Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH STOMATOGNATI 2

TOPIK 7
PEMERIKSAAN ORAL DISFUNCTION
PERNAFASAN, PENELANAN DAN
KELAINAN LIDAH

Kelompok 2
Kelas D
Fasilitator: Ayu Sukma, drg., Sp.Ort
Disusun Oleh:
1. M. Rayhan Mulyaharja 6. Nabila Maharani Putri Husen
(2019-11-101) (2019-11-106)
2. Muhasanah Ayu Nurfitria 7. Nabilah Khairunnisa Sudrajat
(2019-11-102) (2019-11-107)
3. Muniarti Yulia Tasliani 8. Nada Rizky Fetiastuti 
(2019-11-103) (2019-11-108)
4. Mutia Syaharani Irawan 9. Nadhira Rivazka 
(2019-11-104) (2019-11-109)
5. Nabila Dafa Nur Adiba 10. Nadila Puspita Sari 
(2019-11-105)  (2019-11-110)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan  kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
ini sebagai pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya sehingga
terbentuklah makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Pemeriksaan Oral Disfunction Pernafasan,
Penelanan, dan Kelainan Lidah. Kami juga menyadari bahwa dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun. 
Akhir kata kami berharap semoga makalah Pemeriksaan Oral Disfunction
Pernafasan, Penelanan, dan Kelainan Lidah ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.

Jakarta, Juni 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..……….1
1.1 Latar Belakang………………………………..……………………….1
1.2 Tujuan Penulisan………..………………………………..……………1
BAB II PEMBAHASAN……………..…………………………………………..2
2.1 Pemeriksaan Oral Disfunction yang Berhubungan dengan Pernafasan.2
2.2 Pemeriksaan Oral Disfunction yang Berhubungan dengan Penelanan..4
2.3 Pemeriksaan Oral Disfunction yang Berhubungan dengan Kelainan
Lidah…………………………………………..…………………………...5
BAB III PENUTUP……..………………………………………………………26
DAFTAR ISI………………………………………………..…………………...27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gejala seperti kesulitan makan pada masa awal kehidupan bayi yang
mungkin disebabkan oleh oral disfunction akan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan fisik, emosional, dan sosial anak. Perlu dilakukannya
pemeriksaan oral disfunction yang berkaitan dengan pernafasan, penelanan,
serta kelainan lidah dan pemahaman tentang mekanisme fungsi rongga mulut
yang matang dan fungsi rongga mulut yang normal pada masa bayi
diperlukan sebagai dasar untuk evaluasi dan pengobatan bayi dengan masalah
makan dan pernafasan.

1.2 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Stomatognati 2 tentang
Pemeriksaan Oral Disfunction Pernafasan, Penelanan, dan Kelainan Lidah
serta bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemeriksaan Oral Disfunction yang Berhubungan dengan Pernafasan


Bernafas melalui mulut merupakan salah satu dari kebiasaan mulut yang
menyimpang dari keadaan normal. Apabila seseorang tidak dapat bernafas dengan
baik karena mengalami gangguan, maka cara lainnya adalah bernafas melalui
mulut.1
Perubahan pada pola pernafasan, seperti kebiasaan bernafas melalui mulut
dapat merubah bentuk dari kepala, rahang dan lidah. Jika mempunyai kebiasaan
buruk bernafas melalui mulut, maka rahang bawah dan lidah letaknya lebih
rendah dari biasanya dan kepala akan memanjang. Apabila perubahan postur ini
dibiarkan, maka tinggi muka akan bertambah dan gigi posterior akan menjadi
ekstrusi. Apabila terjadi pertumbuhan kearah vertikal dari tulang ramus, maka
rahang bawah berotasi ke bawah dan ke belakang, sehingga menyebabkan open
bite anterior dan overjet bertambah besar dan hal ini akan meningkatkan tekanan
pada pipi yang menyebabkan lengkung gigi rahang atas menjadi sempit. Bernafas
melalui mulut mempunyai gambaran yang khas disebut ”adenoid facies”. Ciri
khas ”adenoid facies” yaitu muka yang sempit, gigi depan atas protrusif dan bibir
terbuka.2

Gambar 1. Classic adenoids facies.3

2
Akibat kebiasaan bernafas melalui mulut menyebabkan open bite anterior,
maloklusi kelas II divisi 1, tidak adanya self cleansing terutama pada regio
anterior rahang atas dan adanya gingivitis terutama pada regio anterior. Berat
ringannya maloklusi akibat bernafas melalui mulut tergantung dari:2
1. Lamanya (duration).
2. Seringnya (frequency).
3. Intensitas kebiasaan itu berlangsung.
4. Umur anak.2

Perawatan kebiasaan bernafas melalui mulut dibagi atas dua bagian, yaitu:2
1. Perawatan secara medis yaitu tindakan operasi dan pemberian obat-
obatan.
2. Perawatan dengan memakai alat ”oral screen”.2

Apabila perawatan dari kebiasaan bernafas melalui mulut dilakukan pada


masa tumbuh kembang yang tepat, maka penyembuhan dapat dicapai dalam
jangka waktu yang pendek dan diperoleh hasil yang memuaskan. Perawatan
bernafas melalui mulut sebaiknya dirawat segera pada masa geligi campuran.2
Pada umumnya perawatan dengan memakai alat intra oral yaitu ”oral
screen”, apabila pasien di dalam perawatannya kooperatif, maka hasilnya akan
sangat memuaskan. ”Oral screen” merupakan alat yang baik, murah dan mudah
pembuatannya. Pergerakan yang ditimbulkannya merupakan pergerakan fisiologis
dan prinsip kerjanya seakan-akan mulut ditutup dengan plat akrilik.2
Bernafas melalui mulut dapat sembuh tanpa perawatan, disebabkan oleh
faktor-faktor tertentu, yaitu:2
1. Tonsil-tonsil dan adenoid yang pada awalnya hipertropi pada masa
anak-anak, kemudian mengalami atropi setelah pubertas.
2. Rongga hidung dan faring membesar pada waktu dewasa.
3. Oral sphincter menjadi lebih kencang dan matang bila anak menjadi
besar.2

