“TRAUMA OROMAKSILOFASIAL”
KELOMPOK 2
1. HEMAYU ADITUNG J011 17 002
2. A. NURFIDYATI ZUBAIR J011 17 013
3. MAULFI AMANDA MUKTAR J011 17 024
4. NURUL HASRUL J011 17 301
5. MELATI EKA PUTRI SR J011 17 315
6. A. AGUM ARIPRATAMA ARSUNAN J011 17 326
7. NILAM CAHYANI ILHAM J011 17 334
8. NADYA AURA AMALIA AS J011 17 343
9. ALYA HILDA SAIFUDDIN J011 17 510
CHATARINA RANNU ALLOLINGGI J011 17 523
ANDI MUHAMMAD FARHAN PM J011 17 534
AINUN JARIYAH DAMING J011 17 545
IRNA INDRIYANA SYAHRIR J111 16 511
TUTOR:
drg. Muhammad Ruslin, M.Kes., Ph.D., Sp.BM(K)
BLOK OROMAKSILOFASIAL 2
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
4
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami masih diberi kesempatan
untuk menyelesaikan penyusunan makalah kelompok dengan mata kuliah Blok
Oromaksilofasial 2 modul ketiga yang berjudul “TRAUMA
OROMAKSILOFACIAL”.
Kami berharap agar makalah ini dapat menjadi penuntun atau pedoman dan
dapat berguna bagi pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna
sehingga kami sangat mengharapkan saran, tanggapan dan kritik membangun dari
para pembaca agar pada pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikumwarahmatullahi wabarakatuh
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Wajah adalah ikon seseorang. Wajah tersusun dari berbagai tulang yang terdiri dari
maksilla, mandibula, zygoma, nasal, dan otot-ototnya. Apabila suatu kejadian atau
kecelakaan menyebabkan suatu jejas di daerah wajah yang maka akan menyebabkan
patah pada tulang wajah.
Trauma pada wajah seringkali menyebabkan cedera pada jaringan lunak, gigi, dan
tulang maksilla. Trauma pada wajah juga sering melibatkan tulang-tulang pembentuk
wajah diantaranya mandibula. Mandibula merupakan bagian tulng yang paling rentan
mengalami fraktur pada trauma facial. Hal ini dapat disebabkan karena posisinya
merupakan sasaran pukulan dan benturan. Trauma ini umumnya diderita oleh laki-
laki dari pada perempuan dan terjadi pada umur 20-30 tahun.
Mandibula tersusun secara umum terbagi atas ; corpus yang merupakan badan
mandibula, tebal dan melengkung, ramus yang berbentuk pipih secara vertikal, dan
tulang – tulang mandibula bagian dalam. (akan dijelaskan lebih lanjut pada bab 2)
Fraktur mandibula merupakan kondisi diskontinuitas tulang mandibula yang
diakibatkan oleh trauma wajah ataupun kondisi patologis. Kasus fraktur mandibula
cukup sering terjadi meskipun daya tahan mandibula terhadap kekuatan benturan lebih
besar dibandingkan dengan tulang wajah lainnya. Faktor utama etiologi fraktur
mandibula dapat bervariasi di berbagai negara. Data di negara berkembang
menunjukkan penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas. Selain itu, fraktur
mandibula juga dapat terjadi karena kecelakaan industri atau kecelakaan kerja,
kecelakaan rumah tangga, mabuk dan perkelahian, atau kekerasa fisik.
2. Skenario
Seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke rumah sakit gigi mulut unhas dengan
keluhan utama nyeri dan bengkak pada dagu bawah disertai keluhan sulit membuka
mulut. Dari anamnesa diketahui pasien terjatuh dari sepeda motor ± 3 hari lalu. Pada
pemeriksaan esktraoral tampak hematoma dan udema pada daerah mentale disertai
nyeri tekan. Pada pemeriksaan intraoral tampak gigi-gigi rahang atas dan rahang
bawah tidak dapat berkontak, nyeri saat membuka mulut dengan buka maksimal
±2cm. Nyeri tekan pada daerah sendi TMJ kiri disertai mobility gigi 33 dan 34.
