Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH STOMATOGNATI 2

TOPIK 5
MEKANISME DAN GANGGUAN
PERNAPASAN

Kelompok 2
Kelas D
Fasilitator: Adibah, drg., M.Biomed
Disusun Oleh:
1. M. Rayhan Mulyaharja (2019-11- 6. Nabila Maharani Putri Husen
101) (2019-11-106)
2. Muhasanah Ayu Nurfitria (2019-11- 7. Nabilah Khairunnisa Sudrajat
102) (2019-11-107)
3. Muniarti Yulia Tasliani (2019-11- 8. Nada Rizky Fetiastuti 
103) (2019-11-108)
4. Mutia Syaharani Irawan (2019-11- 9. Nadhira Rivazka 
104) (2019-11-109)
5. Nabila Dafa Nur Adiba (2019-11- 10. Nadila Puspita Sari 
105)  (2019-11-110)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
ini sebagai pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya sehingga
terbentuklah makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Pernapasan. Kami juga menyadari bahwa dalam
tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.
Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun. 
Akhir kata kami berharap semoga makalah Pernapasan ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.

Jakarta, 23 Mei 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………...….…………
1
1.1 Latar Belakang…………………………………………...………….…
1
1.2 Tujuan Penulisan……………………………………….….…....…..…1
BAB II PEMBAHASAN …………………………………...…………..………..
2
2.1 Mekanisme Pernapasan Nasal dan Oral……………………..…..…….
2
2.2 Gangguan Pernapasan yang Menyebabkan Kelainan
Stomatognatik….6
BAB III PENUTUP……………………………………………………...……… 15
DAFTAR PUSTAKA………………………...………………………………….
16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fungsi utama respirasi (pernapasan) adalah memperoleh O2 untuk
digunakan oleh sel tubuh dan untuk mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh sel.
Respirasi melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan pergerakan pasif O2
dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pergerakan
pasif CO2 yang merupakan produk sisa metabolisme dari jaringan ke atmosfer.
Sistem respirasi sangat berperan didalam mempertahankan kestabilan tubuh
(homeostasis). Dengan memperoleh O2 dari udara dan mengeluarkan CO2 ke
lingkungan eksternal didalam tubuh. Sistem ini membantu mengatur pH
lingkungan internal dengan menyesuaikan tingkat pengeluaran CO2 pembentuk
asam. Selain itu sistem respirasi bermanfaat bagi kehidupan sel, karena sel
membutuhkan pasokan O2 yang terus-meneurs untuk menunjang berbagai reaksi
kimia penghasil energi, dan memproduksi CO2 yang harus dikeluarkan.
Bernafas lewat mulut merupakan kebiasaan yang paling sering
menimbulkan kelainan pada struktur wajah dan oklusi gigi-geligi yang akan
berpengaruh pada sistem stomatognatik. Kebiasaan bernafas lewat mulut yang
berlangsung selama masa tumbuh kembang dapat mempengaruhi pertumbuhan
dentokraniofasial. Pernafasan mulut kronis menyebabkan menyebabkan
terjadinya kelainan pada otot-otot di sekitar mulut, sehingga dapat memacu
perkembangan maloklusi.
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Stomatognati 2
tentang Pernapasan serta bertujuan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mekanisme Pernapasan Nasal dan Oral


Secara garis besar mekanisme pernapasan dibagi menjadi 2, yaitu
pernapasan dalam (internal) dan pernapasan luar (eksternal). Pernafasan dalam
merupakan pertukaran gas antara organel sel (mitokondria) dan medium cairnya.
Hal tersebut menggambarkan proses metabolisme intraseluler yang meliputi
konsumsi oksigen (O2) (digunakan untuk oksidasi bahan nutrisi) dan pengeluaran
karbondioksida (CO2) (terdapat dalam medium cair/sitoplasma) sampai
menghasilkan energi. Pernapasan luar (eksternal) yaitu absorbsi O2 dan
pembuangan CO2 dari tubuh secara keseluruhan ke lingkungan luar. Urutan
proses pernapasan eksternal adalah pertukaran udara luar ke dalam alveolus
melalui aksi mekanik pernapasan yaitu melalui proses ventilasi kemudian
pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi di antara alveolus dan darah pada pembuluh
kapiler paru-paru melalui proses difusi dan pengangkutan (transportasi) O2 dan
CO2 oleh sistem peredaran darah dari paru-paru ke jaringan dan sebaliknya yang
disebut proses transportasi. Pertukaran O2 dan CO2 darah dalam pembuluh
kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi.1
Mekanisme pernafasan dibagi menjadi dua yaitu pernapasan dada dan
pernafasan perut. Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada
terbesar bergerak. Pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada
rangka dada lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun-naik, maka ini
dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, karena tulang
rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat
kapur mengendap di dalamnya dan ini banyak ditemukan pada pria.1
Sistem pernapasan termasuk hidung, rongga hidung dan sinus,
faring, laring (kotak suara),trakea (tenggorokan), dan saluran-saluran yang lebih
kecil yang mengarah ke pertukaran gas di permukaan paru-paru. Saluran
pernapasan terdiri dari saluran udara yang membawa udara dari dan ke permukaan