3
2.2 Pemeriksaan Oral Disfunction yang Berhubungan dengan Penelanan

Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang


memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang
baik dari 6 saraf kranial, 4 saraf servikal dan lebih 30 pasang otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke
dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut
disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga
mulut sampai ke lambung.3

Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara


teratur dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu
proses menelan dimulai, jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah dari otot-
otot perioral menuju ke bawah. Jaringan saraf yang bertanggung jawab untuk
menelan otomatis. Disebut dengan pola generator pusat.3

Pemeriksaan pada disfagia, di antaranya:3


1) Pemeriksaan fisik periksa mekanisme motoris oral dan laryngeal.
Pemeriksaan nervus V dan VII-XII penting dalam menentukan
bukti fisik dari disfagia orofaringeal.
2) Pengamatan langsung penutupan bibir, rahang, mengunyah,
pergerakan dan kekuatan lidah, elevasi palatal dan laryngeal,
salivasi, dan sensitivitas oral.
3) Periksa kesadaran dan status kognitif pasien karena dapat
mempengaruhi keamanan menelan dan kemampuan
kompensasinya.

4
4) Dysphonia dan dysarthria adalah tanda disfungsi motoris struktur–
struktur yang terlibat pada menelan.3

Pemeriksaan endoskopi serat optik mungkin diperlukan. Gangguan


menelan dan faringeal biasanya mampu untuk rehabilitasi, termasuk
modifikasi diet dan pelatihan teknik dan manuver menelan. Pembedahan
jarang diindikasikan untuk pasien gangguan menelan. Pada pasien yang
gangguan parah, memintas rongga mulut dan faring di dalam keseluruhannya
dan memberikan nutrisi enteral mungkin diperlukan. Pilihannya antara lain
Percutaneous Endoscopic Gastrostomy dan kateterisasi Oroesophageal
Intermittent.3

2.3 Pemeriksaan Oral Dysfunction yang Berhubungan dengan Kelainan


Lidah
A. Glossophyrosis
Lidah merupakan salah satu bagian penting dalam rongga mulut dengan
berbagai macam fungsi, seperti membantu dalam berbicara, pengunyahan,
pengecapan dan membantu dalam sistem pencernaan. Dan lidah pun tidak luput
dari serangan berbagia macam penyakit, infeksi dan kelainan yang ditimbulkan
oleh berbagai macam hal, meliputi infeksi jamur, kanker, trauma, kebiasaan
tertentu dan lain-lain. Lidah merupakan tempat beradanya indra pengecap
(khemoreseptor). Zat yang dapat dikecap adalah zat-zat kimia berupa larutan.
Pada saat kita mengecap makanan, rasa yang timbul sebenarnya adalah perpaduan
antara rasa dan bau. Oleh karena itu indra pengecap erat kaitannya dengan indra
pembau.4
Lidah terbentuk oleh jaringan otot yang ditutupi oleh selaput lendir yang
selalu basah dan berwarna merah jambu. Di dalam mulut, permukaan lidah terasa
halus dan licin. Ada tiga jenis papila yang ada di permukaan lidah yaitu:4
a. Papila sirkumvalata, yang berbentuk cincin. Papila ini terdapat di pangkal
lidah, berjajar membentuk huruf V.

5
b. Papila fungiformis, yang berbentuk seperti jamur. Papila ini menyebar di
permukaan ujung dan sisi lidah.
c. Papila filiformis, yang berbentuk seperti rambut. Papila ini merupakan
papila terbanyak. Papila ini lebih banyak berfungsi sebagai perasa
sentuhan daripada pengecap.4

Pada papila-papila inilah terdapat kuncup pengecap yang merupakan


kumpulan ujung-ujung saraf pengecap dan oleh serabut-serabut saraf dihubungkan
dengan otak. Suatu zat dapat dirasakan oleh lidah bila zat tersebut berupa larutan.
Larutan tersebut kemudian memenuhi parit-parit di sekitar papila-papila. Karena
pada papila tersebut terdapat kuncup-kuncup pengecap, maka zat yang mengisi
parit tersebut merangsang kuncup pengecap. Rangsangan ini diteruskan oleh
serabut saraf menuju ke otak untuk diartikan. Kuncup-kuncup pengecap dapat
membedakan empat rasa pokok yaitu asam, pahit, manis dan asin. Burning Mouth
Syndrom adalah sebuah sensasi terbakar pada seluruh sudut lidah. Untuk situasi
ini, terdapat dua istilah medis, yaitu glossodynia dan Glossopyrosis. Pada
umumnya, tidak terdapat tanda-tanda yang bisa dilihat. Jika rasa terbakar juga ada
pada bibir, dagu dalam, langit-langit mulut, gusi, dll. maka itu dikenal dengan
nama sindrom mulut terbakar. Pada beberapa kasus, indera pengecap pasien
kemungkinan bisa hilang sementara.4

Definisi Glossophyrosis
Istilah glossodynia (painful lidah) dan Glossopyrosis (sensasi terbakar
lidah), serta glossalgia, menggambarkan fenomena ini dalam gangguan ini
sehubungan dengan daerah yang paling terkena dampak, lidah (terutama ujung
dan batas lateral). Istilah lain seperti stomatodynia, stomatopyrosis, dysesthesia
lisan, dan Burning Mouth Syndrom (Glossopyrosis) atau sindrom mulut terbakar
digunakan untuk mendefinisikan kondisi ini. Sindrom mulut terbakar (disebut
juga glossodynia, Glossopyrosis, dysaesthesia oral) ditandai dengan sensasi
terbakar yang mempengaruhi mukosa oral yang disebabkan oleh faktor lokal dan
sistemik lain misalnya xerostomia, desain gigi tiruan yang tidak baik, diabetes,