4
1.3 Rumusan Masalah
1. Jelaskan anatomi mandibula!
2. Apa saja klasifikasi fraktur mandibula?
3. Apa etiologi dari kasus?
4. Bagaimana patomekanisme terjadinya tanda dan gejala klinis pada kasus?
5. Apa diagnosis banding dan diagnosis pada kasus?
6. Bagaimana penatalaksaan kasus pada skenario?
7. Apa komplikasi yang dapat terjadi?
8. Apa prognosis kasus pada skenario?
4. Tujuan
1. Mengetahui anatomi mandibula
2. Memahami klasifikasi fraktur mandibula
3. Memahami etiologi dari kasus
4. Menjelaskan patomekanisme terjadinya tanda dan gejala klinis pada kasus
5. Mampu menegakkan diagnosis dan diagnosis banding pada kasus
6. Mengetahui penatalaksanaan kasus
7. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi
8. Mengetahui prognosis pada kasus
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Gambar 1.3 Mandibula; bagian dalam dari arkus mandibula
Foramen mandibula terletak pada bagian dalam dari Ramus mandibula. Pada
bagian depannya, Linea mylohyoidea membentuk sebuah stepwise crest, yang
menghasilkan perlekatan untuk M. mylohyoideus dan membatasi dasar mulut.
7
2.1.1 Otot-otot mandibula
Labium inferius
M. Menarik bibir bawah ke
Mandibula (linea pada garis
depressor inferior dan lateral, juga
oblique pars median; menyatu
labii berkontribusi pada eversi
anterior) dengan otot-otot
inferioris (mencibir)
pada sudut mulut
Mandibula (linea
Kulit pada sudut
M. oblique, di bawah
mulut, menyatu Menarik sudut mulut ke
Depressor gigi caninus,
Dengan M. inferior dan lateral
anguli oris premolar, dan molar
orbicularis oris
pertama)
8
Fasia dan otot-otot Meretraksi sudut mulut seperti
M. risorius superfisialis di atas Kulit sudut mulut pada saa tersenyum, tertawa,
m. masseter meringis
9
Insersio : M. masseter berinsersio pada permukaan lateralis inferior dari
ramus dan angulus mandibula.
Kerja otot : M. masseter mengelevasi mandibula (menutup mulut) dan
memberikan kekuatan yang besar untuk mengunyah makanan.
10
Gambar 1.7 M. pterygoideus medialis dan lateralis
3) M. pterygoideus medialis
Origo : M. pterygoideus medialis keluar dari permukaan medial lamina
pterygoidea lateralis dan fossa pterygoidea di antara lamina
pterygoidea lateralis dan medialis processus pterygoideus os
sphenoidale. (Terdapat pula serabut-serabut yang melekat pada
permukaan posterior maxilla dan processus verticalis os palatina
dan tuberositas maxilla didekatnya). Seperti m. masseter, serabut-
serabutnya berjalan dari origonya ke arah inferior dan posterior
(tetapi lateral) menuju insersionya.
Insersio : M. pterygoideus medialis berinsersio pada permukaan medial
mandibula di regio triangular pada angulus dan di bagian terdekat
dari ramus tepat di atas angulus
Kerja otot : Mengelevasi mandibula (menutup mulut) seperti m. masseter
dan serabut-serabut anterior (medius) dari m. temporalis.
Walaupun tidak sebesar dan sekuat m. masseter, otot ini bekerja
sama dengan masseter yang lebih besar dalam mengeluarkan
tenaga atau tekanan besar untuk mengoklusikan gigi.
4) M. Pterygoideus Lateralis
Origo : M. pterygoideus lateralis keluar dari dua caput, keduanya terletak
pada os sphenoidale. Caput yang kecil di superior melekat pada
11
permukaan infratemporal ala major ossis sphenoidalis; caput
inferior yang lebih besar melekat pada permukaan lateral dari
lamina pterygoidea lateralis pada os sphenoidale. Serabut-
serabutnya berjalan posterior dan lateral dalam arah horizontal
menuju insersionya. Ketika dilihat dari bawah, arah serabut
insersionya pada permukaan anterior condylus.
Insersio : M. pterygoideus lateralis berinsersio pada cekungan di depan
collum mandibula (processus condyloideus) yang disebut fovea
pterygoidea dan kedalam margo anterior dari discus articularis.
