat
f. Sediakan cemilan yang sesuai
g. Cek sisa makanan dalam mulut
pada saat selesai makan
h. Cuci muka dan tangan setelah
makan
i. Dorong keluarga untuk menyuapi
pasien
3. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
4. Discharge Planning
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa discharge planning untuk
pasien fraktur adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan masukan cairan
b. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
c. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
d. Kontrol sesuai jadwal
e. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada
keluhan
f. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
g. Hindari trauma ulang
h. Melakukan terapi latihan untuk pemulihan pasca pembedahan
DAFTAR PUSATAKA
Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Barrera J. E, Baluella T. G. 2010. Mandibular Angle Fractuires: Treatman
Brunner & Suddart, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J.(2012).Diagnosis keperawatan : Bukusaku / Lynda juall
Carpenitomoyet; alihbahasa, Fruriolina Ariani, EstuTiar; editor
edisibahasa Indonesia, Ekaanisa Mardela … [et al] – Edisi 13 – Jakarta :
EGC
Pedersen. Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulu. Alih Bahasa
Purwanto dan Basoeseno. Cetakan 1. Jakarta: EGC
Price S.A dan Wilson, Lorraine M. C, 2006, Patofisiologi clinical concept of
Desiase process, Edisi 6, vol 2, alih bahasa Brahm u, EGC : Jakarta
meltzer & Bare. (2002). Buku AjarKeperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth Vol 2. Jakarta : EGC
Watson, R. 2001. Anatomi dan Fisiologi: untuk perawat. Jakarta:EGC