Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR


MANDIBULA DI RUANG 18 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL
ANWAR MALANG

OLEH:
Karina Bariroh, S.Kep.
NIM 182311101058

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
NOVEMBER, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fraktur


Mandibula di Ruang 18 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan di sahkan
pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang 18 RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang, Desember 2018

Mahasiswa

Karina Bariroh, S.Kep


NIM 182311101058

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Bedah Ruang 18
FKep Universitas Jember RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

(Ns. Baskoro Setioputro, S.Kep., M.Kep) (Ns. Maria Christiana, S.Kep)


NIP. 19830505 200812 1 004 NIP. 19680625 198902 2 001
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN FRAKTUR MANDIBULA
Oleh : Karina Bariroh, S.Kep

Konsep Teori Fraktur Mandibula


1. Anatomi Fisiologi
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai
tempat menempelnya gigi-geligi. Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan
adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot-otot pengunyahan.
Mandibula terdiri dari korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Korpus
mandibula bertemu dengan ramus masing-masing sisi pada angulus mandibula. Pada
permukaan luar digaris tengah korpus mandibula terdapat sebuah rigi yang
menunjukkan garis fusi dari kedua belahan selama perkembangan, yaitu simfisis
mandibula.
Korpus mandibula pada orang dewasa mempunyai processus alveolaris yang
ditandai adanya penonjolan di permukaan luar, sedangkan pada orang tua yang giginya
telah tanggal processus alveolaris mengalami regresi. Bagian depan dari korpus
mandibula terdapat protuberantia mentale yang meninggi pada tiap-tiap sisi
membentuk tuberculum mentale. Bagian permukaan luar di garis vertical premolar
kedua terdapat foramen mentale. Bagian posterior korpus mandibula mempunyai dua
processus yaitu processus coronoideus anterior yang merupakan insersio otot
pengunyahan dan processus condylaris bagian posterior yang berhubungan langsung
dengan sendi temporo mandibular. Permukaan dalam ramus mandibula terdapat
foramen mandibula yang masuk ke dalam kanalis mandibula, sedangkan permukaan
korpus mandibula terbagi oleh peninggian yang miring disebut linea mylohyoidea
(Platzer, 1997).
Mandibula dipersarafi oleh 3 cabang nervus yaitu N. Bucalis Longus, N.
Lingualis, dan N. Alveolaris inferior. Nervus mandibularis merupakan cabang terbesar,
yang keluar dari ganglion Gasseri. Saraf keluar dari cranium melalui foramen ovale,
dan bercabang menjadi tiga percabangan.
a. N. Buccalis Longus
N. buccalis longus keluar tepat di luar foramen ovale. Saraf berjalan di antara kedua
caput m. pterygoideus externus, menyilang ramus untuk kemudian masuk ke pipi
melalui m. buccinators, di sebelah bukal gigi molar ketiga atas. Cabang-cabang
terminalnya menuju membrane mukosa bukal dan mukoperiosteum di sebelah
lateral gigi-gigi molar atas dan bawah.
b. N. Lingualis
Nervus Lingualis cabang berikut berjalan ke depan menuju garis median. Saraf
berjalan ke bawah superficial dari m. Pterygoideus internus berlanjut ke lingual
apeks gigi molar ketiga bawah. Pada titik ini saraf masuk ke dalam basis lingual
melalui dasar mulut dan menginervasi duapertiga anterior lidah, mengeluarkan
percabangan untuk menginervasi mukoperiosteum dan membrana mukosa lingual.
c. N. Alveolaris Inferior
N. alveolaris Inferior adalah cabang terbesar dari n. Mandibularis. Saraf turun balik
dari m. Pterygoideus externus, disebelah posterior dan dibagian luar n. lingualis,
berjalan antara ramus mandibula dan ligamentum sphenomandibularis. Bersama-
sama dengan arteri alveolaris inferior saraf berjalan terus di dalam canalis
mandibula dan mengeluarkan percabangan untuk gigi-geligi. Pada foramen
mentale saraf bercabang menjadi dua salah satunya adalah nervus incicivus yang
berjalan terus ke depan menuju garis median sementara nervus mentalis
meninggalkan foramen untuk mempersarafi kulit. Cabang-cabang dari nervus
alveolaris inferior adalah :
1) N. mylohyoideus adalah cabang motorik dari n. alveolaris inferior dan
didistribusikan ke m. Mylohyoideus, dan venter anterior dan m. Digastrici yang
terletak di dasar mulut.
2) Rami dentalis brevis menginervasi gigi molar, premolar, proc. alveolaris, dan
periosteum
3) N. mentalis lekuar melalui foramen mentale untuk menginervasi kulit dagu,
kulit dan membrana mukosa labium oris inferior
4) N. incisivus mengeluarkan cabang-cabang kecil menuju gigi insisivus sentral,
lateral dan caninus

