Anda di halaman 1dari 127

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENUTUPAN DARI MTA,

BIODENTINE, RMGIC, DAN SDR SEBAGAI BAHAN


INTRA-ORIFICE BARRIER PADA GIGI PASCA
PERAWATAN ENDODONTIK
( IN VITRO )

TESIS

Oleh :

STEVEN WIJAYA
147160002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


KONSERVASI GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERBEDAAN KEMAMPUAN PENUTUPAN DARI MTA,
BIODENTINE, RMGIC, DAN SDR SEBAGAI BAHAN
INTRA-ORIFICE BARRIER PADA GIGI PASCA
PERAWATAN ENDODONTIK
( IN VITRO )

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Spesialis Konservasi Gigi (Sp.KG)
Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Oleh :

STEVEN WIJAYA
147160002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


KONSERVASI GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tanggal Lulus : 08 Agustus 2018

Telah diuji

Pada Tanggal : 08 Agustus 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K)

Anggota : 1. Dennis, drg., Sp.KG (K)., MDSc.

2. Prof. Trimurni Abidin, drg., Sp.KG (K)., M. Kes.

3. Cut Nurliza, drg., Sp.KG., M. Kes.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENUTUPAN DARI MTA,


BIODENTINE, RMGIC, DAN SDR SEBAGAI BAHAN
INTRA-ORIFICE BARRIER PADA GIGI PASCA
PERAWATAN ENDODONTIK
( IN VITRO )

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 08 Agustus 2018

Steven Wijaya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Kebocoran mikro mahkota merupakan salah satu penyebab kegagalan


perawatan endodontik. Intra-orifice barrier adalah sebuah metode alternatif untuk
mengurangi kebocoran mikro mahkota pada gigi pasca perawatan endodontik.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kemampuan penutupan (sealing
ability) dari Mineral Trioxide Aggregate (MTA), Biodentine, Resin-Modified Glass
Ionomer Cement (RMGIC), dan Smart Dentin Replacement (SDR) sebagai bahan
intra-orifice barrier pada gigi pasca perawatan endodontik.
Tiga puluh dua gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi untuk
keperluan perawatan ortodonti dipilih. Saluran akar gigi dipreparasi dan diobturasi
dengan gutta percha dan sealer AH Plus menggunakan teknik warm vertical
compaction. Gutta percha dibuang secara vertikal menggunakan hot plugger dengan
kedalaman 2 mm dan 3 mm ke dalam saluran akar, gigi dibagi menjadi dua kelompok
utama dengan setiap kelompok 16 gigi menurut ketebalan bahan intra-orifice barrier.
Setiap kelompok dibagi lagi menjadi empat sub-kelompok dengan masing-masing 4
gigi menurut empat macam bahan intra-orifice barrier. Gigi dilakukan
thermocycling, dipotong bagian mahkota gigi, dilapisi wax dan nail varnish, dan
direndam dalam larutan Basic Fuchsin 0,5% selama 24 jam. Kemudian, akar gigi
dibelah dalam arah buko-lingual dan pengukuran penetrasi zat warna melalui skor
kebocoran mikro. Selanjutnya, dilakukan pengamatan dengan Scanning Electron
Microscope (SEM) untuk melihat kebocoran mikro secara mendetail.
Hasil uji statistik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang bermakna (p<0.05) terhadap kebocoran mikro antara MTA dengan
RMGIC dan RMGIC dengan SDR pada ketebalan 2 mm, tetapi tidak ada perbedaan
yang bermakna pada ketebalan 3 mm. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
penggunaan bahan intra-orifice barrier yang sama tidak berbeda bermakna (p>0.05)
terhadap kebocoran mikro pada ketebalan yang berbeda (2 mm dan 3 mm).
SDR dan Biodentine menunjukkan kemampuan penutupan yang paling baik
masing-masing pada ketebalan 2 mm dan 3 mm, sedangkan RMGIC menunjukkan
kemampuan penutupan yang paling buruk.

Kata kunci : Biodentine, intra-orifice barrier, kemampuan penutupan, MTA,


RMGIC, SDR

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Coronal microleakage is one of the causes of endodontic treatment failure.


Intra-orifice barrier is an alternative method to reduce microleakage in endodontically
treated teeth. This study aims to see the sealing ability difference of Mineral Trioxide
Aggregate (MTA), Biodentine, Resin-Modified Glass Ionomer Cement (RMGIC),
and Smart Dentin Replacement (SDR) as intra-orifice barrier materials in
endodontically treated teeth.
Thirty-two mandibular premolars that were extracted for orthodontic
treatment were selected. The root canal of the tooth was prepared and obturated with
gutta percha and AH Plus sealer using warm vertical compaction technique. Gutta
percha was removed vertically 2 and 3 mm deep into the root canal using a hot
plugger, the teeth were divided into two main groups with each group of 16 teeth
according to the thickness of the intra-orifice barrier material. Each group was further
divided into four sub-groups of 4 teeth according to the four types of intra-orifice
barrier material. The teeth were thermocycled, sectioned at the crown portion, coated
with wax and nail varnish, and immersed in a 0.5% Basic Fuchsin solution for 24
hours. Then, the root of the tooth was sectioned in the bucco-lingual direction and the
dye penetration was measured by a microleakage score. Furthermore, visual analysis
was performed under a Scanning Electron Microscope (SEM) to examine the
microleakage in details.
The statistical analysis of Kruskal-Wallis and Mann-Whitney statistic tests
demonstrated that there were significant differences in microleakage (p<0.05)
between MTA and RMGIC and also between RMGIC with SDR in 2 mm thickness,
but there were no significant differences in 3 mm thickness. This study also
demonstrated that the use of the same intra-orifice barrier materials was not
significantly different in microleakage (p>0.05) in different thicknesses (2 mm and 3
mm).
SDR and Biodentine demonstrate the best sealing ability in 2 mm and 3 mm
thickness, respectively, while RMGIC demonstrates the worst sealing ability.

Keywords : Biodentine, intra-orifice barrier, sealing ability, MTA, RMGIC, SDR

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Konservasi Gigi dari Universitas Sumatera

Utara.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua

orang tua tercinta, yaitu Bapak Ng Keng Jen dan Ibu Liliani Kosim yang telah

membesarkan, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa, semangat, dan

dukungan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada adik

tercinta, yaitu Helbert Wijaya, SH yang telah memberikan dukungan, doa, dan

semangat kepada penulis.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak

mendapatkan bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,

dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., Sp.KG., M.Kes. selaku Ketua Departemen Konservasi

Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU dan anggota tim penguji yang telah banyak

memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Prof. Trimurni Abidin, drg., Sp.KG(K)., M.Kes. selaku Ketua Program

Studi Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

USU dan anggota tim penguji yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan

bimbingan, arahan, dukungan, dan semangat kepada penulis sehingga tesis ini dapat

diselesaikan dengan baik.

4. Nevi Yanti, drg., Sp.KG., M.Kes. selaku Sekretaris Departemen dan

Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas

Kedokteran Gigi USU yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan

kepada penulis.

5. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG(K) selaku pembimbing pertama

penulis yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan,

dukungan, dan semangat kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan

baik.

6. Dennis, drg., Sp.KG(K)., MDSc selaku pembimbing kedua penulis yang

telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan, dukungan, dan

semangat kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

7. Maya Fitria, SKM, M.Kes. selaku staf pengajar di Fakultas Kesehatan

Masyarakat atas bantuannya dalam analisis statistik hasil penelitian.

8. Seluruf staf Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU,

yaitu Bakrie Soeyono, drg; Darwis Aswal, drg; Widi Prasetia, drg; Fitri Yunita B.,

drg atas segala dukungan serta bantuan selama proses pendidikan dan penulisan tesis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9. Seluruh pegawai Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

USU, yaitu Ibu Roslaini, Kakak Rosmila, dan Abang Ilyas yang juga telah banyak

membantu penulis selama proses menjalani pendidikan.

10. Teman seangkatan dan seperjuangan pada Program Pendidikan Dokter

Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU, yaitu Wandania

Farahanny, drg., Sp.KG., MDSc dan seluruh residen pada Program Pendidikan

Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU mulai dari

angkatan 5, 6, dan 7 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah ikut

membantu, mendukung, dan memberikan semangat maupun dorongan kepada penulis

dalam menjalani pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh

karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga

tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemecahan

masalah praktis.

Medan, 08 Agustus 2018

Penulis,

Steven Wijaya

NIM : 147160002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

Keterangan Pribadi

Nama : Steven Wijaya

Alamat Tempat Tinggal : Jl. Surabaya No. 30 / 58 Medan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Protestan

No. Kontak : 081376295162

Nama Ayah : Ng Keng Jen

Nama Ibu : Liliani Kosim

Pekerjaan : Dokter Gigi

Pendidikan Formal

Sekolah Dasar : SD Sutomo 1 Medan

Sekolah Menengah : SMP Sutomo 1 Medan

Sekolah Menengah Atas : SMA Sutomo 1 Medan

Program Profesi : FKG Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Publikasi

1. Short Lecture : Endodontic Retreatment of A Mandibular First Molar with A

Radix Entomolaris : A Case Report pada Forum Silaturahmi Ilmiah II (FORSILA

II), 30-31 Mei 2015 di Semarang, Indonesia.

2. Short Lecture : Management of Iatrogenic Furcal Perforation in A Mandibular

First Molar with Resin-Modified Glass Ionomer Cement : Two Case Reports

pada Seminar Ilmiah Nasional IKORGI (SINI) II dan Conservative Scientific

Meeting On South Sulawesi (COSMOS) 2015, 13-14 November 2015 di

Makassar, Indonesia.

3. Short Lecture : Management of Broken Peeso Reamer Removal in A Maxillary

Canine with Syringe Tip and Cyanoacrylate Glue Technique : A Case Report

pada Asean Endodontic Congress (AEC) 2016, 18-19 November 2016 di Bali,

Indonesia.

4. Poster Presentation : Management of Iatrogenic Furcal Perforation in A

Mandibular Second Molar with Biodentine : A Case Report pada Medan

International Scientific Dental Meeting, 4-6 Mei 2017 di Medan, Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN
ABSTRAK ……………………………………………………………………. i
ABSTRACT …………………………………………………………………... ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………... iii
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………... vi
PUBLIKASI ………………………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. viii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………. 1


1.1 Latar Belakang ………………………………………...... 1
1.2 Masalah Penelitian ………………………………………. 7
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………....... 8
1.3.1 Tujuan Umum …………………………………... 8
1.3.2 Tujuan Khusus ………………………………….. 9
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………. 9
1.4.1 Manfaat Ilmiah …………………………………. 9
1.4.2 Manfaat Klinis ………………………………….. 9
1.4.3 Manfaat Praktis …………………………………. 9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 10
2.1 Kebocoran mikro (Microleakage) ………………………. 10
2.1.1 Definisi …………………………………………. 10
2.1.2 Penyebab ……………………............................... 11
2.1.3 Jalur terjadinya kebocoran mikro ………………. 11
2.1.4 Pengaruh kebocoran mikro terhadap keberhasilan
perawatan endodonti …………………………… 12
2.2 Intra-orifice barrier ……………………………………... 15
2.2.1. Sifat ideal bahan intra-orifice barrier ………….. 15
2.2.2. Bahan intra-orifice barrier ……………………... 16
2.2.2.1 Mineral Trioxide Aggreggate (MTA) …. 16
2.2.2.2 Biodentine ……………………………... 18
2.2.2.3 Resin-Modified Glass Ionomer
Cement (RMGIC) ……………………… 20
2.2.2.4 Smart Dentin Replacement (SDR) …….. 20
2.2.3. Ketebalan intra-orifice barrier …………………. 21
2.3 Metode untuk mengurangi kebocoran koronal ………….. 22
2.3.1 Selama perawatan saluran akar …………………. 22
2.3.2 Setelah perawatan saluran akar …………………. 23
2.3.2.1 Intra-orifice barrier (double seal) ……. 24
2.3.2.2 Restorasi permanen …………………... 24
2.4 Metode untuk menilai kebocoran koronal ………………. 24
2.5 Scanning Electron Microscope (SEM) ………………….. 26
2.6 Kerangka Teori ………………………………………….. 28

