Anda di halaman 1dari 35

DEPARTEMEN PERIODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDI

MEDIKASI PERAWATAN PERIODONTAL

OLEH:

Nama : Elim Yosi Lita

NIM : J014201083

Dosen Pembimbing : drg. Supiati, M.Kes

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN PERIODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah meilmpahkan

berkat dan hikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis imiah yang berjudul

“Medikamen dalam Perawatan Penyakit Periodontal”.

Ungkapan syukur tertutama penulis naikkan kepada Tuhan Yesus Kristus Juruslamat

yang senantiasa menyertai, memberkati, mengasihi, dan menguatkan penulis dalam melewati

setiap langkah kehidupan penulis.

Berbagai hambatan penulis alami selama penyusunan karya tulis ilmiah ini mulai dari

pemilihan referensi/sumber, pengumpulan data, dan penyusunan tugas tetapi berkat doa,

dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan karya tulis

ilmiah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

semua pihak.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan serta

menambah pengetahuan dan pengalaman yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan

bagi para pembaca serta membuahkan manfaat bagi penulis, pembaca serta pihak lainnya.

Makassar, Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .............................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iii

Daftar Gambar.................................................................................................. iv

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 1

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................... 1

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Jenis Medikamen dibidang Periodontal ..................................................... 1

2.2 Jenis Antibiotik dalam Bidang Periodonsia ............................................... 3

2.3 Jenis Antinflamasi dibidang Periodonsia ................................................... 13

2.4 Jenis Analgesik dalam Bidang Periodonsia ............................................... 14

2.5 Jenis Obat Kumur dalam Bidang Periodonsia ........................................... 15

2.6 Cara Pemberian Medikamen dalam Bidang Periodonsia ........................... 17

2.7 Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian medikamen ...................... 24

2.8 Penulisan Resep ......................................................................................... 25

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 11

3.2 Saran........................................................................................................... 12

Daftar Pustaka .................................................................................................. 13


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Irigasi Oral ................................................................................... 17

Gambar 2.2 Fiber di Poket Periodontal ............................................................ 18

Gambar 2.3 Sistem Matriks di Poket Periodontal ............................................ 19

Gambar 2.4 Gel di Poket Periodontal .............................................................. 20

Gambar 2.5 Pemberian Nano/Mikropartikel di Poket Periodontal .................. 22

Gambar 2.6 Pemberian Resep .......................................................................... 25


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi bakteri dapat menyebabkan berbagai penyakit periodent. Bakteri mulai menempel

kembali ke permukaan gigi segera setelah gigi dibersihkan dan mulai membentuk biofilm.

Seiring waktu, biofilm plak supragingiva ini menjadi lebih kompleks. Bakteri tumbuh ke arah

apikal dan menjadi subgingiva. Akhirnya, saat tulang dihancurkan, kantong periodontal

terbentuk. Dalam poket periodontal, bakteri membentuk biofilm yang sangat terstruktur dan

kompleks. Saat proses ini berlanjut, biofilm bakteri meluas sejauh subgingiva sehingga pasien

tidak dapat menjangkau selama upaya kebersihan mulut.

Respons inang adalah penentu utama penyakit. Disbiosis mikroba yang terjadi pada

penyakit periodontal diakibatkan oleh keadaan hiperinflamasi pada pejamu. Pergeseran kedua

dalam penyakit periodontal sedang berlangsung. Kali ini di ranah strategi pengobatan.

Daripada menargetkan antimikroba atau penghambat mediator inflamasi individu, studi

praklinis mendukung penggunaan farmakologi resolusi untuk mengubah kondisi pro-inflamasi

menjadi kondisi non-inflamasi, dengan demikian menyelesaikan inflamasi lokal dan sistemik

yang terkait dengan penyakit periodontal.

Sebuah fakta bahwa terapi mekanik adalah dasar dari terapi periodontal. Di masa lalu,

hanya necrotizing ulcerative gingivitis yang diobati dengan terapi antibiotik karena dianggap

sebagai infeksi fusospirochetal. Dengan munculnya bukti spesifisitas bakteri dalam kaitannya

dengan bentuk agresif periodontitis dan juga kesulitan dalam menekan patogen yang

menyerang jaringan dengan terapi konvensional dalam kasus tertentu (seperti juvenile

periodontitis) menyebabkan pengembangan strategi pengobatan antimikroba. Tetapi eliminasi


total dari patogen periodontal dengan terapi antibiotik saja tidak dapat dilakukan, kecuali jika

dikombinasikan dengan scaling dan root planing.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja jenis medikamen yang digunakan dalam bidang periodonsia?

2. Apa saja antibiotik yang digunakan di bidang periodonsia?

3. Apa saja anti-inflamasi yang digunakan di bidang periodonsia?

4. Apa saja analgesik yang digunakan dalam bidang periodonsia?

5. Apa saja obat kumur yang digunakan dalam bidang periodonsia?

6. Bagaimana cara pemberian medikamen yang digunakan dalam bidang periodonsia?

7. Apa saja hal yang harus diperhatikan ketika memberi medikamen?

8. Bagaimana tata cara penulisan resep?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui medikamen yang digunakan dalam bidang periodontal

2. Mengetahui antibiotik yang digunakan di bidang periodonsia

3. Mengetahui anti-inflamasi yang digunakan di bidang periodonsia

4. Mengetahui analgesik yang digunakan dalam bidang periodonsia

5. Mengetahui obat kumur yang digunakan dalam bidang periodonsi

6. Mengetahui cara pemberian medikamen yang digunakan dalam bidang periodonsia

7. Mengetahui hal yang harus diperhatikan ketika memberi medikamen

8. Mengetahui tata cara penulisan resep

1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat bagi penulis

Sebagai bahan pembelajaran dalam menangani kasus yang serupa dan menambah wawasan

penulis mengenai resesi gingiva

2. Manfaat bagi profesi

Sebagai wahana pembelajaran dalam menambah pengetahuan tentang resesi gingiva


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis Medikamen di Bidang Periodontal

1. Antibiotik1,2

Sebuah systematic review dan meta-analisis pada perawatan non-bedah pasien dengan

periodontitis kronis yang telah dilakukan SRP melaporkan bahwa terjadi peningkatan clinical

attachment level (CAL) pada kelompok SRP saja dengan rerata sebesar 0,49 mm (95% CI,