2
tersebut. Saluran pernapasan dapat dibagi menjadi bagian konduksi dan bagian
pernapasan. Bagian konduksi terdapat dari jalan masuk udara di hidung ke rongga
hidung ke bronkiolus terkecil dari paru-paru. Bagian pernapasan termasuk saluran
bronkiolus pernapasan dan kantung udara halus, atau alveoli (al - VE), di mana
terjadi pertukaran gas. Sistem pernapasan termasuk saluran pernapasan dan
jaringan terkait, organ, dan struktur pendukung. Saluran-saluran kecil ini
menyesuaikan kondisi udara dengan menyaring, pemanasan, dan melembabkan
itu, sehingga melindungi bagian konduksi yang peka dan melindungi pertukaran
sistem pernapasan bawah dari partikel-partikel, patogen, dan lingkungan ekstrem.2

Saluran pernafasan dari atas ke bawah dapat dirinci sebagai berikut,


rongga hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, paru- paru
(bronkiolus,alveolus). Rongga hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya
akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan selaput lender.
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Faring
terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring kemudian
Laring, laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan
nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Trakea, merupakan lanjutan dari
laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berbentuk seperti C.Bronkus merupakan percabangan trakea.
Setiap bronkus primerbercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronkus
sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil.3

Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang


selanjutnya secara berurutan adalah bronkus, bronkiolus, bronkiolus terminalis,
bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli. Di Bagian bronkus masih
disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai memasuki paru-paru disebut
intrapulmonary. Terakhir adalah Paru-paru yang berada dalam rongga torak,yang
terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya di sisi kiri dan kanan
mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada di belakang tulang dada. Paru-
paru berbentuk seperti spins dan berisi udara dengan pembagian udara Antara

3
Paru kanan, yang memiliki tiga lobus Dan paru kiri dua lobus.3 Proses
pernapasan berlangsung melalui beberapa tahapan, yaitu:4

1. Ventilasi paru, yang berarti pertukaran udara antara atmosfer dan alveolus
paru.
2. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah.
3. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel jaringan tubuh.4

Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Diantaranya
itu perubahan tekanan intrapulmonal, tekanan intrapleural, dan keluar masuknya
udara pernapasan terjadi melalui 2 proses mekanik, yaitu:5

1. Inspirasi: proses aktif dengan kontraksi otot-otot inspirasi untuk


menaikkan volume intratoraks, paru-paru ditarik dengan posisi yang lebih
mengembang, tekanan dalam saluran pernapasan menjadi negatif dan
udara mengalir ke dalam paru-paru.
2. Ekspirasi: proses pasif dimana elastisitas paru (elastic recoil) menarik
dada kembali ke posisi ekspirasi, tekanan recoil paru-paru dan dinding
dada seimbang, tekanan dalam saluran pernapasan menjadi sedikit positif
sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru, dalam hal ini otot-otot
pernapasan berperan.5

Fungsi dari sistem pernapasan adalah:2

a. Menyediakan area yang memadai untuk pertukaran gas antara


udara dan sirkulasi darah.
b. Transport udara dari dan ke pertukaran permukaan di paru-paru.
c. Melindungi permukaan pernafasan dari dehidrasi, perubahan suhu,
dan variasi lingkungan lainnya.
d. Mempertahankan sistem pernapasan, dan jaringan lain dari invasi
oleh patogen mikroorganisme.