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN … 29


3.1 Kerangka Konsep ……………………………………….. 29
3.2 Hipotesis Penelitian ……………………………………... 30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4 METODE PENELITIAN …………………………………….. 31
4.1 Jenis dan Desain Penelitian ……………………………... 31
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………. 31
4.2.1 Lokasi Penelitian ……………………………….. 31
4.2.2 Waktu Penelitian ………………………………... 31
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian …………………………. 31
4.3.1 Populasi Penelitian ………………………………. 31
4.3.2 Sampel Penelitian ……………………………….. 31
4.3.3 Besar Sampel ……………………………………. 32
4.4 Variabel dan Definisi Operasional ………………………. 34
4.4.1 Variabel Penelitian ………………………………. 34
4.4.1.1 Variabel Bebas …………………………. 34
4.4.1.2 Variabel Terikat ………………………... 34
4.4.1.3 Variabel Terkendali ……………………. 35
4.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali ……………... 35
4.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian …………………. 36
4.4.3 Definisi Operasional …………………………….. 37
4.5 Alur Penelitian …………………………………………... 39
4.6 Alat dan Bahan Penelitian ………………………………. 40
4.6.1 Alat Penelitian …………………………………... 40
4.6.2 Bahan Penelitian ………………………………… 40
4.7 Prosedur Kerja …………………………………………... 42
4.7.1 Persiapan Sampel ………………………………... 42
4.7.2 Prosedur perawatan saluran akar ………………... 43
4.7.3 Prosedur aplikasi bahan intra-orifice barrier …… 44
4.7.4 Proses thermocycling …………………………… 47
4.7.5 Pemotongan mahkota gigi, pelapisan wax dan
nail varnish, dan perendaman sampel dalam larutan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Basic Fuchsin 0,5% ……………………………… 48
4.7.6 Pengukuran kebocoran mikro …………………… 48
4.8 Analisa Data …………………………………………….. 49

Bab 5 HASIL PENELITIAN ………………………………………... 50


Bab 6 PEMBAHASAN ……………………………………………… 62
Bab 7 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………. 69
7.1 Kesimpulan ……………………………………………… 69
7.2 Saran …………………………………………………….. 70

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 71


LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Persentase keberhasilan perawatan endodontik tergantung pada

kualitas perawatan endodontik dan kualitas restorasi koronal

(Ray dan Trope, 1995) …………………………………………… 13

Tabel 2.2 Persentase keberhasilan perawatan endodontik tergantung pada

kualitas perawatan endodontik dan kualitas restorasi koronal

(Tronstad dkk., 2000) ……………………………………………. 14

Tabel 2.3 Komposisi kimia dari GMTA dan WMTA

(Dikutip dari Asgary dkk., 2005) ………………………………... 17

Tabel 4.1 Definisi operasional, cara mengukur, alat ukur, skala

dari variabel bebas ……………………………………………….. 37

Tabel 4.2 Definisi operasional, cara mengukur, alat ukur, skala

dari variabel terikat ………………………………………………. 38

Tabel 5.1 Hasil uji Wilcoxon Signed Ranks terhadap 2 (dua) orang pengamat

skor kebocoran mikro (p<0.05 = *) ……………………………… 51

Tabel 5.2 Skor kebocoran mikro melalui penetrasi zat warna pada seluruh

kelompok penelitian ……………………………………………... 52

Tabel 5.3 Rerata dan standar deviasi skor kebocoran mikro pada seluruh

kelompok penelitian ……………………………………………... 57

Tabel 5.4 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm

(p<0.05 = *) ……………………………………………………… 57

Tabel 5.5 Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kelompok bahan intra-

orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm

(p<0.05 = *) ……………………………………………………… 58

Tabel 5.6 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-

orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 3 mm

(p<0.05 = *) ……………………………………………………… 59

Tabel 5.7 Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kelompok bahan intra-

orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 3 mm

(p<0.05 = *) ……………………………………………………… 60

Tabel 5.8 Hasil uji statistik Mann-Whitney antara dua kelompok bahan intra-

orifice barrier yang sama dengan ketebalan bahan yang berbeda yaitu

2 mm dan 3 mm (p<0.05 = *) …………………………………… 61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kebocoran mikro (Pocket Dentistry, 2015) ………………... 11

Gambar 2.2 A. Gray MTA (GMTA) dan B. white MTA (WMTA) …….. 17

Gambar 2.3 Biodentine ………………………………………………….. 19

Gambar 2.4 2-hydroxyethyl methacrylate (HEMA) …………………….. 20

Gambar 2.5 Smart Dentin Replacement (SDR) …………………………. 21

Gambar 2.6 Gambar 2.6 Perangkat Scanning Electron Microscopy

(SEM) ………………………………………………………. 27

Gambar 4.1 Bagan Alur Penelitian ……………………………………… 39

Gambar 4.2 Alat dan bahan penelitian ...................................................... 42

Gambar 4.3 Pembersihan sampel dengan ultrasonic scaler (a) dan

perendaman sampel ke dalam wadah plastik yang berisikan

larutan saline (b) ……………………………………………. 43

Gambar 4.4 Tahapan prosedur perawatan saluran akar …………………. 44

Gambar 4.5 Perendaman sampel dalam larutan Basic Fuchsin 0,5% selama

24 jam ………………………………………………………. 48

Gambar 5.1 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok A1
(MTA 2 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 1 ……... 53

Gambar 5.2 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok A2
(MTA 3 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 1 ……... 53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 5.3 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok B1
(Biodentine 2 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 1 …. 54

Gambar 5.4 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) tanpa penetrasi zat warna pada kelompok B2
(Biodentine 3 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 0 …. 54

Gambar 5.5 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok C1
(RMGIC 2 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 3 …….. 55

Gambar 5.6 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok C2
(RMGIC 3 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 1 …….. 55

Gambar 5.7 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok D1
(SDR 2 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 1 ………… 56

Gambar 5.8 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan
perbesaran 500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok D2
(SDR 3 mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 1 ………… 56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Alur Penelitian …………………………………………………………. 75

2. Ethical Clearance ……………………………………………………... 76

3. Surat Keterangan Melakukan Penelitian di Laboratorioum Kimia Dasar

LIDA USU ……………………………………………………………. 77

4. Surat Keterangan Melakukan Penelitian di Laboratorioum Terpadu

USU …………………………………………………………………… 78

5. Pengamatan klinis skor kebocoran mikro pada seluruh kelompok

Penelitian ……………………………………………………………… 79

6. Nilai skor kebocoran mikro antara pengamat 1 dan pengamat 2 pada

seluruh kelompok penelitian …………………………………………... 87

7. Hasil uji statistik Wilcoxon Signed Ranks terhadap dua orang

pengamat skor kebocoran mikro ………………………………………. 88

8. Rerata dan standar deviasi skor kebocoran mikro pada seluruh

kelompok penelitian …………………………………………………… 89

9. Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-orifice

barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm ……………………. 93

10. Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kelompok bahan intra-orifice

barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm …………………….. 94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11. Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-orifice

barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 3 mm …………………….. 98

12. Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kelompok bahan intra-orifice

barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 3 mm …………………….. 99

13. Hasil uji statistik Mann-Whitney antara dua kelompok bahan intra-orifice

barrier yang sama dengan ketebalan bahan yang berbeda yaitu 2 mm dan

3 mm …………………………………………………………………… 103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama lebih dari 50 tahun, telah ada kesepakatan umum bahwa triad untuk

keberhasilan perawatan endodontik adalah preparasi (shaping) saluran akar,

pembersihan (cleaning), dan pengisian sistem saluran akar dalam tiga dimensi

(Ruddle, 2015). Keberhasilan perawatan endodontik juga dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti status pra-operatif dari saluran akar, ada tidaknya lesi periapikal,

perawatan saluran akar sebelumnya, kualitas pengisian saluran akar, dan restorasi

koronal (coronal restoration). Sedangkan, faktor-faktor yang berkaitan dengan

kegagalan perawatan endodontik seperti adanya bakteri (intra-canal dan extra-canal),

pengisian saluran akar yang tidak adekuat, bahan pengisian saluran akar yang over

extension, penutupan koronal (coronal seal) yang tidak baik, adanya saluran yang

tidak dirawat, kesalahan prosedur iatrogenik, dan komplikasi instrumentasi (ledge,

perforasi, dan instrumen patah).

Infeksi mikroba merupakan salah satu faktor utama yang berkaitan dengan

kegagalan endodontik (Parekh dkk., 2014). Penetrasi bakteri pada perawatan saluran

akar dapat terjadi karena adanya kebocoran mikro koronal (coronal microleakage)

(Bayram dkk., 2013). Kebocoran koronal (coronal leakage) pada pengisian saluran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


akar dianggap menjadi penyebab penting kegagalan perawatan saluran akar (Vijay

dkk., 2009).

Torabinejad dkk. (1990) menunjukkan bahwa lebih dari 50% saluran akar

benar-benar terkontaminasi setelah 19 hari saat permukaan koronal restorasi terpapar

dengan Staphylococcus epidermidis (Vijay dkk., 2009 dan Bayram dkk., 2013).

Swanson dan Madison (1987) melaporkan bahwa pemaparan saliva buatan terhadap

bagian koronal saluran akar yang telah diobturasi mengakibatkan rekontaminasi 79%

- 85% dari sistem saluran akar hanya dalam waktu 3 hari. Penemuannya menyatakan

bahwa semua saluran akar terkontaminasi dalam waktu kurang dari 30 hari (Vijay

dkk., 2009).

Oleh karena itu, setiap usaha semestinya dibuat untuk mencegah kontaminasi

mikrobial pada ruang pulpa. Dengan demikian, telah direkomendasikan penambahan

penutupan koronal terhadap pengisian saluran akar. Penutupan koronal yang tidak

baik bisa menjadi faktor merugikan yang dapat mengkontaminasi pengisian saluran

akar, memperburuk hasil perawatan (Parekh dkk., 2014).

Restorasi koronal setelah perawatan endodontik bisa mencegah masuknya

bakteri dan produk-produknya. Oleh karena itu, prognosis jangka panjang pada gigi

yang telah dirawat endodontik tergantung pada kualitas restorasi akhir. Ray dan

Trope (1995) menemukan bahwa kualitas restorasi koronal mungkin menjadi faktor

yang lebih penting daripada kualitas pengisian saluran akar terhadap keberhasilan

perawatan endodontik (Bayram dkk., 2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sampai saat ini, beberapa bahan dan teknik telah dianjurkan untuk mencegah

kebocoran mikro koronal. Untuk mengurangi kebocoran mikro (microleakage),

menurut Roghanizad dan Jones, Carmen dan Wallace, setelah perawatan endodontik

diaplikasikan bahan intra-orifice barrier dan menutup kamar pulpa dengan sistem

adhesif yang memberikan perlindungan kedua terhadap bakteri (Bayram dkk., 2013).

Intra-orifice barrier adalah sebuah metode alternatif yang efisien untuk

mengurangi kebocoran koronal pada gigi yang telah dirawat endodontik sebagai

bahan untuk menutup orifisi, selain bahan restorasi mahkota, bisa mencegah

kebocoran bakteri (bacterial leakage) jika restorasi tersebut lepas atau sudah tidak

baik. Prosedur ini meliputi menempatkan tambahan bahan ke dalam orifisi segera

setelah pembuangan gutta-percha dan sealer bagian koronal saluran akar (Ghulman

dkk., 2012 dan Yavari dkk., 2012). Beberapa bahan telah digunakan sebagai

penutupan intra-koronal (intra-coronal seal) untuk mencegah microleakage, seperti

Cavit, amalgam, Intermediate Restorative Material (IRM), Super-EBA, resin

komposit, semen glass-ionomer, dan Mineral Trioxide Aggregate (MTA) (Yavari HR

dkk., 2012).

Mineral Trioxide Aggregate (MTA) adalah biomaterial yang diperkenalkan

untuk aplikasi di bidang endodontik sewaktu awal tahun 1990. MTA merupakan

turunan dari semen Portland dan mengandung dicalcium silicate, tricalcium silicate,

tetracalcium aluminoferrite, dan bismuth oxide. MTA memiliki banyak aplikasi klinis

seperti sebagai bahan pulp capping, pulpotomi, perawatan resorpsi akar internal,

apeks terbuka (apeksogenesis dan apeksifikasi), pengisian ujung akar (root-end

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


filling), perbaikan perforasi akar dan furkasi, dan juga sebagai coronal barrier. Pada

sebagian besar penelitian, MTA menunjukkan proteksi kebocoran mikro yang lebih

baik daripada bahan endodontik konvensional. Di sisi lain, kekurangannya adalah

waktu pengerasan (setting time) yang lama, penanganan yang sulit, diskolorasi,

memiliki unsur toksik dalam kandungannya, dan harganya relatif lebih mahal (Yavari

dkk., 2012 dan Kaur dkk., 2017).