0,36-0,62) dan tambahan rata-rata 0,35 mm CAL (95% CI, 0.20-0.51) untuk SRP

dikombinasikan dengan aantibiotik sistemik Analisis ini menggabungkan semua studi yang

tersedia tentang antibiotik sistemik, termasuk amoksisilin-metronidazol, metronidazol,

azitromisin, klaritromisin, moksifloksasin, tetrasiklin, dan doksisiklin. Studi melaporkan

perubahan CAL setidaknya setelah 6 bulan tetapi memiliki jarak waktu follow-up yang

bervariasi. Nilai SRP untuk perawatan periodontal non-bedah awal tetapi menganggap

peningkatan 71% yang diberikan oleh antibiotik sistemik terlalu sedikit untuk

merekomendasikan penggunaannya, terutama karena kemungkinan, meskipun tidak secara

kuantitatif mengungkapkan risiko efek samping

2. Anti-inflamasi3

Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) menghambat pembentukan

prostaglandin, termasuk PGE2, yang diproduksi oleh neutrofil, makrofag, fibroblas, dan sel

epitel gingiva sebagai respons terhadap LPS, komponen dinding sel bakteri gram negatif. PGE2

telah dipelajari secara ekstensif pada penyakit periodontal karena PGE2 mengatur resorpsi

tulang oleh osteoklas. Kadar PGE2 meningkat pada pasien dengan penyakit periodontal

dibandingkan dengan pasien sehat. PGE2 juga menghambat fungsi fibroblast dan memiliki

efek penghambatan dan modulasi pada respon imun. NSAID menghambat sintesis
prostaglandin dan karenanya mengurangi peradangan jaringan. Mereka digunakan untuk

mengobati rasa sakit, peradangan akut, dan berbagai kondisi peradangan kronis. NSAID

termasuk salisilat (misalnya, aspirin), indometasin, dan turunan asam propionat (misalnya,

ibuprofen, flurbiprofen, naproxen). Kemampuan NSAID untuk memblokir produksi PGE2,

sehingga mengurangi inflamasi dan menghambat aktivitas osteoklas di jaringan periodontal,

telah diteliti pada pasien dengan periodontitis. Pemberian NSAID jangka pendek mengurangi

kadar MMP-8 cairan sulkus gingiva (GCF), tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan secara

statistik yang diamati pada tingkat perlekatan klinis (CAL). Studi juga menunjukkan bahwa

aspirin dosis rendah sebagai terapi periodontal tambahan bermanfaat dalam mengurangi

kehilangan perlekatan periodontal.

3. Analgesik

Dalam bidang kedokteran gigi, nyeri yang dirasakan adalah salah satu alasan pasien

untuk takut dan cemas pergi ke dokter gigi. Nyeri yaitu rasa yang tidak menyenangkan dan

menimbulkan derita serta rasa sakit. Nyeri merupakan sensasi yang paling penting bagi tubuh

manusia. Nyeri pasca operasi merupakan salah satu komplikasi dari operasi periodontal.

Menurut beberapa penelitian, nyeri ringan setelah operasi periodontal dialami oleh 70%

individu, 40% menunjukkan nyeri ringan hingga sedang dan hanya 4,6% mengalami nyeri

parah. Oleh karena itu, sangat penting untuk menangani pasien ini secara efektif sehingga

pengobatannya bebas dari rasa sakit.4

4. Obat Kumur

Obat kumur dapat digunakan untuk berbagai tujuan pencegahan dan terapeutik yaitu untuk

mengobati infeksi rongga mulut, mengurangi peradangan, mengurangi halitosis dan untuk

memberikan fluorida secara lokal sebagai upaya mencegah karies. Kemampuan pasien untuk

melakukan praktik kebersihan mulut mekanik yang baik, status gigi, gingiva dan mukosa
mulut, penyakit mulut lainnya (xerostomia), dan kemanjuran obat kumur dan potensi efek

sampingnya harus dipertimbangkan sebelum merekomendasikan obat kumur tertentu.2

2.2 Jenins Antibiotik yang Digunakan dalam Bidang Periodonsia


a. Tetrasiklin3

Tetrasiklin telah banyak digunakan untuk pengobatan penyakit periodontal. Obat

ini telah sering digunakan untuk mengobati periodontitis refraktori, termasuk localized

aggressive periodontitis (LAP). Tetracyclines memiliki kemampuan untuk

berkonsentrasi di jaringan periodontal dan menghambat pertumbuhan Aggregatibacter

actinomycetemcomitans. Selain itu, tetrasiklin memberikan efek antikolagenase yang

dapat menghambat kerusakan jaringan dan dapat membantu regenerasi tulang.

Tetrasiklin, minosiklin, dan doksisiklin adalah anggota semisintetik dari kelompok

tetrasiklin yang telah digunakan dalam terapi periodontal.

1) Tetrasiklin

Pengobatan dengan tetrasiklin hidroklorida membutuhkan pemberian 250 mg

empat kali sehari. Efek samping termasuk gangguan gastrointestinal,

fotosensitifitas, hipersensitivitas, peningkatan kadar nitrogen urea darah, diskrasia

darah, pusing, dan sakit kepala. Selain itu, perubahan warna gigi terjadi saat obat

ini diberikan kepada anak-anak yang berusia 12 tahun ke bawah.

2) Minocycline

Minocycline efektif melawan mikroorganisme spektrum luas. Pada pasien dengan

periodontitis, obat ini melawan spirochetes seefektif scaling dan root planing,

dengan bukti hingga 3 bulan setelah terapi. Minocycline dapat diberikan dua kali

sehari. Meskipun memiliki lebih sedikit fototoksisitas dan toksisitas daripada

tetrasiklin, minocycline dapat menyebabkan vertigo. Minocycline yang diberikan

dengan dosis 200 mg / hari selama 1 minggu membuktikan terjadinya eliminasi

spirochetes hingga 2 bulan, dan perbaikan semua parameter klinis. Efek


sampingnya mirip dengan tetrasiklin; Namun, ada peningkatan kejadian vertigo. Ini

adalah satu-satunya tetrasiklin yang secara permanen dapat mengubah warna gigi

yang erupsi dan jaringan gingiva bila diberikan secara oral.

3) Doxycycline

Doxycycline memiliki spektrum aktivitas yang sama dengan minocycline dan sama

efektifnya. Doksisiklin hanya dapat diberikan sekali sehari, oleh karena itu pasien

mungkin lebih patuh. Efek sampingnya mirip dengan tetrasiklin. Dosis yang

dianjurkan adalah 100 mg dua kali sehari pada hari pertama, yang kemudian

dikurangi menjadi 100 mg setiap hari. Untuk mengurangi gangguan

gastrointestinal, 50 mg dapat diminum dua kali sehari setelah dosis awal. Bila

diberikan sebagai dosis subantimikroba (untuk menghambat kolagenase),

dianjurkan 20 mg doksisiklin dua kali sehari.

b. Metronidazole3

Metronidazole adalah senyawa nitroimidazole yang dikembangkan di Prancis

untuk mengobati infeksi protozoa. Antibiotik ini bersifat bakterisidal bagi organisme

anaerobik dan dianggap mengganggu sintesis DNA bakteri dalam kondisi dengan

potensi reduksi yang rendah. Metronidazole bukanlah obat pilihan untuk mengobati

infeksi A. actinomycetemcomitans. Namun, metronidazole efektif melawan A.

actinomycetemcomitans bila digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik lain.

