TESIS
Oleh :
STEVEN WIJAYA
147160002
TESIS
Oleh :
STEVEN WIJAYA
147160002
Telah diuji
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Steven Wijaya
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Konservasi Gigi dari Universitas Sumatera
Utara.
orang tua tercinta, yaitu Bapak Ng Keng Jen dan Ibu Liliani Kosim yang telah
membesarkan, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa, semangat, dan
dukungan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada adik
tercinta, yaitu Helbert Wijaya, SH yang telah memberikan dukungan, doa, dan
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak
mendapatkan bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin
Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU dan anggota tim penguji yang telah banyak
Studi Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
USU dan anggota tim penguji yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan
bimbingan, arahan, dukungan, dan semangat kepada penulis sehingga tesis ini dapat
Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi USU yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan
kepada penulis.
dukungan, dan semangat kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan
baik.
semangat kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
yaitu Bakrie Soeyono, drg; Darwis Aswal, drg; Widi Prasetia, drg; Fitri Yunita B.,
drg atas segala dukungan serta bantuan selama proses pendidikan dan penulisan tesis.
USU, yaitu Ibu Roslaini, Kakak Rosmila, dan Abang Ilyas yang juga telah banyak
Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU, yaitu Wandania
Farahanny, drg., Sp.KG., MDSc dan seluruh residen pada Program Pendidikan
Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU mulai dari
angkatan 5, 6, dan 7 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah ikut
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemecahan
masalah praktis.
Penulis,
Steven Wijaya
NIM : 147160002
Keterangan Pribadi
Agama : Protestan
Pendidikan Formal
First Molar with Resin-Modified Glass Ionomer Cement : Two Case Reports
Makassar, Indonesia.
Canine with Syringe Tip and Cyanoacrylate Glue Technique : A Case Report
pada Asean Endodontic Congress (AEC) 2016, 18-19 November 2016 di Bali,
Indonesia.
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN
ABSTRAK ……………………………………………………………………. i
ABSTRACT …………………………………………………………………... ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………... iii
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………... vi
PUBLIKASI ………………………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. viii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. xvi
Halaman
Tabel 5.1 Hasil uji Wilcoxon Signed Ranks terhadap 2 (dua) orang pengamat
Tabel 5.2 Skor kebocoran mikro melalui penetrasi zat warna pada seluruh
Tabel 5.3 Rerata dan standar deviasi skor kebocoran mikro pada seluruh
Tabel 5.4 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-
(p<0.05 = *) ……………………………………………………… 57
Tabel 5.5 Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kelompok bahan intra-
(p<0.05 = *) ……………………………………………………… 58
Tabel 5.6 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-
(p<0.05 = *) ……………………………………………………… 59
Tabel 5.7 Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kelompok bahan intra-
(p<0.05 = *) ……………………………………………………… 60
Tabel 5.8 Hasil uji statistik Mann-Whitney antara dua kelompok bahan intra-
orifice barrier yang sama dengan ketebalan bahan yang berbeda yaitu
Halaman
Gambar 2.2 A. Gray MTA (GMTA) dan B. white MTA (WMTA) …….. 17
(SEM) ………………………………………………………. 27
Gambar 4.5 Perendaman sampel dalam larutan Basic Fuchsin 0,5% selama
24 jam ………………………………………………………. 48
Gambar 5.1 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok A1
(MTA 2 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 1 ……... 53
Gambar 5.2 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok A2
(MTA 3 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 1 ……... 53
Gambar 5.4 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) tanpa penetrasi zat warna pada kelompok B2
(Biodentine 3 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 0 …. 54
Gambar 5.5 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok C1
(RMGIC 2 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 3 …….. 55
Gambar 5.6 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok C2
(RMGIC 3 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 1 …….. 55
Gambar 5.7 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok D1
(SDR 2 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 1 ………… 56
Gambar 5.8 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok D2
(SDR 3 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 1 ………… 56
Halaman
USU …………………………………………………………………… 78
Penelitian ……………………………………………………………… 79
13. Hasil uji statistik Mann-Whitney antara dua kelompok bahan intra-orifice
barrier yang sama dengan ketebalan bahan yang berbeda yaitu 2 mm dan
3 mm …………………………………………………………………… 103
PENDAHULUAN
Selama lebih dari 50 tahun, telah ada kesepakatan umum bahwa triad untuk
pembersihan (cleaning), dan pengisian sistem saluran akar dalam tiga dimensi
faktor seperti status pra-operatif dari saluran akar, ada tidaknya lesi periapikal,
perawatan saluran akar sebelumnya, kualitas pengisian saluran akar, dan restorasi
pengisian saluran akar yang tidak adekuat, bahan pengisian saluran akar yang over
extension, penutupan koronal (coronal seal) yang tidak baik, adanya saluran yang
Infeksi mikroba merupakan salah satu faktor utama yang berkaitan dengan
kegagalan endodontik (Parekh dkk., 2014). Penetrasi bakteri pada perawatan saluran
akar dapat terjadi karena adanya kebocoran mikro koronal (coronal microleakage)
(Bayram dkk., 2013). Kebocoran koronal (coronal leakage) pada pengisian saluran
dkk., 2009).
Torabinejad dkk. (1990) menunjukkan bahwa lebih dari 50% saluran akar
dengan Staphylococcus epidermidis (Vijay dkk., 2009 dan Bayram dkk., 2013).
Swanson dan Madison (1987) melaporkan bahwa pemaparan saliva buatan terhadap
bagian koronal saluran akar yang telah diobturasi mengakibatkan rekontaminasi 79%
- 85% dari sistem saluran akar hanya dalam waktu 3 hari. Penemuannya menyatakan
bahwa semua saluran akar terkontaminasi dalam waktu kurang dari 30 hari (Vijay
dkk., 2009).
Oleh karena itu, setiap usaha semestinya dibuat untuk mencegah kontaminasi
penutupan koronal terhadap pengisian saluran akar. Penutupan koronal yang tidak
baik bisa menjadi faktor merugikan yang dapat mengkontaminasi pengisian saluran
bakteri dan produk-produknya. Oleh karena itu, prognosis jangka panjang pada gigi
yang telah dirawat endodontik tergantung pada kualitas restorasi akhir. Ray dan
Trope (1995) menemukan bahwa kualitas restorasi koronal mungkin menjadi faktor
yang lebih penting daripada kualitas pengisian saluran akar terhadap keberhasilan
menurut Roghanizad dan Jones, Carmen dan Wallace, setelah perawatan endodontik
diaplikasikan bahan intra-orifice barrier dan menutup kamar pulpa dengan sistem
adhesif yang memberikan perlindungan kedua terhadap bakteri (Bayram dkk., 2013).
mengurangi kebocoran koronal pada gigi yang telah dirawat endodontik sebagai
bahan untuk menutup orifisi, selain bahan restorasi mahkota, bisa mencegah
kebocoran bakteri (bacterial leakage) jika restorasi tersebut lepas atau sudah tidak
baik. Prosedur ini meliputi menempatkan tambahan bahan ke dalam orifisi segera
setelah pembuangan gutta-percha dan sealer bagian koronal saluran akar (Ghulman
dkk., 2012 dan Yavari dkk., 2012). Beberapa bahan telah digunakan sebagai
dkk., 2012).
untuk aplikasi di bidang endodontik sewaktu awal tahun 1990. MTA merupakan
turunan dari semen Portland dan mengandung dicalcium silicate, tricalcium silicate,
tetracalcium aluminoferrite, dan bismuth oxide. MTA memiliki banyak aplikasi klinis
seperti sebagai bahan pulp capping, pulpotomi, perawatan resorpsi akar internal,
sebagian besar penelitian, MTA menunjukkan proteksi kebocoran mikro yang lebih
waktu pengerasan (setting time) yang lama, penanganan yang sulit, diskolorasi,
memiliki unsur toksik dalam kandungannya, dan harganya relatif lebih mahal (Yavari
kesamaan dalam sifat fisiokimia, mekanis, dan biologis terhadap MTA tetapi
kelebihan Biodentine yaitu mempunyai waktu pengerasan yang lebih cepat (9-12
menit), manipulasi bahan yang lebih baik, tanpa adanya aluminate atau calcium
sulfate dalam kandungannya (Nikoloudaki dkk., 2014 dan Singh dkk., 2014).