Otot-otot Pengunyahan
Otot
Origo Insertio Fungsi
Persarafan
1. M. temporalis Os. Temporal Ujung dan Menutup
Nn. Temporales di bawah linea permukaan media rahang, bagian
profundi temporalis inferior proc. Coronoideus belakang, menarik
(N. mandibularis) dan lembar dalam mandibula balik RB
fascia temporalis (=retrusi)
2. M. masseter Arcus Pars superficialis: Menutup
M. massetericus zygomaticus angulus mandibula, rahang
(N. mandibularis)
Pars tuberositas
superficialis: sisi masseterica.
bawah, dua pertiga Pars profunda:
bagian depan permukaan luar ramus
(bertendo) mandibula
Pars profunda:
sepertiga bagian
belakang,
permukaan dalam
3. M. pterygoideus Fossa Permukaan medial Menutup
medialis pterygoidea dan angulus mandibula, rahang
N. pterygoideus lamina lateralis tuberositas
medialis proc. Pterygoidei, pterygoidea
(N. mandibularis) sebagian proc.
Pyramidalis os.
Palatum
4. M. pterygoideus Caput superius: Fovea pterygoidea Menutup
lateralis permukaan luar (proc. Condilaris rahang dan
N. pterygoideus lamina lateralis mandibula), discus dan gerakan ke muka
lateralis proc. Pterygoidei, kapsul articulation (=protrusi) RB.
(N. mandibularis tuber maxillae temporomandibularis. Caput inferius:
Caput inferius membuka rahang
(asesoris): facies
temporalis (ala
major ossis
spenoidalis)
2. Pengertian Fraktur Mandibula
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan otot dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap (Price dan Wilson, 2006). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian.
(Muttaqin, Arif. 2008). Mandibula adalah tulang rahang bawah, tulang yang tidak
teratur dan merupakan satu-satunya tulang kepala yang dapat bergerak (Watson,2002).
Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibula yang dapat
disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.