Metronidazole juga efektif melawan bakteri anaerob seperti Porphyromonas gingivalis

dan Prevotella intermedia.

Pengunaan Klinis

Metronidazol telah digunakan secara klinis untuk mengobati ANUG,

periodontitis kronis, dan periodontitis agresif. Hal ini telah digunakan sebagai

monoterapi dan juga dalam kombinasi dengan root planing dan pembedahan atau
dengan antibiotik lain. Metronidazol juga telah berhasil digunakan untuk mengobati

NUG. Studi pada manusia telah menunjukkan kemanjuran metronidazol untuk

pengobatan periodontitis. Metronidazol dosis tunggal (250 mg per oral) muncul di

serum dan GCF dalam jumlah yang cukup untuk menghambat berbagai patogen

periodontal yang dicurigai. Bila diberikan secara sistemik (yaitu 750 mg / hari sampai

1000 mg / hari selama 2 minggu), metronidazol mengurangi pertumbuhan flora

anaerobik, termasuk spirochetes, dan menurunkan tanda klinis dan histopatologi

periodontitis. Regimen yang paling umum adalah 250 mg 3 kali sehari selama 7 hari.

Soder dkk, menunjukkan bahwa metronidazole lebih efektif daripada plasebo

untuk pengelolaan situs yang tidak responsif terhadap root planing. Namun demikian,

banyak pasien masih mengalami perdarahan saat probing, meskipun telah menjalani

terapi metronidazol. Adanya refractory periodontitis sebagai pertimbangan diagnostik

menunjukkan bahwa beberapa pasien tidak merespon terapi konvensional, yang berupa

root planing, pembedahan, atau keduanya. Penelitian telah menyarankan bahwa bila

dikombinasikan dengan amoksisilin atau kalium amoksisilin-klavulanat (Augmentin),

metronidazol mungkin bermanfaat untuk manajemen pasien dengan LAP atau

refractory periodontitis.

Efek Samping

Metronidazole memiliki efek Antabuse saat alkohol tertelan. Responnya

sebanding dengan jumlah yang dicerna dan dapat menyebabkan kram parah, mual, dan

muntah. Produk yang mengandung alkohol harus dihindari selama dan setidaknya 1

hari terapi. Metronidazol juga menghambat metabolisme warfarin. Pasien yang sedang

menjalani terapi antikoagulan sebaiknya menghindari metronidazol, karena

memperpanjang waktu protrombin. Hal ini juga harus dihindari pada pasien yang
menggunakan lithium. Obat ini menghasilkan rasa logam di mulut, yang dapat

memengaruhi rekomendasi.

c. Penisilin3

Penisilin adalah obat pilihan untuk pengobatan banyak infeksi serius pada

manusia dan merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan. Penisilin adalah

turunan alami dan semisintetik dari broth cultures jamur Penicillium. Penisilin

menghambat produksi dinding sel bakteri dan oleh karena itu bersifat bakterisidal.

Penisilin selain amoksisilin dan kalium amoksisilin-klavulanat (Augmentin) belum

terbukti meningkatkan tingkat perlekatan periodontal, dan penggunaannya dalam terapi

periodontal tampaknya tidak dibenarkan. Penisilin dapat menyebabkan reaksi alergi

dan resistensi bakteri.

d. Amoxicilin

Amoksisilin adalah penisilin semisintetik dengan spektrum anti infeksi yang

diperluas yang mencakup bakteri gram positif dan gram negatif. Ini menunjukkan

absorpsi yang sangat baik setelah pemberian oral. Amoksisilin rentan terhadap

penisilinase, yang merupakan β-laktamase yang diproduksi oleh bakteri tertentu yang

merusak struktur cincin penisilin dan dengan demikian membuat penisilin menjadi

tidak efektif. Amoksisilin dapat berguna untuk manajemen pasien dengan periodontitis

agresif baik dalam bentuk lokal maupun umum. Dosis yang dianjurkan adalah 500 mg

3 kali sehari selama 8 hari.

e. Sefalosporin3

Family β-laktam yang dikenal sebagai sefalosporin memiliki aksi dan struktur

yang mirip dengan penisilin. Obat ini sering digunakan dalam pengobatan, dan resisten

terhadap sejumlah β-laktamase yang biasanya aktif melawan penisilin. Cephalosporin

umumnya tidak digunakan untuk mengobati infeksi terkait gigi. Penisilin lebih unggul
dari sefalosporin dalam hal jangkauan aksinya melawan bakteri patogen periodontal.

Pasien yang alergi terhadap penisilin harus dianggap alergi terhadap semua produk β-

laktam. Lebih khusus lagi, hingga 10% pasien yang memiliki alergi terhadap penisilin

mungkin juga mengalami reaksi negatif terhadap sefalosporin. Ruam, urtikaria,

demam, dan gangguan gastrointestinal semuanya dikaitkan dengan sefalosporin.

f. Clindamycin3

Klindamisin efektif melawan bakteri anaerob dan memiliki afinitas yang kuat

untuk jaringan tulang. Antibiotik ini efektif untuk situasi di mana pasien alergi terhadap

penisilin. Klindamisin telah menunjukkan keefektifan pada pasien dengan refractory

periodontitis terhadap terapi tetrasiklin. Walker dkk, menunjukkan bahwa klindamisin

membantu menstabilkan pasien yang sulit disembuhkan; Dosis yang digunakan adalah

150 mg 4 kali sehari selama 10 hari. Jorgensen dan Slots merekomendasikan rejimen

300 mg dua kali sehari selama 8 hari. Klindamisin telah dikaitkan dengan kolitis

pseudomembran, tetapi kejadiannya lebih tinggi dengan sefalosporin dan ampisilin.

Namun, bila diperlukan, klindamisin dapat digunakan dengan hati-hati, tetapi tidak

diindikasikan untuk pasien dengan riwayat kolitis. Diare atau kram yang berkembang

selama terapi klindamisin mungkin merupakan indikasi kolitis, dan harus dihentikan.

Jika gejala terus berlanjut, pasien harus dirujuk ke ahli penyakit dalam.

g. Ciprofloxacin3

Ciprofloxacin adalah kuinolon yang aktif melawan batang gram negatif,

termasuk semua patogen periodontal fakultatif dan anaerobik putatif. Karena

menunjukkan efek minimal pada spesies Streptococcus, yang berhubungan dengan

kesehatan periodontal, terapi ciprofloxacin dapat memfasilitasi pembentukan

mikroflora yang berhubungan dengan kesehatan periodontal. Saat ini, ciprofloxacin

adalah satu-satunya antibiotik dalam terapi periodontal yang rentan terhadap semua
strain A. actinomycetemcomitans. Obat ini juga telah digunakan dalam kombinasi

dengan metronidazol. Mual, sakit kepala, rasa logam di mulut, dan ketidaknyamanan

perut telah dikaitkan dengan ciprofloxacin. Kuinolon menghambat metabolisme

teofilin, dan kafein serta pemberian secara bersamaan dapat menghasilkan toksisitas.