Glass Ionomer Cemen (GIC), MTA, dan Biodentine sebagai bahan root-end filling.
Hasilnya adalah Biodentine memiliki adaptasi marginal yang lebih baik dibandingkan
GIC dan MTA. Akan tetapi, MTA dan IRM secara signifikan memiliki adaptasi
marginal yang lebih baik dibandingkan dengan Biodentine ketika digunakan sebagai
walaupun memiliki kandungan zirconium dioxide (Caron dkk., 2014) dan ketahanan
wash out yang rendah (Grech dkk., 2013 dan Elumalai dkk., 2015).
(sealing) yang baik, kekuatan ikatan yang baik, dan menggunakan dentin bonding
agent telah dianjurkan dapat memberikan penutupan intra coronal yang lebih baik
yang dibuat dengan memodifikasi glass ionomer dengan penambahan monomer resin
dan mengeras sebagian melalui reaksi asam basa dan sebagian melalui polimerisasi
fotokimia. Namun, ada reaksi pengerasan ketiga terjadi agar beberapa sisa monomer
yang tidak mengeras secara fotokimia akan mengalami polimerisasi secara kimia.
Mekanisme yang pasti antara ikatan RMGIC ke dentin tidak diketahui. Reaksi
kimia memungkinkan ikatan ke jaringan keras gigi harus dibentuk melalui suatu
reaksi antara komponen karboksilat dari semen dan kalsium yang terdapat dalam
substrat enamel dan dentin. Selain ikatan ionik, RMGIC berikatan ke dentin melalui
mekanisme adhesi. Oleh karena itu, surface pre-treatment untuk membuang smear
layer telah disarankan sebagai cara untuk meningkatkan ikatan (Bayrak dkk., 2012).
dari bahan komposit light cure (3M ESPE Filtek Z250) dengan RMGIC (3M ESPE
Vitremer) sebagai bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan bahan dua mm.
yang mengandung fluoride dan radiopaque sebagai basis pada restorasi gigi
posterior. SDR memiliki karakteristik khas dari komposit flowable, tetapi bisa
minimal. SDR memiliki sifat self-leveling yang memungkinkan adaptasi yang rapat
flowable, maka tidak ideal untuk digunakan pada permukaan oklusal dan ketahanan
Sampai saat ini, tidak ada bahan yang diteliti sebelumnya mampu meniadakan
sisi lain, jumlah bahan-bahan ini dimasukkan ke dalam saluran akar yang
orifice barrier bervariasi dari ketebalan satu mm sampai empat mm. Ghulman dan
penutupan dari bahan Fusio, Fuji II, Fuji IX, dan MTA G. Hasilnya menyatakan
bahwa kavitas orifisi sedalam dua milimeter cocok untuk sebagian besar bahan orifice
barrier adhesif, tetapi jika menggunakan MTA dibutuhkan kavitas orifisi sedalam
tiga mm.
telah dilaporkan pada tahun 1978 bahwa ketebalan tersebut cocok untuk bahan
mengenai kemampuan penutupan dari MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR sebagai
bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan bahan yang berbeda yaitu dua mm dan
tiga mm.
- Penetrasi bakteri pada perawatan saluran akar dapat terjadi karena adanya
(MTA).
- Kavitas orifisi sedalam dua milimeter cocok untuk sebagian besar bahan orifice
sedalam 3 mm.
Oleh karena itu, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada perbedaan kebocoran mikro dari Mineral Trioxide Aggregate (MTA),
Biodentine, RMGIC, dan Smart Dentin Replacement (SDR) sebagai bahan intra-
2. Apakah ada perbedaan kebocoran mikro antara bahan intra-orifice barrier yang
sama dengan ketebalan yang berbeda (dua mm dan tiga mm) pada gigi pasca
perawatan endodontik?
barrier yang mengalami kebocoran mikro koronal yang paling kecil sehingga
bahan dan ketebalan intra-orifice barrier yang paling ideal dan dapat
tetap ada. Konsep kebocoran mikro memiliki efek pada hasil perawatan endodontik
yang telah diketahui lebih dari 100 tahun yang lalu (Muliyar dkk., 2014).
2.1.1 Definisi
masuknya bakteri, cairan rongga mulut, ion, dan molekul ke dalam permukaan antara
gigi dan bahan restorasi atau obturasi” atau sebagai “jalan masuk yang tak terdeteksi
secara klinis dari bakteri, cairan, molekul atau ion antara gigi dan bahan restorasi atau
2.1.2 Penyebab
tetapi kebocoran mikro melalui sistem saluran akar merupakan salah satu faktor
kebocoran mikro setelah perawatan saluran akar. Penyebab kebocoran mikro terbagi
dua yaitu kebocoran (leakage) apikal dan koronal sebagai penyebab kegagalan
rongga akses kavitas adalah segera setelah perawatan endodontik selesai. Jika
klinisi menduga terjadi kebocoran mikro koronal yang telah melampaui tiga
permanen.
rongga mulut.
dowel dan core. Sewaktu preparasi ruang dowel, bahan obturasi saluran dapat
saluran. Biasanya ada penundaan antara preparasi saluran untuk cast dowel dan
endodontik
koronal telah mendapatkan perhatian selama dekade terakhir. Saunders and Saunders
penyebab penting kegagalan di dalam perawatan saluran akar (Amlani dkk., 2013).
Ray dan Trope (1995) menemukan sebuah korelasi antara kualitas perawatan
endodontik (Tabel 2.1). Mereka menemukan korelasi yang kuat antara adanya lesi
periapikal dan restorasi koronal yang tidak baik daripada kualitas perawatan
yang baik dan kualitas endodontik yang baik memiliki persentase keberhasilan
91,4%. Sedangkan, kualitas restorasi yang tidak baik dikombinasikan dengan kualitas
endodontik yang baik, persentase tidak adanya inflamasi periradikular hanya 44,1%.
