TOPIK 7
PEMERIKSAAN ORAL DISFUNCTION
PERNAFASAN, PENELANAN DAN
KELAINAN LIDAH
Kelompok 2
Kelas D
Fasilitator: Ayu Sukma, drg., Sp.Ort
Disusun Oleh:
1. M. Rayhan Mulyaharja 6. Nabila Maharani Putri Husen
(2019-11-101) (2019-11-106)
2. Muhasanah Ayu Nurfitria 7. Nabilah Khairunnisa Sudrajat
(2019-11-102) (2019-11-107)
3. Muniarti Yulia Tasliani 8. Nada Rizky Fetiastuti
(2019-11-103) (2019-11-108)
4. Mutia Syaharani Irawan 9. Nadhira Rivazka
(2019-11-104) (2019-11-109)
5. Nabila Dafa Nur Adiba 10. Nadila Puspita Sari
(2019-11-105) (2019-11-110)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
ini sebagai pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya sehingga
terbentuklah makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Pemeriksaan Oral Disfunction Pernafasan,
Penelanan, dan Kelainan Lidah. Kami juga menyadari bahwa dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Pemeriksaan Oral Disfunction
Pernafasan, Penelanan, dan Kelainan Lidah ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..……….1
1.1 Latar Belakang………………………………..……………………….1
1.2 Tujuan Penulisan………..………………………………..……………1
BAB II PEMBAHASAN……………..…………………………………………..2
2.1 Pemeriksaan Oral Disfunction yang Berhubungan dengan Pernafasan.2
2.2 Pemeriksaan Oral Disfunction yang Berhubungan dengan Penelanan..4
2.3 Pemeriksaan Oral Disfunction yang Berhubungan dengan Kelainan
Lidah…………………………………………..…………………………...5
BAB III PENUTUP……..………………………………………………………26
DAFTAR ISI………………………………………………..…………………...27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Akibat kebiasaan bernafas melalui mulut menyebabkan open bite anterior,
maloklusi kelas II divisi 1, tidak adanya self cleansing terutama pada regio
anterior rahang atas dan adanya gingivitis terutama pada regio anterior. Berat
ringannya maloklusi akibat bernafas melalui mulut tergantung dari:2
1. Lamanya (duration).
2. Seringnya (frequency).
3. Intensitas kebiasaan itu berlangsung.
4. Umur anak.2
Perawatan kebiasaan bernafas melalui mulut dibagi atas dua bagian, yaitu:2
1. Perawatan secara medis yaitu tindakan operasi dan pemberian obat-
obatan.
2. Perawatan dengan memakai alat ”oral screen”.2
3
2.2 Pemeriksaan Oral Disfunction yang Berhubungan dengan Penelanan
4
4) Dysphonia dan dysarthria adalah tanda disfungsi motoris struktur–
struktur yang terlibat pada menelan.3
5
b. Papila fungiformis, yang berbentuk seperti jamur. Papila ini menyebar di
permukaan ujung dan sisi lidah.
c. Papila filiformis, yang berbentuk seperti rambut. Papila ini merupakan
papila terbanyak. Papila ini lebih banyak berfungsi sebagai perasa
sentuhan daripada pengecap.4
Definisi Glossophyrosis
Istilah glossodynia (painful lidah) dan Glossopyrosis (sensasi terbakar
lidah), serta glossalgia, menggambarkan fenomena ini dalam gangguan ini
sehubungan dengan daerah yang paling terkena dampak, lidah (terutama ujung
dan batas lateral). Istilah lain seperti stomatodynia, stomatopyrosis, dysesthesia
lisan, dan Burning Mouth Syndrom (Glossopyrosis) atau sindrom mulut terbakar
digunakan untuk mendefinisikan kondisi ini. Sindrom mulut terbakar (disebut
juga glossodynia, Glossopyrosis, dysaesthesia oral) ditandai dengan sensasi
terbakar yang mempengaruhi mukosa oral yang disebabkan oleh faktor lokal dan
sistemik lain misalnya xerostomia, desain gigi tiruan yang tidak baik, diabetes,
6
anemia (Coulthard dkk., 2003). Glossopyrosis adalah kondisi yang sangat
menyakitkan yang sering didefinisikan sebagai sensasi panas di lidah, bibir,
palatum ataupun di seluruh rongga mulut atau pedas, atau glositis psikogenik.