Untuk mengatasi kekurangannya, telah beredar bahan baru berbasis calcium

silicate yaitu Biodentine di pasaran. Menurut pembuatannya, Biodentine memiliki

kesamaan dalam sifat fisiokimia, mekanis, dan biologis terhadap MTA tetapi

kelebihan Biodentine yaitu mempunyai waktu pengerasan yang lebih cepat (9-12

menit), manipulasi bahan yang lebih baik, tanpa adanya aluminate atau calcium

sulfate dalam kandungannya (Nikoloudaki dkk., 2014 dan Singh dkk., 2014).

Penelitian Ravichandra dkk. (2014) membandingkan adaptasi marginal dari

Glass Ionomer Cemen (GIC), MTA, dan Biodentine sebagai bahan root-end filling.

Hasilnya adalah Biodentine memiliki adaptasi marginal yang lebih baik dibandingkan

GIC dan MTA. Akan tetapi, MTA dan IRM secara signifikan memiliki adaptasi

marginal yang lebih baik dibandingkan dengan Biodentine ketika digunakan sebagai

bahan retrograde filling pada penelitian Soundappan dkk. (2014).

Selain kelebihannya dibandingkan terhadap MTA, Biodentine juga memiliki

kekurangan seperti memiliki radiopasitas yang jelek dibandingkan dengan MTA

walaupun memiliki kandungan zirconium dioxide (Caron dkk., 2014) dan ketahanan

wash out yang rendah (Grech dkk., 2013 dan Elumalai dkk., 2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Selain bahan tersebut, konsep kedokteran gigi adhesif telah meningkat

pengaplikasiannya di bidang endodontik untuk mencegah kebocoran mahkota.

Beberapa karakteristiknya seperti mudah dan cepat pengaplikasiannya, penutupan

(sealing) yang baik, kekuatan ikatan yang baik, dan menggunakan dentin bonding

agent telah dianjurkan dapat memberikan penutupan intra coronal yang lebih baik

(Damman dkk., 2012).

Resin-Modified Glass Ionomer Cement (RMGIC) merupakan bahan hibrid

yang dibuat dengan memodifikasi glass ionomer dengan penambahan monomer resin

dan mengeras sebagian melalui reaksi asam basa dan sebagian melalui polimerisasi

fotokimia. Namun, ada reaksi pengerasan ketiga terjadi agar beberapa sisa monomer

yang tidak mengeras secara fotokimia akan mengalami polimerisasi secara kimia.

RMGIC diperkenalkan untuk meningkatkan sifat mekanis, mempercepat waktu

pengerasan, dan mengurangi sensitivitas kelembaban dibandingkan dengan GIC

konvensional (Mount dkk., 2002 dan Berzins dkk., 2010).

Mekanisme yang pasti antara ikatan RMGIC ke dentin tidak diketahui. Reaksi

kimia memungkinkan ikatan ke jaringan keras gigi harus dibentuk melalui suatu

reaksi antara komponen karboksilat dari semen dan kalsium yang terdapat dalam

substrat enamel dan dentin. Selain ikatan ionik, RMGIC berikatan ke dentin melalui

retensi mikro-mekanis. Perlekatan sendiri dari RMGIC mungkin juga dikaitkan

dengan ikatan ionik dengan hidroksiapatit di sekitar kolagen.

RMGIC diketahui berikatan dengan baik ke enamel. Namun, kekuatan

kontraksi yang diaplikasikan pada RMGIC sewaktu light curing mungkin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyebabkan kegagalan ikatan antara RMGIC dengan dentin. Kegagalan kohesif dari

restorasi RMGIC ke dentin disarankan bahwa smear layer dapat mengganggu

mekanisme adhesi. Oleh karena itu, surface pre-treatment untuk membuang smear

layer telah disarankan sebagai cara untuk meningkatkan ikatan (Bayrak dkk., 2012).

Jaiswal dkk. (2017) membandingkan kemampuan penutupan (sealing ability)

dari bahan komposit light cure (3M ESPE Filtek Z250) dengan RMGIC (3M ESPE

Vitremer) sebagai bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan bahan dua mm.

Hasilnya adalah RMGIC memiliki sealing ability yang lebih baik.

Smart Dentin Replacement (SDR) merupakan bahan resin komposit flowable

yang mengandung fluoride dan radiopaque sebagai basis pada restorasi gigi

posterior. SDR memiliki karakteristik khas dari komposit flowable, tetapi bisa

ditempatkan secara bulk-fill setebal empat mm dengan polimerisasi stress yang

minimal. SDR memiliki sifat self-leveling yang memungkinkan adaptasi yang rapat

ke dinding rongga preparasi. Kekurangan SDR adalah karena konsistensinya yang

flowable, maka tidak ideal untuk digunakan pada permukaan oklusal dan ketahanan

keausan yang minimal (Piotr dkk. 2018).

Sampai saat ini, tidak ada bahan yang diteliti sebelumnya mampu meniadakan

kebocoran secara menyeluruh atau berkepanjangan dengan derajat yang bervariasi. Di

sisi lain, jumlah bahan-bahan ini dimasukkan ke dalam saluran akar yang

mencerminkan ketebalan orifice barrier hampir tidak diteliti sehingga mampu

memiliki coronal seal yang baik. Penelitian-penelitian leakage mengenai ketebalan

orifice barrier bervariasi dari ketebalan satu mm sampai empat mm. Ghulman dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gomaa (2012) menginvestigasi efek ketebalan orifice cavity terhadap kemampuan

penutupan dari bahan Fusio, Fuji II, Fuji IX, dan MTA G. Hasilnya menyatakan

bahwa kavitas orifisi sedalam dua milimeter cocok untuk sebagian besar bahan orifice

barrier adhesif, tetapi jika menggunakan MTA dibutuhkan kavitas orifisi sedalam

tiga mm.

Parolia dkk. (2012) menyatakan bahwa ketebalan bahan 3,5 mm untuk

menutup orifisi saluran merupakan minimum ketebalan yang dibutuhkan. Namun,

telah dilaporkan pada tahun 1978 bahwa ketebalan tersebut cocok untuk bahan

tumpatan sementara dan bukan untuk ketebalan intra-orifice barrier.

Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai kemampuan penutupan dari MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR sebagai

bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan bahan yang berbeda yaitu dua mm dan

tiga mm.

1.2 Masalah Penelitian

Dari uraian di atas, tema sentral penelitian ini adalah :

- Penetrasi bakteri pada perawatan saluran akar dapat terjadi karena adanya

kebocoran mikro koronal.

- Kebocoran mikro koronal dianggap sebagai penyebab utama kegagalan

perawatan saluran akar.

- Intra-orifice barrier adalah sebuah metode alternatif yang efisien untuk

mengurangi kebocoran koronal pada gigi yang telah dirawat endodontik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


- Beberapa bahan intra-orifice barrier telah digunakan untuk mencegah kebocoran

mikro, seperti Cavit, amalgam, Intermediate Restorative Material (IRM), Super-

EBA, resin komposit, semen glass-ionomer, dan Mineral Trioxide Aggregate

(MTA).

- Kavitas orifisi sedalam dua milimeter cocok untuk sebagian besar bahan orifice

barrier adhesif, tetapi jika menggunakan MTA dibutuhkan kavitas orifisi

sedalam 3 mm.

Oleh karena itu, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada perbedaan kebocoran mikro dari Mineral Trioxide Aggregate (MTA),

Biodentine, RMGIC, dan Smart Dentin Replacement (SDR) sebagai bahan intra-

orifice barrier pada gigi pasca perawatan endodontik?

2. Apakah ada perbedaan kebocoran mikro antara bahan intra-orifice barrier yang

sama dengan ketebalan yang berbeda (dua mm dan tiga mm) pada gigi pasca

perawatan endodontik?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan bahan dan ketebalan intra-orifice barrier yang

berbeda terhadap kebocoran mikro pada gigi pasca perawatan endodontik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.3.2 Tujuan Khusus

- Melihat perbedaan kebocoran mikro pada bahan intra-orifice barrier

yang berbeda dengan ketebalan bahan yang sama.

- Melihat perbedaan kebocoran mikro pada bahan intra-orifice barrier

yang sama dengan ketebalan bahan yang berbeda.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Menambah data ilmiah mengenai bahan dan ketebalan intra-orifice

barrier yang mengalami kebocoran mikro koronal yang paling kecil sehingga

memiliki kemampuan penutupan yang paling baik untuk menunjang

keberhasilan perawatan endodontik.

1.4.2 Manfaat Klinis

Meningkatkan pemahaman dokter gigi dan dokter gigi spesialis mengenai

bahan dan ketebalan intra-orifice barrier yang paling ideal dan dapat

diterapkan penggunaannya dalam praktek sehari-hari.

1.4.3 Manfaat Praktis

Pengembangan bahan intra-orifice barrier lain sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan bahan kedokteran gigi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebocoran mikro (Microleakage)

Inovasi bahan, peralatan, dan teknik terus berlanjut untuk menyempurnakan

prosedur perawatan endodontik dengan meningkatkan insidensi keberhasilan klinis

yang terprediksi. Namun, meski berkembang, kegagalan klinis / kekurangan masih

tetap ada. Konsep kebocoran mikro memiliki efek pada hasil perawatan endodontik

yang telah diketahui lebih dari 100 tahun yang lalu (Muliyar dkk., 2014).

2.1.1 Definisi

Menurut Muliyar dkk. (2014), kebocoran mikro didefinisikan sebagai “celah

masuknya bakteri, cairan rongga mulut, ion, dan molekul ke dalam permukaan antara

gigi dan bahan restorasi atau obturasi” atau sebagai “jalan masuk yang tak terdeteksi

secara klinis dari bakteri, cairan, molekul atau ion antara gigi dan bahan restorasi atau

obturasi”. Kebocoran mikro pada bahan restorasi dapat menyebabkan marginal

staining, diskolorasi, debonding, dan sekunder karies (Gambar 2.1).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.1 Kebocoran mikro (Pocket Dentistry, 2015).

2.1.2 Penyebab

Kegagalan perawatan saluran akar dapat disebabkan oleh sejumlah faktor,

tetapi kebocoran mikro melalui sistem saluran akar merupakan salah satu faktor

utama. Sejumlah penelitian telah meneliti fenomena ini, mengidentifikasi banyak

sumber kemungkinan kontaminasi, dan menekankan peran klinisi dalam mencegah

kebocoran mikro setelah perawatan saluran akar. Penyebab kebocoran mikro terbagi

dua yaitu kebocoran (leakage) apikal dan koronal sebagai penyebab kegagalan

perawatan saluran akar (Muliyar dkk., 2014).

2.1.3 Jalur terjadinya kebocoran mikro

Terjadinya kebocoran mikro dapat disebabkan oleh (Mohammadi dkk., 2012)

a. Tertundanya melakukan restorasi koronal permanen

Waktu yang terbaik untuk melakukan restorasi koronal permanen pada

rongga akses kavitas adalah segera setelah perawatan endodontik selesai. Jika

klinisi menduga terjadi kebocoran mikro koronal yang telah melampaui tiga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bulan atau lebih, maka diperlukan retreatment sebelum dilakukan restorasi

permanen.

b. Fraktur restorasi koronal atau gigi

Fraktur restorasi koronal atau gigi dapat menyebabkan tereksposenya saluran

akar yang sudah diobturasi sehingga terjadi kontaminasi dengan lingkungan

rongga mulut.

c. Karies pada margin restorasi

Karies pada margin restorasi dapat menyebabkan marginal leakage sehingga

dapat terjadi karies sekunder dan mengkontaminasi saluran yang terobturasi.

d. Preparasi ruang pasak terutama pada teknik indirek

Gigi pasca perawatan endodontik umumnya tidak memiliki struktur koronal

gigi yang adekuat untuk mempertahankan restorasi permanen, sering diperlukan

dowel dan core. Sewaktu preparasi ruang dowel, bahan obturasi saluran dapat

terekspose dengan lingkungan rongga mulut, dan dapat terjadi kontaminasi

saluran. Biasanya ada penundaan antara preparasi saluran untuk cast dowel dan

core dan sementasi permanennya.

2.1.4 Pengaruh kebocoran mikro terhadap keberhasilan perawatan

endodontik

Meskipun kebocoran apikal telah dianggap sebagai faktor utama di dalam

kegagalan perawatan endodontik, kontaminasi sistem saluran akar melalui rute

koronal telah mendapatkan perhatian selama dekade terakhir. Saunders and Saunders

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(1994), orang pertama yang menunjukkan bahwa kebocoran koronal merupakan

penyebab penting kegagalan di dalam perawatan saluran akar (Amlani dkk., 2013).