Kontraksi minor kearah depan dari caput superior menarik discus
ke depan, bekerja harmonis dengan peregangan pita elastic
jaringan di belakang discus (jaringan retrodiscus) memungkinkan
discus menemani mandibula ketika bergerak ke depan, mencegah
pergerakan posterior ke discus.
Kerja otot : Apabila dua musculus pterygoideus lateralis berkontraksi
simultan, kerja ototnya adalah sebagai berikut :
a. Protrusi mandibula
Tidak ada otot lain yang mampu melakukan ini tetapi hanya bisa
membantu sebagai stabilizer atau mengendalikan derajat pembukaan rahang
selama protrusi.
b. Depresi mandibula
M. pterygoideus lateralis melakukan ini dengan menarik discus
articularis dan condylus ke depan dan bawah di atas eminentia articularis
yang menggerakkan mandibula ke inferior dan membantu merotasinya,
dengan demikian membuka mulut. M. pterygoideus lateralis sedikit dibantu
dalam melakukan tugas ini oleh kelompok otot di leher yang melekat dari
mandibula ke os hyoideum (disebut musculi suprahyoidei) dan dari os
hyoideum ke clavicula dan sternum, disebut musculi infrahyoideus.
Apabila hanya satu m. pterygoideus lateralis berkontraksi, akan menarik
condylus pada sisi tersebut kea rah garis tengah (ke medial) dan ke anterior,
menggerakkan corpus mandibula dan gigi-giginya ke arah sisi yang
berlawanan (karena origo m. pterygoideus medialis adalah medial dari
insersionya).
2.1.3 Pembuluh darah mandibula
12
A. maxillary, merupakan cabang A. carotis externa yang menyuplai darah
pada maxilla dan mandibula (termasuk gigi), otot-otot mastikasi, palatum, hidung
dan dura meter yang meliputi otak. A. maxillary terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
pars mandibularis, pars pterygoidea, dan pars pterygopalatina. Pada pars
mandibularis, A. alveolaris inferior akan berjalan di sepanjang ramus hingga
corpus mandibula, dan juga bercabang menjadi ramus mylohyoideus. A. carotis
externa akan bercabang dan keluar ke foramen mentale sebagai ramus mentalis.
13
6) Ramus: dibatasi oleh aspek superior angulus sampai dua garis yang
membentuk apeks sigmoid notch.
7) Processus condylar: area superior processus condylar ke ramus
8) Processus coronoid: termasuk superior processus coronoid ke ramus
mandibular
9) Processus dentoalveolar: regio yang akan meliputi gigi
3. Menurut Kazanjian dan Converse
Kazanjian dan Converse mengklasifikasikan fraktur mandibular berdasarkan
ada atau tidaknya fungsi gigi dalam garis fraktur.
Class I: ada gigi di kedua sisi dari garis fraktur.
Class II: ada gigi hanya di satu sisi dari garis fraktur.
Class III: pasien dengan edentulous.
4. Menurut Kruger dan Schilli
1) Hubungan dengan lingkungan eksternal
a) Simple atau compound
b) Compound atau terbuka
2) Tipe fraktur
a) Incomplete
b) Complete
c) Comminuted
3) Gigi-geligi pada rahang dengan kebutuhan splint
a) Rahang yang cukup
b) Edentulous atau kekurangan ruang pada rahang
c) Gigi sulung dan campuran
4) Lokasi
a) Fraktur simfisis di antara kaninus
b) Fraktur region kaninus
c) Fraktur dari body mandibular di antara kaninus dan angulus mandibular
d) Fraktur angulus mandibular di regio molar ketiga
e) Fraktur ramus mandibular di antara angulus mandibular dan sigmoid
notch
f) Fraktur processus coronoideus
g) Fraktur processus condilaris
14
3. Etiologi kasus
1. Etiologi Cedera Maksilofasial menurut Neelima A.M. :5 Etiologi Cedera
Maksilofasial:
1. Penyebab khas
a. Kekerasan direk
Perkelahian antarpribadi, pertarungan tinju, pukulan karena tongkat, batang
logam, batu bata, dll., jatuh, kecelakaan lalu lintas jalan, bahaya akibat
pekerjaan (cedera atletik, kecelakaan industri), dan penyebab iatrogenik
selama perawatan gigi, seperti fraktur gigi, alveolus, tuberositas maksila,
fraktur mandibula, dll.
b. Kekerasan indirek
Jatuh dari ketinggian dan fraktur karena kontraksi otot yang berlebihan
(Fraktur Coronoid Procesus).