Walaupun sindrom ini dapat mengenai siapapun, namun lebih banyak terjadi pada
wanita setengah baya maupun lanjut usia. Sindrom mulut terbakar sering terjadi
dengan disertai berbagai kondisi medis dan gigi, dari kekurangan gizi dan
menopause sampai mulut kering alergi. Tetapi hubungan mereka tidak jelas, dan
penyebab pasti sindrom mulut terbakar tidak selalu dapat diidentifikasi dengan
pasti (National Institute of Dental and Craniofacial Research, 2010).4
7
sebagai data ante mortem (dental forensic). Data identitas pasien
ini meliputi:5
- Nama pasien (nama lengkap dan nama panggilan).
- Tempat dan tanggal lahir (usia).
- Alamat tempat tinggal.
- Golongan darah.
- Pekerjaan.
- Pendidikan.
- Pendidikan.
- Nomor telepon.5
2. Keluhan Utama (Chief Complaint/CC)
Berkaitan dengan apa yang dikeluhkan oleh pasien dan
alasan pasien datang ke dokter gigi. Keluhan utama dari pasien
akan berpengaruh terhadap pertimbangan dokter gigi dalam
menentukan perawatan.5
3. Present Illness (PI)
Mengetahui keluhan utama saja tidak cukup, maka
diperlukan pada pengembangan akar masalah yang ada dalam
keluhan utama, yaitu dengan mengidentifikasi keluhan utama.
Misalnya, dengan mencari tahu kapan rasa sakit/rasa tidak nyaman
itu pertama kali muncul, apakah keluhan itu bersifat intermitten
(berselang) atau terus menerus, jika intermittent seberapa sering,
ada faktor pemicunya, dan sebagainya. Jika rasa sakit
terdeskripsikan sebagai masalah utama, maka ada beberapa hal
yang dapat dipertimbangkan, misalnya sebagai berikut sesuai
dengan kasus (glossodynia):5
- Lokasi dan Radiasi
Bilateral, melibatkan lidah anterior dalam banyak
kasus, dan kadang-kadang juga bibir, langit-langit, dan
faring.5
8
- Karakter
Serasa terbakar, menusuk, dan ketidaknyamanan.5
- Durasi, Periodisitas
Bertahap dan spontan, dengan sensasi terbakar yang
terjadi, meskipun tidak ada rasa sakit.5
9
5. Riwayat Dental (Dental History)
Selain riwayat medik, riwayat dental juga perlu ditanyakan
karena akan mempengaruhi seseorang dokter gigi dalam
menentukan rencana dan manajemen perawatan yang akan
dilakukan. Beberapa riwayat dental yang dapat ditanyakan yaitu :
Pasien rutin ke dokter gigi atau tidak Sikap pasien kepada dokter
gigi saat dilakukan perawatan Masalah gigi geligi pasien
Perawatan restorasi/pencabutan gigi terakhir.5
6. Riwayat Keluarga (Family History)
Ini berkaitan dengan masalah herediter yang berkaitan
dengan kondisi keluarga seperti kasus tersebut. Beberapa penyakit
yang berkaitan dengan kelompok etnik tertentu.5
7. Riwayat Sosial
Riwayat sosial yang dapat diungkapkan antara lain:5
- Apakah pasien masih memiliki keluarga.
- Keadaan sosio-ekonomi.
- Kebiasaan merokok, minum alkohol, pengguna obat-
obatan, dan Informasi tentang diet makan pasien.5
b) Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan objektif yang dilakukan secara umum ada dua yaitu
pemeriksaan ekstra oral dan intra oral.5
1. Pemeriksaan Ekstra Oral
Pemeriksaan ekstra oral ini bertujuan untuk melihat
penampakan secara umum dari pasien, misalnya pembengkakan di
muka dan di leher, pola skeletal, kompetensi bibir. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara palpasi limfonodi, otot-otot mastikasi, dan
pemeriksaan temporomandibular joint (TMJ).5
10
2. Pemeriksaan Intra Oral
Pemeriksaan intra oral merupakan pemeriksaan yang
dilakukan dalam rongga mulut. Pemeriksaan intra oral berkaitan
dengan gigi dan jaringan sekitar (jaringan lunak maupun jaringan
keras). Misalnya:5
- Bibir.