Hal ini menunjukkan bahwa dampak dari restorasi yang baik tampak lebih besar
Persentase Keberhasilan
Kualitas Perawatan Kualitas Restorasi Perawatan Endodontik
Endodontik Koronal (Tidak ada inflamasi
periradikular)
Baik Baik 91.4 %
Baik Tidak Baik 44.1 %
Tidak Baik Baik 67.7 %
Tidak Baik Tidak Baik 18.1 %
seperti Tronstad dkk. (2000) menemukan bahwa efek dari kualitas perawatan
Sedangkan, kualitas perawatan endodontik yang tidak baik dan restorasi yang baik
Persentase Keberhasilan
Kualitas Perawatan Kualitas Restorasi Perawatan Endodontik
Endodontik Koronal (Tidak ada inflamasi
periradikular)
Baik Baik 81 %
Baik Tidak Baik 71 %
Tidak Baik Baik 56 %
Tidak Baik Tidak Baik 57 %
Segura-Eaga dkk. (2004) juga menemukan bahwa pengisian saluran akar yang
bahwa kualitas pengisian saluran akar memiliki pengaruh paling penting terhadap
perawatan endodontik lebih penting daripada kualitas restorasi koronal. Akan tetapi,
penutupan koronal dan pengisian saluran akar sangat penting untuk keberhasilan
perawatan endodontik dan terprediksi (Mohammadi dkk., 2012 dan Machtou, 2012).
akar, kebocoran mikro koronal dengan adanya saliva tak dapat dihindari hingga 85%.
Penggunaan double seal (intra-orifice barrier) diatas pengisian saluran akar telah
Wolcott dkk. (1999) menyarankan sifat ideal dari sebuah bahan intra-orifice
bantuan alat seperti MAP carrier pada bahan MTA dan Biodentine atau dalam
bentuk syringe. Bahan tersebut juga harus bisa berikatan ke struktur gigi baik
melalui retensi mikro mekanis atau melalui bonding agent untuk mendapatkan
Bahan intra-orifice barrier harus memiliki sealing ability yang baik untuk
endodontik.
Bahan intra-orifice barrier harus memiliki warna yang mudah dibedakan dari
warna gigi alami yang bertujuan untuk memudahkan membuang bahan tersebut
Selain berikatan ke dentin saluran akar, bahan intra-orifice barrier juga harus
bisa berikatan dengan bahan restorasi koronal akhir atau permanen pada rongga
untuk mencegah kebocoran mikro koronal pada pengisian saluran akar seperti
diperkenalkan dan pertama kali dijelaskan di dalam literatur ilmiah Kedokteran Gigi
oleh Mohmoud Torabinejad di Universitas Loma Linda, California, USA pada tahun
Food and Drug Administration USA pada tahun 1998 (Macwan dkk., 2014).
MTA (GMTA) dan white MTA (WMTA) (Gambar 2.2). Komposisi kimia baik
GMTA dan WMTA ini tertera dalam Tabel 1 dibawah ini (Macwan dkk., 2014).
A B
Tabel 2.3 Komposisi kimia dari GMTA dan WMTA (Dikutip dari Asgary dkk.,
2005)
tradisional pengisian ujung akar yang lain. Menurut Shipper dkk. (2004) dan
yang sangat baik yang mungkin terjadi karena MTA mengembang selama reaksi
meningkat karena ekspansi pengerasan, jadi disarankan agar diletakkan cotton pellet
lembab yang berkontak dengan MTA sebelum ditumpat restorasi permanen. Valois
Yavari dkk. (2012) melaporkan bahwa MTA dan Calcium Enriched Mixture
(CEM) Cement secara signifikan memiliki penutupan koronal yang lebih efektif
2.2.2.2 Biodentine
komersial pada tahun 2009 dan secara khusus dibuat sebagai bahan “dentin
replacement”.
terdiri dari tricalcium silicate, dicalcium silicate, calcium carbonate dan oxide filler,
warna iron oxide , dan zirconium oxide. Tricalcium silicate dan dicalcium silicate
sebagai agen pereduksi air (Gambar 2.3). Waktu pengerasan dari bahan ini sangat
bahwa semen CEM memiliki kebocoran mikro paling kecil, sedangkan MTA
memiliki kebocoran mikro paling besar. Perbedaan tersebut secara statistik tidak
signifikan.
RMGIC sama dengan glass ionomer konvensional (bubuk glass, air, polyacid), tetapi
camphorquinone.
Gambar 2.4 2-hydroxyethyl methacrylate (HEMA) (Dikutip dari Sidhu dkk., 2016)
penutupannya daripada MTA. Namun, secara statistik tidak signifikan dalam hal
kebocoran antara Tetric Flow, GIC, dan LC GIC dan antara MTA, Tetric Flow, dan
GIC.
fluoride dan bahan restorasi resin komposit yang radiopaque (Gambar 2.5). Bahan ini
dirancang untuk digunakan sebagai basis dalam restorasi kelas I dan II. Bahan SDR
memiliki karakteristik penggunaan yang khas dari sebuah komposit flowable, namun
polimerisasi minimal, yang wajib ditutupi oleh 2 mm dari lapisan komposit resin
Filtek Ultimate light-cured resin komposit flowable, Filtek Z250 light-cured resin
komposit, dan SDR light-cured resin komposit flowable bulk-fill sebagai bahan intra-
orifice barrier. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa MTA dan SDR memiliki
ketahanan (resistance) kebocoran yang lebih baik daripada resin komposit flowable
kebocoran (leakage) yang dirancang khusus untuk menguji efek dari kedalaman
bervariasi dari kedalaman 1 mm, 2 mm, 3 mm, 3,5 mm, dan 4 mm.
Ghulman dkk. (2012) meneliti kemampuan penutupan dari empat bahan yang
berbeda dengan dua ketebalan intra-orifice barrier yang berbeda yaitu 2 mm dan 3
merupakan kedalaman yang lebih baik untuk kebanyakan bahan intra-orifice barrier
Ketika preparasi rongga akses menyediakan jalur yang relatif mudah untuk
masuknya saliva ke dalam sistem saluran akar, jumlah mikroba harus dijaga
seminimum selama perawatan saluran akar. Memasang rubber dam memberikan cara
yang paling konsisten untuk mencapai tujuan tersebut. Idealnya, rubber dam harus
Pada perawatan gigi vital, seharusnya diselesaikan dalam satu kali kunjungan.
Namun, pada gigi nekrosis dengan periodontitis apikal serta pada kasus retreatment,
rongga akses seharusnya ditutup dengan tumpatan sementara yang tepat antar
yang baik sebagai berikut : penutupan yang baik ke struktur gigi terhadap tepi
kebocoran mikro, sedikit poreus, perubahan dimensi terhadap dingin dan panas
Deveaux dkk. (1992), menemukan bahwa Cavit dan TERM tidak ditemukan
masing-masing 30% dan 60%. Lee dkk. (1993), menemukan bahwa Caviton
memberikan penutupan yang lebih baik dari IRM dan Cavit. Barthel dkk. (1999),
melaporkan bahwa glass ionomer cement atau kombinasi IRM dengan glass ionomer
cement dapat mencegah penetrasi bakteri ke periapeks dari gigi yang telah diobturasi
melewati 1 bulan. Hal penting lainnya adalah ketebalan dari restorasi sementara.
tumpatan sementara setidaknya 3.5 mm. Penelitian yang lain, Madarati dkk. (2008),
sementara. Hasil menunjukkan bahwa Coltsol and glass ionomer cement (GIC) secara
signifikan lebih bagus kemampuan penutupan terhadap zinc phosphate dan semen
IRM.