6
anemia (Coulthard dkk., 2003). Glossopyrosis adalah kondisi yang sangat
menyakitkan yang sering didefinisikan sebagai sensasi panas di lidah, bibir,
palatum ataupun di seluruh rongga mulut atau pedas, atau glositis psikogenik.
Walaupun sindrom ini dapat mengenai siapapun, namun lebih banyak terjadi pada
wanita setengah baya maupun lanjut usia. Sindrom mulut terbakar sering terjadi
dengan disertai berbagai kondisi medis dan gigi, dari kekurangan gizi dan
menopause sampai mulut kering alergi. Tetapi hubungan mereka tidak jelas, dan
penyebab pasti sindrom mulut terbakar tidak selalu dapat diidentifikasi dengan
pasti (National Institute of Dental and Craniofacial Research, 2010).4

Tahapan Penegakan Diagnosis


Salah satu tanggung jawab seorang dokter gigi adalah melakukan diagnosa
dan menentukan perawatan yang tepat terhadap rasa sakit yang timbul pada
rongga mulut. Rasa sakit di dalam rongga mulut ada beberapa macam, contohnya
berdenyut, tumpul, tajam tergantung dari durasi dari rasa sakit, keparahan, dan
intensitas. Meskipun dari beberapa kasus sakit yang dihadapi oleh seorang dokter
gigi selalu dikaitkan dengan gigi, selain itu juga ada beberapa penyakit di dalam
rongga mulut yang terjadi karena adanya gangguan saraf. Oleh karena itu,
dibutuhkan pemahaman yang komprehensif terhadap gangguan yang
mempengaruhi saraf dan suplai darah dari berbagai macam anatomi dan struktur
yang dikaitkan dengan oral cavity. Dengan adanya pemahaman yang baik, maka
seorang dokter gigi dapat menentukan jenis keluhan yang dialami pasien dengan
baik dan dapat mengambil tindakan secara tepat dalam hal perawatan.5
a) Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan subyektif setidak-tidaknya berkaitan dengan 7 hal,
yakni identitas pasien, keluhan utama, present illness, riwayat medik,
riwayat dental, riwayat keluarga, dan riwayat sosial.5
1. Identitas Pasien/Data Demografis
Data identitas pasien ini diperlukan bila sewaktu-waktu
dokter gigi perlu menghubungi pasien pasca-tindakan, dapat pula

7
sebagai data ante mortem (dental forensic). Data identitas pasien
ini meliputi:5
- Nama pasien (nama lengkap dan nama panggilan).
- Tempat dan tanggal lahir (usia).
- Alamat tempat tinggal.
- Golongan darah.
- Pekerjaan.
- Pendidikan.
- Pendidikan.
- Nomor telepon.5
2. Keluhan Utama (Chief Complaint/CC)
Berkaitan dengan apa yang dikeluhkan oleh pasien dan
alasan pasien datang ke dokter gigi. Keluhan utama dari pasien
akan berpengaruh terhadap pertimbangan dokter gigi dalam
menentukan perawatan.5
3. Present Illness (PI)
Mengetahui keluhan utama saja tidak cukup, maka
diperlukan pada pengembangan akar masalah yang ada dalam
keluhan utama, yaitu dengan mengidentifikasi keluhan utama.
Misalnya, dengan mencari tahu kapan rasa sakit/rasa tidak nyaman
itu pertama kali muncul, apakah keluhan itu bersifat intermitten
(berselang) atau terus menerus, jika intermittent seberapa sering,
ada faktor pemicunya, dan sebagainya. Jika rasa sakit
terdeskripsikan sebagai masalah utama, maka ada beberapa hal
yang dapat dipertimbangkan, misalnya sebagai berikut sesuai
dengan kasus (glossodynia):5
- Lokasi dan Radiasi
Bilateral, melibatkan lidah anterior dalam banyak
kasus, dan kadang-kadang juga bibir, langit-langit, dan
faring.5

8
- Karakter
Serasa terbakar, menusuk, dan ketidaknyamanan.5

- Durasi, Periodisitas
Bertahap dan spontan, dengan sensasi terbakar yang
terjadi, meskipun tidak ada rasa sakit.5

- Faktor yang Mempengaruhi


Gejala dapat meningkatkan ketika berbicara, ketika
makan makanan panas atau pedas, dan pada saat stres.
Gejala dapat dikurangi dengan mengonsumsi makanan
tertentu atau dengan minum, dengan tidur atau istirahat.5

4. Riwayat Medis (Medical History)


Riwayat medis perlu ditanyakan karena hal itu akan
berkaitan dengan diagnosis, treatment, dan prognosis. Beberapa hal
yang penting ditanyakan adalah:5
● Gejala umum, seperti demam, penurunan berat badan, serta
gejala umum yang lainnya.
● Gejala yang dikaitkan dengan sistem dalam tubuh, seperti
batuk dengan sistem respirasi, lesi oral dengan kelainan
gastrointestinal dan lesi kulit, kecemasan, depresi dengan
kelainan kejiwaan.
● Perawatan bedah dan radioterapi yang pernah dilakukan.
● Alergi makanan dan obat Penyakit yang pernah diderita
sebelumnya.
● Riwayat rawat inap.
● Anestesi.
● Masalah medis spesifik seperti terapi kotikosteriod, dibetes,
kecenderungan perdarahan, penyakit jantung, dan resiko
endokarditis yang dapat mempengaruhi prosedur operasi.5