- Mukosa labial.
- Mukosa bukal.
- Dasar mulut dan bagian ventral lidah.
- Bagian dorsal lidah.
- Palatum (palatum keras dan palatum lunak).
- Gingiva.5
Pada kasus dengan adanya pembengkakan, sebaiknya
diperiksa lebih teliti dengan memperhatikan hal-hal berikut:5
- Batas-batas pembengkakan: jelas atau tidak jelas.
- Konsistensi: keras, kenyal atau lunak.
- Fluktuasi: positif atau negatif.
- Warna: merah, putih, kuning.
- Bentuk permukaan: rata atau tidak rata.
- Mudah berdarah: positif atau negatif.
- Palpasi: sakit atau tidak sakit.5
c) Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi
● Artherograf: untuk membedakan malformasi dan lesi ulser
● Sialografi: pemeriksaan kelenjar saliva
● Magnetic Resonance Imaging (MRI): untuk pemeriksaan
jaringan lunak.5
2. Pengambilan Specimen
Darah specimen darah kapiler, vena, dan arteri semuanya
segera digunakan untuk melakukan pemeriksaan hematologi dan
11
kimia darah. Pemilihannya tergantung dari nilai apa yang
dibutuhkan.5
3. Pemeriksaan Biopsi
Dalam rongga mulut, pemeriksaan biopsi digunakan untuk
mengukuhkan suatu diagnosis dari keganasan kelainan klinis yang
dicurigai dan sebagai penunjang diagnosa dalam mengevaluasi
kelainan non-neoplastik. Macam-macam pemeriksaan biopsi dalam
rongga mulut yang dapat dilakukan adalah:5
- Eksisi/eksisional biopsi.
- Insisi.
- Aspirasi jarum halus.
- Usapan.5
12
b. Anemia.
c. Gangguan hormon.
d. Xerostomia.
e. Gangguan GI.
f. Faktor psikogenik, misalnya kanker fobia, anxiety kronis, depresi.
g. Neuralgia trigeminal.
h. Nyeri dari gigi.
i. Edema angioneurotic.
j. Glositis Moeller.
k. Sindrom menopause.
l. Sariawan.5
b. Gangguan Pengecapan
Pasien dengan Glossopyrosis sering melaporkan sensasi
sakit yang dia rasakan disertai dengan dysgeusia dan phantom
taste. Menemukan bahwa ada central inhibitory yg berinteraksi
antara rasa dan rasa sakit di mulut biasanya menghambat oral pain.
Reseptor rasa pada rasa pahit yang paling kecil dan paling rentan
13
terhadap cedera dibanding yang lain. Kerusakan chorda tympani
atau taste buds melepaskan penghambatan pada saraf
glossopharyngeal atau saraf trigeminal. Supertasters adalah
individu dengan meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi rasa.