2. Cedera yang dapat menghancurkan
a. Kecelakaan mobil / kecelakaan lalu lintas (RTA/Road Traffic Accident)
b. Pesawat jatuh
c. Kecelakaan penambangan
3. Peluru kecepatan tinggi
4. Penyebab predisposisi:
a. Penyebab lokal: Kehadiran kista, osteomielitis, tumor, adanya molar ketiga
dll.
b. Penyebab sistemik: Penyakit sistemik yang memengaruhi pembentukan
struktur tulang.
Sebagian besar cedera parah disebabkan oleh lalu lintas jalan kecelakaan (RTA)
ketika pengemudi kendaraan tiba-tiba terhenti, kepala menyentuh dashboard,
setir atau kaca depan atau bisa juga pada pengendara motor yang tidak memakai
helem.
15
a. Penyerangan
b. Jatuh
c. Cedera olahraga
d. Tembakan senjata dan cedera perang
e. Penyebab terkait pekerjaan seperti kecelakaan industri
f. Penyebab lain-lain
Fraktur maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi: (i) penyebab ekstrinsik dan (ii)
penyebab intrinsik
(i) Penyebab ekstrinsik6
a. Kekerasan langsung (fraktur di lokasi dampak).
b. Kekerasan tidak langsung (fraktur yang disebabkan oleh transmisi dampak,
yaitu fraktur countercoup).
c. Karena kontraktur otot yang berlebihan (mis. Fraktur koronoid akibat
kontraktur refleks mendadak pada otot temporalis).
Penyebab intrinsik (fraktur patologis)6
Ini adalah fraktur yang terjadi karena kelemahan intrinsik tulang dan bukan karena
dampak kekuatan/tekanan. Patah tulang patologis terjadi karena tulang yang mendasarinya atau
penyakit sistemik. Patah tulang patologis adalah patah tulang sekunder akibat tulang atau
sistemik penyakit. Fraktur patologis disebabkan oleh sedikit peningkatan pada kondisi normal
kekuatan seperti gaya lentur, puntir, tekan atau geser. Sebagian besar, berat pasien cukup untuk
menyebabkan patah tulang, terutama di mandibula, mungkin kekuatan mengunyah yang
mengakibatkan fraktur spontan tanpa trauma yang nyata. Patologi bertulang yang mampu
menyebabkan fraktur patologis adalah neoplasia, kista tulang besar, tulang osteoporosis,
osteoradionekrosis menyebabkan kekurangan gizi sekunder, hiperparatiroidisme, infeksi
tulang kronis lokal (osteomielitis kronis), tulang osteoporosis karena tidak digunakan setelah
fiksasi eksternal yang berkepanjangan atau menghilangkan perangkat internal yang kaku.
16
f. Kontraktur otot elevator -miofibrotik kontraktur.
Karena faktor ekstra-artikular ini fungsi TMJ mungkin terhambat.
17
wajah selama posterior atas gerakan lateral, maka stres tidak langsung menghasilkan
fraktur leher ramping kondilus. Di Sebaliknya, jika pasien menerima pukulan pada dagu,
kekuatan dampak ditransmisikan ke atas dan mundur sepanjang mandibula.
Jika pukulan dikirim dengan kekuatan besar, itu akan memaksa condylar kepala melalui
fossa glenoid, ke cranial tengah fossa. Bencana ini dicegah di sebagian besar kasus,
karena leher ramping dari fraktur kondilus karena berdampak dan mencegah masuknya
kondilus ke fossa tengkorak tengah.