Ada dua cara lain untuk mengurangi risiko kebocoran koronal pasca
perawatan saluran akar yaitu intra-orifice barrier (double seal) dan restorasi koronal
permanen.
disarankan sebagai sebuah cara untuk meningkatkan penutupan koronal. Khayat dkk.,
menunjukkan bahwa sewaktu 3 mm koronal dari obturasi dibuang dan ditutup dengan
sticky wax, tidak terjadi kebocoran bakteri. Sedangkan semua obturasi yang dibiarkan
(baik dilakukan kondensasi lateral atau vertikal), terjadi penetrasi dalam waktu 30
hari. Penemuan ini dikonfirmasi oleh Trope dkk., bagaimanapun, sticky wax tidak
cocok untuk penggunaan klinis karena sifat fisisnya. Beberapa bahan restoratif telah
digunakan dalam usaha untuk menghasilkan coronal barrier dengan hasil yang
beragam.
mungkin setelah selesai perawatan saluran akar. Pada kebanyakan kasus, restorasi
telah dibersihkan (cleaning), dipreparasi (shaping), dan diobturasi dengan baik harus
direstorasi secara permanen sesegera mungkin. Jika klinisi menduga telah terjadi
kebocoran mikro koronal dengan waktu 3 bulan atau lebih, perawatan saluran akar
Ada beberapa metode untuk menilai kebocoran koronal yaitu (Muliyar dkk.,
2014) :
Metode penetrasi zat warna melibatkan penggunaan zat warna yang kontras
Larutan yang paling umum digunakan pada metode ini adalah 0,5% Basic Fuchsin,
b. Metode radioisotop
Berbagai isotop radioaktif yang telah digunakan dalam studi kebocoran mikro,
meliputi marker 45Ca, 131I, 35S, 22Na, 32P, 86Rb, dan 14C. Umumnya, autoradiografi
dari spesimen yang dipotong. Isotop dapat menembus celah yang sama atau lebih
besar dari 40 nm, yang mana lebih besar dari minimum kisaran yang terdeteksi
udara di dalam tabung kapiler, terdiri dari saluran yang terobturasi dengan bagian
koronal terhubung ke tabung yang diisi dengan air pada tekanan atmosfer, dan
apeknya terhubung ke 20-μL tabung kapiler kaca yang panjangnya 170 mm dan
dengan kaliber seragam yang diisi dengan air. Tekanan 0,1 atm diaplikasikan
melalui bagian koronal, memaksa air nasuk melalui ruang kosong di sepanjang
udara dapat diamati dengan sinar laser dioda yang dikendalikan komputer daripada
Scanning Electron Microscopy (SEM) telah menjadi alat yang berguna dalam
visualisasi gambar dengan pembesaran yang besar (50x - 10.000x dan di atas).
Karena SEM menggunakan elektromagnet daripada lensa, sehingga peneliti bisa lebih
kontrol dalam tingkat pembesaran. Dalam teknik ini, sebuah berkas elektron
tergantung pada banyak faktor, termasuk energi dari sebuah berkas elektron dan sifat
sampel, ketika berkas elektron menembak sampel dan respon dikumpulkan oleh
membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi dengan atom pada sampel dan
sampel, komposisi, dan sifat lainnya seperti konduktifitas listrik. Jenis sinyal yang
elektron pada spesimen dan elektron yang ditransmisikan. Sinyal yang dihasilkan dari
dapat menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang sangat tinggi
dan dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 mm. Gambaran sampel
diambil secara digital dan akan ditampilkan pada layar monitor dan disimpan di
dalam komputer. Pada gambar di bawah ini, akan ditampilkan skema bagian-bagian
Restorasi
permanen yang Kebocoran mikro (microleakage)
tidak adekuat
- Bahan biomaterial yang
Upaya pencegahan ? berbasis silicate.
- Dapat menyebabkan
diskolorisasi
Aplikasi intra-orifice Sealing - Setting time yang lama
barrier ability ? - Perlu lingkungan lembab
- Terdapat unsur toksik
MTA dalam kandungannya
Bahan intra-orifice
barrier Biodentine - Bahan biomaterial yang
berbasis silicate.
- Tidak menyebabkan
RMGIC diskolorisasi
- Setting time yang cepat
- Radiopasitas yang jelek
- Ketahanan wash out
SDR yang rendah
- Kandungannya sama
Ketebalan bahan dengan GIC
intra-orifice barrier konvensional
dengan penambahan
komponen monomer dan
sistem inisiator.
2 mm 3 mm - Proses cepat di light
cured.
- Perlu surface pre-
- Cocok untuk untuk - Cocok untuk bahan treatment
sebagian besar bahan seperti MTA
orifice barrier - Cocok untuk
adhesif. tumpatan sementara - Resin komposit flowable
- Jika perlu yang mengandung
retreatment, mudah fluoride dan radiopaque
untuk membongkar - Aplikasi secara bulkfill
bahannya. setebal 4 mm
- Sifat self-leveling
Ketebalan bahan 2 mm
Ketebalan bahan 3 mm
satu faktor penting yang berkaitan dengan kegagalan perawatan endodontik. Tselnik
dkk. (2004) menyatakan bahwa penutupan koronal yang tidak memadai dapat terjadi
pada berbagai keadaan klinis seperti fraktur struktur gigi, lepasnya bahan tumpatan
sementara, kebocoran marginal (marginal leakage) dari restorasi akhir, dan karies
rekuren. Semua kondisi tersebut menyebabkan sistem saluran akar terpapar terhadap
terjadinya kebocoran koronal pada gigi yang telah dirawat endodontik. Prosedur ini
pembuangan gutta-percha dan sealer pada bagian koronal saluran akar. Beberapa
bahan yang telah digunakan untuk mencegah microleakage seperti Cavit, amalgam,
cement, Mineral Trioxide Aggregate (MTA). Selain itu, ketebalan bahan intra-orifice
MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR sebagai bahan intra-orifice barrier yang
diaplikasi segera setelah obturasi dengan dua ketebalan bahan yang berbeda yaitu dua
mm dan tiga mm terhadap kebocoran mikro. Penelitian ini dilakukan untuk melihat
bahan manakah yang memiliki sealing ability terbaik dan berapa ketebalan bahan
Dari uraian yang telah disebutkan di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini
adalah :
Biodentine, RMGIC, dan Smart Dentin Replacement (SDR) sebagai bahan intra-
sama dengan ketebalan yang berbeda (dua mm dan tiga mm) pada gigi pasca
perawatan endodontik.
perawatan ortodonti.
Gigi - gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi dan diperoleh dari
Departemen Bedah Mulut FKG USU dan praktek dokter gigi di Kotamadya
mm.
mm.
3 mm.
dan 3 mm.
3 mm.
3 mm.
d. Jenis dan bentuk mata bur : bur open access dan fissure tapered
(Meisinger)
o. Arah penyinaran curing light : dari permukaan bukal, lingual, dan oklusal
diberikan perlakuan
Variabel Terkendali
Tabel 4.1 Definisi operasional, cara mengukur, alat ukur, dan skala dari variabel
bebas
RMGIC merupakan
RMGIC sebagai bahan gabungan Sesuai Probe Nominal
bahan intra-orifice semen ionomer kaca instruksi
3. dan resin pabrik
barrier.
fotopolimerisasi .