4
e. Memproduksi suara yang terlibat dalam berbicara, bernyanyi, atau
komunikasi nonverbal.
f. Membantu dalam regulasi volume darah, tekanan darah, dan
kontrol pH cairan tubuh.2

1. Pernafasan Nasal

Menurut Silverthorn (2019) empat fungsi utama pernapasan yakni:6

a. Pertukaran gas antara atmosfer dengan darah.


b. Homeostatik regulasi pH tubuh.
c. Proteksi tubuh terhadap patogen dan zat iritan yang terhirup.
d. Vokalisasi.6

Saat udara mengalir melalui hidung, terdapat tiga fungsi yang dikerjakan
oleh rongga hidung:6

a. Udara dihangatkan oleh konka dan septum hidung.


b. Udara dilembabkan.
c. Udara disaring sebagian.6

2. Pernafasan Oral

Dua faktor yang menyebabkan pernapasan oral yaitu:6

a. Obstruksi jalan napas atas.


b. Kebiasaan.6

3. Obstruksi Jalan Napas Atas


● Kongenital

Kongenital laryngomalacia, bilateral choanal atresia, atau kelainan


oronasal terkait dengan sindrom Pierre Robin. Bentuk obstruksi
nasal yang lebih ringan disebabkan oleh choanal stenosis,

5
unilateral choanal atresia, atau kelainan pada septum nasal terkait
celah palatum.6

● Postnatal

Kumulasi mucus akibat infeksi neonatal atau rhinitis alergi.6

● Faktor Mekanik

Hyperplaska tonsil, hipertrofi adenoid, rhinitis, tumor, penyakit


infeksi atau inflamasi, dan berubahnya arsitektur nasal Untuk
mengetahui adanya pernapasan oral:6

a. Kontrol alar musculature (refleks alanasi).


b. Kaca mulut 2 arah.
c. Tes Cotton Butterfly.6

Anak–anak yang mengalami pernapasan oral dan tidak dirawat akan mengalami:6

a. Wajah yang panjang dan sempit.


b. Mulut yang sempit.
c. Lengkung palatal tinggi.
d. Maloklusi gigi.
e. Gummy smile profil facial klas II atau klas II skeletal.6

2.2 Gangguan Pernapasan yang Menyebabkan Kelainan Stomatognatik


2.2.1 Pernapasan Abnormal
Mulut dapat berfungsi sebagai tempat keluar masuknya
udara, jika pernafasan tidak dapat dilakukan secara normal lewat
hidung. Bernafas lewat mulut adalah suatu keadaan abnormal yang
terjadi karena adanya kesulitan pengambilan dan pengeluaran nafas
secara normal melalui hidung, sehingga kebutuhan pernapasan
tersebut dipenuhi lewat mulut. Proses pernafasan mulut

6
menyebabkan mulut selalu dalam keadaan terbuka kecuali pada
saat menelan.7, 8
Bernafas lewat mulut merupakan kondisi abnormal yang
dapat timbul karena: (a) Penyumbatan saluran pernafasan.
Pernafasan mulut dapat terjadi karena adanya sumbatan (sebagian
atau total) pada saluran pernafasan atas. Sumbatan tersebut dapat
disebabkan oleh hipertrofi jaringan limfoid pharyngeal,
pembengkakan membran mukosa hidung karena alergi, infeksi
kronis akibat polusi udara, atau kerusakan septum nasal; (b)
Bentuk anatomi saluran pernafasan. Bentuk anatomi saluran
pernapasan yang menghalangi aliran udara melalui hidung,
menyebabkan tubuh berusaha untuk tetap memenuhi kebutuhan
udara pernapasan dengan bernapas lewat mulut; (c) Kebiasaan.
Kebiasaan bernafas lewat mulut akibat ada- nya sumbatan jalan
nafas lewat hidung tidak dapat segera hilang, meskipun sumbatan
yang ada telah dihilangkan (Finn, 1973). Upaya untuk
mengembalikan kebiasaan bernafas lewat hidung adalah dengan
cara menghilangkan adenoid yang membesar, membersihkan
saluran hidung, merawat gigi yang protrusi akibat bernafas lewat
mulut, dan melakukan perbaikan fungsi normal bibir.8, 9
Pemeriksaan pernafasan langsung, perlu dilakukan untuk
membuktikan apakah pasien benar-benar bernafas lewat mulut.
Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya
pernafasan mulut, yaitu:9
1) Kontrol Alar musculature (Refleks Alanasi)
Pernafasan yang normal lewat hidung menghasilkan refleks
otot-otot cuping hidung (ala nasi) yang baik. Saat menarik
nafas, secara refleks cuping hidung bergerak dan lubang
hidung melebar (refleks ala nasi positif), sedangkan pada
penderita pernafasan mulut, refleks ala nasi negatif.
2) Kaca Mulut 2 Arah