Ketika pukulan diterima di tengah dagu, distribusi gaya sama dengan kedua kondilus,
mengakibatkan fraktur tidak langsung bilateral melalui leher, disertai dengan fraktur
langsung di symphysis (jenis serangan balik dari fraktur). Tipe ini cedera lebih sering
terlihat pada pasien epilepsi atau tentara yang jatuh di wajah saat parade. Jika pasien
memakai gigi palsu atau sedang mengalami gigi posterior dalam oklusi pada saat cedera,
kontak antara gigi atas dan bawah akan meminimalkan konsekuensi dari dampak, tetapi
jika perlindungan tersebut tidak memungkinkan, maka pasien dapat mempertahankan
dislokasi fraktur parah pada satu atau kedua kondilus.
18
Pada scenario terdapat edema dan hematoma pada daerah mentale dan terjadi mobilitas
pada gigi 33 dan 34 , hingga terjadi maloklusi. Hal-hal ini menunjukkan adanya
perubahan dalam struktur dan bentuk mandibula. Dan juga pembengkakan dan nyeri
tekan yang terjadi hanya dirasakan pasien pada TMJ kiri. Dilihat dari lokasi mobilitas
dapat dicurigai terjadi fraktur parasimfisis sinistra.
Tekanan pada area angulus hingga parasimfisis biasanya dapat menyebabkan frakturnya
mandibula secara contralateral maupun ipsilateral.
19
Sebagian besar fraktur mandibula dapat diobati dengan reduksi tertutup. Ini sering
dianjurkan karena kesederhanaannya yang relatif, biaya rendah dan sifat perawatan
non-invasif. Adapun indikasi dari perawatan close reduction:
1) Fraktur favourable yang tidak ditempatkan.
2) Fraktur yang terlalu parah.
3) Mandibula edentulous yang sangat atrofi.
4) Kurangnya jaringan lunak di atasnya.
5) Fraktur pada anak-anak dengan perkembangan kuncup gigi.
6) Fraktur prosessus koronoid.
Dalam prosedur close reduction, baik pemasangan dental wiring atau arch bars
diterapkan pada masing-masing lengkung gigi dan oklusi memuaskan diperoleh
setelah reduksi dan intermaxillary fixation (IMF) dilakukan. Periode imobilisasi
yang direkomendasikan untuk fraktur mandibula berkorelasi dengan tahap kalus
tulang pada penyembuhan tulang sekunder. Rata-rata periode imobilisasi yang
direkomendasikan untuk fraktur mandibula adalah 6 minggu.
Pada pasien edentulous, Gunning tipe splint dapat digunakan. Berkali-kali dalam
fraktur tubuh mandibula, tidak perlu untuk IMF, hanya tipe fiksasi horizontal yang
cukup. Risdon’s horizontal wiring, fiksasi Erich’s arch bar dengan wiring tambahan
berbentuk angka delapan untuk gigi yang bersebelahan di lokasi fraktur akan
memberikan fiksasi yang memadai. Cap splints dapat dibuat kapan saja
memungkinkan. Lateral compression splint juga membantu dalam beberapa kasus,
di mana cukup banyak gigi tidak hadir untuk fiksasi yang memadai.
b. Open Reduction
Open Reduction fraktur mandibula sebelumnya dicadangkan untuk fraktur yang
terletak di sudut dan daerah tanpa gigi di mandibula horizontal. Tetapi dengan
munculnya era antibiotik dan peningkatan metode fiksasi, paradigma baru telah
muncul. Reduksi terbuka dan fiksasi kaku atau stabil dapat diindikasikan sebagai
prosedur pilihan pertama, ketika salah satu atau semua kondisi berikut ada:
1) Menggantikan fraktur unfavourable.
2) Fraktur multipel.
3) Berkaitan dengan fraktur midface.
4) Berkaitan dengan fraktur condylaris.
5) Ketika IMF dikontraindikasikan atau tidak mungkin.
6) Untuk mencegah kebutuhan IMF untuk kenyamanan pasien.
20
7) Untuk memfasilitasi pasien kembali bekerja lebih awal.8
Metode pengobatan ditetapkan dengan mempertimbangkan karakteristik fraktur.
