OLEH:
Karina Bariroh, S.Kep.
NIM 182311101058
Mahasiswa
Otot-otot Pengunyahan
Otot
Origo Insertio Fungsi
Persarafan
1. M. temporalis Os. Temporal Ujung dan Menutup
Nn. Temporales di bawah linea permukaan media rahang, bagian
profundi temporalis inferior proc. Coronoideus belakang, menarik
(N. mandibularis) dan lembar dalam mandibula balik RB
fascia temporalis (=retrusi)
2. M. masseter Arcus Pars superficialis: Menutup
M. massetericus zygomaticus angulus mandibula, rahang
(N. mandibularis)
Pars tuberositas
superficialis: sisi masseterica.
bawah, dua pertiga Pars profunda:
bagian depan permukaan luar ramus
(bertendo) mandibula
Pars profunda:
sepertiga bagian
belakang,
permukaan dalam
3. M. pterygoideus Fossa Permukaan medial Menutup
medialis pterygoidea dan angulus mandibula, rahang
N. pterygoideus lamina lateralis tuberositas
medialis proc. Pterygoidei, pterygoidea
(N. mandibularis) sebagian proc.
Pyramidalis os.
Palatum
4. M. pterygoideus Caput superius: Fovea pterygoidea Menutup
lateralis permukaan luar (proc. Condilaris rahang dan
N. pterygoideus lamina lateralis mandibula), discus dan gerakan ke muka
lateralis proc. Pterygoidei, kapsul articulation (=protrusi) RB.
(N. mandibularis tuber maxillae temporomandibularis. Caput inferius:
Caput inferius membuka rahang
(asesoris): facies
temporalis (ala
major ossis
spenoidalis)
2. Pengertian Fraktur Mandibula
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan otot dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap (Price dan Wilson, 2006). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian.
(Muttaqin, Arif. 2008). Mandibula adalah tulang rahang bawah, tulang yang tidak
teratur dan merupakan satu-satunya tulang kepala yang dapat bergerak (Watson,2002).
Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibula yang dapat
disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu:
a. Perubahan oklusi
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi harus
menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada oklusi
dapat disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur mandibula pada
beberapa lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi. Open bite anterior
disebabkan karena fraktur bilateral pada kondilus atau angulus mandibula dan fraktur
maksilla dengan perpindahan inferior dari posterior maksilla. Open bite posterior
disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris atau fraktur parasimfiseal. Open bite
unilateral disebabkan oleh fraktur parasimfiseal. Crossbite posterior disebabkan oleh
fraktur kondilus dan midline simfiseal. Oklusi retrognatik berhubungan dengan fraktur
angulus atau kondilus. Oklusi prognatik disebabkan oleh karena pergerakan berlebih
dari TMJ. Contoh di atas merupakan beberapa kelainan oklusi karena fraktur
mandibula.
b. Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah
Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior dimana nervus ini
melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja terjadi fraktur
pada daerah distal foramen mandibula. Untuk memeriksa adanya perubahan sensasi
pada bibir bawah dan dagu, klinisian harus menggunakan anesthesi.
c. Pergerakan Abnormal Mandibula
Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai pembukaan mulut yang
terbatas dan trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi karena fraktu kondilaris
karena ketidakseimbangan kerja pada otot pterigoideus lateralis. Ketidakmampuan
mandibula untuk membuka disebabkan karena fraktur ramus yang mengenai prosessus
koronoideus pada arkus zygomatikus atau depresi pada fraktur arkus zygomatikus.
Ketidakmampuan rahang untuk menutup disebabkan oleh fraktur pada prosessus
alveolaris, angulus, ramus atau simfisis karena kontak prematur gigi.
d. Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula.
Walaupun kontur wajah tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa wajah dan
mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada bagian lateral wajah
mungkin disebabkan oleh fraktur corpus, angulus atau ramus. Tampilan memanjang
pada muka mungkin disebabkan oleh fraktur bilateral pada subkondilar angulus atau
corpus, asimetris wajah, merupakan tanda bagi klinisi kemungkinan adanya fraktur
mandibula. Jika ada deviasi dari bentuk U yang normal pada kurva mandibula, adanya
fraktur harus dicurigai.
e. Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis.
Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit atau mukosa secara signifikan
atau perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada mandibula. Adanya luka
harus diinspeksi secara hati-hati sebelum penutupan. Arah dan tipe fraktur dapat dilihat
melalui luka. Namun, klinisi perlu pemeriksaan radiografi untuk mendiagnosis.
Adanya kimosis pada dasar mulut mengindikasikan terjadinya fraktur korpus
mandibula atau fraktur simfiseal.
f. Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi.