3. Epidemiologi Fraktur Mandibula


Fraktur pada midface seringkali terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
terjatuh, kekerasan dan akibat trauma benda tumpul lainnya. Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Rowe da Killey pada tahun 1995, rasio antara fraktur mandibula dan
maksila melebihi 4:1. Dari data penelitian retrospektif Sunarto Reksoprawiro tahun
2001-2005 pada penderita yang dirawat di SMF Ilmu Bedah RSU DR. Soetomo,
Surabaya menunjukkan bahwa penderita fraktur maksilofasial akibat kecelakaan lalu
lintas pada pengendara sepeda motor lebih banyak dijumpai pada laki-laki usia
produktif, yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38%. Kejadian fraktur mandibula dan
maksila menempati urutan terbanyak yaitu masingmasing sebesar 29,85%, disusul
fraktur Zigoma 27,64% dan fraktur nasal 12,66%. Sedangkan menurut hasil penelitian
Ajike dkk, didapatkan bahwa fraktur maksilofasial akibat kecelakaan lalu lintas pada
pengendara sepeda motor lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan
dengan rasio 3,7:1. Dengan kejadian terbanyak adalah fraktur mandibula sebesar 75%,
fraktur sepertiga wajah tengah sebesar 25% serta fraktur kombinasi maksilofasial 12%.
4. Klasifikasi Fraktur
Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan sesuai dengan lokasi anatomisnya dan
pola frakturnya.
a. Lokasi Anatomi / Anatomi Located
1. Fraktur Dentoalveolar
Semua fraktur yang terbatas pada tooth-bearing area mandibula tanpa
gangguan pada underlying osseus structure.
2. Fraktur Symphysis
Fraktur pada regio incisivus mandibula yang memanjang dari processus alveolar
ke batas inferior secara vertical.
3. Fraktur Parasymphysis
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal incisivus lateral
mandibula dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
4. Fraktur Body Mandibula
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal molar kedua dan
memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
5. Fraktur Angle
Fraktur distal ke molar kedua yang memanjang dibentuk dari titik temu body
dan ramus mandibula pada retromolar area dengan titik yang dibentuk dari titik
inferior body mandibula dan posterior border ramus mandibula.
6. Fraktur Ascending Ramus
Fraktur yang dibetntuk dari garis fraktur yang memanjang secara horizontal
melewati anterior-posterior ramus mandibula atau garis fraktur yang memanjang
secara vertikal dari sigmoid notch ke batas inferior mandibular
7. Fraktur Processus Condylus
Fraktur yang memanjang dari sigmoid notch ke posterior border ramus
mandibula sepanjang aspect superior ramus; atau fraktur yang melibatkan condylus
bisa diklasifikasikan menjadi extracapsular atau intracapsular, tergantung dari
relasi fraktur dan capsular attachment.
b. Pola Fraktur
Klasifikasi ini bedasarkan pola fraktur pada mandibular
1. Fraktur Tertutup/Simple Fraktur, terdiri dari satu garis fraktur yang tidak
berhubungan exterior. Contohnya frakktur pada ramus atau condylus tanpa
eksponansi jaringan sekitar daerah fraktur.
2. Fraktur Terbuka/Fraktur Compound, fraktur yang berhubungan dengan
lingkungan luar karena melibatkan mukosa, ligament periodontal gigi, dan
processus alveolar.
3. Greenstick Fraktur, fraktur ini sering terjadi pada anak-anak yang mengakibatkan
diskontiunitas tulang yang tidak lengkap. tidak ada mobility antara proksimal dan
fragmen distal
4. Comminuted Fraktur, fraktur yang terdiri dari multipel fragmen tulang pada
satu lokasi fraktur. Fraktur ini hasil dari tekanan yang lebih besar dari simple
fraktur.
5. Complex Fraktur, jenis injury yang menunjukan kerusakan struktur yang
berdekatan dengan tulang seperti pembuluh darah besar, saraf dan sendi. Biasanya
menunjukan kerusakan pada arteria inferior alveolar, vena, dan saraf pada fraktur
mandibula proximal ke foramen mentale atau distal ke mandibula foramen
6. Telescope or Impacted Fraktur, tipe cedera yang jarang terjadi pada
mandibula, tetapi menunjukan satu fragmen tulang yang terdorong ke satu fragment
lainnya
7. Indirect Fraktur, fraktur ini muncul pada titik yang jauh dari lokasi trauma.
Contohnya fraktur condylar muncul pada fraktur symphysis.
8. Direct Fractur, fraktur yang muncul secara cepat berdekatan dengan titiik kontak
lokasi trauma
9. Pathology Fracture, fraktur hasil dari fungsi normal atau minimal trauma pada
tulang yang sudah lemah oleh patologis. Patologis ini bisa muncul tepat di lokasi
fraktur. Contohnya kista, atau metastatis tumor.
10. Displaced Fraktur, fraktur bisa nondisplaced, deviated, displaced.
11. Nondisplaced, fraktur linear dengan fragment proximal yang mempertahankan
relasi anatomisnya dengan fragment distal. Fraktur deviasi, simple angulation
pada processus condylus nyata pada relasi fragment mandibular yang tersisa tanpa
ada perkembangan dari jarak atau tumpang tindih diantara dua segmen.
Displacement, pergerakan fragment condylus dengan relasi segmen mandibular
pergerakan lpada lokasi fraktur
12. Fraktur Dislokasi, dislokasi muncul ketika kepala condylus bergerak pada fossa
glenoidalis tanpa artikularis. Ketika berhubungan dengan fraktur pada
condylus, disebut fraktur dislokasi. Condylus mandibula bisa juga dislokasi
karena trauma tanpa melibatkan fraktur pada condylusnya.