Pada pasien dengan Glossopyrosis terutama supertasters dan
intensitas nyeri oral ditemukan berkorelasi dengan kepadatan
fungiform papila (Grushka et al.).5
2. Faktor Sistemik
a. Perubahan Hormonal
Berdasarkan suatu studi, sekitar 90% wanita dengan
glossopyrosis dikabarkan berada pada fase menopause, dengan
frekuensi terbesar dari onset dilaporkan dari 3 tahun sebelum 12
tahun setelah menopause (Kanchan et al.). Baik terapi penggantian
hormon sistemik atau topikal telah terbukti efektif. Dalam terapi
penggantian hormon penelitian terbaru ditemukan berkhasiat pada
pasien Glossopyrosis yang telah menunjukkan nuclear estrogen
14
receptors pada uji imunohistokimia dan tidak efektif pada mereka
yang tidak memiliki reseptor (Miyamoto & Ziccardi). Terapi
penggantian estrogen dapat mengurangi tekanan psikologis pada
pasca wanita menopause (Kanchan et al.).5
b. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus telah dikaitkan dengan Glossopyrosis
dengan bukti 10% sampai 37% (Miyamoto & Ziccardi). Ketika
diabetes menjadi faktor predisposisi untuk oral Candidiasis yang
dimana menyebabkan iritasi mukosa dan dengan demikian
menghasilkan oral burning (Kanchan et al.). Selain diabetes,
kontak yang terlalu lama pada glukosa dapat menyebabkan
kerusakan ujung saraf. Sirkulasi yang buruk juga efek samping dari
diabetes dan dengan demikian menurunkan pain threshold karena
faktor ini dapat dengan mudah mengganggu fungsi di ujung cabang
v2 atau v3 saraf trigeminal.5
c. Infeksi Virus
Sebuah hubungan yang mungkin antara Glossopyrosis dan
herpes kerusakan virus dievaluasi dalam studi baru-baru ini atas
dasar pandangan bahwa herpes virus dapat menyebabkan
neuropathies. Tapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
membedakan infeksi aktif atau post viral infection pada
Glossopyrosis (Grushka et al.).5
15
hingga 85% (de Moura et al.). Bagaimana peran dari vitamin B1,
B2, dan B6 masih belum jelas.5
e. Hypothyroidism
Studi terbaru menunjukkan korelasi antara Glossopyrosis,
rasa dan hipotiroidisme. Hormon tiroid ini penting untuk maturasi
taste buds.Jadi pasien dengan hypothyroidism manifestasi dengan
aguesia atau dysgeusia (Femiano et al.).5
f. Obat-Obatan
Obat-obatan dilaporkan menyebabkan Glossopyrosis.
Angiotensin converting enzyme inhibitor yang paling sering
menjadi etiologi dari glossopyrosis. Angiotensin receptor blocker
(losartan), antikoagulan, antiretroviral (efavirenz), antikolinergik,
metoclopramide, juga menyebabkan Glossopyrosis. (Guidice;.
Grushka et al).5
3. Faktor Psikogenik
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa pasien dengan
Glossopyrosis mengalami depresi, gangguan suasana hati dan kecemasan.
Kehidupan yang sukses kadang-kadang mungkin memainkan peran dalam
timbulnya gangguan ini. Kurangnya rasa sakit saat tidur dan peningkatan
gejala siang hari hanya indikator bahwa sindrom mungkin memiliki asal-
usul psikologis.5
4. Faktor Neurogenik
Studi terbaru telah menunjukkan disfungsi berbagai saraf kranial
yang berhubungan dengan sensasi rasa bisa menjadi penyebab
Glossopyrosis (Kanshan et al.). Persepsi abnormal dari berbagai intensitas
16
nyeri, perubahan dalam transmisi saraf dan gangguan sistem
microcirculatory neurovaskular menyetujui pandangan neuropatik pada
Glossopyrosis). Kadar serum dari IL-6, sitokin saraf ditemukan rendah
pada pasien Glossopyrosis.5
17
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan spesifikasi jenis
Glossopyrosis, primer atau sekunder. Kunci utama dari terapi untuk Glossopyrosis
sekunder adalah merawat atau menghilangkan penyebab lokal atau penyakit
sistemik dengan memberikan medikamen (seperti Inhibitor ACE). Pada
Glossopyrosis primer digunakan berbagai medikamen dari kelas yang berbeda.
Medikamen yang dapat digunakan pada penderita Glossopyrosis:5
- Antidepressants.
- Aniolytics.
- Anticonvulsants.
- Atypical antipsychotics.
- Enzodiazepines.
- Tricyclic antidepressants.
- Gabapentin.
- Trazodone.
- Amisulpride.
- Topical capsaicin.
- Alpha-lipoic acid. Penggunaan alpha lipoic acid (ALA) 600 mg tiap hari
selama lebih dari 2 bulan.
- Clonazepam lozenges (oral dissolution 1 mg tablet 3 hari sekali)
bermanfaat pada pasien dengan predominat peripheral Glossopyrosis dan
pada pasien dengan gangguan penglihatan (buta) topical clonepam dapat
mengurangi intensitas nyeri.