Ray dan Trope (1995) menemukan sebuah korelasi antara kualitas perawatan

endodontik dan kualitas restorasi koronal terhadap keberhasilan perawatan

endodontik (Tabel 2.1). Mereka menemukan korelasi yang kuat antara adanya lesi

periapikal dan restorasi koronal yang tidak baik daripada kualitas perawatan

endodontik yang tidak baik. Penemuannya menunjukkan bahwa kombinasi restorasi

yang baik dan kualitas endodontik yang baik memiliki persentase keberhasilan

perawatan endodontik tertinggi dengan tidak adanya inflamasi periradikular sebesar

91,4%. Sedangkan, kualitas restorasi yang tidak baik dikombinasikan dengan kualitas

endodontik yang baik, persentase tidak adanya inflamasi periradikular hanya 44,1%.

Hal ini menunjukkan bahwa dampak dari restorasi yang baik tampak lebih besar

daripada kualitas endodontik yang baik.

Tabel 2.1 Persentase keberhasilan perawatan endodontik tergantung pada


kualitas perawatan endodontik dan kualitas restorasi koronal (Ray
dan Trope, 1995)

Persentase Keberhasilan
Kualitas Perawatan Kualitas Restorasi Perawatan Endodontik
Endodontik Koronal (Tidak ada inflamasi
periradikular)
Baik Baik 91.4 %
Baik Tidak Baik 44.1 %
Tidak Baik Baik 67.7 %
Tidak Baik Tidak Baik 18.1 %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Akan tetapi, penelitian tersebut bertolak belakang dengan penelitian lain

seperti Tronstad dkk. (2000) menemukan bahwa efek dari kualitas perawatan

endodontik lebih penting daripada kualitas restorasi koronal (Tabel 2.2).

Penemuannya menunjukkan bahwa kualitas perawatan endodontik dan restorasi yang

baik memiliki persentase keberhasilan perawatan endodontik sebesar 81%.

Sedangkan, kualitas perawatan endodontik yang tidak baik dan restorasi yang baik

memiliki persentase keberhasilan perawatan endodontik sebesar 56%.

Tabel 2.2 Persentase keberhasilan perawatan endodontik tergantung pada


kualitas perawatan endodontik dan kualitas restorasi koronal
(Tronstad dkk., 2000)

Persentase Keberhasilan
Kualitas Perawatan Kualitas Restorasi Perawatan Endodontik
Endodontik Koronal (Tidak ada inflamasi
periradikular)
Baik Baik 81 %
Baik Tidak Baik 71 %
Tidak Baik Baik 56 %
Tidak Baik Tidak Baik 57 %

Segura-Eaga dkk. (2004) juga menemukan bahwa pengisian saluran akar yang

adekuat memiliki lebih banyak dampak substansial pada hasil perawatan

dibandingkan dengan kualitas restorasi koronal. Siqueira dkk. (2005) menunjukkan

bahwa kualitas pengisian saluran akar memiliki pengaruh paling penting terhadap

kondisi kesehatan periapikal. Tavares dkk. (2009) mendemontrasikan kualitas

perawatan endodontik lebih penting daripada kualitas restorasi koronal. Akan tetapi,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


systematic review terbaru menyatakan bahwa kombinasi yang adekuat antara

penutupan koronal dan pengisian saluran akar sangat penting untuk keberhasilan

perawatan endodontik dan terprediksi (Mohammadi dkk., 2012 dan Machtou, 2012).

2.2 Intra-orifice barrier

Swanson dan Madison (1987) menemukan bahwa setelah obturasi saluran

akar, kebocoran mikro koronal dengan adanya saliva tak dapat dihindari hingga 85%.

Penggunaan double seal (intra-orifice barrier) diatas pengisian saluran akar telah

disarankan sebagai cara untuk meningkatkan penutupan koronal.

2.2.1. Sifat ideal bahan intra-orifice barrier

Wolcott dkk. (1999) menyarankan sifat ideal dari sebuah bahan intra-orifice

barrier adalah sebagai berikut :

a. Mudah ditempatkan dan berikatan ke struktur gigi

Bahan intra-orifice barrier harus mudah ditempatkan ke dalam orifisi melalui

bantuan alat seperti MAP carrier pada bahan MTA dan Biodentine atau dalam

bentuk syringe. Bahan tersebut juga harus bisa berikatan ke struktur gigi baik

melalui retensi mikro mekanis atau melalui bonding agent untuk mendapatkan

sealing yang baik.

b. Penutupan yang efektif terhadap kebocoran mikro koronal

Bahan intra-orifice barrier harus memiliki sealing ability yang baik untuk

mencegah terjadinya kebocoran yang mengakibatkan kegagalan perawatan

endodontik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


c. Mudah dibedakan dari warna gigi alami

Bahan intra-orifice barrier harus memiliki warna yang mudah dibedakan dari

warna gigi alami yang bertujuan untuk memudahkan membuang bahan tersebut

jika diperlukan retreatment.

d. Tidak mengganggu terhadap restorasi akhir dari preparasi rongga akses

Selain berikatan ke dentin saluran akar, bahan intra-orifice barrier juga harus

bisa berikatan dengan bahan restorasi koronal akhir atau permanen pada rongga

akses yang bertujuan untuk mendapatkan coronal seal yang baik.

2.2.2. Bahan intra-orifice barrier

Berbagai macam bahan yang telah digunakan sebagai intra-orifice barrier

untuk mencegah kebocoran mikro koronal pada pengisian saluran akar seperti

amalgam, Cavit, Super-EBA, resin komposit, glass ionomer cement, Mineral

Trioxide Aggregate (MTA), dan Intermediate Restorative Material (IRM) (Yavari

dkk., 2012 dan Ozyurek dkk., 2016)

2.2.2.1 Mineral Trioxide Aggreggate (MTA)

Mineral Trioxide Aggregate (MTA) merupakan biomaterial yang

diperkenalkan dan pertama kali dijelaskan di dalam literatur ilmiah Kedokteran Gigi

oleh Mohmoud Torabinejad di Universitas Loma Linda, California, USA pada tahun

1993, kemudian diberikan persetujuan untuk penggunaan di bidang endodontik oleh

Food and Drug Administration USA pada tahun 1998 (Macwan dkk., 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


MTA tersedia dalam dua jenis berdasarkan warna yang dikenal sebagai gray

MTA (GMTA) dan white MTA (WMTA) (Gambar 2.2). Komposisi kimia baik

GMTA dan WMTA ini tertera dalam Tabel 1 dibawah ini (Macwan dkk., 2014).

A B

Gambar 2.2 A. Gray MTA (GMTA) dan B. white MTA (WMTA)


(Dikutip dari Dentsply Tulsa)

Tabel 2.3 Komposisi kimia dari GMTA dan WMTA (Dikutip dari Asgary dkk.,

2005)

Senyawa Kimia GMTA (wt%) WMTA (wt%)


Calcium oxide (CaO) 40.45 44.23
Silicon dioxide (SiO2) 17.00 21.20
Bismuth trioxide (Bi2O3) 15.90 16.13
Aluminium oxide (Al2O3) 4.26 1.92
Magnesium oxide (MgO) 3.10 1.35
Sulfur trioxide (SO3) 0.51 0.53
Chlorine (Cl) 0.43 0.43
Ferrous oxide (FeO) 4.39 0.40
Phosphorus pentoxide (P2O5) 0.18 0.21
Titanium dioxide (TiO2) 0.06 0.11
Carbonic acid (H2O+CO2) 13.72 14.49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bates dkk. (1996) menemukan bahwa MTA lebih unggul dari bahan

tradisional pengisian ujung akar yang lain. Menurut Shipper dkk. (2004) dan

Torabinejad dkk. (1995) menjelaskan bahwa MTA memiliki kemampuan penutupan

yang sangat baik yang mungkin terjadi karena MTA mengembang selama reaksi

pengerasan. Dengan adanya lingkungan yang lembab, kemampuan penutupan MTA

meningkat karena ekspansi pengerasan, jadi disarankan agar diletakkan cotton pellet

lembab yang berkontak dengan MTA sebelum ditumpat restorasi permanen. Valois

dkk. (2004) menemukan bahwa ketebalan MTA sekitar 4 mm cukup untuk

mendapatkan penutupan yang baik.

Yavari dkk. (2012) melaporkan bahwa MTA dan Calcium Enriched Mixture

(CEM) Cement secara signifikan memiliki penutupan koronal yang lebih efektif

daripada amalgam dan resin komposit.

2.2.2.2 Biodentine

Biodentine merupakan produk berbasis calcium silicate tersedia secara

komersial pada tahun 2009 dan secara khusus dibuat sebagai bahan “dentin

replacement”.

Produk Biodentine menyatakan bahwa bahan komponen bubuk (powder)

terdiri dari tricalcium silicate, dicalcium silicate, calcium carbonate dan oxide filler,

warna iron oxide , dan zirconium oxide. Tricalcium silicate dan dicalcium silicate

diindikasikan masing-masing sebagai bahan inti utama dan kedua, sedangkan

zirconium oxide berfungsi sebagai radiopacifier. Komponen cairan mengandung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


calcium chloride sebagai akselerator dan hydrosoluble polymer yang berfungsi

sebagai agen pereduksi air (Gambar 2.3). Waktu pengerasan dari bahan ini sangat

cepat sekitar 9-12 menit.

Gambar 2.3 Biodentine. (Dikutip dari Septodont)

Ramezanali dkk. (2017) melakukan penelitian dengan membandingkan

Mineral Trioxide Aggregate (MTA), semen Calcium-Enriched Mixture (CEM), dan

Biodentine sebagai bahan intra-orifice barrier. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa semen CEM memiliki kebocoran mikro paling kecil, sedangkan MTA

memiliki kebocoran mikro paling besar. Perbedaan tersebut secara statistik tidak

signifikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.2.3 Resin-Modified Glass Ionomer Cement (RMGIC)

Bahan RMGIC diperkenalkan ke dokter gigi pada tahun 1991. Kandungan

RMGIC sama dengan glass ionomer konvensional (bubuk glass, air, polyacid), tetapi

juga terdapat komponen monomer dan sistem inisiator. Monomer biasanya 2-

hydroxyethyl methacrylate (HEMA) (Gambar 2.4) dan inisiator adalah

camphorquinone.

Gambar 2.4 2-hydroxyethyl methacrylate (HEMA) (Dikutip dari Sidhu dkk., 2016)

Parolia dkk. (2012) membandingkan MTA, Tetric Flow, Glass Ionomer

Cement, dan LC GIC / RMGIC sebagai bahan intra-orifice barrier. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa LC GIC / RMGIC secara signifikan lebih baik

penutupannya daripada MTA. Namun, secara statistik tidak signifikan dalam hal

kebocoran antara Tetric Flow, GIC, dan LC GIC dan antara MTA, Tetric Flow, dan

GIC.

2.2.2.4 Smart Dentin Replacement (SDR)

Smart Dentin Replacement (SDR) adalah satu komponen, yang mengandung

fluoride dan bahan restorasi resin komposit yang radiopaque (Gambar 2.5). Bahan ini

dirancang untuk digunakan sebagai basis dalam restorasi kelas I dan II. Bahan SDR

memiliki karakteristik penggunaan yang khas dari sebuah komposit flowable, namun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dapat ditempatkan dalam teknik inkremental setebal 4 mm dengan tekanan

polimerisasi minimal, yang wajib ditutupi oleh 2 mm dari lapisan komposit resin

konvensional. Bahan SDR memiliki sifat self-leveling yang memungkinkan adaptasi

yang rapat ke dinding preparasi kavitas.

Gambar 2.5 Smart Dentin Replacement (SDR) (Dikutip dari Dentsply)

Ozyurek dkk. (2016) melakukan penelitian dengan membandingkan MTA,

Filtek Ultimate light-cured resin komposit flowable, Filtek Z250 light-cured resin

komposit, dan SDR light-cured resin komposit flowable bulk-fill sebagai bahan intra-

orifice barrier. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa MTA dan SDR memiliki

ketahanan (resistance) kebocoran yang lebih baik daripada resin komposit flowable

dan resin komposit.

2.2.3. Ketebalan intra-orifice barrier

Meta analisis yang berhubungan dengan ketebalan intra-orifice barrier

mengungkapkan ketidakkonsistenan dalam masalah ini. Di samping penelitian

kebocoran (leakage) yang dirancang khusus untuk menguji efek dari kedalaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rongga orifisi ternyata langka dan sedikit, kedalaman rongga orifisi yang diteliti

bervariasi dari kedalaman 1 mm, 2 mm, 3 mm, 3,5 mm, dan 4 mm.

Ghulman dkk. (2012) meneliti kemampuan penutupan dari empat bahan yang

berbeda dengan dua ketebalan intra-orifice barrier yang berbeda yaitu 2 mm dan 3

mm. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kedalaman kavitas orifice 2 mm

merupakan kedalaman yang lebih baik untuk kebanyakan bahan intra-orifice barrier

adhesif. Namun, jika digunakan bahan MTA maka dibutuhkan 3 mm kedalaman

kavitas untuk memengaruhi kemampuan penutupan yang baik.