5. Etiologi Fraktur Mandibula


Benturan yang keras pada wajah dapat menimbulkan fraktur mandibula. Toleransi
mandibula terhadap benturan lebih tinggi daripada tulang-tulang wajah yang lain.
Fraktur mandibula lebih sering terjadi daripada fraktur tulang wajah yang lain karena
bentuk mandibula yang menonjol sehingga sensitif terhadap benturan. Pada umumnya
fraktur mandibula disebabkan oleh karena trauma langsung. Fraktur mandibula dapat
disebabkan oleh trauma maupun proses patologik. Menurut Kruger, 69% dari fraktur
mandibula disebabkan oleh kekerasan fisik, 27% kecelakaan, 2% karena olahraga dan
4% faktor patologik, sedangkan fraktur patologis dapat disebabkan oleh kista, tumor
tulang, osteogenesis imperfekta, osteomielitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang
(Vera & Chusnul, 2014).

6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu:
a. Perubahan oklusi
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi harus
menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada oklusi
dapat disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur mandibula pada
beberapa lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi. Open bite anterior
disebabkan karena fraktur bilateral pada kondilus atau angulus mandibula dan fraktur
maksilla dengan perpindahan inferior dari posterior maksilla. Open bite posterior
disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris atau fraktur parasimfiseal. Open bite
unilateral disebabkan oleh fraktur parasimfiseal. Crossbite posterior disebabkan oleh
fraktur kondilus dan midline simfiseal. Oklusi retrognatik berhubungan dengan fraktur
angulus atau kondilus. Oklusi prognatik disebabkan oleh karena pergerakan berlebih
dari TMJ. Contoh di atas merupakan beberapa kelainan oklusi karena fraktur
mandibula.
b. Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah
Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior dimana nervus ini
melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja terjadi fraktur
pada daerah distal foramen mandibula. Untuk memeriksa adanya perubahan sensasi
pada bibir bawah dan dagu, klinisian harus menggunakan anesthesi.
c. Pergerakan Abnormal Mandibula
Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai pembukaan mulut yang
terbatas dan trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi karena fraktu kondilaris
karena ketidakseimbangan kerja pada otot pterigoideus lateralis. Ketidakmampuan
mandibula untuk membuka disebabkan karena fraktur ramus yang mengenai prosessus
koronoideus pada arkus zygomatikus atau depresi pada fraktur arkus zygomatikus.
Ketidakmampuan rahang untuk menutup disebabkan oleh fraktur pada prosessus
alveolaris, angulus, ramus atau simfisis karena kontak prematur gigi.
d. Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula.
Walaupun kontur wajah tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa wajah dan
mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada bagian lateral wajah
mungkin disebabkan oleh fraktur corpus, angulus atau ramus. Tampilan memanjang
pada muka mungkin disebabkan oleh fraktur bilateral pada subkondilar angulus atau
corpus, asimetris wajah, merupakan tanda bagi klinisi kemungkinan adanya fraktur
mandibula. Jika ada deviasi dari bentuk U yang normal pada kurva mandibula, adanya
fraktur harus dicurigai.
e. Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis.
Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit atau mukosa secara signifikan
atau perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada mandibula. Adanya luka
harus diinspeksi secara hati-hati sebelum penutupan. Arah dan tipe fraktur dapat dilihat
melalui luka. Namun, klinisi perlu pemeriksaan radiografi untuk mendiagnosis.
Adanya kimosis pada dasar mulut mengindikasikan terjadinya fraktur korpus
mandibula atau fraktur simfiseal.
f. Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi.
Pemeriksaan pada gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosis fraktur
pada prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat dapat menyebabkan
fraktur gigi juga pada tulang yang mendasarinya. Fraktur gigi multiple
mengindikasikan bahwa rahang clenching akibat trauma. Klinisi harus melakukan
palpasi pada mandibula dengan menggunakan dua tangan dengan ibu jari pada gigi dan
jari lain pada mandibula dengan perlahan dan hati-hati.
g. Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor.
Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan rasa sakit merupakan tanda-
tanda sejak jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan merupakan tanda-
tanda primer dari dugaan adanya fraktur mandibula. Pemeriksaan radiologis juga
diperlukan untuk memperkuat diagnosa, beberapa teknik foto yang bisa digunakan
pada kasus fraktur mandibula ini antara lain, panoramik, lateral oblique,
posteroanterior, occlusal view, periaphical view, reverse towne’s, foto TMJ, dan CT
scan.

7. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka
bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan
di kulit (Smelter & Bare, 2002). Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah
fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan
aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah
atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di
tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan
syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment
(Smeltzer & Bare, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan
pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2002). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah
tulang akan menderita komplikasi antara lain: nyeri, iritasi kulit karena penekanan,
hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito,
2012). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada
jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Wilson, 2006).

8. Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya
jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah
infeksi atau osteomyelitis yang nantinya dapat menyebabkan berbagai komplikasi
lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan
penyembuhan fraktur, baik itu malunion ataupun nonunion. Keluhan yang diberikan
dapat berupa rasa sakit dan tidak nyaman yang berkepanjangan pada sendi rahang atau
temporo mandibular joint oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara
sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot
pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri (Kapil &
Ronald, 2014).
Ada beberapa faktor resiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur
mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun nonunion.
Faktor resiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik,
kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak
menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan
mengakibatkan asimetris wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-
kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat
untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula (Kapil & Ronald, 2014).

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat trauma. Posisi
waktu kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan
tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkinan
fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah
ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis, dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih
mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai, keadaan
kardiovaskuler maupun system respirasi, apakah penderita merupakan penderita
diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat
lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan penggunaan obat-obat
anastesi.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior, diskrepensi,
rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau kebiruan, pada
luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan ditentukan menurut
derajatnya menurut klasifikasi Gustillo et. Al.
2. Palpasi : nyeri tekan pada daerah fraktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi : biasanya
penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle dan bila perlu
dapat ditiadakan.
3. Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya
terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
4. Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus,
urinarius dan pelvis.
5. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur yang
berupa pulsus arteri, warna kulit, temperature kulit, pengembalian darah ke kapiler.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk
pencitraan wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah yang
terganggu atau disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak dan tulang servikal.
Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto polos, scan, dan pemeriksaan
panoramic. Tapi pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta luas
fraktur adalah CT Scan. Pemeriksaan panoramic juga dapat dilakukan, hanya saja
diperlukan kerja sama antara pasien dan fasilitas pemeriksaan yang memadai.

d. Studi Imaging
Penelitian radiologis yang paling informative digunakan dalam mendiagnosis
fraktur mandibula adalah radiograf panoramic.
1. Panoramic menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam satu
radiograf.
2. Panoramic membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan melihat
secara detai area TMJ, simfisis dan gigi/ daerah prosesus alveolar.
3. Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan
periapikal dapat membantu.
4. Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angulus, fraktur pada
corpus posterior. Bagian kondilus. Bicuspid dan daerah simfisis seringkali tidak
jelas.
5. Tampilan oklusal mandibula menujukkan perbedaan di posisi tengah dan lateral
fraktur body.
6. Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial atau
lateral ramus, sudut, tubuh atau fraktur simfisis.

e. CT Scan juga dapat membantu :


1. CT Scan juga memungkinkan dokter untuk survey fraktur wajah daerah lain,
termasuk tulang frontal kompleks naso-ethmoid-orbital, orbit, dan seluruh system
horizontal dan vertical yang menopang kraniofasial.
2. Rekonstruksi kerangka wajah sering membantu untuk konsep cedera
3. CT Scan juga ideal untuk fraktur condilar, yang sulit untuk memvisualisasikan.

10. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan
seperti jalan nafas atau airway, pernafasan atau breathing, sirkulasi darah termasuk
penanganan syok atau circulation, penanganan luka jaringan lunak dan imobilisasi
sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah
penanganan fraktur secara definitif. Penanganan fraktur mandibula secara umum
dibagi menjadi dua metoda yaitu reposisi tertutup dan terbuka. Pada reposisi tertutup
atau konservatif , reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan
menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular. Reposisi terbuka bagian yang
fraktur dibuka dengan pembedahan, segmen direduksi dan difiksasi secara langsung
dengan menggunakan kawat atau plat yang disebut wire atau plate osteosynthesis.
Teknik terbuka dan tertutup tidak selalu dilakukan tersendiri, tetapi kadangkadang
dikombinasi. Pendekatan ketiga adalah merupakan modifikasi dari teknik terbuka yaitu
metode fiksasi skeletal eksternal. Pada penatalaksanaan fraktur mandibula selalu
diperhatikan prinsip-prinsip dental dan ortopedik sehingga daerah yang mengalami
fraktur akan kembali atau mendekati posisi anatomis sebenarnya dan fungsi mastikasi
yang baik. Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang rahang bawah yaitu,
penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis
fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau eksternal pin
fixation. Indikasi untuk closed reduction antara lain: a. fraktur komunitif selama
periosteum masih utuh sehingga dapat diharapkan kesembuhan tulang, b. fraktur
dengan kerusakan soft tissue yang cukup berat dimana rekontruksi soft tissue dapat
digunakan rotation flap dan free flap bila luka tersebut tidak terlalu besar. c. edentulous
mandibula, d. fraktur pada anak-anak, e. fraktur condylus. Tehnik yang digunakan pada
terapi fraktur mandibula secara closed reduction adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi
ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada
daerah lain dari mandibula. Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih efisien,
angka komplikasi lebih rendah dan waktu operasi yang lebih singkat. Tehnik ini dapat
dikerjakan di tingkat poliklinis. Kerugiannya meliputi fiksasi yang lama, gangguan
nutrisi, resiko ankilosis TMJ atau temporomandibular joint dan masalah airway.4,9,12
Beberapa teknik fiksasi intermaksiler antara lain: (John & Lary, 2006).
a. Teknik eyelet atau ivy loop P
Penempatan ivy loop menggunakan kawat 24-gauge antara dua gigi yang stabil
dengan menggunakan kawat yang lebih kecil untuk memberikan fiksasi
maksilomandibular (MMF) antara loop ivy. Keuntungan teknik ini, bahan mudah
didapat dan sedikit menimbulkan kerusakan jaringan periodontal serta rahang dapat
dibuka dengan hanya mengangkat ikatan intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah
putus waktu digunakan untuk fiksasi intermaksiler (John & Lary, 2006).
Gambar. Teknik Eyelet atau Ivy Loop
b. Teknik arch bar
Indikasi pemasangan arch bar adalah gigi kurang atau tidak cukup untuk
pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila dan didapatkan fragmen dentoalveolar
pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai dengan lengkungan rahang
sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris. Keuntungan penggunaan arch bar adalah
mudah didapat, biaya murah, mudah adaptasi dan aplikasinya. Kerugiannya ialah
menyebabkan keradangan pada ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat
digunakan pada penderita dengan edentulous luas (John & Lary, 2006).