Kuinolon juga telah dilaporkan meningkatkan efek warfarin dan antikoagulan lainnya.

h. Makrolida3

Antibiotik ini menghambat sintesis protein dengan mengikat subunit ribosom

50S dari mikroorganisme sensitif. Makrolida dapat bersifat bakteriostatik atau

bakterisidal, tergantung pada konsentrasi obat dan sifat mikroorganisme. Antibiotik

makrolida yang digunakan untuk perawatan periodontal termasuk eritromisin,

spiramisin, dan azitromisin. Eritromisin tidak terkonsentrasi di GCF dan tidak efektif

melawan sebagian besar patogen periodontal yang diduga. Karena alasan ini,

eritromisin tidak direkomendasikan sebagai tambahan terapi periodontal. Spiramisin

aktif melawan organisme gram positif; itu diekskresikan dalam konsentrasi tinggi

dalam air liur. Spiramisin memiliki efek minimal pada tingkat perlekatan.

Azitromisin adalah anggota dari kelas azalida dari makrolida. Obat ini efektif

melawan bakteri anaerob dan basil gram negatif. Setelah dosis oral 500 mg 4 kali sehari

selama 3 hari, kadar azitromisin yang signifikan dapat dideteksi di sebagian besar

jaringan selama 7 sampai 10 hari. Konsentrasi azitromisin dalam spesimen jaringan dari

lesi periodontal secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan gingiva normal.

Telah diusulkan bahwa azitromisin menembus fibroblas dan fagosit dalam konsentrasi

yang 100 sampai 200 kali lebih besar dari pada kompartemen ekstraseluler. Azitromisin

secara aktif diangkut ke tempat peradangan oleh fagosit, di mana ia dilepaskan

langsung ke tempat peradangan saat fagosit pecah selama fagositosis. Penggunaan


terapeutik membutuhkan dosis tunggal 250 mg / hari selama 5 hari setelah dosis awal

500 mg.

Data menunjukkan bahwa azitromisin mungkin merupakan terapi tambahan

yang efektif untuk meningkatkan tingkat perlekatan pada pasien dengan periodontitis

agresif serta untuk mengurangi derajat pembesaran gingiva. Data-data ini harus

dipertimbangkan dengan hati-hati, karena berasal dari populasi subjek yang kecil. Saat

ini, literatur menyajikan laporan yang bertentangan tentang kemanjuran antibiotik ini

sebagai tambahan untuk terapi periodontal. Satu studi menyimpulkan bahwa

azitromisin tambahan tidak memberikan manfaat tambahan dibandingkan perawatan

periodontal non-bedah untuk parameter yang diteliti pada pasien dengan periodontitis

kronis umum yang parah. Obat ini harus diberikan secara hati-hati pada pasien yang

memiliki masalah kardiovaskular karena obat tersebut dapat mengubah aktivitas listrik

jantung, yang dapat menyebabkan ritme jantung yang berpotensi fatal.

Tabel 2.1 Antibiotik yang Digunakan untuk Perawatan Periodontal

Kategori obat Agent Fitur Utama

Penicillina Amoxicilin Spektrum luas dari aktivitas antimikroba;

absorbsi oral yang sangat baik; digunakan

secara sistemik.

Augmentin Efektif melawan mikroorganisme penghasil

penisilinase; digunakan secara sistemik.

Tetrasiklin Monocycline Efektif melawan mikroorganisme spektrum

luas; digunakan secara sistemik dan

diaplikasikan secara lokal (subgingiva)


Doxycycline Efektif melawan mikroorganisme spektrum

luas; digunakan secara sistemik dan

diaplikasikan secara lokal (subgingiva)

Tetracycline Digunakan secara kemoterapi dalam dosis

subantimikroba untuk modulasi inang

(Periostat); Efektif melawan

mikroorganisme spektrum luas

Quinolone Ciproflaxacin Efektif melawan bakteri Gram negatif;

meningkatkan health associated microflora

Makrolida Azithromycin Berkonsentrasi di tempat inflamasi;

digunakan secara sistemik

Lincomycin Clindamycin Digunakan pada pasien yang alergi

derivative terhadap penicillin; efektif melawan bakteri

anaerob; digunakan secara sistemik

Nitroimidazoleb Metronidazole Efektif melawan bakteri anaerob;

digunakan secara sistemik dan

diaplikasikan secara sistemik dan

diaplikasikan secara lokal (subgingiva)

sebagai gel
a
Indikasi: localized aggressive periodontitis, generalized aggressive periodontitis, medically-related

periodontitis, dan refractory periodontitis.


b
Indikasi:localized aggressive periodontitis, generalized aggressive periodontitis, medically related

periodontitis, dan necrotizing ulcerative periodontitis.


Tabel 2.2 Regimen Antibiotik untuk Mengobati Penyakit Periodontal

Regimen Dosis/Durasi

Agen

Amoxicilin 500 mg Tiga kali sehari

selama 8 hari

Azithromycin 500 mg Sekali sehari selama

4 sampai 7 hari

Ciprofloxacin 500 mg Dua kali sehari

selama 8 hari

Clindamycin 300 mg Tiga kali sehari

selama 10 hari

Doxycycline atau 100 mg sampai 200 mg Sekali sehari selama

minocycline 21 hari

Metronidazole 500 mg Tiga kali sehari

selama 8 hari

Terapi Kombinasi

Metronidazole + Masing-masing 250 mg Tiga kali sehari

amoxicilin selama 8 hari

Metronidazole + Masing-masing 500 mg Dua kali sehari

ciprofloxacin selama 8 hari

2.3 Jenis Anti Inflamasi yang Digunakan dalam Bidang Periodonsia


Berdasarkan asosiasi PGE2 dengan keparahan penyakit, strategi farmakologis awal

ditujukan untuk menghambat produksi prostaglandin. Tes pendahuluan melibatkan bahan

kimia seperti ibuprofen, indometasin, α-tokoferol (suatu bentuk vitamin E), dan asam lemak

asam docosahexaenoic dan asam eicosapentaenoic. Beberapa di antaranya menghambat PGE2


dengan potensi tinggi dalam kisaran nanomolar atau mikromolar rendah. Studi selanjutnya

menunjukkan bahwa penghambat siklooksigenase (COX) spesifik secara efektif mengobati

penyakit periodontal. Namun, obat tersebut tidak dapat digunakan secara kronis; dan, setelah

pengobatan dihentikan, penyakitnya kembali.6,7

1) Dexamethasone

Obat ini diindikasikan untuk mengobati inflamasi dan alergi, syok, hyperplasia

adrenal kongenital, serta edema serebral. Kontra indikasi pada pasien yang

menderita diabetes melitus, infeksi berat, hipertensi, dan gangguam

kardiovaskular. Penghentian obat secara tiba-tiba setelah penggunaan yang lama

dapat menyebabkan insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, myalgia, dan

malaise. Dosis yang diberikan sebanyak 0,5-10mg/hari (oral), 0,5-24 mg/hari

(injeksi). Dosis disesuaikan dengan beratnya peyakit. 8

2) Prednisone

Prednisone digunakan untuk memperoleh efek inflamasi atau imunosupresan.