Fraktur parasimfisis, simfisis, dan tubuh mandibula dirawat dengan menggunakan 2
plat: plat yang diposisikan pada tension band dari fraktur diikat secara monokortikal,
sedangkan plat yang diposisikan pada daerah kompresi diikat secara bikortik. Untuk
fraktur tunggal dari sudut mandibula yang menunjukkan perpindahan segmen yang
rendah, pengobatan pilihan dikurangi dengan pendekatan intraoral. Pasien yang
mengalami fraktur kominutif, perpindahan besar, dan cedera yang cukup pada
jaringan lunak yang berdekatan dirawat secara luar menggunakan plat sistem 2,4
mm.
Untuk fraktur condylaris, open reduction dan rigid internal fixation (RIF) telah
menjadi standar untuk pengobatan fraktur dengan perpindahan pada pasien dewasa,
terutama yang melibatkan daerah leher dan pangkal kondilus. Studi biomekanik
telah menunjukkan bahwa penggunaan dua miniplates 2,0 mm untuk mengobati
fraktur ini menyediakan salah satu jenis fiksasi yang paling stabil. Namun, beberapa
kasus, ukuran kecil dari fragmen proksimal tidak memungkinkan penggunaan 2
miniplates. Dengan demikian, sebagian besar fraktur ini dirawat dengan miniplate
tunggal diikat dengan sekrup 8-mm.9
21
mandibula. Organisme yang paling umum dibiakkan adalah Staphylococcus, α-
hemolytic Streptococcus, dan Bacteriodes. Manifestasi infeksi termasuk
pembentukan abses, selulitis, pembentukan fistula kulit, osteomielitis, dan, fasciitis
nekrotikans. Pada awal perjalanan infeksi, populasi bakteri sebagian besar bersifat
aerob dan Gram positif. Ketika infeksi berkembang dan menjadi lebih kronis,
komposisi organisme yang terlibat berubah sehingga organisme organik, Gram-
negatif mendominasi. Penicillin G, dengan cakupan Gram-positif yang sangat baik,
cocok untuk infeksi dini, sementara klindamisin, dengan cakupan Gram-negatif
yang lebih luas, mungkin diperlukan untuk infeksi kronis. Terapi antibiotik harus
dimulai sebelum operasi, tetapi panjang spesifik terapi antibiotik pasca operasi
bervariasi dengan keadaan masing-masing.
2. Malunion
Malunion didefinisikan sebagai fraktur yang telah membentuk persatuan tulang
tetapi tidak selaras. Malunion biasanya menjadi relevan secara klinis ketika
menyebabkan maloklusi. Malunion yang signifikan juga dapat menyebabkan
asimetri wajah dan hanya dapat dikoreksi melalui osteotomi yang direncanakan
dengan cermat. Malunions awalnya diobati dengan terapi konservatif seperti
keseimbangan oklusal, fiksasi maxillomandibular atau dengan penggunaan
ortodontik. Ketika tingkat perpindahan segmen telah secara signifikan mengubah
oklusi, bedah ortognatik mungkin diperlukan untuk mengembalikan bentuk dan
fungsi normal. Pemahaman yang menyeluruh tentang anatomi gigi dan dinamika
pengunyahan sangat penting dalam perawatan komprehensif fraktur mandibula
untuk menghindari penciptaan deformitas lengkung rahang bawah pasca operasi.
Kegagalan untuk membentuk kembali bentuk lengkung anatomi dapat
menyebabkan maloklusi, gangguan fungsional, dan asimetri wajah.
3. Non-union
Non-union ada ketika penyembuhan tulang tidak terjadi di lokasi fraktur. Seorang
pasien mengalami nyeri dan mobilitas klinis di atas lokasi fraktur dalam kondisi
non-union. Penyebab paling umum dari non-union adalah pengurangan dan
imobilisasi fraktur yang tidak adekuat. Dalam penelitiannya terhadap 577 pasien,
Mathog melaporkan insiden fraktur non-union sebesar 2,4%. Faktor lain yang
berkontribusi terhadap non-union adalah infeksi , keparahan fraktur, darah yang
buruk memenuhi mandibula, adanya gigi pada garis fraktur, gangguan metabolisme
22
dan status gizi buruk, dan ketidakpatuhan pasien. Apapun dari teknik bedah yang
digunakan, insiden non-union tidak lebih besar dari 4% dalam beberapa penelitian.