Gambar. Fiksasi maksilomandibular


Reposisi terbuka (open reduction); tindakan operasi untuk melakukan koreksi
deformitas maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah dengan melakukan
fiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat (wire osteosynthesis) atau plat
(plat osteosynthesis) . Indikasi untuk reposisi terbuka (open reduction):
a. displaced unfavourable fraktur melalui angulus
b. displaced unfavourable fraktur dari corpus atau parasymphysis
c. multiple fraktur tulang wajah
d. fraktur midface disertai displaced fraktur condylus bilateral.
Tehnik operasi open reduction merupakan jenis operasi bersih kontaminasi,
memerlukan pembiusan umum. Keuntungan dari open reduction antara lain: mobilisasi
lebih dini dan reaproksimasi fragmen tulang yang lebih baik. kerugiannya adalah biaya
lebih mahal dan diperlukan ruang operasi dan pembiusan untuk tindakannya (John &
Lary, 2006).

Gambar. Teknik operasi reposisi terbuka (open reduction)


Tindak lanjut setelah dilakukan operasi adalah dengan memberikan analgetika
serta memberikan antibiotik spektrum luas pada pasien fraktur terbuka dan dievaluasi
kebutuhan nutrisi, pantau intermaxilla fixation selama 4-6 minggu. Kencangkan kabel
setiap 2 minggu. Setelah wire dibuka, evaluasi dengan foto panoramik untuk
memastikan fraktur telah union (John & Lary, 2006).
B. Clinical Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR MANDIBULA

Diskontinuitas Trauma pada tulang dan


tulang jaringan

Perubahan Spasme Laserasi


Kerusakan sel
jaringan sekitar kulit
v

Peningkatan Terputusnya Pelepasan mediator


Pergeseran
tekanan kapiler vena/arteri nyeri (histamine,
fragmen tulang
bradykinin,
prostaglandin,
Deformita Pelepasan Perdarahan serotonin, ion kalium,
s histamin
dll

Hilangnya
Gangguan Kehilangan
protein plasma
fungsi ekstremitas volume cairan Merangsang nonsiseptor

Hambatan Edema
Resiko syok Dihantarkan ke medulla
mobilitas fisik
spinalis
Penekanan
pembuluh darah
Perseptor nyeri

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
Nyeri akut
perifer
C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian primer:
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
- kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
- Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
- Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
- Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
- Tachikardi
- Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
- Cailary refil melambat
- Pucat pada bagian yang terkena
- Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
- Kesemutan
- Deformitas, krepitasi, pemendekan
- kelemahan
d. Kenyamanan
- nyeri tiba-tiba saat cidera
- spasme/ kram otot
e. Keamanan
- laserasi kulit
- perdarahan
- perubahan warna
- pembengkakan lokal

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d Agen cidera fisik
b. Kerusakan Integritas Jaringan b/d Faktor mekanik (misal:koyakan/robekan)
c. Kekurangan Volume Cairan Dalam Tubuh b/d hilangannya volume cairan secara
aktif
d. Gangguan perfusi jaringan b/d rasa nyeri
e. Defisit perawatan diri : makan b/d gangguan muskuloskeletal

Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan 1. Kaji ulang lokasi, 1. Mengetahui
Agen cidera tindakan intensitas dan tipe karakteristik nyeri
fisik keperawatan selama nyeri 2. Untuk mengurangi
1x24 jam nyeri 2. Pertahankan nyeri
berkurang atau imobilisasi bagian 3. Untuk meningkatkan
hilang yang sakit dengan rasa nyaman
tirah baring 4. Untuk mengurangi
3. Berikan lingkungan nyeri
yang tenang dan
KH: berikan dorongan 5. Untuk mengurangi
Klien Mengatakan untuk melakukan sensasi nyeri
nyerinya berkurang aktivitas hiburan 6. Untuk mengetahui
atau hilang 4. Ganti posisi dengan keadaan umum klien
Skala nyeri (0-1) bantuan bila 7. Untuk mengurangi
ditoleransi nyeri
5. Dorong
menggunakan tehnik
manajemen stress,
contoh : relasksasi,
latihan nafas dalam,
imajinasi visualisasi,
sentuhan
6. Observasi tanda-tanda
vital
7. Kolaborasi :
pemberian analgetik