2.3 Metode untuk mengurangi kebocoran koronal

2.3.1 Selama perawatan saluran akar

Ketika preparasi rongga akses menyediakan jalur yang relatif mudah untuk

masuknya saliva ke dalam sistem saluran akar, jumlah mikroba harus dijaga

seminimum selama perawatan saluran akar. Memasang rubber dam memberikan cara

yang paling konsisten untuk mencapai tujuan tersebut. Idealnya, rubber dam harus

dipasang sebelum memulai preparasi rongga akses.

Pada perawatan gigi vital, seharusnya diselesaikan dalam satu kali kunjungan.

Namun, pada gigi nekrosis dengan periodontitis apikal serta pada kasus retreatment,

rongga akses seharusnya ditutup dengan tumpatan sementara yang tepat antar

kunjungan. Deveaux dkk. (1992), menggambarkan sifat-sifat sebuah bahan sementara

yang baik sebagai berikut : penutupan yang baik ke struktur gigi terhadap tepi

kebocoran mikro, sedikit poreus, perubahan dimensi terhadap dingin dan panas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyerupai gigi asli itu sendiri, ketahanan abrasi dan kompresi yang baik, mudah

dimasukkan dan dibuang, kompatibilitas dengan medikamen intrakanal, dan terlihat

estetik yang baik.

Deveaux dkk. (1992), menemukan bahwa Cavit dan TERM tidak ditemukan

adanya penetrasi bakteri sebelum atau setelah thermocycling, sedangkan tumpatan

IRM ditemukan Streptococcus sanguis masuk sebelum dan setelah thermocycling

masing-masing 30% dan 60%. Lee dkk. (1993), menemukan bahwa Caviton

memberikan penutupan yang lebih baik dari IRM dan Cavit. Barthel dkk. (1999),

melaporkan bahwa glass ionomer cement atau kombinasi IRM dengan glass ionomer

cement dapat mencegah penetrasi bakteri ke periapeks dari gigi yang telah diobturasi

melewati 1 bulan. Hal penting lainnya adalah ketebalan dari restorasi sementara.

Menurut Webber dkk. (1978), untuk meminimalkan risiko kebocoran, ketebalan

tumpatan sementara setidaknya 3.5 mm. Penelitian yang lain, Madarati dkk. (2008),

mengevaluasi penutupan koronal berdasarkan waktu pada beberapa bahan tumpatan

sementara. Hasil menunjukkan bahwa Coltsol and glass ionomer cement (GIC) secara

signifikan lebih bagus kemampuan penutupan terhadap zinc phosphate dan semen

IRM.

2.3.2 Pasca perawatan saluran akar

Ada dua cara lain untuk mengurangi risiko kebocoran koronal pasca

perawatan saluran akar yaitu intra-orifice barrier (double seal) dan restorasi koronal

permanen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3.2.1 Intra-orifice barrier (double seal)

Double seal diatas pengisian saluran akar (intra-orifice barrier) telah

disarankan sebagai sebuah cara untuk meningkatkan penutupan koronal. Khayat dkk.,

menunjukkan bahwa sewaktu 3 mm koronal dari obturasi dibuang dan ditutup dengan

sticky wax, tidak terjadi kebocoran bakteri. Sedangkan semua obturasi yang dibiarkan

(baik dilakukan kondensasi lateral atau vertikal), terjadi penetrasi dalam waktu 30

hari. Penemuan ini dikonfirmasi oleh Trope dkk., bagaimanapun, sticky wax tidak

cocok untuk penggunaan klinis karena sifat fisisnya. Beberapa bahan restoratif telah

digunakan dalam usaha untuk menghasilkan coronal barrier dengan hasil yang

beragam.

2.3.2.2 Restorasi koronal permanen

Waktu yang terbaik untuk merestorasi rongga kavitas adalah sesegera

mungkin setelah selesai perawatan saluran akar. Pada kebanyakan kasus, restorasi

adhesif seharusnya digunakan untuk meminimalkan potensi kebocoran. Gigi yang

telah dibersihkan (cleaning), dipreparasi (shaping), dan diobturasi dengan baik harus

direstorasi secara permanen sesegera mungkin. Jika klinisi menduga telah terjadi

kebocoran mikro koronal dengan waktu 3 bulan atau lebih, perawatan saluran akar

ulang seharusnya dilakukan sebelum menumpat restorasi koronal permanen.

2.4 Metode untuk menilai kebocoran koronal

Ada beberapa metode untuk menilai kebocoran koronal yaitu (Muliyar dkk.,

2014) :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Penetrasi zat warna (dye penetration)

Metode penetrasi zat warna melibatkan penggunaan zat warna yang kontras

sebagai larutan perendaman untuk mewarnai daerah kebocoran mikro, dan

kemudian permukaan antara restorasi dengan gigi diperiksa pewarnaannya.

Larutan yang paling umum digunakan pada metode ini adalah 0,5% Basic Fuchsin,

2% methylene blue, dan 50% silver nitrate.

b. Metode radioisotop

Berbagai isotop radioaktif yang telah digunakan dalam studi kebocoran mikro,

meliputi marker 45Ca, 131I, 35S, 22Na, 32P, 86Rb, dan 14C. Umumnya, autoradiografi

digunakan untuk mendeteksi kebocoran isotop pada permukaaan margin restorasi

dari spesimen yang dipotong. Isotop dapat menembus celah yang sama atau lebih

besar dari 40 nm, yang mana lebih besar dari minimum kisaran yang terdeteksi

studi berbasis bakteri.

c. Filtrasi cairan (fluid filtration)

Dalam metode ini, kemampuan penutupan diukur melalui gerakan gelembung

udara di dalam tabung kapiler, terdiri dari saluran yang terobturasi dengan bagian

koronal terhubung ke tabung yang diisi dengan air pada tekanan atmosfer, dan

apeknya terhubung ke 20-μL tabung kapiler kaca yang panjangnya 170 mm dan

dengan kaliber seragam yang diisi dengan air. Tekanan 0,1 atm diaplikasikan

melalui bagian koronal, memaksa air nasuk melalui ruang kosong di sepanjang

saluran akar. Hasilnya dilaporkan dalam satuan μL / menit. Gerakan gelembung

udara dapat diamati dengan sinar laser dioda yang dikendalikan komputer daripada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


secara visual. Kebocoran apikal dapat diukur dengan penggunaan meteran fluid

filtration terkomputerisasi yang terdiri dari sistem laser.

2.5 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) telah menjadi alat yang berguna dalam

penelitian untuk beberapa waktu lalu, dengan artikel yang mempublikasikan

penggunaan SEM di kedokteran gigi sejak tahun 1962. SEM memungkinkan

visualisasi gambar dengan pembesaran yang besar (50x - 10.000x dan di atas).

Karena SEM menggunakan elektromagnet daripada lensa, sehingga peneliti bisa lebih

kontrol dalam tingkat pembesaran. Dalam teknik ini, sebuah berkas elektron

memindai permukaan sampel untuk menghasilkan berbagai sinyal, karakteristik yang

tergantung pada banyak faktor, termasuk energi dari sebuah berkas elektron dan sifat

sampel, ketika berkas elektron menembak sampel dan respon dikumpulkan oleh

sebuah detektor, seperti yang dijelaskan oleh Saghiri dkk. (2009).

SEM merupakan jenis mikroskop elektron yang menggambarkan sampel

dengan memindainya dengan menggunakan pancaran elektron berenergi tinggi yang

membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi dengan atom pada sampel dan

menghasilkan sinyal yang mengandung informasi tentang topografi permukaan

sampel, komposisi, dan sifat lainnya seperti konduktifitas listrik. Jenis sinyal yang

dihasilkan oleh SEM mencakup electron sekunder (secondary electron), elektron

yang memencar (back-scattered electrons), sinar X, cahaya (cathodoluminescence),

elektron pada spesimen dan elektron yang ditransmisikan. Sinyal yang dihasilkan dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


interaksi benturan elektron dengan atom pada atau didekat permukaan sampel. SEM

dapat menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang sangat tinggi

dan dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 mm. Gambaran sampel

diambil secara digital dan akan ditampilkan pada layar monitor dan disimpan di

dalam komputer. Pada gambar di bawah ini, akan ditampilkan skema bagian-bagian

dari alat SEM (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Perangkat Scanning Electron Microscopy (SEM)


(Dikutip dari Saghiri dkk., 2009)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6 Kerangka Teori

Kegagalan gigi pasca perawatan endodontik

Restorasi
permanen yang Kebocoran mikro (microleakage)
tidak adekuat
- Bahan biomaterial yang
Upaya pencegahan ? berbasis silicate.
- Dapat menyebabkan
diskolorisasi
Aplikasi intra-orifice Sealing - Setting time yang lama
barrier ability ? - Perlu lingkungan lembab
- Terdapat unsur toksik
MTA dalam kandungannya

Bahan intra-orifice
barrier Biodentine - Bahan biomaterial yang
berbasis silicate.
- Tidak menyebabkan
RMGIC diskolorisasi
- Setting time yang cepat
- Radiopasitas yang jelek
- Ketahanan wash out
SDR yang rendah

- Kandungannya sama
Ketebalan bahan dengan GIC
intra-orifice barrier konvensional
dengan penambahan
komponen monomer dan
sistem inisiator.
2 mm 3 mm - Proses cepat  di light
cured.
- Perlu surface pre-
- Cocok untuk untuk - Cocok untuk bahan treatment
sebagian besar bahan seperti MTA
orifice barrier - Cocok untuk
adhesif. tumpatan sementara - Resin komposit flowable
- Jika perlu yang mengandung
retreatment, mudah fluoride dan radiopaque
untuk membongkar - Aplikasi secara bulkfill
bahannya. setebal 4 mm
- Sifat self-leveling

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

 Ketebalan bahan 2 mm
 Ketebalan bahan 3 mm

Bahan intra-orifice barrier pada saluran akar :


 Mineral Trioxide Aggregate (MTA) Kemampuan penutupan
 Biodentine
(sealing ability)
 RMGIC
 Smart Dentin Replacement (SDR)

Kebocoran mikro yang memengaruhi penutupan koronal merupakan salah

satu faktor penting yang berkaitan dengan kegagalan perawatan endodontik. Tselnik

dkk. (2004) menyatakan bahwa penutupan koronal yang tidak memadai dapat terjadi

pada berbagai keadaan klinis seperti fraktur struktur gigi, lepasnya bahan tumpatan

sementara, kebocoran marginal (marginal leakage) dari restorasi akhir, dan karies

rekuren. Semua kondisi tersebut menyebabkan sistem saluran akar terpapar terhadap

lingkungan rongga mulut yang berakibat kebocoran mikro koronal.

Intra-orifice barrier merupakan sebuah metode alternatif untuk mengurangi

terjadinya kebocoran koronal pada gigi yang telah dirawat endodontik. Prosedur ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


meliputi penambahan suatu bahan ke dalam orifisi saluran akar segera setelah

pembuangan gutta-percha dan sealer pada bagian koronal saluran akar. Beberapa

bahan yang telah digunakan untuk mencegah microleakage seperti Cavit, amalgam,

Intermediate Restorative Material (IRM), Super-EBA, resin komposit, glass ionomer

cement, Mineral Trioxide Aggregate (MTA). Selain itu, ketebalan bahan intra-orifice

juga memengaruhi sealing ability dari bahan tersebut.

Hingga saat ini, belum ada penelitian yang membandingkan penggunaan

MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR sebagai bahan intra-orifice barrier yang

diaplikasi segera setelah obturasi dengan dua ketebalan bahan yang berbeda yaitu dua

mm dan tiga mm terhadap kebocoran mikro. Penelitian ini dilakukan untuk melihat

bahan manakah yang memiliki sealing ability terbaik dan berapa ketebalan bahan

yang cocok untuk dijadikan sebagai intra-orifice barrier.

3.2 Hipotesis Penelitian

Dari uraian yang telah disebutkan di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini

adalah :

1. Ada perbedaan kemampuan penutupan dari Mineral Trioxide Aggregate (MTA),

Biodentine, RMGIC, dan Smart Dentin Replacement (SDR) sebagai bahan intra-

orifice barrier pada gigi pasca perawatan endodontik.

2. Ada perbedaan kemampuan penutupan antara bahan intra-orifice barrier yang

sama dengan ketebalan yang berbeda (dua mm dan tiga mm) pada gigi pasca

perawatan endodontik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah eksperimental laboratorium komparatif dengan

rancangan post-test only control group design.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian :

1. Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU

2. Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU

3. Laboratorium Terpadu USU

4.2.2 Waktu Penelitian : April - Juni 2018

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Gigi - gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi untuk keperluan

perawatan ortodonti.