9
5. Riwayat Dental (Dental History)
Selain riwayat medik, riwayat dental juga perlu ditanyakan
karena akan mempengaruhi seseorang dokter gigi dalam
menentukan rencana dan manajemen perawatan yang akan
dilakukan. Beberapa riwayat dental yang dapat ditanyakan yaitu :
Pasien rutin ke dokter gigi atau tidak Sikap pasien kepada dokter
gigi saat dilakukan perawatan Masalah gigi geligi pasien
Perawatan restorasi/pencabutan gigi terakhir.5
6. Riwayat Keluarga (Family History)
Ini berkaitan dengan masalah herediter yang berkaitan
dengan kondisi keluarga seperti kasus tersebut. Beberapa penyakit
yang berkaitan dengan kelompok etnik tertentu.5
7. Riwayat Sosial
Riwayat sosial yang dapat diungkapkan antara lain:5
- Apakah pasien masih memiliki keluarga.
- Keadaan sosio-ekonomi.
- Kebiasaan merokok, minum alkohol, pengguna obat-
obatan, dan Informasi tentang diet makan pasien.5

b) Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan objektif yang dilakukan secara umum ada dua yaitu
pemeriksaan ekstra oral dan intra oral.5
1. Pemeriksaan Ekstra Oral
Pemeriksaan ekstra oral ini bertujuan untuk melihat
penampakan secara umum dari pasien, misalnya pembengkakan di
muka dan di leher, pola skeletal, kompetensi bibir. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara palpasi limfonodi, otot-otot mastikasi, dan
pemeriksaan temporomandibular joint (TMJ).5

10
2. Pemeriksaan Intra Oral
Pemeriksaan intra oral merupakan pemeriksaan yang
dilakukan dalam rongga mulut. Pemeriksaan intra oral berkaitan
dengan gigi dan jaringan sekitar (jaringan lunak maupun jaringan
keras). Misalnya:5
- Bibir.
- Mukosa labial.
- Mukosa bukal.
- Dasar mulut dan bagian ventral lidah.
- Bagian dorsal lidah.
- Palatum (palatum keras dan palatum lunak).
- Gingiva.5
Pada kasus dengan adanya pembengkakan, sebaiknya
diperiksa lebih teliti dengan memperhatikan hal-hal berikut:5
- Batas-batas pembengkakan: jelas atau tidak jelas.
- Konsistensi: keras, kenyal atau lunak.
- Fluktuasi: positif atau negatif.
- Warna: merah, putih, kuning.
- Bentuk permukaan: rata atau tidak rata.
- Mudah berdarah: positif atau negatif.
- Palpasi: sakit atau tidak sakit.5

c) Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi
● Artherograf: untuk membedakan malformasi dan lesi ulser
● Sialografi: pemeriksaan kelenjar saliva
● Magnetic Resonance Imaging (MRI): untuk pemeriksaan
jaringan lunak.5
2. Pengambilan Specimen
Darah specimen darah kapiler, vena, dan arteri semuanya
segera digunakan untuk melakukan pemeriksaan hematologi dan

11
kimia darah. Pemilihannya tergantung dari nilai apa yang
dibutuhkan.5
3. Pemeriksaan Biopsi
Dalam rongga mulut, pemeriksaan biopsi digunakan untuk
mengukuhkan suatu diagnosis dari keganasan kelainan klinis yang
dicurigai dan sebagai penunjang diagnosa dalam mengevaluasi
kelainan non-neoplastik. Macam-macam pemeriksaan biopsi dalam
rongga mulut yang dapat dilakukan adalah:5
- Eksisi/eksisional biopsi.
- Insisi.
- Aspirasi jarum halus.
- Usapan.5

Gejala dan Tanda Klinis dari Glossopyrosis


Manifestasi klinis Glossophyrosis digambarkan oleh rasa panas yang
terus-menerus, rasa terbakar dan sensasi yang menyakitkan yang berlangsung
sepanjang hari. Hal ini merupakan penyakit kronis yang muncul di lokasi yang
berbeda dalam rongga mulut, tentu saja dengan tidak adanya jenis lesi yang bisa
membenarkan gejala, serta perubahan klinis atau histologis penyakit ini. Pasien
cenderung mengeluhkan sensasi mulut dan langit-langit dengan perubahan kering,
yang terasa seperti rasa pahit. Lidah merupakan lokasi yang paling umum dari
manifestasi Glossophyrosis (di ujung dan di tepi lateral), bersama-sama dengan
bibir, terutama bibir bawah. Deskripsi simtomatologi bervariasi tergantung dari
pasien ke pasien, meskipun mayoritas dari mereka menggambarkan gejala seperti
tak tertahankan dan dengan perkembangan yang berkepanjangan. Perasaan tidak
nyaman cenderung terus-menerus, atau bersifat intermitten, dan jika terjadinya
sering, akan memburuk sepanjang hari.5

Etiologi dan Faktor Predisposisi Glossopyrosis


Berikut beberapa etiologi terjadinya Glossopyrosis secara umum:5
a. Kekurangan vitamin.

12
b. Anemia.
c. Gangguan hormon.
d. Xerostomia.
e. Gangguan GI.
f. Faktor psikogenik, misalnya kanker fobia, anxiety kronis, depresi.
g. Neuralgia trigeminal.
h. Nyeri dari gigi.
i. Edema angioneurotic.
j. Glositis Moeller.
k. Sindrom menopause.
l. Sariawan.5

Faktor penyebab untuk Glossopyrosis diklasifikasikan dalam empat


kategori (de Moura et al, 2007.):5
1. Faktor Lokal
Meskipun banyak faktor predisposisi telah dikaitkan dengan
Glossopyrosis, semua yang kontroversial. Iritasi kimia, reaksi alergi
terhadap bahan gigi, kebiasaan parafungsional galvanik belum ditemukan
yang menjadi penyebab penting dari Glossopyrosis.5
a. Disfungsi Saliva
Perubahan saliva diamati pada pasien dengan
Glossopyrosis, seperti ekskresi yang lebih rendah dari protein berat
molekul rendah (<13 k D) dapat menyebabkan perubahan fungsi
lubrikasi saliva dan dalam persepsi mukosa mulut.5

b. Gangguan Pengecapan
Pasien dengan Glossopyrosis sering melaporkan sensasi
sakit yang dia rasakan disertai dengan dysgeusia dan phantom
taste. Menemukan bahwa ada central inhibitory yg berinteraksi
antara rasa dan rasa sakit di mulut biasanya menghambat oral pain.
Reseptor rasa pada rasa pahit yang paling kecil dan paling rentan