32 gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi, dibersihkan, dan direndam dalam saline
Penanaman gigi di balok gips untuk prosedur perawatan endodontik Preparasi saluran
akar + Pengisian saluran akar (obturasi) + Aplikasi bahan intra-orifice barrier.
Bilas dengan air mengalir dan pemotongan akar gigi dalam arah buko-lingual dengan disc bur
Analisa Data
• Handscoon (HandSeal)
• Bais (Tekiro)
• Probe (Caredent)
• Biodentine ( Septodont )
Sampel berjumlah 32 gigi premolar mandibula baik gigi premolar satu atau
gigi premolar dua yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti dibersihkan secara
manual dengan menggunakan ultrasonic scaler (Gambar 4.3 a), kemudian sampel
dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berisikan larutan saline dan dibiarkan
dalam keadaan terendam sampai saat akan digunakan (Gambar 4.3 b). Selanjutnya,
sampel dibagi menjadi 8 kelompok secara random dan setiap kelompok perlakuan
berjumlah 4 sampel serta ditanam ke dalam balok gips untuk memudahkan preparasi
akses kavitas, preparasi saluran akar, pengisian saluran akar (obturasi), dan aplikasi
Gigi dibuat outline form untuk preparasi akses kavitas dengan bur open access
dan fissure tapered, dilanjutkan dengan penentuan panjang kerja dengan bantuan K-
file no. 10 atau 15, kemudian dikonfirmasi dengan radiografi periapikal. Selanjutnya
dilakukan preparasi saluran akar dengan instrumen rotary Mtwo dari ukuran file
10/.04 s/d 25/.06, irigasi dengan sodium hypochlorite 5,25% setiap pergantian file,
diakhiri dengan larutan EDTA 17% selama 60 detik, dan bilas dengan saline.
Kemudian, saluran akar gigi dikeringkan dengan paper point dan dilakukan fitting
Master Apical Cone lalu konfirmasi radiografi periapikal. Setelah itu, dilakukan
Kelompok A1
Pada kelompok A1, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-
percha dibuang pada bagian koronal sedalam 2 mm dari orifisi dengan alat hot
plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Bagian koronal tersebut
dibersihkan dengan alkohol dan air destilasi dan dikeringkan dengan semprotan
angin. Bahan MTA diaduk sesuai instruksi pabrik, kemudian diaplikasikan ke dalam
orifisi dengan bantuan MAP system setebal 2 mm. Setelah itu, kavitas ditutup dengan
Pada kelompok A2, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-
percha dibuang pada bagian koronal sedalam 3 mm dari orifisi dengan alat hot
plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Bagian koronal tersebut
dibersihkan dengan alkohol dan air destilasi dan dikeringkan dengan semprotan
angin. Bahan MTA diaduk sesuai instruksi pabrik, kemudian diaplikasikan ke dalam
orifisi dengan bantuan MAP system setebal 3 mm. Setelah itu, kavitas ditutup dengan
Kelompok B1
Pada kelompok B1, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-
percha dibuang pada bagian koronal sedalam 2 mm dari orifisi dengan alat hot
plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Bagian koronal tersebut
dibersihkan dengan alkohol dan air destilasi dan dikeringkan dengan semprotan
dalam orifisi dengan bantuan MAP system setebal 2 mm. Setelah itu, kavitas ditutup
Kelompok B2
Pada kelompok B2, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-
percha dibuang pada bagian koronal sedalam 3 mm dari orifisi dengan alat hot
plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Bagian koronal tersebut
dibersihkan dengan alkohol dan air destilasi dan dikeringkan dengan semprotan
dalam orifisi dengan bantuan MAP system setebal 3 mm. Setelah itu, kavitas ditutup
Kelompok C1
Pada kelompok C1, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-
percha dibuang pada bagian koronal sedalam 2 mm dari orifisi dengan alat hot
plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Sediaan RMGIC dalam bentuk
selama 20 detik. Setelah itu, kavitas ditutup dengan cotton pellet dan ditumpat dengan
tumpatan sementara.
Kelompok C2
Pada kelompok C2, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-
percha dibuang pada bagian koronal sedalam 3 mm dari orifisi dengan alat hot
plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Sediaan RMGIC dalam bentuk
selama 20 detik. Setelah itu, kavitas ditutup dengan cotton pellet dan ditumpat dengan
tumpatan sementara.
Kelompok D1
Pada kelompok D1, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-
percha dibuang pada bagian koronal sedalam 2 mm dari orifisi dengan alat hot
phosphoric acid selama 15 detik, dibilas dengan air selama 10 detik, keringkan
dengan cotton pellet, aplikasi bahan bonding, dan light curing selama 20 detik. Bahan
setebal 2 mm, dan di light curing selama 20 detik. Setelah itu, kavitas ditutup dengan
Kelompok D2
Pada kelompok D2, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-
percha dibuang pada bagian koronal sedalam 3 mm dari orifisi dengan alat hot
plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Kavitas dietsa dengan 37%
phosphoric acid selama 15 detik, dibilas dengan air selama 10 detik, keringkan
dengan cotton pellet, aplikasi bahan bonding, dan light curing selama 20 detik. Bahan
setebal 3 mm, dan di light curing selama 20 detik. Setelah itu, kavitas ditutup dengan
ke dalam beaker glass yang berisikan es bersuhu 5oC, diamkan selama 15 detik dan
putaran.
4.7.5 Pemotongan mahkota gigi, pelapisan wax dan nail varnish, dan
mahkota gigi sampai batas Cemento-Enamel Junction (CEJ) dengan disc bur.
Selanjutnya, permukaan akar gigi seluruh sampel ditutupi dengan wax dan seluruh
permukaan akar gigi dilapisi dengan 2 lapis cat kuku (nail varnish) kecuali 1 mm di
tidak terasa lengket lagi. Setelah itu, lakukan perendaman di dalam larutan Basic
Fuchsin 0,5% selama 24 jam pada suhu kamar ( Gambar 4.5). Selanjutnya, seluruh
gigi dibersihkan dari zat warna pada air mengalir dan dikeringkan.
Gambar 4.5 Perendaman sampel dalam larutan Basic Fuchsin 0,5% selama 24 jam.
dalam arah buko-lingual dengan menggunakan disc bur tanpa water-cooling untuk
zat warna Basic Fuchsin 0,5% antara dinding dentin saluran akar dengan bahan intra-
orifice barrier. Pengamatan skor kebocoran mikro dilakukan oleh 2 (dua) orang
skor 0-4 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Salim dkk (2015). Selanjutnya,
Data skor kebocoran mikro yang diperoleh diolah secara komputerisasi dan
dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks untuk mengetahui apakah
ada perbedaan diantara kedua pengamat tersebut. Selanjutnya, dilakukan uji statistik
non-parametrik yaitu uji Kruskal Wallis Test dengan derajat kemaknaan (α = 0,05)
kebocoran mikro dan uji Mann-Whitney Test untuk mengetahui perbedaan kebocoran
HASIL PENELITIAN
berdasarkan empat macam bahan yaitu MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR dengan
ketebalan bahan yaitu 2 mm dan 3 mm, yang dibagi secara random ke dalam 8
kelompok yaitu (1) kelompok A1 (MTA 2 mm); (2) kelompok A2 (MTA 3 mm); (3)
pelapisan akar gigi dengan wax dan nail varnish, perendaman sampel dalam larutan
Basic Fuchsin 0,5%, pemotongan akar gigi dalam arah buko-lingual, dan
pemeriksaan kebocoran mikro melalui penetrasi zat warna Basic Fuchsin 0,5% antara
Uji kebocoran mikro yang dilakukan terhadap sampel melalui penetrasi zat
warna dengan menggunakan dye penetration scoring dan dari setiap kelompok
penelitian diambil 1 sampel dengan skor kebocoran mikro yang paling rendah dan
Pengamatan klinis skor kebocoran mikro dilakukan oleh 2 (dua) orang pengamat agar
Tabel 5.1 Hasil uji Wilcoxon Signed Ranks terhadap 2 (dua) orang pengamat
Dari Tabel 5.1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
secara statistik (p>0.05) terhadap skor kebocoran mikro antara hasil pengamat
pertama dengan pengamat kedua dengan nilai p = 0.564. Oleh karena itu, data skor
kebocoran mikro dari pengamat pertama yang digunakan untuk analisis selanjutnya.