Pemeriksaan pada gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosis fraktur
pada prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat dapat menyebabkan
fraktur gigi juga pada tulang yang mendasarinya. Fraktur gigi multiple
mengindikasikan bahwa rahang clenching akibat trauma. Klinisi harus melakukan
palpasi pada mandibula dengan menggunakan dua tangan dengan ibu jari pada gigi dan
jari lain pada mandibula dengan perlahan dan hati-hati.
g. Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor.
Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan rasa sakit merupakan tanda-
tanda sejak jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan merupakan tanda-
tanda primer dari dugaan adanya fraktur mandibula. Pemeriksaan radiologis juga
diperlukan untuk memperkuat diagnosa, beberapa teknik foto yang bisa digunakan
pada kasus fraktur mandibula ini antara lain, panoramik, lateral oblique,
posteroanterior, occlusal view, periaphical view, reverse towne’s, foto TMJ, dan CT
scan.
7. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka
bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan
di kulit (Smelter & Bare, 2002). Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah
fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan
aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah
atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di
tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan
syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment
(Smeltzer & Bare, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan
pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2002). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah
tulang akan menderita komplikasi antara lain: nyeri, iritasi kulit karena penekanan,
hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito,
2012). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada
jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Wilson, 2006).
8. Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya
jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah
infeksi atau osteomyelitis yang nantinya dapat menyebabkan berbagai komplikasi
lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan
penyembuhan fraktur, baik itu malunion ataupun nonunion. Keluhan yang diberikan
dapat berupa rasa sakit dan tidak nyaman yang berkepanjangan pada sendi rahang atau
temporo mandibular joint oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara
sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot
pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri (Kapil &
Ronald, 2014).
Ada beberapa faktor resiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur
mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun nonunion.
Faktor resiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik,
kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak
menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan
mengakibatkan asimetris wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-
kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat
untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula (Kapil & Ronald, 2014).
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat trauma. Posisi
waktu kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan
tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkinan
fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah
ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis, dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih
mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai, keadaan
kardiovaskuler maupun system respirasi, apakah penderita merupakan penderita
diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat
lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan penggunaan obat-obat
anastesi.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior, diskrepensi,
rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau kebiruan, pada
luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan ditentukan menurut
derajatnya menurut klasifikasi Gustillo et. Al.
2. Palpasi : nyeri tekan pada daerah fraktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi : biasanya
penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle dan bila perlu
dapat ditiadakan.
3. Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya
terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
4. Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus,
urinarius dan pelvis.
5. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur yang
berupa pulsus arteri, warna kulit, temperature kulit, pengembalian darah ke kapiler.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk
pencitraan wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah yang
terganggu atau disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak dan tulang servikal.
Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto polos, scan, dan pemeriksaan
panoramic. Tapi pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta luas
fraktur adalah CT Scan. Pemeriksaan panoramic juga dapat dilakukan, hanya saja
diperlukan kerja sama antara pasien dan fasilitas pemeriksaan yang memadai.
d. Studi Imaging
Penelitian radiologis yang paling informative digunakan dalam mendiagnosis
fraktur mandibula adalah radiograf panoramic.
1. Panoramic menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam satu
radiograf.
2. Panoramic membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan melihat
secara detai area TMJ, simfisis dan gigi/ daerah prosesus alveolar.
3. Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan
periapikal dapat membantu.
4. Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angulus, fraktur pada
corpus posterior. Bagian kondilus. Bicuspid dan daerah simfisis seringkali tidak
jelas.
5. Tampilan oklusal mandibula menujukkan perbedaan di posisi tengah dan lateral
fraktur body.
6. Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial atau
lateral ramus, sudut, tubuh atau fraktur simfisis.
10. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan
seperti jalan nafas atau airway, pernafasan atau breathing, sirkulasi darah termasuk
penanganan syok atau circulation, penanganan luka jaringan lunak dan imobilisasi
sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah
penanganan fraktur secara definitif. Penanganan fraktur mandibula secara umum
dibagi menjadi dua metoda yaitu reposisi tertutup dan terbuka. Pada reposisi tertutup
atau konservatif , reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan
menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular. Reposisi terbuka bagian yang
fraktur dibuka dengan pembedahan, segmen direduksi dan difiksasi secara langsung
dengan menggunakan kawat atau plat yang disebut wire atau plate osteosynthesis.