13
terhadap cedera dibanding yang lain. Kerusakan chorda tympani
atau taste buds melepaskan penghambatan pada saraf
glossopharyngeal atau saraf trigeminal. Supertasters adalah
individu dengan meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi rasa.
Pada pasien dengan Glossopyrosis terutama supertasters dan
intensitas nyeri oral ditemukan berkorelasi dengan kepadatan
fungiform papila (Grushka et al.).5

c. Ulseratif dan Erosif Lesi, Candidiasis


Hal ini tidak mengherankan bahwa mikroba usus
ditemukan di mulut. H. pylori ditemukan di gastric ulcer juga
ditemukan dalam ulkus mukosa mulut. Pada studi H. pylori
ditemukan pada 16% kasus Glossopyrosis (Gall-roselj et al., 2006).
Pseudomembran dan Candidiasis erythematous juga terkait dengan
Glossopyrosis. Melaporkan bahwa pada pasien dengan
Glossopyrosis tanpa tanda-tanda klinis Kandidiasis, 86% membaik
setelah menggunakan antifungal lozenges. Kita bisa membedakan
rasa sakit pada lidah terkait dengan Candidiasis dan Glossopyrosis,
seperti dalam Candidiasis ada nyeri fungsional tapi di
Glossopyrosis nyeri pada lidah menghilang pada saat makan (Terai
& Shimahara, 2007).5

2. Faktor Sistemik
a. Perubahan Hormonal
Berdasarkan suatu studi, sekitar 90% wanita dengan
glossopyrosis dikabarkan berada pada fase menopause, dengan
frekuensi terbesar dari onset dilaporkan dari 3 tahun sebelum 12
tahun setelah menopause (Kanchan et al.). Baik terapi penggantian
hormon sistemik atau topikal telah terbukti efektif. Dalam terapi
penggantian hormon penelitian terbaru ditemukan berkhasiat pada
pasien Glossopyrosis yang telah menunjukkan nuclear estrogen

14
receptors pada uji imunohistokimia dan tidak efektif pada mereka
yang tidak memiliki reseptor (Miyamoto & Ziccardi). Terapi
penggantian estrogen dapat mengurangi tekanan psikologis pada
pasca wanita menopause (Kanchan et al.).5

b. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus telah dikaitkan dengan Glossopyrosis
dengan bukti 10% sampai 37% (Miyamoto & Ziccardi). Ketika
diabetes menjadi faktor predisposisi untuk oral Candidiasis yang
dimana menyebabkan iritasi mukosa dan dengan demikian
menghasilkan oral burning (Kanchan et al.). Selain diabetes,
kontak yang terlalu lama pada glukosa dapat menyebabkan
kerusakan ujung saraf. Sirkulasi yang buruk juga efek samping dari
diabetes dan dengan demikian menurunkan pain threshold karena
faktor ini dapat dengan mudah mengganggu fungsi di ujung cabang
v2 atau v3 saraf trigeminal.5

c. Infeksi Virus
Sebuah hubungan yang mungkin antara Glossopyrosis dan
herpes kerusakan virus dievaluasi dalam studi baru-baru ini atas
dasar pandangan bahwa herpes virus dapat menyebabkan
neuropathies. Tapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
membedakan infeksi aktif atau post viral infection pada
Glossopyrosis (Grushka et al.).5

d. Gangguan Anemia, Gizi dan Hematologi


Metabolisme dan integritas lapisan mukosa mulut sensitif
terhadap kekurangan vitamin dan mineral (Kanchan et al.).
Kekurangan vitamin dan mineral telah dilaporkan menjadi salah
satu dalam etiologi Glossopyrosis dengan prevalensi mulai dari 2%

15
hingga 85% (de Moura et al.). Bagaimana peran dari vitamin B1,
B2, dan B6 masih belum jelas.5

e. Hypothyroidism
Studi terbaru menunjukkan korelasi antara Glossopyrosis,
rasa dan hipotiroidisme. Hormon tiroid ini penting untuk maturasi
taste buds.Jadi pasien dengan hypothyroidism manifestasi dengan
aguesia atau dysgeusia (Femiano et al.).5

f. Obat-Obatan
Obat-obatan dilaporkan menyebabkan Glossopyrosis.
Angiotensin converting enzyme inhibitor yang paling sering
menjadi etiologi dari glossopyrosis. Angiotensin receptor blocker
(losartan), antikoagulan, antiretroviral (efavirenz), antikolinergik,
metoclopramide, juga menyebabkan Glossopyrosis. (Guidice;.
Grushka et al).5

3. Faktor Psikogenik
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa pasien dengan
Glossopyrosis mengalami depresi, gangguan suasana hati dan kecemasan.
Kehidupan yang sukses kadang-kadang mungkin memainkan peran dalam
timbulnya gangguan ini. Kurangnya rasa sakit saat tidur dan peningkatan
gejala siang hari hanya indikator bahwa sindrom mungkin memiliki asal-
usul psikologis.5

4. Faktor Neurogenik
Studi terbaru telah menunjukkan disfungsi berbagai saraf kranial
yang berhubungan dengan sensasi rasa bisa menjadi penyebab
Glossopyrosis (Kanshan et al.). Persepsi abnormal dari berbagai intensitas

16
nyeri, perubahan dalam transmisi saraf dan gangguan sistem
microcirculatory neurovaskular menyetujui pandangan neuropatik pada
Glossopyrosis). Kadar serum dari IL-6, sitokin saraf ditemukan rendah
pada pasien Glossopyrosis.5