Keterangan :
Skor 0 = Tidak adanya penetrasi zat warna.
Skor 1 = Penetrasi zat warna hingga mencapai ¼ dari ketebalan bahan intra-orifice
barrier.
Skor 2 = Penetrasi zat warna mulai dari ¼ hingga ½ dari ketebalan bahan intra-
orifice barrier.
Skor 3 = Penetrasi zat warna mulai dari ½ hingga ¾ dari ketebalan bahan intra-
orifice barrier.
Skor 4 = Penetrasi zat warna mulai dari ¾ sampai lantai bahan intra-orifice
barrier.
Dari Tabel 5.2 terlihat bahwa skor kebocoran mikro yang terjadi antara
1. Kelompok A1 (MTA 2 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 1
Gambar 5.1 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok A1 (MTA 2 mm) dengan
skor kebocoran mikro adalah 1.
2. Kelompok A2 (MTA 3 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 1
(a)
(b)
Gambar 5.2 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok A2 (MTA 3 mm) dengan
skor kebocoran mikro adalah 1.
3. Kelompok B1 (Biodentine 2 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor
Gambar 5.3 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok B1 (Biodentine 2 mm)
dengan skor kebocoran mikro adalah 1.
4. Kelompok B2 (Biodentine 3 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor
adanya kebocoran mikro ditunjukkan oleh Gambar 5.4 (a) dan (b).
(a)
(b)
Gambar 5.4 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) tanpa penetrasi zat warna pada kelompok B2 (Biodentine 3
mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 0.
5. Kelompok C1 (RMGIC 2 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 3
Gambar 5.5 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok C1 (RMGIC 2 mm)
dengan skor kebocoran mikro adalah 3.
6. Kelompok C2 (RMGIC 3 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 1
(a)
(b)
Gambar 5.6 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok C2 (RMGIC 3 mm)
dengan skor kebocoran mikro adalah 1.
7. Kelompok D1 (SDR 2 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 1
Gambar 5.7 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok D1 (SDR 2 mm) dengan
skor kebocoran mikro adalah 1.
8. Kelompok D2 (SDR 3 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 1
(a)
(b)
Gambar 5.8 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok D2 (SDR 3 mm) dengan
skor kebocoran mikro adalah 1.
Dari Tabel 5.3 terlihat bahwa gambaran rerata dan standar deviasi skor
bahan intra-orifice barrier, urutan rerata skor kebocoran mikro dari yang terkecil
sampai terbesar pada ketebalan 2 mm yaitu SDR (1.75), MTA (2), Biodentine (2.5),
dan RMGIC (3.5). Sedangkan pada ketebalan 3 mm, urutan rerata skor kebocoran
mikro dari yang terkecil sampai terbesar yaitu Biodentine (1), SDR (1.5), MTA
Tabel 5.4 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-
orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm (p<0.05 = *)
Median ±
Variabel n Nilai p
Interquartile Range
Kelompok A1 (MTA 2 mm) 4 2 ± 2
Kelompok B1 (Biodentine 2 mm) 4 2.5 ± 3
0.185
Kelompok C1 (RMGIC 2 mm) 4 3.5 ± 1
Kelompok D1 (SDR 2 mm) 4 1.5 ± 2
intra-orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm, menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0.05) secara statistik dengan nilai p = 0.185.
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.4 tersebut, hasil analisis statistik dilanjutkan
dengan uji statistik Mann-Whitney untuk melihat apakah ada perbedaan kebocoran
mikro antara dua bahan intra-orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2
mm. Hasil uji statistik Mann-Whitney dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kelompok bahan intra-orifice
barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm (p<0.05 = *)
Variabel n Median ± Interquartile Range Nilai p
Kelompok A1 4 2 ± 2
0.765
Kelompok B1 4 2.5 ± 3
Kelompok A1 4 2 ± 2
0.036*
Kelompok C1 4 3.5 ± 1
Kelompok A1 4 2 ± 2
0.647
Kelompok D1 4 1.5 ± 2
Kelompok B1 4 2.5 ± 3
0.533
Kelompok C1 4 3.5 ± 1
Kelompok B1 4 2.5 ± 3
0.536
Kelompok D1 4 1.5 ± 2
Kelompok C1 4 3.5 ± 1
0.036*
Kelompok D1 4 1.5 ± 2
Keterangan :
A1 = MTA 2 mm
B1 = Biodentine 2 mm
C1 = RMGIC 2 mm
D1 = SDR 2 mm
(p<0.05) secara statistik terhadap kebocoran mikro antara bahan MTA dengan
Tabel 5.6 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-
orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 3 mm (p<0.05 = *)
Median ±
Variabel n Nilai p
Interquartile Range
Kelompok A2 (MTA 3 mm) 4 1 ± 2
Kelompok B2 (Biodentine 3 mm) 4 0.5 ± 2
0.492
Kelompok C2 (RMGIC 3 mm) 4 2 ± 3
Kelompok D2 (SDR 3 mm) 4 1.5 ± 1
Dari Tabel 5.6 terlihat bahwa kebocoran mikro di antara kelompok bahan
intra-orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 3 mm, menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0.05) secara statistik dengan nilai p = 0.492.
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.6 tersebut, hasil analisis statistik dilanjutkan
dengan uji statistik Mann-Whitney untuk melihat apakah ada perbedaan kebocoran
mikro antara dua bahan intra-orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 3
mm. Hasil uji statistik Mann-Whitney dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Keterangan :
A2 = MTA 3 mm
B2 = Biodentine 3 mm
C2 = RMGIC 3 mm
D2 = SDR 3 mm
Hasil pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
(p>0.05) secara statistik terhadap kebocoran mikro antara dua bahan intra-orifice
Keterangan :
A1 = MTA 2 mm C1 = RMGIC 2 mm
A2 = MTA 3 mm C2 = RMGIC 3 mm
B1 = Biodentine 2 mm D1 = SDR 2 mm
B2 = Biodentine 3 mm D2 = SDR 3 mm
Dari hasil Tabel 5.8 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
(p>0.05) secara statistik terhadap kebocoran mikro antara dua bahan intra-orifice
PEMBAHASAN
debridement yang cukup dan pengisian saluran akar yang baik. Pencegahan
kebocoran juga sangat penting untuk mempertahankan kerapatan yang baik dari
sistem saluran akar. Restorasi mahkota merupakan syarat penting untuk keberhasilan
kemampuan penutupan (sealing ability) yang stabil dan tidak mengalami kebocoran.
