TOPIK 5
MEKANISME DAN GANGGUAN
PERNAPASAN
Kelompok 2
Kelas D
Fasilitator: Adibah, drg., M.Biomed
Disusun Oleh:
1. M. Rayhan Mulyaharja (2019-11- 6. Nabila Maharani Putri Husen
101) (2019-11-106)
2. Muhasanah Ayu Nurfitria (2019-11- 7. Nabilah Khairunnisa Sudrajat
102) (2019-11-107)
3. Muniarti Yulia Tasliani (2019-11- 8. Nada Rizky Fetiastuti
103) (2019-11-108)
4. Mutia Syaharani Irawan (2019-11- 9. Nadhira Rivazka
104) (2019-11-109)
5. Nabila Dafa Nur Adiba (2019-11- 10. Nadila Puspita Sari
105) (2019-11-110)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
ini sebagai pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya sehingga
terbentuklah makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Pernapasan. Kami juga menyadari bahwa dalam
tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.
Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Pernapasan ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………...….…………
1
1.1 Latar Belakang…………………………………………...………….…
1
1.2 Tujuan Penulisan……………………………………….….…....…..…1
BAB II PEMBAHASAN …………………………………...…………..………..
2
2.1 Mekanisme Pernapasan Nasal dan Oral……………………..…..…….
2
2.2 Gangguan Pernapasan yang Menyebabkan Kelainan
Stomatognatik….6
BAB III PENUTUP……………………………………………………...……… 15
DAFTAR PUSTAKA………………………...………………………………….
16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
tersebut. Saluran pernapasan dapat dibagi menjadi bagian konduksi dan bagian
pernapasan. Bagian konduksi terdapat dari jalan masuk udara di hidung ke rongga
hidung ke bronkiolus terkecil dari paru-paru. Bagian pernapasan termasuk saluran
bronkiolus pernapasan dan kantung udara halus, atau alveoli (al - VE), di mana
terjadi pertukaran gas. Sistem pernapasan termasuk saluran pernapasan dan
jaringan terkait, organ, dan struktur pendukung. Saluran-saluran kecil ini
menyesuaikan kondisi udara dengan menyaring, pemanasan, dan melembabkan
itu, sehingga melindungi bagian konduksi yang peka dan melindungi pertukaran
sistem pernapasan bawah dari partikel-partikel, patogen, dan lingkungan ekstrem.2
3
Paru kanan, yang memiliki tiga lobus Dan paru kiri dua lobus.3 Proses
pernapasan berlangsung melalui beberapa tahapan, yaitu:4
1. Ventilasi paru, yang berarti pertukaran udara antara atmosfer dan alveolus
paru.
2. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah.
3. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel jaringan tubuh.4
Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Diantaranya
itu perubahan tekanan intrapulmonal, tekanan intrapleural, dan keluar masuknya
udara pernapasan terjadi melalui 2 proses mekanik, yaitu:5
4
e. Memproduksi suara yang terlibat dalam berbicara, bernyanyi, atau
komunikasi nonverbal.
f. Membantu dalam regulasi volume darah, tekanan darah, dan
kontrol pH cairan tubuh.2
1. Pernafasan Nasal
Saat udara mengalir melalui hidung, terdapat tiga fungsi yang dikerjakan
oleh rongga hidung:6
2. Pernafasan Oral
5
unilateral choanal atresia, atau kelainan pada septum nasal terkait
celah palatum.6
● Postnatal
● Faktor Mekanik
Anak–anak yang mengalami pernapasan oral dan tidak dirawat akan mengalami:6
6
menyebabkan mulut selalu dalam keadaan terbuka kecuali pada
saat menelan.7, 8
Bernafas lewat mulut merupakan kondisi abnormal yang
dapat timbul karena: (a) Penyumbatan saluran pernafasan.
Pernafasan mulut dapat terjadi karena adanya sumbatan (sebagian
atau total) pada saluran pernafasan atas. Sumbatan tersebut dapat
disebabkan oleh hipertrofi jaringan limfoid pharyngeal,
pembengkakan membran mukosa hidung karena alergi, infeksi
kronis akibat polusi udara, atau kerusakan septum nasal; (b)
Bentuk anatomi saluran pernafasan. Bentuk anatomi saluran
pernapasan yang menghalangi aliran udara melalui hidung,
menyebabkan tubuh berusaha untuk tetap memenuhi kebutuhan
udara pernapasan dengan bernapas lewat mulut; (c) Kebiasaan.