2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji ulang integritas 1. Mengetahui adanya


Integritas tindakan luka dan observasi tanda2 infeksi
Jaringan b/d keperawatan selama terhadap tanda infeksi 2. Mengetahui adanya
Faktor mekanik 3 x 24 jam integritas atau drainase infeksi kalau suhu
(misal:koyakan/ kulit yang baik tetap 2. Monitor suhu tubuh tubuh naik
robekan) terjaga 3. Lakukan perawatan
kulit, dengan sering
KH: pada patah tulang 3. Untuk
Klien mengatakan yang menonjol mempertahankan
badannya bugar 4. Lakukan alih posisi integritas kulit
Luka tampak bersih dengan sering, 4. Untuk mencegah
5. Pertahankan seprei dekubitus
tempat tidur tetap 5. Mencegah kerusakan
kering dan bebas integritas kulit
kerutan 6. Meningkatkan
6. Masage kulit ssekitar sirkulasi perifer dan
akhir gips dengan meningkatkan
alkohol kelemasan kulit dan
7. Kolaborasi pemberian otot terhadap tekanan
antibiotik. yang relatif konstan
pada imobilisasi.
7. Untuk mencegah
infeksi
3 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan 1. Menjaga
Volume Cairan tindakan intake dan output yang keseimbangan volume
Dalam Tubuh keperawatan selama akurat cairan
b/d hilangannya 3 x 24 jam, masalah 2. Monitor status hidrasi 2. Mengetahui kualitas
volume cairan kekurangan volume (kelembaban pemasukan volume
secara aktif cairan dalam tubuh membran mukosa, cairan
teratasi nadi adekuat, tekanan 3. Mendapatkan nutrisi
darah ortostatik) yang adekuat.
KH: 3. Dorong keluarga 4. Mengoptimalkan
1. Mempertahankan untuk membantu pemasukan volume
urine output sesuai pasien makan cairan
dengan usia dan
BB, BJ urine 4. Tawarkan
normal, HT normal minuman/makanan
1. Tekanan darah, ringan (snack, jus
nadi, suhu tubuh buah, buah segar )
dalam batas
normal
2. Tidak ada tanda
tanda dehidrasi,
Elastisitas turgor
kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan
4 Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor vital sign 1. Mengetahui perubahan
perfusi jaringan tindakan 2. Monitor adanya sirkulasi
b/d rasa nyeri keperawatan selama daerah yang hanya 2. Mengetahui daerah
3 x 24 jam status peka terhadap yang mengalami
sirkulasi baik panas/dingin/tajam/tu gangguan
mpul 3. Mengetahui adanya
KH: 3. Observasi kulit lesi / laserasi
TTV dalam batas 4. Batasi gerakan pada 4. Untuk menjaga
normal rahang sirkulasi darah di
5. Kolaborasi pemberian rahang
analgetik
5 Defisit Setelah dilakukan 1. Monitor kemampuan 1. Untuk mengetahui
perawatan diri : tindakan pasien untuk makan cara memberikan
makan b/d keperawatan selama 2. Ciptakan lingkungan makanan
gangguan 1x24 jam ADL klien yang nyaman 2. Menambahkan rasa
muskuloskeletal terpenuhi 3. Atur posisi pasien nyaman
senyaman mungkin 3. Agar tidak terjadi
KH: sebelum memberi aspirasi
- Klien makan 4. Memudahkan klien
mengatakan bisa 4. Berikan alat bantu memakan makanan
makan untuk makan, mis: 5. Agar diet terpenuhi
- Klien tampak sedotan, sendok.
bisa makan 5. Berikan makanan
sesuai anjuran

3. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien
diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi
keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi, teratasi
sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
4. Discharge Planning
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa discharge planning untuk pasien
fraktur adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan masukan cairan
b. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
c. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
d. Kontrol sesuai jadwal
e. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada keluhan
f. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
g. Hindari trauma ulang
h. Melakukan terapi latihan untuk pemulihan pasca pembedahan

Anda mungkin juga menyukai