Patomekanisme Penyakit Glossopyrosis


Etiologi dan patofisiologi dari Glossopyrosis belum diketahui secara pasti,
meskipun beberapa hipotesis sudah diberikan Glossopyrosis masuk ke dalam grup
idiopathic orofacial pain conditions. Meskipun begitu beberapa penelitian sudah
mendemonstrasikan bahwa terdapat perubahan sensoris dan respon refleks yang
abnormal dari otak dimana mensugesti adanya disfungsi dari sistem saraf perifer.
Faktor psikogenik juga memiliki peran dalam proses kerja sugesti pada otak,
tetapi secara umum faktor ini masih belum diterima secara kausal.5

Terapi Penyakit Glossopyrosis


Manajemen sindrom mulut terbakar (Glossopyrosis atau Glossopyrosis)
pada pasien dewasa dengan sindrom mulut terbakar, bermacam faktor mungkin
berinteraksi secara sinergis. Pada diabetes yang tidak terkontrol, xerostomia dan
kandidiasis dapat memberikan kontribusi terhadap gejala yang berhubungan
dengan mulut terbakar. Sebagai tambahan untuk pengobatan terhadap kondisi ini,
peningkatan dalam pengontrolan kadar gula darah penting dilakukan untuk
mengurangi gejala. Pemberian dosis rendah benzodiazepines, tricyclic
antidepresan dan antikonvulsan dapat membantu dalam mengurangi atau
menghilangkan gejala setelah beberapa minggu atau bulan. Dosis dari obat ini
disesuaikan dengan gejala yang dialami pasien. Efek samping yang berpotensi
meliputi xerostomia. Konsultasi dengan dokter pasien sangat perlu karena obat ini
mempunyai potensial untuk kecanduan dan ketergantungan. Pengobatan yang
biasa digunakan meliputi amitriptilin, nortriptilin, clonazepam dan gabapentin.
Yang menarik amitriptilin telah digunakan untuk pengobatan neuropati otonom
pada diabetes. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan spesifikasi
jenis Glossopyrosis, primer.5

17
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan spesifikasi jenis
Glossopyrosis, primer atau sekunder. Kunci utama dari terapi untuk Glossopyrosis
sekunder adalah merawat atau menghilangkan penyebab lokal atau penyakit
sistemik dengan memberikan medikamen (seperti Inhibitor ACE). Pada
Glossopyrosis primer digunakan berbagai medikamen dari kelas yang berbeda.
Medikamen yang dapat digunakan pada penderita Glossopyrosis:5
- Antidepressants.
- Aniolytics.
- Anticonvulsants.
- Atypical antipsychotics.
- Enzodiazepines.
- Tricyclic antidepressants.
- Gabapentin.
- Trazodone.
- Amisulpride.
- Topical capsaicin.
- Alpha-lipoic acid. Penggunaan alpha lipoic acid (ALA) 600 mg tiap hari
selama lebih dari 2 bulan.
- Clonazepam lozenges (oral dissolution 1 mg tablet 3 hari sekali)
bermanfaat pada pasien dengan predominat peripheral Glossopyrosis dan
pada pasien dengan gangguan penglihatan (buta) topical clonepam dapat
mengurangi intensitas nyeri.
- Pemberian Capcaisin sebagai reseptor desensitizer untuk inflamasi
neurogenik.5

Pemberian antidepresan dan antipsycotik


- Obat anti-epileptik, cara kerja sama dengan gamma aminobutyric
acid(GABA) meningkatkan efek menghambat sistem saraf pusat dengan
mengurangi rangsangan neuron dan nyeri. Yang sering digunakan ada
clonazepam dan gabapentin. Tipe yang digunakan dapat berupa sistemik
maupun topikal dengan dosis 0.25 mg/hari dan maksimum 3mg/hari. Dan

18
untuk topical dosisnya 0.5-1 mg 2 atau 3 kali sehari. Kobionasi topikal dan
sistemik dapat dilakukan.
- Antidepresan. Tricyclic antidepressant seperti amitriptyline dan
nortiptyline dengan dosis rendah berguna pada kasus Glossopyrosis akan
tetapi kontraindikasi pada pasien dengan bibir kering.
- Analgesik. Digunakan untuk merawat gejala dari GLOSSOPYROSIS.
Capcaisin topical 0.25 % 3kali sehari. Benzydamine hidroklorid 15ml
0.15% dikumur selama satu menit 3 kali sehari. Dapat juga digunakan
lidokain.
- Perawatan hormonal.
- Intervensi psikiatrik.5

Pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan, tergantung pada


penyebab gejala sindrom, pengobatan mungkin dapat mencakup:5
a. Menyesuaikan atau mengganti gigi palsu yang mengiritasi
b. Mengobati gangguan yang ada seperti diabetes, sindrom Sjögren,
atau masalah tiroid untuk memperbaiki gejala mulut terbakar
c. Suplemen untuk kekurangan nutrisi
d. Ganti obat jika obat yang menyebabkan mulut terbakar
e. Resep obat untuk meredakan mulut kering
f. Mengobati kandidiasis oral
g. Membantu mengontrol nyeri dari kerusakan saraf
h. Mengurangi kecemasan dan depresi.5

Bila penyebab yang mendasari tidak dapat ditemukan, pengobatan


ditujukan pada gejala untuk mencoba mengurangi rasa sakit yang terkait
dengan sindrom mulut terbakar.5

B. Tougue Thrusting
Tongue thrusting adalah suatu kebiasaan menjulurkan lidah yang
berhubungan dengan proses penelanan yang pada kehidupan manusia mengalami