Perawatan non-union dimulai dengan mengidentifikasi dan menghapus penyebab
non-union. Jika fraktur berkurang dan tidak bisa bergerak, perangkat keras yang
ada harus dilepas kemudian diganti dengan benar. Semua sumber infeksi harus
diidentifikasi sepenuhnya. Setelah langkah-langkah yang diperlukan telah diambil
untuk menghapus sumber-sumber ini (perangkat keras yang gagal, trakea, traktat
fistulous, dll.).
4. Nerve Injury
Saraf alveolar inferior adalah saraf yang paling sering cedera akibat fraktur
mandibula. Fraktur yang melibatkan tubuh atau sudut mandibula akan sering
mengakibatkan beberapa derajat gangguan neurosensorik tergantung pada derajat
penempatan fraktur. Cabang-cabang lain dari saraf mandibula (auriculotemporal,
masseteric, buccal) berisiko cedera biasanya karena laserasi daripada fraktur
terisolasi. Adanya gangguan sensorik setelah fraktur mandibula harus
didokumentasikan sebelum dan sesudah operasi. Pemeriksaan neurosensori objektif
yang objektif harus dilakukan ketika pasien melaporkan tidak ada peningkatan
tingkat sensasi setelah 6-8 minggu. Kebanyakan disfungsi sensorik membaik
seiring waktu kecuali cedera awal mengakibatkan fraktur yang parah dan gangguan
saraf yang parah. Satu studi khusus oleh Moore dan rekannya melaporkan kejadian
paresthesia saraf mental kurang dari 2% .Mereka juga melaporkan tingkat cedera
saraf wajah sebesar 1,8%. Disfungsi sensorik permanen dari saraf mental setelah
fraktur mandibula dilaporkan oleh Larsen dan Nielsen. Cabang saraf wajah juga
berisiko cedera akibat fraktur mandibula. Beberapa penelitian melaporkan
kelumpuhan otot-otot wajah setelah fraktur condylar.
2.7.5 Disfungsi sendi temporomandibular dan ankilosis
Fraktur condylar dapat menyebabkan gangguan internal TMJ. De Riu et al
melaporkan insiden yang lebih tinggi dari nyeri TMJ, suara sendi, dan
penyimpangan pada pembukaan pada pasien yang mengalami fraktur kondilus.
Gangguan internal dapat berkembang baik pada sisi fraktur dan pada TMJ
kontralateral. Fraktur condylar tertentu dapat membuat gerakan engsel unilateral
pada sisi yang terkena.
Ankylosis adalah komplikasi fraktur condylar yang jarang terjadi dan biasanya
terjadi dengan fraktur intracapsular pada anak-anak atau imobilisasi
23
berkepanjangan untuk pengobatan fraktur mandibula. Ankylosis diperkirakan
berkembang dari perdarahan intracapsular dengan fibrosis patologis berikutnya..
Ankilosis dapat diobati dengan artroplasti celah dan sejumlah prosedur tambahan
seperti koronoidektomi dan penggantian kondilus dengan cangkok tulang rusuk
costochondral pada anak-anak atau sendi prostetik pada orang dewasa. Fiksasi
maksilomandibula yang lebih pendek, fisioterapi pasca operasi yang agresif, dan
kepatuhan dengan kunjungan tindak lanjut semuanya penting dalam menghindari
ankilosis TMJ.
6. Gangguan pertumbuhan
Fraktur condylar dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan mandibula.
Sebelumnya dianggap bahwa tulang rawan yang terkait dengan kondilus berfungsi
sebagai pusat pertumbuhan. Namun, Durkin et al percaya bahwa kartilago condylar
berperilaku sebagai pusat renovasi setelah cedera traumatis. Mereka
menggambarkan suatu proses di mana kondilus dapat meresap dan peralatan
kondilus baru kemudian berkembang. Namun, kondilus baru ini dapat tumbuh
dengan proporsi yang lebih besar, terutama jika ruang sendi di sisi yang terkena
tidak dirawat dengan baik dan oklusi tidak dibangun kembali dengan benar.