Kebiasaan bernafas lewat mulut akibat ada- nya sumbatan jalan
nafas lewat hidung tidak dapat segera hilang, meskipun sumbatan
yang ada telah dihilangkan (Finn, 1973). Upaya untuk
mengembalikan kebiasaan bernafas lewat hidung adalah dengan
cara menghilangkan adenoid yang membesar, membersihkan
saluran hidung, merawat gigi yang protrusi akibat bernafas lewat
mulut, dan melakukan perbaikan fungsi normal bibir.8, 9
Pemeriksaan pernafasan langsung, perlu dilakukan untuk
membuktikan apakah pasien benar-benar bernafas lewat mulut.
Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya
pernafasan mulut, yaitu:9
1) Kontrol Alar musculature (Refleks Alanasi)
Pernafasan yang normal lewat hidung menghasilkan refleks
otot-otot cuping hidung (ala nasi) yang baik. Saat menarik
nafas, secara refleks cuping hidung bergerak dan lubang
hidung melebar (refleks ala nasi positif), sedangkan pada
penderita pernafasan mulut, refleks ala nasi negatif.
2) Kaca Mulut 2 Arah
7
Fungsi hidung pada penderita pernafasan mulut dapat
diketahui dengan cara menempatkan kaca mulut 2 arah di
bagian bibir atas. Bagian bawah kaca yang berembun,
merupakan indikasi bahwa pasien bernafas lewat mulut.
3) Test Cotton Butterfly
Percobaan untuk mengetahui apakah pada saat pasien
menarik nafas, aliran udara masuk melalui hidung atau
tidak. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan kapas
tipis yang bagian tengahnya dipelintir hingga berbentuk
menyerupai kupu-kupu, dan ditempelkan pada filtrum.
Amati masing-masing sayap di depan lubang hidung waktu
pasien menarik nafas. Kapas tidak bergetar menandakan
tidak ada aliran udara pernafasan lewat hidung (pasien
bernafas lewat mulut), sedangkan jika kapas bergetar,
berarti pasien bernafas lewat hidung.9
8
menyebabkan terjadinya perubahan tekanan otot yang bekerja pada
tulang kraniofasial, sehingga menghasilkan perubahan morfologi
kraniofasial.11
Otot-otot di sekitar saluran nafas atas seperti otot
genioglossus, masseter, mylohyoid, dan orbicularis oris, memiliki
berbagai macam fungsi penting. Otot orbicularis oris merupakan
otot yang melekat pada bagian utama bibir dan berfungsi dalam
melakukan pergerakan bibir, cuping hidung, pipi, dan kulit dagu,
sedangkan otot omohyoid merupakan otot yang berfungsi untuk
mengangkat dasar mulut dan lidah saat menelan, juga menurunkan
rahang bawah dan mengangkat tulang lidah. Otot mylohyoid
termasuk salah satu otot suprahyoid yang berbentuk segitiga lebar
dan membentuk dasar mulut. (Putz, 2003).11, 12
9
Proses bernafas lewat mulut dapat meningkatkan aktivitas
otot orbicularis oris, genioglossus dan milohioid, tetapi
menghambat aktivitas otot masseter (Song, 2001). Aktivitas otot
mylohyoid dan genioglossus meningkat, menyebabkan posisi lidah
lebih rendah dari normal dan rahang bawah turun. Peningkatan
aktivitas otot orbicularis oris menyebabkan bibir atas terangkat
sehingga mulut tetap terbuka sebagai jalan nafas, aktivitas otot
masseter berkurang saat terjadi pernapasan mulut, dan akan
kembali meningkat bila pernafasan dilakukan lewat hidung. 11, 13
Otot leher terbagi atas otot-otot superfisial dan profunda.