Kerusakan dari restorasi sementara atau permanen selama atau setelah perawatan
setelah selesainya perawatan saluran akar gigi telah diketahui sebagai salah satu
alasan yang paling penting kegagalan perawatan endodontik (Sun Lee dkk., 2015).
Bahan pengisian saluran akar konvensional seperti gutta percha dan sealer
alasan ini, maka bagian koronal dari saluran akar harus ditutup serapat mungkin.
Penggunaan bahan untuk menutup orifisi sebagai intra-orifice barrier selain restorasi
mahkota, dapat mencegah masuknya bakteri jika restorasi tersebut sudah rusak atau
tidak baik (Ghulman dkk., 2012; Yavari dkk., 2012; Sun Lee dkk., 2015).
orifice barrier, namun tidak ada konsensus mengenai protokol atau bahan yang
penulis telah melaporkan hasil yang bertentangan tentang kemampuan penutupan dari
bahan yang berbeda ketika digunakan sebagai intra-orifice barrier. Oleh karena itu,
upaya sedang dilakukan untuk memperkenalkan bahan yang lebih berkualitas dengan
potensi untuk memberikan kerapatan yang tahan lama (Yavari dkk., 2012).
Pada penelitian ini, empat bahan restoratif yang digunakan sebagai bahan
melihat penetrasi zat warna Basic Fuchsin 0,5% yang dicatat dalam skor kebocoran
mikro 0-4 sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Salim dkk (2015). Setelah itu,
kebocoran mikro secara lebih mendetail. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran USU Medan
kebocoran mikro melalui pengisian saluran akar. Pada penelitian ini, digunakan
metode penetrasi zat warna karena metode ini mudah, sederhana, ekonomis, dan sifat
pewarnaan yang baik (Parekh dkk., 2014; Sun Lee dkk., 2015). Zat warna yang
digunakan pada penelitian ini adalah larutan Basic Fuchsin 0,5% karena memiliki
berat molekul yang lebih rendah dibandingkan dengan bakteri. Oleh karena itu, uji
Dari hasil penelitian ini (Tabel 5.2) terlihat bahwa skor kebocoran mikro
melalui penetrasi zat warna pada seluruh kelompok penelitian menunjukkan bahwa
sampel pada kelompok B2 (Biodentine 3 mm). Hal ini menunjukkan bahwa tak ada
satu pun bahan yang dapat menahan kebocoran mikro secara sempurna. Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian Ozyurek dkk (2016) yang membandingkan
kebocoran mikro dari bahan MTA Angelus, Filtek Ultimate light-cured flowable
composite resin, Filtek Z250 light-cured composite resin, dan SDR dengan ketebalan
bahan intra-orifice barrier 3 mm. Hasilnya adalah keempat bahan tersebut juga
berlanjut untuk mencari bahan yang paling ideal untuk dijadikan sebagai bahan intra-
orifice barrier yang memiliki kemampuan penutupan yang baik dan tahan lama.
kelompok bahan intra-orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm dan 3
mm, dapat dilihat pada Tabel 5.4 dan Tabel 5.6 menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna (p>0.05) secara statistik antara bahan MTA, Biodentine,
RMGIC, dan SDR terhadap kebocoran mikro. Hal ini menunjukkan bahwa bahan
MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR memiliki kemampuan penutupan yang hampir
sama.
perbedaan yang bermakna (p<0.05) secara statistik antara bahan MTA dengan
RMGIC dan RMGIC dengan SDR terhadap kebocoran mikro pada ketebalan bahan 2
mm. Hal ini menunjukkan bahwa MTA dan SDR memiliki kebocoran mikro yang
lebih kecil dibandingkan dengan RMGIC berdasarkan rerata skor kebocoran mikro
yang dapat dilihat pada Tabel 5.3 dan SDR memiliki kebocoran mikro terkecil pada
ketebalan 2 mm. Hal ini diperkuat juga dari gambaran Scanning Electron Microscope
(SEM) yang menunjukkan bahwa bahan SDR (kelompok D1) memiliki celah
kebocoran mikro yang paling kecil dibandingkan dengan MTA, Biodentine, dan
RMGIC.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Ozyurek dkk (2016) yang mengevaluasi
kebocoran mikro dari bahan MTA Angelus, Filtek Ultimate light-cured flowable
composite resin, Filtek Z250 light-cured composite resin, dan SDR dengan ketebalan
bahan intra-orifice barrier 3 mm. Hasilnya adalah bahan MTA Angelus dan SDR
dkk (2015) membandingkan Filtek Bulk Fill, SDR, Sonic Fill, dan Tetric EvoCeram
Bulk Fill yang menunjukkan bahwa SDR memiliki penutupan marginal (marginal
sealing) yang paling baik. Hal ini dikarenakan bahan SDR memiliki sifat self-leveling
dan konsistensi flowable yang memungkinkan adaptasi yang rapat ke dinding kavitas.
yang membandingkan kemampuan penutupan dari bahan MTA, Tetric Flow, GIC,
dan RMGIC sebagai bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan bahan 3,5 mm.
lebih baik dibandingkan dengan MTA. Hal ini mungkin dikarenakan ada perbedaan
RMGIC pada hasil penelitian ini menunjukkan skor kebocoran tertinggi baik
pada ketebalan bahan 2 mm dan 3 mm. Hal ini dikarenakan kelompok RMGIC pada
penelitian ini tanpa adanya aplikasi etsa dan bahan adhesive sebelum diaplikasikan
bahan RMGIC. Wang dkk. (2006) menyatakan bahwa RMGIC membutuhkan surface
pre-treatment.
Hal tersebut didukung oleh penelitian Bayrak dkk., 2012 yang meneliti efek
bahwa surface pre-treatment pada restorasi RMGIC dengan etch & rinse adhesives
dengan RMGIC menunjukkan kekuatan ikatan yang lebih tinggi terhadap dentin.
Aplikasi sistem adhesif mampu penetrasi ke matriks dentin yang demineralisasi untuk
Kemudian hasil uji statistik Mann-Whitney (Tabel 5.6) diperoleh bahwa tidak
ada perbedaan yang bermakna (p>0.05) secara statistik antara bahan MTA,
mm. Akan tetapi, berdasarkan rerata skor kebocoran mikro (Tabel 5.3) terlihat bahwa
Biodentine memiliki kemampuan penutupan yang paling baik pada ketebalan bahan 3
mm.
kemampuan penutupan dari MTA, Biodentine, dan GIC sebagai bahan penutupan
paling kecil. Samuel dkk (2016) juga membandingkan kemampuan penutupan MTA
dan Biodentine untuk penutupan perforasi furkasi pada gigi molar desidui yang
meningkatkan sifat fisis bahan tersebut menjadi lebih mudah digunakan karena lebih
cepat mengeras dan lebih rendah risiko kontaminasi bakteri yang menjadikan lebih
yaitu 2 mm dan 3 mm. Hal ini didasarkan pada beberapa data studi sebelumnya yang
menggunakan salah satu dari dua ketebalan tersebut, yang kelihatannya lebih masuk
akal dan cocok untuk bahan-bahan barrier. Namun, ada juga yang
orifice barrier. Akan tetapi, faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah
diperlukan re-treatment.