Kontra indikasi untuk pasien yang menderita diabetes melitus, tukak lambung,

infeksi berat, hipertensi, dan gangguan kardiovaskular. Penghentian obat secara

tiba-tiba setelah penggunaan yang lama dapat menyebabkan insufisiensi adrenal

akut dengan gejala demam, myalgia, malaise. Dosis pada orang dewasa yaitu 5-

20mg/hari , sedangkan untuk anak-anak 0,05-2 mg/KgBB/hari dibagi 1-4 kali

perhari. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 5 mg.8

2.4 Jenis Analgesik yang Digunakan dalam bidang periodonsia

a. Nonopioid9

Parasetamol (Asetaminofen)

Parasetamol adalah analgesik ringan, antipiretik, tetapi antiinflamasi yang

buruk. Ini adalah obat yang paling aman dan harus dipertimbangkan terlebih dahulu.
Obat ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit ringan hingga sedang dalam kondisi

bebas peradangan. Sediaan obat dalam bentuk tablet dan sirup. Parasetamol juga

berguna dalam kasus nyeri sedang hingga berat yang dikombinasikan dengan opioid.

Obat tersebut bekerja dengan menghambat prostaglandin sentral melalui penghambatan

enzim siklooksigenase serta bertindak dengan menghambat gas oksida nitrat yang

penting untuk komunikasi antar sel saraf. Dosis parasetamol biasa ditunjukkan pada

Tabel 2.3. Parasetamoleh dimetabolisme di hati, maka dari itu harus dihindari jika

terjadi penyakit hati dan konsumsi alkohol.

Tabel 2.3 Dosis Paracetamol untuk Orang Dewasa dan Anak-anak

Dosis/6-8jam Dosis maksimal/hari

Dewasa 500-1000 mg 4000 mg

Anak-anak 10-15mg/kg 65mg/kg

b. Obat Anti-inflamasi Nonsteroid (NSAID) 8

NSAID bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. prostaglandin

adalah suatu senyawa dalam tubuh yang merupakan mediator nyeri dan radang

inflamasi. Prostaglandin terbentuk dari asam arakidonat pada sel-sel tubuh dengan

bantuan enzim cyclooxygenase. Dengan penghambatan pada enzim maka

prostaglandin tidak terbentuk dan nyeri atau radang pun reda.

1) Asam Salisilat (Aspirin)

Obat yang banyak digunakan sebagai analgetik, antipiretik, dan anti inflamasi.

Aspirin digunakan untuk meredakan peradangan, rasa nyeri ringan-sedang, dan

menurunkan suhu tubuh saat demam. Kontra indikasi pada usia kurang dari 16

tahun, ibu hamil dan menyusui, riwayat/sedang menderita tukak saliran cerna, serta

hemophilia. Efek samping nya dapat berupa iritasi saluran cerna, gangguan
pendengaran vertigo, reaksi hipersensitivitas, trombositopenia Dosis yang

diberikan sebanyak 325-650mg setiap 4-6 jam (untuk mendapatkan efek analgetik

dan antipiretik). Obat teredia dalam bentuk tablet 80 mg, 100 mg, 160 mg, 500mg.

2) Asam Mefenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik, sedangkan sebagai anti

inflamasi, obat ini kurang efektif dibandingkan aspirin. Indikasinya digunakan

pada nyeri ringan-sedang seperti sakit kepala, sakit gigi, termasuk nyeri karena

trauma, nyeri otot dan nyeri pasca operasi. Kontra indikasi untuk usia kurang dari

14 tahun dan ibu hamil. Memiliki efek samping berupa gangguan saluran cerna dan

reaksi hipersensitivitas (eritema kulit). Dosis yang diberikan sebanyak 2-3 x 250-

500mg sehari dengan sediaan berupa tablet 500 mg.

3) Asam Propionat (Ibuprofen)

Ibuprofen memiliki sifat analgesik serupa dengan aspirin namun efek anti

inflamasinya tidak terlalu kuat. Digunakan untuk megobati nyeri ringan sampai

sedang serta demam. Kontra indikasi untuk pasien stroke, anak-anak dibawah usia

12 tahun. Dosis yang diberikan sebanyak 10 mg/kgBB tiap 4-6 jam dan maksimum

4 dosis sehari. Sediaan berupa tablet 500mg, 600 mg, dan 1000mg serta dalam

bentuk sirup 120 mg/ 5 ml.

2.5 Jenis Obat Kumur yang Digunakan dalam Bidang Periodonsia

1. Obat kumur klorheksidin (CHX)

Klorheksidin adalah agen antiplak yang paling sering digunakan. Molekulnya dapat

menghambat adhesi bakteri, pertumbuhan bakteri, pembentukan biofilm, dan bersifat

bakterisidal pada konsentrasi tinggi karena merusak membran sel bakteri. Konsentrasi

obat kumur 0,12 atau 0,2% CHX secara signifikan dapat mengurangi plak dan inflamasi
gingiva. Obat kumur klorheksidin dapat digunakan untuk meningkatkan kontrol plak

selama terapi fase I, untuk pasien dengan penyakit berulang (recurrent), setelah operasi

periodontal atau oral, dan untuk manajemen karies.3

Efek chlorhexidine bergantung pada dosis tidak hanya tergantung pada

konsentrasinya. Jadi, kedua formulasi ini efektif. Tetapi konsentrasi chlorhexidine yang

lebih rendah meminimalkan efek sampingnya sambil mempertahankan manfaatnya.

Untuk memastikan kepatuhan dan efektivitas yang baik, lama waktu pembilasan yang

diterima adalah 30 detik. Pasien disarankan untuk berkumur sebelum tidur dan setelah

sarapan, dengan interval setidaknya 30 menit setelah menyikat gigi. Efek samping yang

ditimbulkan oleh penggunaan klorheksidin adalah:10

a. Perubahan warna kecoklatan pada gigi, bahan restorasi dan lidah.

b. Mengubah sensasi rasa terutama untuk rasa asin.

c. Erosi mukosa dengan penggunaan larutan Klorheksidin konsentrasi tinggi.

d. Pembengkakan parotis dalam kasus yang jarang terjadi.

e. Peningkatan laju pembentukan kalkulus supragingiva.