4.3.2 Sampel Penelitian

Gigi - gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi dan diperoleh dari

Departemen Bedah Mulut FKG USU dan praktek dokter gigi di Kotamadya

Medan dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Mahkota gigi masih utuh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Gigi berakar satu dan memiliki satu saluran akar

3. Akar gigi relatif lurus

4. Tidak ada karies pada akar

5. Tidak ada crack pada akar

6. Apeks gigi telah tertutup sempurna

7. Panjang gigi dipilih antara 20-23 mm

Kriteria eksklusi untuk sampel penelitian sebagai berikut :

1. Gigi dengan saluran akar ganda

2. Akar gigi bengkok

3. Karies pada akar

4. Permukaan gigi terlihat adanya garis retak (crack) dengan bantuan

pembesaran dental loupe

5. Apeks gigi terbuka

6. Gigi yang sudah pernah dilakukan perawatan endodontik

4.3.3 Besar Sampel

Penelitian eksperimen dengan rancangan acak kelompok, berdasarkan

jumlah minimal yang ditetapkan rumus Federer (1955), secara sederhana

dirumuskan sebagai berikut :

(t-1) (r-1) ≥ 15 t = banyaknya kelompok perlakuan


(8-1) (r-1) ≥ 15 r = jumlah sampel
7r - 7 ≥ 15
r ≥ 3,14 ≈ 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari perhitungan di atas, dengan kelompok perlakuan sebanyak 8

diperoleh r ≥ 3,14 artinya besar sampel untuk tiap kelompok minimal 3

sampel dan dibuat menjadi 4 sampel untuk masing-masing kelompok, yaitu :

Kelompok A1 : 4 sampel gigi yang telah diobturasi dan diberi Mineral

Trioxide Aggregate (MTA) sebagai bahan intra-orifice

barrier dengan ketebalan 2 mm.

Kelompok A2 : 4 sampel gigi yang telah diobturasi dan diberi Mineral

Trioxide Aggregate (MTA) sebagai bahan intra-orifice

barrier dengan ketebalan 3 mm.

Kelompok B1 : 4 sampel gigi yang telah diobturasi dan diberi Biodentine

sebagai bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan 2

mm.

Kelompok B2 : 4 sampel gigi yang telah diobturasi dan diberi Biodentine

sebagai bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan 3

mm.

Kelompok C1 : 4 sampel gigi yang telah diobturasi dan diberi Resin-

Modified Glass Ionomer Cement (RMGIC) sebagai bahan

intra-orifice barrier dengan ketebalan 2 mm.

Kelompok C2 : 4 sampel gigi yang telah diobturasi dan diberi Resin-

Modified Glass Ionomer Cement (RMGIC) sebagai bahan

intra-orifice barrier dengan ketebalan 3 mm.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok D1 : 4 sampel gigi yang telah diobturasi dan diberi Smart

Dentin Replacement (SDR) sebagai bahan intra-orifice

barrier dengan ketebalan 2 mm.

Kelompok D2 : 4 sampel gigi yang telah diobturasi dan diberi Smart

Dentin Replacement (SDR) sebagai bahan intra-orifice

barrier dengan ketebalan 3 mm.

4.4 Variabel dan Definisi Operasional

4.4.1 Variabel Penelitian

4.4.1.1 Variabel Bebas

a. MTA sebagai bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan 2 mm dan

3 mm.

b. Biodentine sebagai bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan 2 mm

dan 3 mm.

c. RMGIC sebagai bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan 2 mm dan

3 mm.

d. SDR sebagai bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan 2 mm dan

3 mm.

4.4.1.2 Variabel Terikat

Kebocoran mikro (microleakage)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.1.3 Variabel Terkendali

a. Gigi premolar mandibula dengan kriteria inklusi

b. Struktur gigi premolar mandibula

c.. Penyimpanan gigi dalam larutan saline

d. Jenis dan bentuk mata bur : bur open access dan fissure tapered

(Meisinger)

e. Ketajaman mata bur (1 bur untuk 4 gigi)

f. Kecepatan high speed handpiece dengan water coolant : 300.000 rpm

g. Pengisian saluran akar dengan warm vertical compaction

h. Bahan intra-orifice barrier : MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR

i. Jarak penyinaran curing light : 1 mm

j. Sumber sinar : LED (COXO, China)

k. Waktu penyinaran curing light : 20 detik

l. Metode penyinaran : continuous polymerization

m. Suhu dan proses thermocycling

n. Intensitas sinar : 1600-2000 mW/cm2

o. Arah penyinaran curing light : dari permukaan bukal, lingual, dan oklusal

p. Panjang gelombang : 450 – 490 nm

4.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali

a. Masa / jangka waktu pencabutan gigi premolar mandibula sampai

diberikan perlakuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Kontraksi polimerisasi RMGIC dan SDR

4.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian


Variabel Bebas
Variabel Terikat
a. MTA sebagai bahan intra-orifice barrier Kebocoran mikro (microleakage)
dengan ketebalan 2 mm dan 3 mm.
b. Biodentine sebagai bahan intra-orifice
barrier dengan ketebalan 2 mm dan 3 mm.
c. RMGIC sebagai bahan intra-orifice barrier Variabel Tidak Terkendali
dengan ketebalan 2 mm dan 3 mm. a. Masa / jangka waktu pencabutan gigi
d. SDR sebagai bahan intra-orifice barrier premolar mandibula sampai diberikan
dengan ketebalan 2 mm dan 3 mm. perlakuan
b. Kontraksi polimerisasi RMGIC dan SDR

Variabel Terkendali

a. Gigi premolar mandibula dengan kriteria inklusi


b. Struktur gigi premolar mandibula

c. Penyimpanan gigi dalam larutan saline


d. Jenis dan bentuk mata bur : bur open access dan fissure tapered (Meisinger)
e. Ketajaman mata bur (1 bur untuk 4 gigi)
f. Kecepatan high speed handpiece dengan water coolant : 300.000 rpm
g. Pengisian saluran akar dengan warm vertical compaction
h. Bahan intra-orifice barrier : MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR
i. Jarak penyinaran curing light : 1 mm
j. Sumber sinar : LED (COXO, China)
k. Waktu penyinaran curing light : 20 detik
l. Metode penyinaran : continuous polymerization
m. Suhu dan proses thermocycling
n. Intensitas sinar : 1600-2000mW/cm2
o. Arah penyinaran curing light : dari permukaan bukal, lingual, dan oklusal
p. Panjang gelombang : 450 – 490 nm

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.3 Definisi Operasional Variabel Bebas

Tabel 4.1 Definisi operasional, cara mengukur, alat ukur, dan skala dari variabel

bebas

VARIABEL DEFINISI CARA ALAT SKALA


NO.
BEBAS OPERASIONAL UKUR UKUR UKUR
MTA sebagai MTA merupakan Sesuai Probe Nominal
1. bahan intra-orifice bahan berbasis instruksi
barrier. dicalcium silicate, pabrik
tricalcium silicate,
tetracalcium
aluminoferrite, dan
bismuth oxide.

Biodentine sebagai Biodentine Sesuai Probe Nominal


bahan intra-orifice merupakan bahan instruksi
2.
barrier. berbasis trikalsium pabrik
silikat.

RMGIC merupakan
RMGIC sebagai bahan gabungan Sesuai Probe Nominal
bahan intra-orifice semen ionomer kaca instruksi
3. dan resin pabrik
barrier.
fotopolimerisasi .

4. SDR sebagai bahan SDR merupakan Sesuai Probe Nominal


intra-orifice bahan resin komposit instruksi
barrier. flowable yang pabrik
mengandung fluoride
dan memiliki sifat
self-leveling.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.2 Definisi operasional, cara mengukur, hasil ukur, skala ukur, dan alat ukur

dari variabel terikat

VARIABEL DEFINISI CARA HASIL SKALA ALAT


TERIKAT OPERASIONAL UKUR UKUR UKUR UKUR
Kebocoran Celah mikro Dengan Skor Ordinal Scanning
mikro adalah celah yang melihat kebocoran Electron
terbentuk antara penetrasi zat mikro yaitu : Microscope
bahan intra- warna Basic 0 = Tidak (SEM)
orifice barrier Fuchsin 0,5% adanya
dengan dinding antara bahan penetrasi zat
dentin saluran intra-orifice warna.
akar. barrier 1 = Penetrasi
dengan zat warna
dinding hingga
dentin mencapai ¼
saluran akar, dari ketebalan
lalu diukur bahan intra-
menggunakan orifice barrier.
skor 2 = Penetrasi
kebocoran zat warna
mikro. mulai dari ¼
hingga ½ dari
ketebalan
bahan intra-
orifice barrier.
3 = Penetrasi
zat warna
mulai dari ½
hingga ¾ dari
ketebalan
bahan intra-
orifice barrier.
4 = Penetrasi
zat warna
mulai dari ¾
sampai lantai
bahan intra-
orifice barrier.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.5 Alur Penelitian

32 gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi, dibersihkan, dan direndam dalam saline

Penanaman gigi di balok gips untuk prosedur perawatan endodontik  Preparasi saluran
akar + Pengisian saluran akar (obturasi) + Aplikasi bahan intra-orifice barrier.

KELOMPOK KELOMPOK KELOMPOK KELOMPOK


A1 + A2 B1 + B2 C1 + C2 D1 + D2

MTA setebal Biodentine RMGIC setebal SDR setebal


dua mm dan setebal dua mm dua mm dan dua mm dan
tiga mm. dan tiga mm. tiga mm. tiga mm.

Water storage di saline selama 24 jam lalu proses thermocycling 5o-55oC


dengan 200 kali siklus selama 15 detik dengan waktu transfer 5 detik

Pemotongan mahkota gigi dengan disc bur

Permukaan akar gigi dilapisi wax dan nail varnish

Perendaman dalam larutan Basic Fuchsin 0,5% selama 24 jam

Bilas dengan air mengalir dan pemotongan akar gigi dalam arah buko-lingual dengan disc bur

Pengamatan klinis skor kebocoran mikro + Mikroskopis dengan


Scanning Electron Microscope (SEM)

Analisa Data

Gambar 4.1 Bagan Alur Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.6 Alat dan Bahan Penelitian

4.6.1 Alat Penelitian

• Masker (SENSI Mask)

• Handscoon (HandSeal)

• Open access dan fissure tapered bur

• High Speed Handpiece (NSK, Japan)

• Disc bur (KG Sorensen, Denmark)

• Pinset, sonde lurus, dan semen stopper (Dentica)

• Endomotor (Mailefer Dentsply, Switzerland)

• Bonding applicator (Dentsply)

• LED Light curing unit (COXO, China)

• K-file No. 10 dan 15 (Mailefer Dentsply, Switzerland)

• File Mtwo (dari 10/.04 s/d 25/.06) (VDW GmbH, Germany)

• Bais (Tekiro)

• Spuit 5 ml (Cosmo Med)

• Probe (Caredent)

• MAP System (Dentsply Tulsa, Switzerland)

• Buchanan plugger (Kerr)

• Scanning Electron Microscope (SEM) (Hitachi)

4.6.2 Bahan Penelitian

• Gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi untuk keperluan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perawatan ortodonti sebanyak 32 gigi

• Saline 0,9% (MJB Pharma)

• Gips untuk penanaman gigi (Super gips)

• Sodium hypochloride 5,25% (Cerkamed, Polska)

• EDTA 17% (Cerkamed, Polska)

• Paper point (Sure Dent, Korea)

• Gutta-percha Mtwo (VDW, Germany)

• Sealer AH Plus (Dentsply DeTrey, Germany)

• MTA (Cerkamed Medical Company, Stalowa, Poland)

• Biodentine ( Septodont )

• RMGIC (Ionoseal, VOCO GmbH, Germany)

• SDR (Smart Dentin Replacement) (Dentsply DeTrey)

• Bahan etching (Spident)

• Sistem adhesif total etch (Single Bond Universal, 3M ESPE)

• Basic Fuchsin 0,5%

• Bahan nail varnish (Pixy)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 4.2 Alat dan bahan penelitian

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Persiapan Sampel

Sampel berjumlah 32 gigi premolar mandibula baik gigi premolar satu atau

gigi premolar dua yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti dibersihkan secara

manual dengan menggunakan ultrasonic scaler (Gambar 4.3 a), kemudian sampel

dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berisikan larutan saline dan dibiarkan

dalam keadaan terendam sampai saat akan digunakan (Gambar 4.3 b). Selanjutnya,

sampel dibagi menjadi 8 kelompok secara random dan setiap kelompok perlakuan

berjumlah 4 sampel serta ditanam ke dalam balok gips untuk memudahkan preparasi

akses kavitas, preparasi saluran akar, pengisian saluran akar (obturasi), dan aplikasi

bahan intra-orifice barrier.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(a) (b)
Gambar 4.3 Pembersihan sampel dengan ultrasonic scaler (a) dan perendaman
sampel ke dalam wadah plastik yang berisikan larutan saline (b).