Hasil uji statistik Mann-Whitney (Tabel 5.7) menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna (p>0.05) secara statistik terhadap kebocoran mikro antara
bahan intra-orifice barrier yang sama dengan ketebalan bahan yang berbeda yaitu 2
mm dan 3 mm. Hal ini menunjukkan bahwa MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR
barrier yang sama dengan ketebalan bahan 3 mm menunjukkan skor kebocoran yang
7.1 Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan
bahan intra-orifice barrier yang berbeda (MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR) baik
pada ketebalan bahan 2 mm dan 3 mm. Hal ini menunjukkan bahwa keempat bahan
tersebut memiliki kemampuan penutupan yang hampir sama. Namun, SDR dan
Selain itu, secara statistik juga tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap
ketebalan bahan yang berbeda (2 mm dan 3 mm). Dapat disimpulkan bahwa MTA,
saran sebagai masukan untuk penelitian berikutnya agar diperoleh hasil yang lebih
lebih banyak agar hasil penelitian yang diperoleh menjadi lebih akurat dan dapat
Kedokteran Gigi lainnya yang memiliki sealing ability yang lebih baik lagi
pengaplikasiannya.
freshly extracted, ketebalan bahan yang lain seperti 3 mm dan 4 mm, dan kondisi
Berzins DW, Abey S, Costache MC, Wilkie CA, Roberts HW. Resin-modified Glass-
ionomer Setting Reaction Competition. J Dent Res 2010; 89(1): 82-6.
Kaur M, Singh H, Dhillon JS, Batra M, Saini M. MTA versus Biodentine : Review of
Literature with a Comparative Analysis. J Clin and Diag Research 2017; 11(8): 1-5.
Machtou P. Apical seal versus coronal seal. Int Dent; 2(6): 6-15.
Muliyar S, Shameem KA, Thankachan RP, Francis PG, Jayapalan CS, Abdul Hafiz
KA. Microleakage in endodontics. J Int Oral Health 2014; 6(6): 99-104.
Sidhu SK, Nicholson JW. A Review of Glass-Ionomer Cements for Clinical Dentistry.
J. Funct. Biomater. 2016; 7(16): 1-15.
Sinha AA, Dakshita J. An update on the concepts and application of mineral trioxide
aggregate – part I : physicochemical properties and mechanism of action. ENDO
(Lond Engl) 2011; 5(4): 255-62.
Tabassum S, Khan FR. Failure of endodontic treatment : The usual suspects. Eur J
Dent 2016; 10(1): 144-7.
Zanatta RF, Josefa da Silva T, Rocha Lima Huhtala MF, Borges AB, Gomes Torres
CR. Effect of self-etching dual-curing universal adhesive system application on bond
strength of dentin resinous liners dentin. J Adhesion Scienc and Tech 2016: 1-8.
32 gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi, dibersihkan, dan direndam dalam saline
Penanaman gigi di balok gips untuk prosedur perawatan endodontik Preparasi saluran
akar + Pengisian saluran akar (obturasi) + Aplikasi bahan intra-orifice barrier.
Water storage di saline selama 24 jam lalu proses thermocycling 5o-55oC dengan
200 kali siklus selama 15 detik dengan waktu transfer 5 detik
Bilas dengan air mengalir dan pemotongan akar gigi dalam arah buko-lingual dengan disc bur
Analisa Data
NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
Pengamat 2 - Pengamat 1 Negative Ranks 1 2,00 2,00
Positive Ranks 2b 2,00 4,00
c
Ties 29
Total 32
a. Pengamat 2 < Pengamat 1
b. Pengamat 2 > Pengamat 1
c. Pengamat 2 = Pengamat 1
Test Statisticsa
Pengamat 2 -
Pengamat 1
Z -,577b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,564
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
Descriptivesa
Median 2.00
Variance .667
Minimum 1
Maximum 3
Range 2
Interquartile Range 2
Median 1.00
Variance 2.250
Minimum 1
Maximum 4
Interquartile Range 2
Median 2.50
Variance 3.000
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 3
Median .50
Variance 2.000
Minimum 0
Maximum 3
Range 3
Interquartile Range 2
Median 3.50
Variance .333
Minimum 3
Maximum 4
Range 1
Interquartile Range 1
Median 2.00
Variance 2.250
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 3
Median 1.50
Variance .917
Minimum 1
Maximum 3
Range 2
Interquartile Range 2
Median 1.50
Variance .333
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A1 4 4,25 17,00
B1 4 4,75 19,00
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 7,000
Wilcoxon W 17,000
Z -,300
Asymp. Sig. (2-tailed) ,765
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,886b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A1 4 2,75 11,00
C1 4 6,25 25,00
Total 8
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A1 4 4,88 19,50
D1 4 4,13 16,50
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 6,500
Wilcoxon W 16,500
Z -,458
Asymp. Sig. (2-tailed) ,647
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,686b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran B1 4 4,00 16,00
C1 4 5,00 20,00
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 6,000
Wilcoxon W 16,000
Z -,624
Asymp. Sig. (2-tailed) ,533
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,686b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran B1 4 5,00 20,00
D1 4 4,00 16,00
Total 8
a
Test Statistics
Kebocoran
Mann-Whitney U 6,000
Wilcoxon W 16,000
Z -,619
Asymp. Sig. (2-tailed) ,536
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,686b
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran C1 4 6,25 25,00
D1 4 2,75 11,00
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 1,000
Wilcoxon W 11,000
Z -2,097
Asymp. Sig. (2-tailed) ,036
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,057b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Nonparametric Tests
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A2 4 5,38 21,50
B2 4 3,63 14,50
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 4,500
Wilcoxon W 14,500
Z -1,084
Asymp. Sig. (2-tailed) ,278
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,343b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A2 4 4,13 16,50
C2 4 4,88 19,50
Total 8
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A2 4 4,25 17,00
D2 4 4,75 19,00
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 7,000
Wilcoxon W 17,000
Z -,333
Asymp. Sig. (2-tailed) ,739
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,886b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran B2 4 3,38 13,50
C2 4 5,63 22,50
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 3,500
Wilcoxon W 13,500
Z -1,348
Asymp. Sig. (2-tailed) ,178
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,200b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran B2 4 3,75 15,00
D2 4 5,25 21,00
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 5,000
Wilcoxon W 15,000
Z -,899
Asymp. Sig. (2-tailed) ,369
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,486
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran C2 4 5,00 20,00
D2 4 4,00 16,00
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 6,000
Wilcoxon W 16,000
Z -,619
Asymp. Sig. (2-tailed) ,536
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,686b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A1 4 5,13 20,50
A2 4 3,88 15,50
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 5,500
Wilcoxon W 15,500
Z -,774
Asymp. Sig. (2-tailed) ,439
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,486b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran B1 4 5,75 23,00
B2 4 3,25 13,00
Total 8
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran C1 4 5,50 22,00
C2 4 3,50 14,00
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 4,000
Wilcoxon W 14,000
Z -1,222
Asymp. Sig. (2-tailed) ,222
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,343b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran D1 4 4,75 19,00
D2 4 4,25 17,00
Total 8
Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 7,000
Wilcoxon W 17,000
Z -,316
Asymp. Sig. (2-tailed) ,752
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,886b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.