2. Obat kumur esensial oil (listerine)

Listerin merupakan obat kumur esensial oil yang mengandung thymol, eucalyptol,

menthol, dan metil salisilat. Sediaan ini telah dievaluasi dalam studi klinis jangka

panjang dan telah menunjukkan pengurangan biofilm plak dari 20% hingga 35% dan

pengurangan gingivitis dari 25% hingga 35%. Disarankan menggunakan obat kumur

ini sebanyak dua kali sehari setelah menyikat gigi.7 Obat kumur ini dapat

direkomendasikan sebagai tambahan untuk tindakan pengendalian plak mekanis

terutama pada pasien dengan peradangan gingiva bahkan dengan menyikat gigi dan

flossing secara teratur. Obat ini dikontraindikasikan pada anak-anak karena berisiko
tertelan dan pada pasien yang menderita penyakit mulut kering dan mukosa mulut

karena iritasi dan kekeringan berbasis etanol.10

3. Povidone-iodine

Povidone-iodine adalah antimikroba spektrum luas yang memiliki afinitas

terhadap bakteri, virus, jamur dan protozoa. Obat kumur ini mengurangi pembentukan

plak dan menurunkan keparahan gingivitis dan radiasi mucositis. Kontraindikasi pada

individu yang memiliki kepekaan terhadap yodium dan gangguan tiroid yang sudah ada

sebelumnya.

2.6 Cara Pmberian Medikamen yang Digunakan dalam Bidang Periodonsia

1. Secara Lokal11,12,13

Pemberian obat secara lokal disebut juga dengan local drug delivery system (LDDS).

Pada LDDS, tujuan terapeutik dicapai dengan menempatkan agen antimikroba langsung di

situs sub gingiva / kantung periodontal, yang melepaskan obat aktif secara langsung atau

terkontrol / berkelanjutan untuk memerangi serangan mikroba, sekaligus meminimalkan efek

yang tidak diinginkan pada non-oral.

Adapun keterbatasan pemberian obat secara lokal ke poket periodontal adalah sebagai

berikut:

a. Iritan lokal tidak dapat diberikan.

b. Dosis dibatasi karena area yang relatif kecil.

c. Enzim seperti peptidase dan esterase dapat menyebabkannya metabolisme

presistemik.

d. Pemberian peptida tidak praktis karena peptidase.

e. Rute ini memahami kebutuhan obat-obatan berpotensi tinggi.

f. Biaya pembuatan tambalan atau perangkat menjadi masalah untuk

dipertimbangkan
g. Irigasi11,12

Irigasi oral adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan sistem irigasi

yang digunakan secara profesional di klinik gigi serta diterapkan secara pribadi oleh pasien di

rumah untuk mencegah dan mengobati penyakit periodontal. Sistem OI terdiri dari dua

komponen, perangkat dan larutan irigasi yang efektivitasnya diatur oleh tekanan irigasi,

karakteristik aliran, dan jenis jet. Tip mono-jet / multi-aliran jet tersedia untuk irigasi supra-

gingiva, dan kanula tumpul dengan port ujung atau samping tersedia untuk irigasi subgingiva.

Gambar 2.2 Irigasi Oral (Sumber: H.R. R, Dhamecha D, Jagwani S, Rao M,

Jadhav K, Shaikh S, et al. Local drug delivery systems in the management of

periodontitis: A scientific review. J Control Release 2019;307:393–409)

Pada perangkat irigasi supragingiva, agen irigasi menembus hingga kedalaman 29-71%

dari poket dangkal dan 44-68% untuk poket yang cukup dalam dan dalam, sedangkan irigasi

subgingiva memiliki daya tembus yang lebih baik dengan kisaran 75-93% ke dalam poket

dalam. Efektivitas juga tergantung pada ekosistem bakteri di dalam kantong, misalnya,

Streptococcus sanguis planktonik dihambat oleh 0,2% klorheksidin (CHX) dan 0,05%

setilpiridinium dalam waktu 5 menit, sedangkan struktur biofilm bakteri kompleks bertahan

dan bertahan selama> 4 jam. eksposur yang sama. Aktivitas antimikroba obat juga terhambat

oleh adanya komponen darah, protein serum dan nanah di kantong. Selain itu, laju aliran GCF
juga merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan waktu kontak antara agen

antimikroba dan bakteri subgingiva.

a. Fiber11

Fiber adalah tipe reservoir dari sistem formulasi terapeutik yang ditempatkan secara

melingkar ke dalam kantong periodontal menggunakan aplikator dan ditutup dengan perekat

sianoakrilat atau penutup periodontal Setelah penempatan fiber ke dalam poket periodontal,

pelepasan obat terjadi melalui salah satu / kombinasi dari tiga mekanisme: difusi,

pembengkakan, dan degradasi.

Sebuah studi klinis yang mengevaluasi khasiat antimikroba dari serat berongga yang

dimuat tetrasiklin yang dibuat dengan menggunakan selulosa asetat sintetis menunjukkan

pelepasan ledakan yang cepat (95% dari pelepasan obat dalam 2 jam pertama) dengan

peningkatan yang dapat diterima pada mikro-flora sub gingiva yang sebanding dengan SRP

saja

Gambar 2.3 Fiber di Poket Periodontal (Sumber: H.R. R, Dhamecha D,

Jagwani S, Rao M, Jadhav K, Shaikh S, et al. Local drug delivery systems in the

management of periodontitis: A scientific review. J Control Release

2019;307:393–409)
b. Matrix: Strip dan Film11

Strip dan film (SF) adalah pita tipis berbasis polimer dari sistem matriks yang dirancang

untuk memberikan agen terapeutik aktif dengan cara yang terkontrol dan berkelanjutan ketika

ditempatkan secara tepat di ruang poket periodontal interproksimal.

Secara umum, pelepasan obat dari SF sangat tergantung pada sifat polimer yang terjadi

baik melalui difusi obat dan / atau pelarutan matriks atau erosi. Pelepasan obat dari film yang

dibuat menggunakan polimer yang tidak dapat terdegradasi terjadi melalui proses difusi saja

sedangkan yang dibuat dengan menggunakan polimer yang dapat terurai melepaskan obat

melalui difusi atau erosi. SF memiliki keuntungan karena mudah dimanipulasi untuk

mendapatkan bentuk dan ukuran yang diinginkan agar sesuai dengan dimensi kantung yang

memungkinkan pemasangan yang mudah dengan ketidaknyamanan yang minimal bagi pasien

Gambar 2.4 Sistem Matriks di Poket Periodontal (Sumber: H.R. R, Dhamecha

D, Jagwani S, Rao M, Jadhav K, Shaikh S, et al. Local drug delivery systems in

the management of periodontitis: A scientific review. J Control Release

2019;307:393–409)
Periochip (Perio Products Ltd., Yerusalem, Israel) adalah chip persegi panjang

berwarna oranye kecoklatan yang disetujui FDA AS yang mengandung klorheksidin glukonat

(2,5 mg) yang tertanam dalam matriks gelatin polimer yang dapat terurai secara hayati. Ini

tersedia dalam dimensi 5 × 4 × 0,3 mm dengan berat sekitar 7,4 mg (obat dan polimer). Pasca

persalinan, klorheksidin (40%) dilepaskan (melalui difusi) dalam 24 jam pertama menunjukkan

efek ledakan awal, diikuti oleh pelepasan obat yang konstan selama 7 hari [72]. SF

memungkinkan penempatannya di saku periodontal tanpa efek buruk untuk waktu yang lebih

lama.

c. Gel11

Dalam bidang periodonti, gel dengan agen terapeutik aktif dimasukkan ke dalam

kantong subgingiva secara hati-hati dengan menggunakan jarum suntik dengan port yang lebar

untuk memastikan distribusi yang bersamaan di seluruh lokasi yang terinfeksi.