7
Fungsi hidung pada penderita pernafasan mulut dapat
diketahui dengan cara menempatkan kaca mulut 2 arah di
bagian bibir atas. Bagian bawah kaca yang berembun,
merupakan indikasi bahwa pasien bernafas lewat mulut.
3) Test Cotton Butterfly
Percobaan untuk mengetahui apakah pada saat pasien
menarik nafas, aliran udara masuk melalui hidung atau
tidak. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan kapas
tipis yang bagian tengahnya dipelintir hingga berbentuk
menyerupai kupu-kupu, dan ditempelkan pada filtrum.
Amati masing-masing sayap di depan lubang hidung waktu
pasien menarik nafas. Kapas tidak bergetar menandakan
tidak ada aliran udara pernafasan lewat hidung (pasien
bernafas lewat mulut), sedangkan jika kapas bergetar,
berarti pasien bernafas lewat hidung.9

2.2.2 Pengaruh Pernafasan terharap Struktur Kraniofasial


Bernafas lewat hidung memerankan 2 fungsi utama yaitu
mempertahankan normalitas struktur yang terlibat dalam
pernapasan, dan menjaga kesehatan tubuh secara umum.
Penggunaan hidung dan organ yang terlibat dalam proses
pernafasan secara normal, merupakan salah satu kekuatan
fungsional penting dalam pertumbuhan tulang wajah dan oklusi
gigi-geligi. Bernafas lewat hidung memungkinkan terjadinya pola
pergerakan dan fungsi normal struktur wajah yang terlibat. Proses
ini menyebabkan hubungan yang seimbang antara bibir, gigi dan
lidah, saat inspirasi maupun ekspirasi.7, 10
Bernafas lewat mulut telah lama diketahui sebagai salah
satu penyebab terjadinya penyimpangan pertumbuhan wajah.
Penyimpangan tersebut timbul akibat ketidak seimbangan aktivitas
otot-otot orofasial. Fungsi abnormal rongga mulut akan

8
menyebabkan terjadinya perubahan tekanan otot yang bekerja pada
tulang kraniofasial, sehingga menghasilkan perubahan morfologi
kraniofasial.11
Otot-otot di sekitar saluran nafas atas seperti otot
genioglossus, masseter, mylohyoid, dan orbicularis oris, memiliki
berbagai macam fungsi penting. Otot orbicularis oris merupakan
otot yang melekat pada bagian utama bibir dan berfungsi dalam
melakukan pergerakan bibir, cuping hidung, pipi, dan kulit dagu,
sedangkan otot omohyoid merupakan otot yang berfungsi untuk
mengangkat dasar mulut dan lidah saat menelan, juga menurunkan
rahang bawah dan mengangkat tulang lidah. Otot mylohyoid
termasuk salah satu otot suprahyoid yang berbentuk segitiga lebar
dan membentuk dasar mulut. (Putz, 2003).11, 12

Tabel 1. Rangkaian alur biologis terjadinya penyimpangan pertumbuhan


kraniofasial akibat bernafas lewat mulut

Pergerakan ujung lidah dan dorongan lidah ke depan


bawah, dipengaruhi oleh aktivitas otot genioglossus yang melekat
dari aponeurosis lingua ke spina mentalis mandibula. Otot
masseter yang berperan dalam proses pengunyahan dan penelanan,
juga berperan dalam pernapasan. Putz (2003) menggambarkan otot
masseter sebagai otot yang memanjang dari angulus mandibula
(tuberositas mas- seterika) hingga sisi bawah (dua per tiga) arkus
zigomatikus, dan berfungsi utama sebagai otot penutup rahang.12