- Pemberian Capcaisin sebagai reseptor desensitizer untuk inflamasi
neurogenik.5
18
untuk topical dosisnya 0.5-1 mg 2 atau 3 kali sehari. Kobionasi topikal dan
sistemik dapat dilakukan.
- Antidepresan. Tricyclic antidepressant seperti amitriptyline dan
nortiptyline dengan dosis rendah berguna pada kasus Glossopyrosis akan
tetapi kontraindikasi pada pasien dengan bibir kering.
- Analgesik. Digunakan untuk merawat gejala dari GLOSSOPYROSIS.
Capcaisin topical 0.25 % 3kali sehari. Benzydamine hidroklorid 15ml
0.15% dikumur selama satu menit 3 kali sehari. Dapat juga digunakan
lidokain.
- Perawatan hormonal.
- Intervensi psikiatrik.5
B. Tougue Thrusting
Tongue thrusting adalah suatu kebiasaan menjulurkan lidah yang
berhubungan dengan proses penelanan yang pada kehidupan manusia mengalami
19
perubahan sejak bayi hingga dewasa. Tanda-tanda tongue thrust yang paling
sering terjadi adalah lidah maju, mendorong atau terletak di antara gigi-gigi
anterior dan adanya aktivitas otot circum oral yang berlebihan selama penelanan
(Geophine et al., 2005).6
Kebiasaan menjulurkan lidah merupakan suatu bentuk proses penelanan,
yang mendorong lidah ke depan atau lateral atau di antara gigi selama penelanan.
Kebiasaan menjulurkan lidah menunjukkan pergerakan lidah melawan
pertumbuhan gigi selama penelanan dan pada saat istirahat. Alawiyah dan Sianita
(2012) mengatakan bahwa gerakan lidah selama kebiasaan ini berlangsung pada
umumnya hanya singkat, tidak lebih dari satu detik. Namun demikian, individu
normal diperkirakan akan melakukan tidak kurang dari 800 kali gerakan menelan
per hari dalam keadaan sadar dan bila digabungkan dengan saat tidur, maka total
gerakan menelan seseorang bisa mencapai hampir 1000 kali. Tentu saja seribu
kali tekanan per hari yang totalnya mungkin hanya beberapa menit, walaupun
ringan akan mempengaruhi posisi gigi, baik vertikal (tumpang gigit) maupun
horizontal (jarak gigit) Hal ini untuk menggambarkan ketidakseimbangan otot
orofasial.6
Posisi lidah yang tidak normal dan abnormalitas gerakan lidah saat
menelan telah lama terkait dengan open bite anterior dan protrusi gigi insisivus
rahang atas. Ada beberapa bentuk kebiasaan menjulurkan lidah dengan posisi
lidah yang bermacam-macam. Proffit (2000) menyatakan bahwa kondisi ini sering
disebut tongue thrust, deviate swallow, visceral swallow, atau infantile swallow.
Penyebab utama kebiasaan ini berhubungan dengan psikologi (maturasi) dan
anatomi (pertumbuhan) anak itu sendiri. Bayi normal memposisikan lidahnya ke
anterior di dalam mulut saat posisi istirahat dan menelan (Aisyah, 2016).6
Terdapat banyak anak-anak usia sekolah memiliki kebiasaan menjulurkan
lidah. Menurut beberapa penelitian, sebanyak 67-95% dari anak-anak yang
berusia 5-8 tahun melakukan kebiasaan tongue thrust dalam jangka waktu yang
lama akan berhubungan dengan masalah ortodonti atau gangguan pengucapan.
Pada satu negara, kira-kira 20-80% pasien ortodonti memiliki beberapa bentuk
kasus tongue thrust (Aisyah, 2016).6
20
Menurut Tharvade and Ramkhrisna (2015) ada beberapa faktor yang
dapat menimbulkan kebiasaan menjulurkan lidah, antara lain:6
1. Faktor genetik/herediter, berupa anatomi yang spesifik atau neuromuskular
pada regio orofasial yang dapat menimbulkan kebiasaan menjulurkan
lidah. Misalnya, aktivitas hypertonic orbicularis oris.