Teknik terbuka dan tertutup tidak selalu dilakukan tersendiri, tetapi kadangkadang
dikombinasi. Pendekatan ketiga adalah merupakan modifikasi dari teknik terbuka yaitu
metode fiksasi skeletal eksternal. Pada penatalaksanaan fraktur mandibula selalu
diperhatikan prinsip-prinsip dental dan ortopedik sehingga daerah yang mengalami
fraktur akan kembali atau mendekati posisi anatomis sebenarnya dan fungsi mastikasi
yang baik. Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang rahang bawah yaitu,
penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis
fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau eksternal pin
fixation. Indikasi untuk closed reduction antara lain: a. fraktur komunitif selama
periosteum masih utuh sehingga dapat diharapkan kesembuhan tulang, b. fraktur
dengan kerusakan soft tissue yang cukup berat dimana rekontruksi soft tissue dapat
digunakan rotation flap dan free flap bila luka tersebut tidak terlalu besar. c. edentulous
mandibula, d. fraktur pada anak-anak, e. fraktur condylus. Tehnik yang digunakan pada
terapi fraktur mandibula secara closed reduction adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi
ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada
daerah lain dari mandibula. Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih efisien,
angka komplikasi lebih rendah dan waktu operasi yang lebih singkat. Tehnik ini dapat
dikerjakan di tingkat poliklinis. Kerugiannya meliputi fiksasi yang lama, gangguan
nutrisi, resiko ankilosis TMJ atau temporomandibular joint dan masalah airway.4,9,12
Beberapa teknik fiksasi intermaksiler antara lain: (John & Lary, 2006).
a. Teknik eyelet atau ivy loop P
Penempatan ivy loop menggunakan kawat 24-gauge antara dua gigi yang stabil
dengan menggunakan kawat yang lebih kecil untuk memberikan fiksasi
maksilomandibular (MMF) antara loop ivy. Keuntungan teknik ini, bahan mudah
didapat dan sedikit menimbulkan kerusakan jaringan periodontal serta rahang dapat
dibuka dengan hanya mengangkat ikatan intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah
putus waktu digunakan untuk fiksasi intermaksiler (John & Lary, 2006).
Gambar. Teknik Eyelet atau Ivy Loop
b. Teknik arch bar
Indikasi pemasangan arch bar adalah gigi kurang atau tidak cukup untuk
pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila dan didapatkan fragmen dentoalveolar
pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai dengan lengkungan rahang
sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris. Keuntungan penggunaan arch bar adalah
mudah didapat, biaya murah, mudah adaptasi dan aplikasinya. Kerugiannya ialah
menyebabkan keradangan pada ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat
digunakan pada penderita dengan edentulous luas (John & Lary, 2006).
FRAKTUR MANDIBULA
Hilangnya
Gangguan Kehilangan
protein plasma
fungsi ekstremitas volume cairan Merangsang nonsiseptor
Hambatan Edema
Resiko syok Dihantarkan ke medulla
mobilitas fisik
spinalis
Penekanan
pembuluh darah
Perseptor nyeri
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
Nyeri akut
perifer
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian primer:
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
- kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
- Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
- Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
- Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
- Tachikardi
- Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
- Cailary refil melambat
- Pucat pada bagian yang terkena
- Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
- Kesemutan
- Deformitas, krepitasi, pemendekan
- kelemahan
d. Kenyamanan
- nyeri tiba-tiba saat cidera
- spasme/ kram otot
e. Keamanan
- laserasi kulit
- perdarahan
- perubahan warna
- pembengkakan lokal
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d Agen cidera fisik
b. Kerusakan Integritas Jaringan b/d Faktor mekanik (misal:koyakan/robekan)
c. Kekurangan Volume Cairan Dalam Tubuh b/d hilangannya volume cairan secara
aktif
d. Gangguan perfusi jaringan b/d rasa nyeri
e. Defisit perawatan diri : makan b/d gangguan muskuloskeletal
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan 1. Kaji ulang lokasi, 1. Mengetahui
Agen cidera tindakan intensitas dan tipe karakteristik nyeri
fisik keperawatan selama nyeri 2. Untuk mengurangi
1x24 jam nyeri 2. Pertahankan nyeri
berkurang atau imobilisasi bagian 3. Untuk meningkatkan
hilang yang sakit dengan rasa nyaman
tirah baring 4. Untuk mengurangi
3. Berikan lingkungan nyeri
yang tenang dan
KH: berikan dorongan 5. Untuk mengurangi
Klien Mengatakan untuk melakukan sensasi nyeri
nyerinya berkurang aktivitas hiburan 6. Untuk mengetahui
atau hilang 4. Ganti posisi dengan keadaan umum klien
Skala nyeri (0-1) bantuan bila 7. Untuk mengurangi
ditoleransi nyeri
5. Dorong
menggunakan tehnik
manajemen stress,
contoh : relasksasi,
latihan nafas dalam,
imajinasi visualisasi,
sentuhan
6. Observasi tanda-tanda
vital
7. Kolaborasi :
pemberian analgetik
3. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien
diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi
keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi, teratasi
sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
4. Discharge Planning
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa discharge planning untuk pasien
fraktur adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan masukan cairan
b. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
c. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
d. Kontrol sesuai jadwal
e. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada keluhan
f. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
g. Hindari trauma ulang
h. Melakukan terapi latihan untuk pemulihan pasca pembedahan