Gel diformulasikan menggunakan berbagai polimer seperti karbopol, xanthan, karboksi

metil selulosa dan kitosan dan sarat dengan berbagai agen terapeutik seperti antimikroba,

bifosfonat (alendronat, zoledronat) dan statin (simvastatin). Semua formulasi ini bila

digunakan sebagai adjuvan untuk terapi periodontal non-bedah telah menunjukkan penurunan

yang signifikan pada level PPD, peningkatan level perlekatan periodontal, dan peningkatan

parameter klinis lainnya seperti indeks gingiva. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa

Chlosite, gel berbasis getah xanthan yang mengandung 1,5% klorheksidin, terdegradasi secara

bertahap dalam 10-30 hari setelah penempatan di poket periodontal sambil mempertahankan

konsentrasi penghambatan minimum klorheksidin di situs lokal selama minimal 15 hari.


Gambar 2.5 Gel di Poket Periodontal (Sumber: H.R. R, Dhamecha D, Jagwani S,

Rao M, Jadhav K, Shaikh S, et al. Local drug delivery systems in the management

of periodontitis: A scientific review. J Control Release 2019;307:393–409)

d. Micropartikel dan Nanopartikel12

Mikropartikel dapat dikirim melalui berbagai sistem pembawa seperti chip, pasta gigi /

sistem gel, dan injeksi langsung ke poket. Berbagai metode formulasi mikropartikel antara lain

metode evaporasi pelarut (emulsi tunggal dan ganda), koaservasi dan metode pemisahan fasa

dan pengeringan semprot.

Mikrosfer biodegradable yang dimuat doksisiklin (ukuran partikel rata-rata antara 90

dan 200 μm) yang dibuat dengan teknik emulsi ganda menggunakan kombinasi PLGA dan

PCL dalam konsentrasi yang berbeda menunjukkan bahwa obat dan polimer stabil dengan

pelepasan in-vitro hingga 11 hari. Formulasi ini menunjukkan peningkatan yang signifikan

pada parameter klinis dan mikrobiologi hingga 3 bulan dibandingkan dengan gel doksisiklin

komersial. Studi lain tentang mikro-partikel metronidazol benzoat yang dimuat dengan

diameter 31,0 dan 74,5 μm yang tergabung dalam film kitosan / PCL menunjukkan pelepasan

yang sesuai sebesar 64% selama 7 jam dengan kekuatan mukoadesif yang signifikan. Studi

tentang mikrosfer yang memuat doksisiklin hyclate yang dibuat dengan metode difusi pelarut

dari teknik kristalisasi bola menunjukkan pelepasan semburan sebesar 24% pada hari ke-1 dan

memiliki pelepasan 52,25% yang dipertahankan selama 7 hari dan menunjukkan penurunan

yang signifikan pada kedalaman poket probing dan jumlah sel P.g. dibandingkan dengan SRP
Gambar 2.6 Pemberian Nano/Mikropartikel di Poket Periodontal

(Sumber: H.R. R, Dhamecha D, Jagwani S, Rao M, Jadhav K, Shaikh S, et al. Local drug

delivery systems in the management of periodontitis: A scientific review. J Control Release

2019;307:393–409)

Nanopartikel dikirim ke tempat kerja baik secara langsung atau setelah diisi dengan

obat aktif untuk pelepasan yang berkelanjutan dan terkontrol. Perak, emas, titanium dioksida

dan nanopartikel tembaga adalah beberapa nanopartikel logam yang paling banyak diteliti

dalam kedokteran gigi dan bidang biomedis lainnya karena potensi antimikroba, antikanker,

dan regenerasi tulangnya. Sebuah studi mengevaluasi pengaruh ukuran partikel terhadap

kemanjuran antimikroba nanopartikel perak yang mana, pengaruh paling signifikan

ditunjukkan oleh diameter 5 nm terhadap patogen periodontal seperti Aa, F. nuceatum, S. mitis,

S. mutans dan S. sanguis. Patogen oral anaerobik memiliki kerentanan yang lebih rendah

terhadap nanopartikel perak jika dibandingkan dengan aerob.

2. Secara Sistemik13

Keuntungan:

a. Penyakit periodontal umumnya disebabkan oleh bakteri yang mana dapat diobati

menggunakan antibiotic

b. Beberapa penyakit periodotntal memiliki jumlah keragaman spesies yang sedikit

c. Antibiotik murah

d. Dapat mengakses lokasi infeksi yang tidak dapat dijangkau oleh terapi mekanik
Kekurangan:

a. Penyakit periodontal melibatkan spesies multiple, sulit diidentifikasi dan untuk

target spesies yang terlibat dalam proses penyakit

b. Patogen merupakan bagian flora rongga mulut pada periodontal sehat dan yang

terinfeksi

c. Penggunanan antibiotic berlebih menyebabkan resistensi bakteri

d. Konsentrasi antimikroba yang dicapai pada GCF rendah

e. Plak biofilm memengaruhi respon ke agen

2.7 Hal yang Harus Diperhatikan Ketika Memberi Medikamen

Seringkali dokter gigi sulit untuk memutuskan antibiotik apa yang harus diberikan pada pasien.