7. Pelebaran wajah
Pelebaran atau flaring pada sudut mandibula sering terjadi setelah fraktur simfisis
mandibula, fraktur kondilus bilateral, atau keduanya. Aksi lidah dan otot-otot
suprahyoid menyebabkan suar dan lingual tipping pada segmen bukal. Garis fraktur
pada korteks luar pada simfisis tampak tidak bergeser. Namun, visualisasi langsung
dari korteks bagian dalam mengungkapkan pemisahan pada fraktur. Ellis
mendeskripsikan menempatkan tekanan ke arah dalam atau medial di sudut gonial
selama pengurangan fraktur sambil menempatkan fiksasi, untuk menghindari
komplikasi ini.
24
d. Mengembalikan fungsi tanpa rasa sakit
Tujuan utamanya adalah membangun kembali oklusi yang stabil. Ini memungkinkan
restorasi bentuk lengkung mandibula normal dan simetri wajah. Setelah oklusi dan
bentuk lengkungan dipulihkan, penekanan ditempatkan pada melanjutkan rentang
gerak normal, termasuk gerakan ekskursi. Terakhir, upaya dilakukan untuk
menghindari komplikasi jangka panjang yang dapat menyebabkan gangguan internal
TMJ atau gangguan pertumbuhan kondilus.
25
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Fraktur parasimphisis adalah fraktur suatu fraktur yang terjadi antara foramen
– foramen mental dan aspek distal insisivus mandibula yang diperpanjang dari
prosessus alveolar melalui / sampai perbatasan yang lebih rendah.
Tanda dan gejala klinis dari fraktur mandibula parasimphisis umumnya terjadi
pada satu/kedua kondil, openbite posterior atau unilateral openbite, dan tidak dapat
menutup rahang karena adanya prematur kontak antar gigi, biasanya nyeri, fungsi
berubah, terjadi pembengkakan, hematoma, dan terlihat adanya gerakan yang
abnormal pada tempat fraktur sehingga gerakan mandibula terbatas dan susunan
gigi geligi menjadi tidak teratur.
Komplikasi yang dapat ditemukan pada saat perawatan awal dapat berupa
infeksi, ceder pada nervus, displasment gigi dan benda asing, pulpitis, serta
komplikasi ginggiva dan periodontal. Komplikasi yang dapat ditemukan dikemudian
hari dapat berupa malunion, delayed union, nonunion, ossifikasi nyositis trauma, dan
luka, dan komplikasi yang dapat timbul apabila tidak dirawat adalah infeksi pada
gigi dan garis fraktur, serta dapat terjadi gangguan saraf.
2. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan digunakan untuk
menambah wawasan , penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para oembaca, karena penulis menyadari makalah ini banyak
kekurangan.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Putz R, Pabst R. Sobotta atlas antomi manusia. 21th Ed. Munich: Urban & Fischer
Elsevier; 2005. pp. 66-7,76,113.
2. Scheid RC, Weiss G. Woelfel dental anatomy. 8th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2013. pp. 390-3,407-12.
3. Balaji SM. Text book oral and maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier; 2007.
pp.562-4
4. Balaji SM. Textbook of oral & maxillodacial surgery. 2nd Ed. New Delhi: Elsevier;
2013. p. 878, 888
5. Neelima Anil Malik. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd Ed. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd. 2008. Pp. 211, 323, 406
6. Balaji S.M., Balaji Padma P. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd Ed.
New Delhi: Elsevier. 2018. Pp. 1996,1997, 2062, 2063.
7. Fonseca RJ. Oral & maxillofacial trauma. 4th Ed. St Louis : Elsevier; 2013. Pp.
189,297
8. Miloro M, In ed. Peterson’s principle of oral and maxillofacial surgery. 2nd Ed.
Hamilton; 2004. pp. 403-4
9. Mitra GV. Illustrated manual of oral and maxillofacial surgery. India
: Jaypee; 2009.pp. 86-8, 92 – 5.
10. Cardenas JLM, Nunes PHF, Passeri LA. Etiology treatment and
complications of mandibular fractures. The Journal of Craniofacial
Surgery 2015; 26(3):611-2
11. Andersson L, KahnBerg KE, Pogrel MA. Oral and Maxillofacial Surgery.Wiley-
Blackwell. 2010. Pp. 882-3, 890-2
27