19
perubahan sejak bayi hingga dewasa. Tanda-tanda tongue thrust yang paling
sering terjadi adalah lidah maju, mendorong atau terletak di antara gigi-gigi
anterior dan adanya aktivitas otot circum oral yang berlebihan selama penelanan
(Geophine et al., 2005).6
Kebiasaan menjulurkan lidah merupakan suatu bentuk proses penelanan,
yang mendorong lidah ke depan atau lateral atau di antara gigi selama penelanan.
Kebiasaan menjulurkan lidah menunjukkan pergerakan lidah melawan
pertumbuhan gigi selama penelanan dan pada saat istirahat. Alawiyah dan Sianita
(2012) mengatakan bahwa gerakan lidah selama kebiasaan ini berlangsung pada
umumnya hanya singkat, tidak lebih dari satu detik. Namun demikian, individu
normal diperkirakan akan melakukan tidak kurang dari 800 kali gerakan menelan
per hari dalam keadaan sadar dan bila digabungkan dengan saat tidur, maka total
gerakan menelan seseorang bisa mencapai hampir 1000 kali. Tentu saja seribu
kali tekanan per hari yang totalnya mungkin hanya beberapa menit, walaupun
ringan akan mempengaruhi posisi gigi, baik vertikal (tumpang gigit) maupun
horizontal (jarak gigit) Hal ini untuk menggambarkan ketidakseimbangan otot
orofasial.6
Posisi lidah yang tidak normal dan abnormalitas gerakan lidah saat
menelan telah lama terkait dengan open bite anterior dan protrusi gigi insisivus
rahang atas. Ada beberapa bentuk kebiasaan menjulurkan lidah dengan posisi
lidah yang bermacam-macam. Proffit (2000) menyatakan bahwa kondisi ini sering
disebut tongue thrust, deviate swallow, visceral swallow, atau infantile swallow.
Penyebab utama kebiasaan ini berhubungan dengan psikologi (maturasi) dan
anatomi (pertumbuhan) anak itu sendiri. Bayi normal memposisikan lidahnya ke
anterior di dalam mulut saat posisi istirahat dan menelan (Aisyah, 2016).6
Terdapat banyak anak-anak usia sekolah memiliki kebiasaan menjulurkan
lidah. Menurut beberapa penelitian, sebanyak 67-95% dari anak-anak yang
berusia 5-8 tahun melakukan kebiasaan tongue thrust dalam jangka waktu yang
lama akan berhubungan dengan masalah ortodonti atau gangguan pengucapan.
Pada satu negara, kira-kira 20-80% pasien ortodonti memiliki beberapa bentuk
kasus tongue thrust (Aisyah, 2016).6

20
Menurut Tharvade and Ramkhrisna (2015) ada beberapa faktor yang
dapat menimbulkan kebiasaan menjulurkan lidah, antara lain:6
1. Faktor genetik/herediter, berupa anatomi yang spesifik atau neuromuskular
pada regio orofasial yang dapat menimbulkan kebiasaan menjulurkan
lidah. Misalnya, aktivitas hypertonic orbicularis oris.
2. Pemberian susu botol yang tidak baik.
3. Kebiasaan menghisap ibu jari yang berkepanjangan. Walaupun mengisap
jari tidak dilakukan lagi, akan tetapi telah terbentuk open bite maka lidah
sering terjulur ke depan untuk mempertahankan penutupan bagian depan
selama proses penelanan.
4. Tonsillitis, adenoid atau infeksi tenggorokan yang menyebabkan kesulitan
menelan.
5. Lidah besar yang abnormal (macroglossia).
6. Alergi, penyumbatan hidung atau obstruksi yang berhubungan dengan
bernafas melalui mulut yang menyebabkan lidah turun di dasar mulut.
7. Gangguan neurologis, muscular atau abnormalitas psikologis yang lain.
8. Frenulum lingual yang pendek. Pada kondisi ini lidah tidak dapat masuk
atau menyentuh palatum sehingga lidah cenderung terjulur ke depan.
9. Kebiasaan suka meniru menjulurkan lidah pada anak-anak yang jika
berlangsung terus-menerus dapat menjadi kebiasaan yang menetap.6

Klasifikasi
Klasifikasi tongue thrusting terdiri dari klasifikasi Moyers dan
klasifikasi James Brauer and Holt. Klasifikasi Moyers mengelompokkan
pola penelanan pada kebiasaan menjulurkan lidah menjadi 3 tipe, yaitu:6
1. Simple tongue thrust (kebiasaan menjulurkan lidah sederhana)
2. Complex tongue thrust (kebiasaan menjulurkan lidah kompleks)
3. Retained infantile swallow (pola menelan bayi yang masih
berlanjut) (Jusuf, 2016).6

21
1. Simple Tongue Thrusting

Simple tongue thrusting adalah penelanan dengan gigi


posterior saling berkontak dan lidah terjulur ke depan diantara gigi
insisif atas dan bawah selama penelanan (Gambar 2). Biasanya
kebiasaan ini berkaitan dengan kebiasaan menghisap jari yang
dapat menyebabkan gigi insisif atas umumnya protrusif dan
menimbulkan gigitan terbuka anterior.6

Gambar 2. Simple tongue thrust. 6

2. Complex Tongue Thrust

Complex tongue thrust adalah penelanan dengan gigi


posterior tidak saling berkontak dan lidah terletak di antara gigi-
gigi atas dan bawah dan tidak menyentuh palatum (Gambar 3).
Biasanya kebiasaan tipe ini disebabkan obstruksi udara, bernafas
melalui mulut, tonsilitis, obstruksi nasal, dan faringitis. Gambaran
maloklusi dari tipe ini adalah tidak stabilnya oklusi, gigitan terbuka
anterior dan posterior, menyempitnya lengkung gigi atas, dan
gigitan terbalik posterior. Prognosis dari tipe ini lebih buruk
dibandingkan dengan tipe simple tongue thrust karena menyangkut

22
dua masalah neuromaskular yaitu refleks oklusal dan penelanan
abnormal (Jusuf, 2016).6

Gambar 3. Complex tongue thrust. 6

3. Retained Infantile Swallow

Jenis penelanan ini berkaitan dengan kontraksi kuat dari


saraf ke tujuh (saraf fasialis) kranial selama penelanan di mana
lidah maju secara berlebihan dan terjadi di seluruh gigi pada tahap
awal penelanan. Biasanya gigi yang oklusi hanya satu molar setiap
kuadran (Gambar 4). Pasien sulit mengekspresikan wajah karena
kerusakan saraf ke tujuh yang memperlambat pergerakan dari
ekspresi wajah. Biasanya pasien dengan kebiasaan ini mempunyai
kesulitan yang serius dalam pengunyahan. Prognosis dari tipe ini
sangat buruk, namun kasus ini sangat jarang terjadi (Jusuf, 2016).6