Faktor-faktor yang menentukan keputusan pemilihan antibiotik yaitu14:

a. Usia pasien: Hal ini dapat mempengaruhi farmakokinetika dari banyak antibiotik,

misalnya tetrasiklin berakumulasi pada tulang dan gigi dalam masa pertumbuhan.

b. Fungsi renal dan hepatik: Penggunaan dan penentuan dosis antibiotik harus dilakukan

dengan sangat hati-hati ketika pasien memiliki gangguan organ-organ ini.

c. Faktor-faktor lokal: Kondisi pada area infeksi sangat mempengaruhi aksi antibiotik,

seperti adanya pus dan sekresi, bahan nekrotik dan foreign body, pH yang rendah, dll.

d. Alergi obat: Riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya dan reaksi alergi harus

diperhatikan.

e. Pertahanan inang yang terganggu: Pada individu dengan pertahanan inang yang

normal, antibiotik bakteriostatik mungkin sudah cukup untuk mencapai

penyembuhan, sedangkan untuk pasien dengan pertahanan inang yang terganggu

sangat penting untuk menggunakan obat-obatan bakterisidal.


f. Kehamilan: Semua antibiotik harus dihindari saat hamil, karena risiko perkembangan

fetus.

g. Pertimbangan terkait organisme: Meskipun seringkali bersifat empiris,

kecenderungan patogen yang paling mungkin harus dipertimbangkan.

h. Faktor-faktor obat: Hal ini termasuk sifat spesifik antibiotik seperti spektrum aktivitas

(sempit/luas), jenis aktivitas (bakterisidal/bakteristatik), sensitivitas organisme (nilai

konsentrasi inhibitor minimal), toksisitas terkait, profil farmakokinetik, jalur

administrasi obat, bukti efektivitas klinis dan harga obat.

2.8 Penulisan Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang

diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker

pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat

kepada pasien. Resep terdiri dari enam bagian, antara lain yaitu:15

a. Inscriptio, terdiri dari nama, alamat, dan nomor izin praktek (SIP) dokter, tanggal

penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Format

inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik

pribadi.

b. Invocatio, merupakan tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Permintaan

tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya ambilah atau berikanlah.

Berfungsi sebagai kata pembuka komunikasi antara dokter penulis resep dengan

apoteker di apotek.

c. Prescriptio atau ordonatio, terdiri dari nama obat yang diinginkan, bentuk sediaan obat,

dosis obat, dan jumlah obat yang diminta.


d. Signatura merupakan petunjuk penggunaan obat bagi pasien yang terdiri dari tanda cara

pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian. Penulisan

signatura harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi

e. Subscriptio merupakan tanda tangan/paraf dokter penulis resep yang berperan sebagai

legalitas dan keabsahan resep tersebut.

f. Pro (diperuntukkan) terdiri dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan

pasien.

Gambar 2.7 Bagian-bagian resep

Berikut beberapa tanda yang dapat tertera pada resep:

a. Tanda segera atau peringatan


Tanda ini dapat ditulis di sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, bila dokter

ingin resepnya dibuat dan dilayani dengan segera. Contoh tanda-tanda ini antara

lain:

- Cito! = segera

- Statim = penting sekali

- PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda

Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!.

b. Tanda resep dapat diulang (iter).

Tanda ini ditulis bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang. Ditulis di

sebelah kanan atas resep dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kali pengulangan

dapat dilakukan. Misalnya:

- Iter 1x, artinya resep dapat dilayani 2x.

- Iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1+ 2 = 3 x. 3.

c. Tanda resep tidak dapat diulang atau Ne iteratie (N.I)


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Poket didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva. Poket periodontal merupakan

poket yang bersifat patologis akibat infeksi bakteri yang menyerang jaringan periodontal.

Ketika ujung koronal junctional epithelial (permukaan yang membentuk sulkus sebenarnya

atau dasar poket) bersentuhan dengan biofilm oral, biofilm terlepas dari gigi. Bertambah

dalamnya sulkus gingiva dapat terjadi sebagai akibat pergerakan koronal pada margin gingiva,

perpindahan apikal perlekatan gingiva, atau kombinasi dari dua proses tersebut. Poket secara

klinis dapat diukur dengan teknik probing yang benar sehingga dokter gigi dapat menentukan

rencana perawatan yang tepat. Perawatan dari poket periodontal dapat berupa terapi non bedah

dan terapi bedah. Terapi non bedah terdiri dari debridemen, scaling, dan root planing.

Sedangkan terapi bedah dapat berupa gingivektomi dan bedah flap. Terapi nonbedah dilakukan

apabila terjadinya persistensi poket atau residual poket setelah dilakukan evaluasi terapi non

bedah

3.1 Saran

Pembaca seharusnya mampu memahami klasifikasi poket serta perawatannya sesuai

pengklasifikasian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Smiley CJ, Tracy SL, Abt E, Michalowicz BS, John MT, Gunsolley J, et al. Systematic

review and meta-analysis on the nonsurgical treatment of chronic periodontitis by

means of scaling and root planing with or without adjuncts. J Am Dent Assoc.

2015;146(7):508–24 e5.

2. Smiley CJ, Tracy SL, Abt E, Michalowicz BS, John MT, Gunsolley J, et al. Evidence-

based clinical practice guideline on the nonsurgical treatment of chronic periodontitis

by means of scaling and root planing with or without adjuncts. J Am Dent Assoc.

2015;146(7):525–35.

3. Newman MG. Takei HH, Klokkevold PR, Carranzan FA. Newman and carranza’s

clinical periodontology. 13th Ed. Philadelphia: Elsevier. 2019: 555-565.

4. Khawar S, A Suchetha, SM Apoorva, N Sapna, Bhat D, G Latha. NSAIDS in

periodontology: moving beyond analgesics. WJPLS. 2017;3(4);226-32.

5. Parashar A. Mouthwashes and their use in different oral conditions. Sch. J. Dent. Sci.

2015;2(2B0:186-191

6. Van Dyke, TE. Shifting the paradigm from inhibitors of inflammation to resolvers of

inflammation in periodontitis. J Periodontol. 2020; 1‐ 7.

7. Dowd FJ, Johnson BS, Mariotti AJ. Pharmacology and Therapeutics for Dentistry. 7th

Ed. St. Louis, Missouri: Elsevier, Inc. 2017. p. 268

8. Reddy S. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics, 3ed. New Delhi,

Jaypee Brothers Medical Publishers; 2011. 423-7.

9. Ali H. Principle of drug therapy in dentistry. 1st ed. New Delhi: Jaypee; 2012. p. 29

10. Parashar A. Mouthwashes and their use in different oral conditions. Sch. J. Dent. Sci.

2015;2(2B0:186-191
11. H.R. R, Dhamecha D, Jagwani S, Rao M, Jadhav K, Shaikh S, et al. Local drug delivery

systems in the management of periodontitis: A scientific review. J Control Release

2019;307:393–409.

12. Joshi D, Garg T, Goyal AK, Rath G. Advanced drug delivery approaches against

periodontitis. Drug Deliv 2016 Feb 12;23(2):363–77.

13. Clerehugh V, Tugnait A, Genco RJ. Periodontogy at A Glance. 1st Ed. UK: Wiley

Blacwell. 2009. p. 46-7

14. Grover V, Kapoor A, Malhotra R. Systemic antibiotic therapy in periodontics. Dental

Res J 2012; 9 (5): 505-15.

15. Amalia DT, dan Sukohar A. Rational Drug Prescription Writing. JUKE. 2014;4(7): 22-

9.

Anda mungkin juga menyukai