4.7.2 Prosedur perawatan saluran akar

Gigi dibuat outline form untuk preparasi akses kavitas dengan bur open access

dan fissure tapered, dilanjutkan dengan penentuan panjang kerja dengan bantuan K-

file no. 10 atau 15, kemudian dikonfirmasi dengan radiografi periapikal. Selanjutnya

dilakukan preparasi saluran akar dengan instrumen rotary Mtwo dari ukuran file

10/.04 s/d 25/.06, irigasi dengan sodium hypochlorite 5,25% setiap pergantian file,

diakhiri dengan larutan EDTA 17% selama 60 detik, dan bilas dengan saline.

Kemudian, saluran akar gigi dikeringkan dengan paper point dan dilakukan fitting

Master Apical Cone lalu konfirmasi radiografi periapikal. Setelah itu, dilakukan

obturasi dengan teknik warm compaction dan bahan intra-orifice barrier

diaplikasikan ke dalam orifisi (Gambar 4.4).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 4.4 Tahapan prosedur perawatan saluran akar.

4.7.3 Prosedur aplikasi bahan intra-orifice barrier

Kelompok A1

Pada kelompok A1, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-

percha dibuang pada bagian koronal sedalam 2 mm dari orifisi dengan alat hot

plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Bagian koronal tersebut

dibersihkan dengan alkohol dan air destilasi dan dikeringkan dengan semprotan

angin. Bahan MTA diaduk sesuai instruksi pabrik, kemudian diaplikasikan ke dalam

orifisi dengan bantuan MAP system setebal 2 mm. Setelah itu, kavitas ditutup dengan

cotton pellet lembab dan ditumpat dengan tumpatan sementara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok A2

Pada kelompok A2, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-

percha dibuang pada bagian koronal sedalam 3 mm dari orifisi dengan alat hot

plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Bagian koronal tersebut

dibersihkan dengan alkohol dan air destilasi dan dikeringkan dengan semprotan

angin. Bahan MTA diaduk sesuai instruksi pabrik, kemudian diaplikasikan ke dalam

orifisi dengan bantuan MAP system setebal 3 mm. Setelah itu, kavitas ditutup dengan

cotton pellet lembab dan ditumpat dengan tumpatan sementara.

Kelompok B1

Pada kelompok B1, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-

percha dibuang pada bagian koronal sedalam 2 mm dari orifisi dengan alat hot

plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Bagian koronal tersebut

dibersihkan dengan alkohol dan air destilasi dan dikeringkan dengan semprotan

angin. Bahan Biodentine diaduk sesuai instruksi pabrik, kemudian diaplikasikan ke

dalam orifisi dengan bantuan MAP system setebal 2 mm. Setelah itu, kavitas ditutup

dengan cotton pellet dan ditumpat dengan tumpatan sementara.

Kelompok B2

Pada kelompok B2, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-

percha dibuang pada bagian koronal sedalam 3 mm dari orifisi dengan alat hot

plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Bagian koronal tersebut

dibersihkan dengan alkohol dan air destilasi dan dikeringkan dengan semprotan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


angin. Bahan Biodentine diaduk sesuai instruksi pabrik, kemudian diaplikasikan ke

dalam orifisi dengan bantuan MAP system setebal 3 mm. Setelah itu, kavitas ditutup

dengan cotton pellet dan ditumpat dengan tumpatan sementara.

Kelompok C1

Pada kelompok C1, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-

percha dibuang pada bagian koronal sedalam 2 mm dari orifisi dengan alat hot

plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Sediaan RMGIC dalam bentuk

syringe langsung diaplikasikan ke dalam orifisi setebal 2 mm dan di light curing

selama 20 detik. Setelah itu, kavitas ditutup dengan cotton pellet dan ditumpat dengan

tumpatan sementara.

Kelompok C2

Pada kelompok C2, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-

percha dibuang pada bagian koronal sedalam 3 mm dari orifisi dengan alat hot

plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Sediaan RMGIC dalam bentuk

syringe langsung diaplikasikan ke dalam orifisi setebal 3 mm dan di light curing

selama 20 detik. Setelah itu, kavitas ditutup dengan cotton pellet dan ditumpat dengan

tumpatan sementara.

Kelompok D1

Pada kelompok D1, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-

percha dibuang pada bagian koronal sedalam 2 mm dari orifisi dengan alat hot

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Kavitas dietsa dengan 37%

phosphoric acid selama 15 detik, dibilas dengan air selama 10 detik, keringkan

dengan cotton pellet, aplikasi bahan bonding, dan light curing selama 20 detik. Bahan

sediaan SDR dalam bentuk kompul, dipasangkan ke gun applicator, diaplikasikan

setebal 2 mm, dan di light curing selama 20 detik. Setelah itu, kavitas ditutup dengan

cotton pellet dan ditumpat dengan tumpatan sementara.

Kelompok D2

Pada kelompok D2, 4 sampel gigi yang telah dilakukan obturasi lalu gutta-

percha dibuang pada bagian koronal sedalam 3 mm dari orifisi dengan alat hot

plugger dan diverifikasi dengan bantuan alat probe. Kavitas dietsa dengan 37%

phosphoric acid selama 15 detik, dibilas dengan air selama 10 detik, keringkan

dengan cotton pellet, aplikasi bahan bonding, dan light curing selama 20 detik. Bahan

sediaan SDR dalam bentuk kompul, dipasangkan ke gun applicator, diaplikasikan

setebal 3 mm, dan di light curing selama 20 detik. Setelah itu, kavitas ditutup dengan

cotton pellet dan ditumpat dengan tumpatan sementara.

4.7.4 Proses thermocycling

Proses thermocycling dilakukan dengan terlebih dahulu memasukkan sampel

ke dalam beaker glass yang berisikan es bersuhu 5oC, diamkan selama 15 detik dan

selanjutnya dipindahkan dengan waktu transfer 5 detik ke dalam waterbath bersuhu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55oC, diamkan selama 15 detik yang dilakukan secara berulang sebanyak 200 kali

putaran.

4.7.5 Pemotongan mahkota gigi, pelapisan wax dan nail varnish, dan

perendaman sampel dalam larutan Basic Fuchsin 0,5%

Setelah proses thermocycling selesai, seluruh sampel dilakukan pemotongan

mahkota gigi sampai batas Cemento-Enamel Junction (CEJ) dengan disc bur.

Selanjutnya, permukaan akar gigi seluruh sampel ditutupi dengan wax dan seluruh

permukaan akar gigi dilapisi dengan 2 lapis cat kuku (nail varnish) kecuali 1 mm di

daerah intra-orifice barrier. Kemudian dibiarkan mengering di udara terbuka hingga

tidak terasa lengket lagi. Setelah itu, lakukan perendaman di dalam larutan Basic

Fuchsin 0,5% selama 24 jam pada suhu kamar ( Gambar 4.5). Selanjutnya, seluruh

gigi dibersihkan dari zat warna pada air mengalir dan dikeringkan.

Gambar 4.5 Perendaman sampel dalam larutan Basic Fuchsin 0,5% selama 24 jam.

4.7.6 Pengukuran kebocoran mikro

Sampel ditempatkan pada bais sebagai penahan, kemudian sampel dibelah

dalam arah buko-lingual dengan menggunakan disc bur tanpa water-cooling untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mencegah larutnya dye. Pengamatan celah mikro dilakukan dengan melihat penetrasi

zat warna Basic Fuchsin 0,5% antara dinding dentin saluran akar dengan bahan intra-

orifice barrier. Pengamatan skor kebocoran mikro dilakukan oleh 2 (dua) orang

pengamat untuk menghindari terjadinya subjektivitas dengan blind method.

Derajat kebocoran mikro ditentukan melalui skor kebocoran mikro dengan

skor 0-4 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Salim dkk (2015). Selanjutnya,

pengamatan secara mendetail kebocoran mikro dilihat dengan menggunakan

Scanning Electron Microscope (SEM).

4.8 Analisa Data

Data skor kebocoran mikro yang diperoleh diolah secara komputerisasi dan

dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks untuk mengetahui apakah

ada perbedaan diantara kedua pengamat tersebut. Selanjutnya, dilakukan uji statistik

non-parametrik yaitu uji Kruskal Wallis Test dengan derajat kemaknaan (α = 0,05)

untuk mengetahui perbedaan diantara seluruh kelompok perlakuan terhadap

kebocoran mikro dan uji Mann-Whitney Test untuk mengetahui perbedaan kebocoran

mikro pada masing-masing kelompok perlakuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada 32 sampel gigi premolar mandibula yang

dilakukan perawatan endodontik, kemudian diaplikasikan bahan intra-orifice barrier

berdasarkan empat macam bahan yaitu MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR dengan

ketebalan bahan yaitu 2 mm dan 3 mm, yang dibagi secara random ke dalam 8

kelompok yaitu (1) kelompok A1 (MTA 2 mm); (2) kelompok A2 (MTA 3 mm); (3)

kelompok B1 (Biodentine 2 mm); (4) kelompok B2 (Biodentine 3 mm); (5) kelompok

C1 (RMGIC 2 mm); (6) kelompok C2 (RMGIC 3 mm); (7) kelompok D1 (SDR 2

mm); dan (8) kelompok D2 (SDR 3 mm).

Semua sampel penelitian dilakukan thermocycling, pemotongan mahkota gigi,

pelapisan akar gigi dengan wax dan nail varnish, perendaman sampel dalam larutan

Basic Fuchsin 0,5%, pemotongan akar gigi dalam arah buko-lingual, dan

pemeriksaan kebocoran mikro melalui penetrasi zat warna Basic Fuchsin 0,5% antara

dinding saluran akar dengan bahan intra-orifice barrier.

Uji kebocoran mikro yang dilakukan terhadap sampel melalui penetrasi zat

warna dengan menggunakan dye penetration scoring dan dari setiap kelompok

penelitian diambil 1 sampel dengan skor kebocoran mikro yang paling rendah dan

diamati secara mikroskopis dengan Scanning Electron Microscope (SEM).

Pengamatan klinis skor kebocoran mikro dilakukan oleh 2 (dua) orang pengamat agar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengurangi subjektifitas pengamat yang dapat memengaruhi data dan hasilnya diuji

dengan Wilcoxon Signed Ranks.

Tabel 5.1 Hasil uji Wilcoxon Signed Ranks terhadap 2 (dua) orang pengamat

skor kebocoran mikro (p<0.05 = *).

Kelompok Ketebalan Bahan n Nilai p


A1 (2 mm) 4
A (MTA)
A2 (3 mm) 4
B1 (2 mm) 4
B (Biodentine)
B2 (3 mm) 4
0.564
C1 (2 mm) 4
C (RMGIC)
C2 (3 mm) 4
D1 (2 mm) 4
D (SDR)
D2 (3 mm) 4

Dari Tabel 5.1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna

secara statistik (p>0.05) terhadap skor kebocoran mikro antara hasil pengamat

pertama dengan pengamat kedua dengan nilai p = 0.564. Oleh karena itu, data skor

kebocoran mikro dari pengamat pertama yang digunakan untuk analisis selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 5.2 Skor kebocoran mikro melalui penetrasi zat warna pada seluruh
kelompok penelitian.
Skor Kebocoran Mikro
Ketebalan
Kelompok n
Bahan 0 1 2 3 4
A1 (2 mm) 4 - 1 2 1 -
A (MTA)
A2 (3 mm) 4 - 3 - - 1
B1 (2 mm) 4 - 2 - - 2
B (Biodentine)
B2 (3 mm) 4 2 1 - 1 -
C1 (2 mm) 4 - - - 2 2
C (RMGIC)
C2 (3 mm) 4 - 2 - 1 1
D1 (2 mm) 4 - 2 1 1 -
D (SDR)
D2 (3 mm) 4 - 2 2 - -

Keterangan :
Skor 0 = Tidak adanya penetrasi zat warna.
Skor 1 = Penetrasi zat warna hingga mencapai ¼ dari ketebalan bahan intra-orifice
barrier.
Skor 2 = Penetrasi zat warna mulai dari ¼ hingga ½ dari ketebalan bahan intra-
orifice barrier.
Skor 3 = Penetrasi zat warna mulai dari ½ hingga ¾ dari ketebalan bahan intra-
orifice barrier.
Skor 4 = Penetrasi zat warna mulai dari ¾ sampai lantai bahan intra-orifice
barrier.