Otot-otot superfisial meliputi platysma, otot
sternokleidomastoideus, otot trapezius, otot-otot infrahyoid, dan
otot-otot suprahyoid, sedangkan otot-otot skalenus, prevertebralis,
otot-otot laring-faring, serta otot-otot tengkuk dan skapula,
digolongkan sebagai otot-otot profundi. Perubahan aktivitas otot-
otot orofasial dan leher akibat pernafasan mulut, dapat
dihubungkan dengan perubahan postur kepala saat bernafas.14
Otot sternokleidomastoideus yang berfungsi untuk
menegakkan kepala, merupakan otot leher yang aktivitasnya
meningkat saat terjadinya pernapasan mulut. Peningkatan aktivitas
otot sternokleidomastoideus sehingga kepala menjadi tegak, akan
memudahkan inspirasi pada proses bernafas lewat mulut. Posisi
kepala pada penderita pernafasan mulut lebih tegak sekitar 6°
dibanding pasien yang bernafas lewat hidung. Postur kepala yang
tegak menyebabkan sudut kranioservikal besar, tinggi wajah
anterior meningkat, dimensi anteroposterior kraniofasial kecil, dan
sudut mandibula yang besar.15
Bernafas lewat mulut menyebabkan posisi rahang bawah
turun dan lidah berada pada posisi yang lebih rendah dari normal.
Adaptasi postural yang terus berlangsung, dapat menyebabkan
peningkatan tinggi wajah, erupsi berlebih gigi-gigi posterior,
10
rahang bawah berotasi ke belakang dan ke bawah, gigitan terbuka
anterior, peningkatan jarak gigit, dan rahang atas menjadi sempit.
Lengkung rahang atas yang sempit disebabkan karena perubahan
keseimbangan akibat rahang bawah turun, sehingga otot buccinator
menekan rahang atas secara berlebihan dari arah lateral, sedangkan
tekanan lidah pada rahang atas kurang.15
Gambar 1. Hubungan antara lidah, gigi dan pipi pada pernafasan mulut. 15
11
kosong yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan
lengkung gigi ke arah lateral.
Bernafas lewat mulut merupakan salah satu fungsi
abnormal tubuh yang dapat menimbulkan maloklusi Bernafas
lewat mulut menyebabkan tekanan bibir atas berkurang dan
tekanan bibir bawah bertambah. Saat mulut membuka, posisi bibir
atas tidak dalam keadaan menekan gigi-gigi anterior, sedangkan
bibir bawah yang berfungsi menahan tepi insisal gigi-gigi anterior
rahang atas, terletak lebih ke depan dari normal. Posisi bibir bawah
yang demikian merupakan faktor pendorong gigi-gigi anterior
rahang atas bergerak ke labial. Tekanan lidah yang besar dan
tahanan bibir atas yang kurang, memungkinkan gigi gigi anterior
rahang atas mengalami inklinasi berlebih ke labial.15
12
Gambar 2. Hubungan antara bibir, gigi dan lidah pada pernafasan normal
13
kotor dan bibir mengelupas, serta sering menderita pilek yang
kronis.15
Bernafas lewat mulut sering menimbulkan long face
syndrome. Profil long face syndrome memiliki ciri khas mulut
terbuka, nostril kecil dan kurang berkembang, bibir atas pendek,
gummy smile, tinggi vertikal wajah meningkat pada 1/3 wajah
bagian bawah, tinggi dentoalveolar yang berlebih, dan palatum
yang dalam (Achmad, 2005).7
14
BAB III
PENUTUP
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh
untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari
metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Pernapasan nasal
masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput
lendir, didalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing
yang masuk lewat saluran pernapasan. Nasal juga memiliki beberapa fungsi
fisiologi yaitu sebagai Sebagai jalan nafas, pengatur kondisi udara, sebagai
penyaring dan pelindung, sebagai indera penghirup.
15
DAFTAR PUSTAKA
2. Martini, F., & al, e. Fundamentals of Anatomy & Physiology. 9th ed.
San Francisco: Pearson Education. 2012. P. 673-4, 681, 697-8, 702,
737.
Ilmu. 2007.
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penerjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2006.
16
11. Song, H., and Pae, E. Changes in Orofacial Muscle Activity in Response to
Changes in Respiratory Resistance. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop.
2001.
12. Putz, R., dan Pabst, R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, ed. 21. EGC:
Jakarta. 2003.
13. Sumartiono, L. H. dan Koesoemahardja, H. D. Implikasi Klinis Perubahan
Cara Bernafas terhadap Aktivitas Otot dan Struktur Dentofasial. Majalah
Ilmiah Kedokteran Gigi. 2004.
14. Miller, A. J., Vargervik, K., and Chierici, G. Sequential Neuromuscular
Changes in Rhesus Monkeys during The Initial Adaptation to Oral
Respiration. Am. J. Orthod. 1982.
15. Kusuma, Andina R P., Bernafas Lewat Mulut Sebagai Faktor Ekstrinsik
Etiologi Maloklusi (Studi Pustaka). Dosen Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Islam Sultan Agung.
17