23
Gambar 4. Retained infantile swallow. 6

Brauer and Holt (1965) mengklasifikasikan kebiasaan menjulurkan


lidah berdasarkan letak dan posisinya, antara lain:6
1. Tipe I: non deforming tongue thrusting
2. Tipe II: deforming anterior tongue thrusting
3. Tipe III: deforming lateral tongue thrust
4. Tipe IV: deforming anterior and lateral tongue thrust.6

➔ Tipe I: non deforming tongue thrusting merupakan tipe dengan


oklusi yang sempurna tanpa rotasi. Posisi lidah dari tipe ini berada
dalam keadaan normal.6
➔ Tipe II: deforming anterior tongue thrusting merupakan tipe yang
paling umum terjadi dalam menelan yang buruk. Tipe jenis ini
menunjukkan pola lidah dalam menelan yang khas. Terlihat dari
bagaimana pola tersebut akan mempertahankan open bite anterior
dalam setiap individu. Tipe II terbagi menjadi:6
- Subgroup I: gigitan terbuka anterior
- Subgroup II: proklinasi anterior
- Subgroup III: gigitan silang posterior.6
➔ Tipe III: deforming lateral tongue thrust merupakan tipe yang
paling sering terjadi selama menelan. Pola lidah tipe ini dipaksa ke
lateral diantara gigitan terbuka posterior dan sering terkait gigitan
silang posterior. Tipe III terbagi menjadi:6

24
- Subgroup I: gigitan terbuka posterior.
- Subgroup II: gigitan silang posterior.
- Subgroup III: gigitan dalam.6
➔ Tipe IV: deforming anterior and lateral tongue thrust merupakan
jenis yang paling umum ditemukan lidah muncul di permukaan
oklusal atau incisal dari semua gigi saat menelan. Pola lidah tipe
ini tampak relatif lebih besar hubungannya dengan lingkungan
bagian dalam mulut dimana lidah berada. Tipe IV terbagi menjadi:6
- Subgroup I: gigitan terbuka anterior dan posterior.
- Subgroup II: proklinasi dari gigi anterior.
- Subgroup III: gigitan silang posterior.6

Menurut Singh et al. (2011) ada beberapa masalah yang


ditimbulkan akibat tongue thrust, antara lain open bite anterior (gigitan
terbuka anterior), anterior thrust; dan unilateral thrust. Gigitan terbuka
anterior merupakan kasus yang paling umum terjadi akibat tongue thrust
(Gambar 5). Dalam kasus ini, bibir depan tidak menutup dan anak sering
membiarkan mulutnya terbuka dengan posisi lidah lebih maju dari pada
bibir. Secara umum, lidah yang berukuran besar biasanya disertai
menjulurkan lidah. Gigitan terbuka anterior pada umumnya
mengakibatkan gangguan estetik, pengunyahan maupun gangguan dalam
pengucapan kata-kata yang mengandung huruf “s”, “z”. dan “sh”.6

Gambar 5. Gigitan terbuka anterior. 6

25
Pada anterior thrust, gigi insisif atas sangat menonjol dan gigi insisif
bawah tertarik ke dalam oleh bibir bawah. Jenis ini paling sering terjadi
disertai dengan dorongan mentalis yang kuat. Unilateral thrust secara
karakteristik, adalah gigitan terbuka pada satu sisi. Pada bilateral thrust,
gigitan anterior tertutup namun gigi posterior dari premolar pertama ke molar
dapat terbuka pada kedua sisinya. Kasus seperti ini pada umumnya sangat sulit
untuk dikoreksi.6

BAB III
PENUTUP
Kebiasaan buruk oral (bad habits) adalah faktor penyebab yang
cenderung menimbulkan perkembangan bentuk yang abnormal pada rongga
mulut. Kebiasaan buruk oral berpengaruh terhadap fungsi dentofasial seperti
proses pengunyahan, penelanan, pernafasan, bicara, oklusi gigi, struktur
jaringan penyangga gigi maupun estetik penderitanya. Kebiasaan buruk pada
mulut dapat berupa bernapas melalui mulut (mouth breathing), menjulurkan
lidah (tongue thrusting), menghisap ibu jari (thumb sucking), menghisap bibir
(lip sucking), menggigit bibir (lip biting), menggigit kuku (nail biting),
menopang dagu dan bruxism. Apabila kebiasaan buruk tidak dicegah, maka
akan menyebabkan disfungsi oral atau rongga mulut.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Massler, M. Oral Habit. Development and Management. 1983. h. 109-119.


2. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. 4th ed.
St Louis: Mosby Elsevier. 2007.
3. Proffit W, Fields H, Larson B, Sarver D. Contemporary Orthodontics. 6th
ed. Elsevier. 2018.

4. Bagus P., Nur AH.,Yanantika B,.Sari DK. Makalah Disfagia Sistem


Gastrointestinal. STIKes Harapan Bangsa. Purwokerto. 2011. Available
from: https://www.scribd.com/document/359757104/Makalah-disfagia.
Diakses Tanggal 30 Mei 2021.

5. Ulum M. Glossophyrosis. Makassar. 2016. Tersedia


di:https://www.slideshare.net/Miftahululum16/makalah-glossophyrosis
(Diakses tanggal 1 Juni 2021).
6. Rusdiana E, Goenharto S, Asdika RG. Variasi Fixed Tongue Crib untuk
Mengatasi Kebiasaan Menjulurkan Lidah. 2018. Tersedia di: https://e-
journal.unair.ac.id/JVHS/article/view/9705/5432 (Diakses tanggal 1 Juni
2021).

27

Anda mungkin juga menyukai