2. Pemberian susu botol yang tidak baik.
3. Kebiasaan menghisap ibu jari yang berkepanjangan. Walaupun mengisap
jari tidak dilakukan lagi, akan tetapi telah terbentuk open bite maka lidah
sering terjulur ke depan untuk mempertahankan penutupan bagian depan
selama proses penelanan.
4. Tonsillitis, adenoid atau infeksi tenggorokan yang menyebabkan kesulitan
menelan.
5. Lidah besar yang abnormal (macroglossia).
6. Alergi, penyumbatan hidung atau obstruksi yang berhubungan dengan
bernafas melalui mulut yang menyebabkan lidah turun di dasar mulut.
7. Gangguan neurologis, muscular atau abnormalitas psikologis yang lain.
8. Frenulum lingual yang pendek. Pada kondisi ini lidah tidak dapat masuk
atau menyentuh palatum sehingga lidah cenderung terjulur ke depan.
9. Kebiasaan suka meniru menjulurkan lidah pada anak-anak yang jika
berlangsung terus-menerus dapat menjadi kebiasaan yang menetap.6
Klasifikasi
Klasifikasi tongue thrusting terdiri dari klasifikasi Moyers dan
klasifikasi James Brauer and Holt. Klasifikasi Moyers mengelompokkan
pola penelanan pada kebiasaan menjulurkan lidah menjadi 3 tipe, yaitu:6
1. Simple tongue thrust (kebiasaan menjulurkan lidah sederhana)
2. Complex tongue thrust (kebiasaan menjulurkan lidah kompleks)
3. Retained infantile swallow (pola menelan bayi yang masih
berlanjut) (Jusuf, 2016).6
21
1. Simple Tongue Thrusting
22
dua masalah neuromaskular yaitu refleks oklusal dan penelanan
abnormal (Jusuf, 2016).6
23
Gambar 4. Retained infantile swallow. 6
24
- Subgroup I: gigitan terbuka posterior.
- Subgroup II: gigitan silang posterior.
- Subgroup III: gigitan dalam.6
➔ Tipe IV: deforming anterior and lateral tongue thrust merupakan
jenis yang paling umum ditemukan lidah muncul di permukaan
oklusal atau incisal dari semua gigi saat menelan. Pola lidah tipe
ini tampak relatif lebih besar hubungannya dengan lingkungan
bagian dalam mulut dimana lidah berada. Tipe IV terbagi menjadi:6
- Subgroup I: gigitan terbuka anterior dan posterior.
- Subgroup II: proklinasi dari gigi anterior.
- Subgroup III: gigitan silang posterior.6
25
Pada anterior thrust, gigi insisif atas sangat menonjol dan gigi insisif
bawah tertarik ke dalam oleh bibir bawah. Jenis ini paling sering terjadi
disertai dengan dorongan mentalis yang kuat. Unilateral thrust secara
karakteristik, adalah gigitan terbuka pada satu sisi. Pada bilateral thrust,
gigitan anterior tertutup namun gigi posterior dari premolar pertama ke molar
dapat terbuka pada kedua sisinya. Kasus seperti ini pada umumnya sangat sulit
untuk dikoreksi.6
BAB III
PENUTUP
Kebiasaan buruk oral (bad habits) adalah faktor penyebab yang
cenderung menimbulkan perkembangan bentuk yang abnormal pada rongga
mulut. Kebiasaan buruk oral berpengaruh terhadap fungsi dentofasial seperti
proses pengunyahan, penelanan, pernafasan, bicara, oklusi gigi, struktur
jaringan penyangga gigi maupun estetik penderitanya. Kebiasaan buruk pada
mulut dapat berupa bernapas melalui mulut (mouth breathing), menjulurkan
lidah (tongue thrusting), menghisap ibu jari (thumb sucking), menghisap bibir
(lip sucking), menggigit bibir (lip biting), menggigit kuku (nail biting),
menopang dagu dan bruxism. Apabila kebiasaan buruk tidak dicegah, maka
akan menyebabkan disfungsi oral atau rongga mulut.
26
DAFTAR PUSTAKA
27