9
Proses bernafas lewat mulut dapat meningkatkan aktivitas
otot orbicularis oris, genioglossus dan milohioid, tetapi
menghambat aktivitas otot masseter (Song, 2001). Aktivitas otot
mylohyoid dan genioglossus meningkat, menyebabkan posisi lidah
lebih rendah dari normal dan rahang bawah turun. Peningkatan
aktivitas otot orbicularis oris menyebabkan bibir atas terangkat
sehingga mulut tetap terbuka sebagai jalan nafas, aktivitas otot
masseter berkurang saat terjadi pernapasan mulut, dan akan
kembali meningkat bila pernafasan dilakukan lewat hidung. 11, 13
Otot leher terbagi atas otot-otot superfisial dan profunda.
Otot-otot superfisial meliputi platysma, otot
sternokleidomastoideus, otot trapezius, otot-otot infrahyoid, dan
otot-otot suprahyoid, sedangkan otot-otot skalenus, prevertebralis,
otot-otot laring-faring, serta otot-otot tengkuk dan skapula,
digolongkan sebagai otot-otot profundi. Perubahan aktivitas otot-
otot orofasial dan leher akibat pernafasan mulut, dapat
dihubungkan dengan perubahan postur kepala saat bernafas.14
Otot sternokleidomastoideus yang berfungsi untuk
menegakkan kepala, merupakan otot leher yang aktivitasnya
meningkat saat terjadinya pernapasan mulut. Peningkatan aktivitas
otot sternokleidomastoideus sehingga kepala menjadi tegak, akan
memudahkan inspirasi pada proses bernafas lewat mulut. Posisi
kepala pada penderita pernafasan mulut lebih tegak sekitar 6°
dibanding pasien yang bernafas lewat hidung. Postur kepala yang
tegak menyebabkan sudut kranioservikal besar, tinggi wajah
anterior meningkat, dimensi anteroposterior kraniofasial kecil, dan
sudut mandibula yang besar.15
Bernafas lewat mulut menyebabkan posisi rahang bawah
turun dan lidah berada pada posisi yang lebih rendah dari normal.
Adaptasi postural yang terus berlangsung, dapat menyebabkan
peningkatan tinggi wajah, erupsi berlebih gigi-gigi posterior,

10
rahang bawah berotasi ke belakang dan ke bawah, gigitan terbuka
anterior, peningkatan jarak gigit, dan rahang atas menjadi sempit.
Lengkung rahang atas yang sempit disebabkan karena perubahan
keseimbangan akibat rahang bawah turun, sehingga otot buccinator
menekan rahang atas secara berlebihan dari arah lateral, sedangkan
tekanan lidah pada rahang atas kurang.15

2.2.3 Pengaruh pernafasan terhadap gigi-geligi


Gigi-geligi menempati posisi seimbang di antara 2
komponen otot yang kuat, yaitu otot buccinator dan lidah.
Aktivitas otot-otot orofasial dan posisi lidah, akan mempengaruhi
bentuk lengkung gigi. Perkembangan oklusi normal dipengaruhi
oleh 3 faktor yaitu fungsi normal rongga mulut, postur kepala, dan
morfologi kraniofasial.15

Gambar 1. Hubungan antara lidah, gigi dan pipi pada pernafasan mulut. 15

Fungsi normal bibir adalah menahan gigi-gigi anterior dari


tekanan lidah sehingga tidak berinklinasi ke labial. Bernafas lewat
hidung memungkinkan terjadinya hubungan yang baik antara gigi,
lidah, dan pipi. Pola pernafasan normal lewat hidung juga
memungkinkan terjadinya hubungan yang seimbang antara tekanan
otot pipi dan sisi lateral lidah, sehingga tidak terdapat ruang

11
kosong yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan
lengkung gigi ke arah lateral.
Bernafas lewat mulut merupakan salah satu fungsi
abnormal tubuh yang dapat menimbulkan maloklusi Bernafas
lewat mulut menyebabkan tekanan bibir atas berkurang dan
tekanan bibir bawah bertambah. Saat mulut membuka, posisi bibir
atas tidak dalam keadaan menekan gigi-gigi anterior, sedangkan
bibir bawah yang berfungsi menahan tepi insisal gigi-gigi anterior
rahang atas, terletak lebih ke depan dari normal. Posisi bibir bawah
yang demikian merupakan faktor pendorong gigi-gigi anterior
rahang atas bergerak ke labial. Tekanan lidah yang besar dan
tahanan bibir atas yang kurang, memungkinkan gigi gigi anterior
rahang atas mengalami inklinasi berlebih ke labial.15

Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan oklusi

12
Gambar 2. Hubungan antara bibir, gigi dan lidah pada pernafasan normal

Bernafas lewat mulut menyebabkan rahang bawah berotasi


ke posteroinferior terhadap rahang atas. Hal ini mempengaruhi
posisi rahang bawah dan pergeseran gigi-gigi posterior rahang
bawah ke arah distal. Kecenderungan terjadinya maloklusi Angle
Klas II divisi 1 pada pasien yang bernafas lewat mulut. Maloklusi
yang timbul, sangat dipengaruhi oleh tingkat keparahan obstruksi
jalan nafas yang terjadi.
Tanda-tanda bernafas lewat mulut antara lain lengkung
rahang atas sempit dan palatum tinggi, gigi-gigi anterior labioversi,
gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah berjejal, tumpang gigit
berlebih, relasi gigi molar pertama distoklusi atau neutroklusi, bibir
bawah membesar dan pecah-pecah, gingiva kering dan sering
disertai gingivitis, saliva mengental dan populasi bakteri tinggi.
Gambaran khas penderita pernafasan mulut yaitu berat badan
menurun dan kurang nutrisi, mulut terbuka, bibir bawah terletak
antara permukaan labial gigi anterior rahang bawah dan permukaan
palatal gigi anterior rahang atas, lengkung gigi rahang atas sempit
atau berbentuk “V”, palatum tinggi dan sempit, hidung tampak

13
kotor dan bibir mengelupas, serta sering menderita pilek yang
kronis.15
Bernafas lewat mulut sering menimbulkan long face
syndrome. Profil long face syndrome memiliki ciri khas mulut
terbuka, nostril kecil dan kurang berkembang, bibir atas pendek,
gummy smile, tinggi vertikal wajah meningkat pada 1/3 wajah
bagian bawah, tinggi dentoalveolar yang berlebih, dan palatum
yang dalam (Achmad, 2005).7

14
BAB III
PENUTUP

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh
untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari
metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Pernapasan nasal
masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput
lendir, didalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing
yang masuk lewat saluran pernapasan. Nasal juga memiliki beberapa fungsi
fisiologi yaitu sebagai Sebagai jalan nafas, pengatur kondisi udara, sebagai
penyaring dan pelindung, sebagai indera penghirup.

Bernafas lewat mulut berpengaruh terhadap struktur kraniofasial,


menyebabkan rahang bawah berotasi ke posteroinferior, pertumbuhan rahang
bawah dalam arah vertikal berlebih, rahang atas dan bawah retrognatik, serta
kontraksi lengkung gigi rahang atas. Bernafas lewat mulut juga berpengaruh
terhadap gigi-geligi, cenderung menimbulkan maloklusi Angle Klas II divisi 1,
peningkatan jarak gigit, gigitan terbuka anterior, gigitan silang posterior, dan gigi
berjejal.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Syaifuddin. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3.


Editor Monica Ester. Jakarta : EGC. 2006.

2. Martini, F., & al, e. Fundamentals of Anatomy & Physiology. 9th ed.
San Francisco: Pearson Education. 2012. P. 673-4, 681, 697-8, 702,
737.

3. Setiadi. Anatomi Fisiologi Manusia, Yogyakarta: Graha

Ilmu. 2007.
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penerjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2006.

5. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem 6th ed.


Jakarta:EGC. 2012 .P 327, 369.

6. Silverthorn, D. U Human Physiology: An Integrated Approach. Vol.


Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran : EGC. 2019.

7. Achmad, H. Pernafasan Mulut pada Anak Akibat Obstruksi Saluran Nafas


Atas. Jurnal PDGI. 2005.

8. Finn. Clinical Pedodontics, 2nd ed. W. B. Saunders Co: Philadelphia.


1973.

9. Moyers, R. E. HandBook of Orthodontics, 2nd ed. Year Book Medical


Publishers Inc: Chicago. 1969.

10. Mc Coy, J. D. and Shepard, E. E. Applied Orthodontics, 7th ed. Lea


Febriger: Philadelphia. 1956.

16
11. Song, H., and Pae, E. Changes in Orofacial Muscle Activity in Response to
Changes in Respiratory Resistance. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop.
2001.
12. Putz, R., dan Pabst, R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, ed. 21. EGC:
Jakarta. 2003.
13. Sumartiono, L. H. dan Koesoemahardja, H. D. Implikasi Klinis Perubahan
Cara Bernafas terhadap Aktivitas Otot dan Struktur Dentofasial. Majalah
Ilmiah Kedokteran Gigi. 2004.
14. Miller, A. J., Vargervik, K., and Chierici, G. Sequential Neuromuscular
Changes in Rhesus Monkeys during The Initial Adaptation to Oral
Respiration. Am. J. Orthod. 1982.
15. Kusuma, Andina R P., Bernafas Lewat Mulut Sebagai Faktor Ekstrinsik
Etiologi Maloklusi (Studi Pustaka). Dosen Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Islam Sultan Agung.

17

Anda mungkin juga menyukai