Dari Tabel 5.2 terlihat bahwa skor kebocoran mikro yang terjadi antara

dinding saluran akar dengan bahan intra-orifice barrier, yaitu :

1. Kelompok A1 (MTA 2 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 1

sebanyak 1 (satu) sampel. Hasil pengamatan klinis dan mikroskopis kebocoran

mikro ditunjukkan oleh Gambar 5.1 (a) dan (b).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(a)
(b)

Gambar 5.1 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok A1 (MTA 2 mm) dengan
skor kebocoran mikro adalah 1.

2. Kelompok A2 (MTA 3 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 1

sebanyak 3 (tiga) sampel. Hasil pengamatan klinis dan mikroskopis kebocoran

mikro ditunjukkan oleh Gambar 5.2 (a) dan (b).

(a)
(b)

Gambar 5.2 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok A2 (MTA 3 mm) dengan
skor kebocoran mikro adalah 1.

3. Kelompok B1 (Biodentine 2 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor

1 sebanyak 2 (dua) sampel. Hasil pengamatan klinis dan mikroskopis kebocoran

mikro ditunjukkan oleh Gambar 5.3 (a) dan (b).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(a) (b)

Gambar 5.3 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok B1 (Biodentine 2 mm)
dengan skor kebocoran mikro adalah 1.

4. Kelompok B2 (Biodentine 3 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor

0 sebanyak 2 (dua) sampel. Hasil pengamatan klinis dan mikroskopis tanpa

adanya kebocoran mikro ditunjukkan oleh Gambar 5.4 (a) dan (b).

(a)
(b)

Gambar 5.4 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) tanpa penetrasi zat warna pada kelompok B2 (Biodentine 3
mm) dengan skor kebocoran mikro adalah 0.

5. Kelompok C1 (RMGIC 2 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 3

sebanyak 2 (dua) sampel. Hasil pengamatan klinis dan mikroskopis kebocoran

mikro ditunjukkan oleh Gambar 5.5 (a) dan (b).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(a)
(b)

Gambar 5.5 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok C1 (RMGIC 2 mm)
dengan skor kebocoran mikro adalah 3.

6. Kelompok C2 (RMGIC 3 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 1

sebanyak 2 (dua) sampel. Hasil pengamatan klinis dan mikroskopis kebocoran

mikro ditunjukkan oleh Gambar 5.6 (a) dan (b).

(a)
(b)

Gambar 5.6 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok C2 (RMGIC 3 mm)
dengan skor kebocoran mikro adalah 1.

7. Kelompok D1 (SDR 2 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 1

sebanyak 2 (dua) sampel. Hasil pengamatan klinis dan mikroskopis kebocoran

mikro ditunjukkan oleh Gambar 5.7 (a) dan (b).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(a)
(b)

Gambar 5.7 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok D1 (SDR 2 mm) dengan
skor kebocoran mikro adalah 1.

8. Kelompok D2 (SDR 3 mm), diperoleh skor yang paling rendah adalah skor 1

sebanyak 2 (dua) sampel. Hasil pengamatan klinis dan mikroskopis kebocoran

mikro ditunjukkan oleh Gambar 5.8 (a) dan (b).

(a)
(b)

Gambar 5.8 Hasil pengamatan klinis (a) dan mikroskopis SEM dengan perbesaran
500x (b) penetrasi zat warna pada kelompok D2 (SDR 3 mm) dengan
skor kebocoran mikro adalah 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 5.3 Rerata dan standar deviasi skor kebocoran mikro pada seluruh
kelompok penelitian.

Kelompok Ketebalan Bahan n Rerata ± Standar Deviasi


A1 (2 mm) 4 2 ± 0.816
A (MTA)
A2 (3 mm) 4 1.75 ± 1.5
B1 (2 mm) 4 2.5 ± 1.732
B (Biodentine)
B2 (3 mm) 4 1 ± 1.414
C1 (2 mm) 4 3.5 ± 0.577
C (RMGIC)
C2 (3 mm) 4 2.25 ± 1.5
D1 (2 mm) 4 1.75 ± 0.957
D (SDR)
D2 (3 mm) 4 1.5 ± 0.577

Dari Tabel 5.3 terlihat bahwa gambaran rerata dan standar deviasi skor

kebocoran mikro dari masing-masing kelompok penelitian. Berdasarkan ketebalan

bahan intra-orifice barrier, urutan rerata skor kebocoran mikro dari yang terkecil

sampai terbesar pada ketebalan 2 mm yaitu SDR (1.75), MTA (2), Biodentine (2.5),

dan RMGIC (3.5). Sedangkan pada ketebalan 3 mm, urutan rerata skor kebocoran

mikro dari yang terkecil sampai terbesar yaitu Biodentine (1), SDR (1.5), MTA

(1.75), dan RMGIC (2.25).

Tabel 5.4 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-
orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm (p<0.05 = *)
Median ±
Variabel n Nilai p
Interquartile Range
Kelompok A1 (MTA 2 mm) 4 2 ± 2
Kelompok B1 (Biodentine 2 mm) 4 2.5 ± 3
0.185
Kelompok C1 (RMGIC 2 mm) 4 3.5 ± 1
Kelompok D1 (SDR 2 mm) 4 1.5 ± 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari Tabel 5.4 terlihat bahwa kebocoran mikro di antara kelompok bahan

intra-orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm, menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0.05) secara statistik dengan nilai p = 0.185.

Berdasarkan hasil pada Tabel 5.4 tersebut, hasil analisis statistik dilanjutkan

dengan uji statistik Mann-Whitney untuk melihat apakah ada perbedaan kebocoran

mikro antara dua bahan intra-orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2

mm. Hasil uji statistik Mann-Whitney dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kelompok bahan intra-orifice
barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm (p<0.05 = *)
Variabel n Median ± Interquartile Range Nilai p
Kelompok A1 4 2 ± 2
0.765
Kelompok B1 4 2.5 ± 3
Kelompok A1 4 2 ± 2
0.036*
Kelompok C1 4 3.5 ± 1
Kelompok A1 4 2 ± 2
0.647
Kelompok D1 4 1.5 ± 2
Kelompok B1 4 2.5 ± 3
0.533
Kelompok C1 4 3.5 ± 1
Kelompok B1 4 2.5 ± 3
0.536
Kelompok D1 4 1.5 ± 2
Kelompok C1 4 3.5 ± 1
0.036*
Kelompok D1 4 1.5 ± 2

Keterangan :
A1 = MTA 2 mm
B1 = Biodentine 2 mm
C1 = RMGIC 2 mm
D1 = SDR 2 mm

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna

(p<0.05) secara statistik terhadap kebocoran mikro antara bahan MTA dengan

RMGIC dan RMGIC dengan SDR pada ketebalan bahan 2 mm.

Tabel 5.6 Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-
orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 3 mm (p<0.05 = *)
Median ±
Variabel n Nilai p
Interquartile Range
Kelompok A2 (MTA 3 mm) 4 1 ± 2
Kelompok B2 (Biodentine 3 mm) 4 0.5 ± 2
0.492
Kelompok C2 (RMGIC 3 mm) 4 2 ± 3
Kelompok D2 (SDR 3 mm) 4 1.5 ± 1

Dari Tabel 5.6 terlihat bahwa kebocoran mikro di antara kelompok bahan

intra-orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 3 mm, menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0.05) secara statistik dengan nilai p = 0.492.

Berdasarkan hasil pada Tabel 5.6 tersebut, hasil analisis statistik dilanjutkan

dengan uji statistik Mann-Whitney untuk melihat apakah ada perbedaan kebocoran

mikro antara dua bahan intra-orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 3

mm. Hasil uji statistik Mann-Whitney dapat dilihat pada Tabel 5.7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 5.7 Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kelompok bahan intra-orifice
barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 3 mm (p<0.05 = *)
Median ±
Variabel n Nilai p
Interquartile Range
Kelompok A2 4 1 ± 2
0.278
Kelompok B2 4 0.5 ± 2
Kelompok A2 4 1 ± 2
0.617
Kelompok C2 4 2 ± 3
Kelompok A2 4 1 ± 2
0.739
Kelompok D2 4 1.5 ± 1
Kelompok B2 4 0.5 ± 2
0.178
Kelompok C2 4 2 ± 3
Kelompok B2 4 0.5 ± 2
0.369
Kelompok D2 4 1.5 ± 1
Kelompok C2 4 2 ± 3
0.536
Kelompok D2 4 1.5 ± 1

Keterangan :
A2 = MTA 3 mm
B2 = Biodentine 3 mm
C2 = RMGIC 3 mm
D2 = SDR 3 mm

Hasil pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna

(p>0.05) secara statistik terhadap kebocoran mikro antara dua bahan intra-orifice

barrier yang berbeda pada ketebalan 3 mm.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 5.8 Hasil uji statistik Mann-Whitney antara dua kelompok bahan intra-
orifice barrier yang sama dengan ketebalan bahan yang berbeda
yaitu 2 mm dan 3 mm (p<0.05 = *)
Median ±
Variabel n Nilai p
Interquartile Range
Kelompok A1 (MTA 2 mm) 4 2 ± 2
0.439
Kelompok A2 (MTA 3 mm) 4 1 ± 2
Kelompok B1 (Biodentine 2 mm) 4 2.5 ± 3
0.134
Kelompok B2 (Biodentine 3 mm) 4 0.5 ± 2
Kelompok C1 (RMGIC 2 mm) 4 3.5 ± 1
0.222
Kelompok C2 (RMGIC 3 mm) 4 2 ± 3
Kelompok D1 (SDR 2 mm) 4 1.5 ± 2
0.752
Kelompok D2 (SDR 3 mm) 4 1.5 ± 1

Keterangan :
A1 = MTA 2 mm C1 = RMGIC 2 mm
A2 = MTA 3 mm C2 = RMGIC 3 mm
B1 = Biodentine 2 mm D1 = SDR 2 mm
B2 = Biodentine 3 mm D2 = SDR 3 mm

Dari hasil Tabel 5.8 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna

(p>0.05) secara statistik terhadap kebocoran mikro antara dua bahan intra-orifice

barrier yang sama dengan ketebalan bahan yang berbeda.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 6

PEMBAHASAN

Keberhasilan perawatan endodontik tidak sepenuhnya tergantung pada

debridement yang cukup dan pengisian saluran akar yang baik. Pencegahan

kebocoran juga sangat penting untuk mempertahankan kerapatan yang baik dari

sistem saluran akar. Restorasi mahkota merupakan syarat penting untuk keberhasilan

endodontik jangka panjang. Bahan penutupan mahkota seharusnya memberikan

kemampuan penutupan (sealing ability) yang stabil dan tidak mengalami kebocoran.

Kerusakan dari restorasi sementara atau permanen selama atau setelah perawatan

saluran akar merupakan penyebab utama kebocoran mahkota. Kebocoran mahkota

setelah selesainya perawatan saluran akar gigi telah diketahui sebagai salah satu

alasan yang paling penting kegagalan perawatan endodontik (Sun Lee dkk., 2015).

Bahan pengisian saluran akar konvensional seperti gutta percha dan sealer

memiliki ketahanan yang minimal terhadap kebocoran mikro bakteri. Berdasarkan

alasan ini, maka bagian koronal dari saluran akar harus ditutup serapat mungkin.

Penggunaan bahan untuk menutup orifisi sebagai intra-orifice barrier selain restorasi

mahkota, dapat mencegah masuknya bakteri jika restorasi tersebut sudah rusak atau

tidak baik (Ghulman dkk., 2012; Yavari dkk., 2012; Sun Lee dkk., 2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Meskipun penelitian-penelitian sebelumnya mendukung efektivitas dari intra-

orifice barrier, namun tidak ada konsensus mengenai protokol atau bahan yang

digunakan sebagai intra-orifice barrier setelah perawatan saluran akar. Beberapa

penulis telah melaporkan hasil yang bertentangan tentang kemampuan penutupan dari

bahan yang berbeda ketika digunakan sebagai intra-orifice barrier. Oleh karena itu,

upaya sedang dilakukan untuk memperkenalkan bahan yang lebih berkualitas dengan

potensi untuk memberikan kerapatan yang tahan lama (Yavari dkk., 2012).

Pada penelitian ini, empat bahan restoratif yang digunakan sebagai bahan

intra-orifice barrier yaitu MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR untuk

membandingkan kemampuan penutupan dari masing-masing bahan tersebut dengan

melihat penetrasi zat warna Basic Fuchsin 0,5% yang dicatat dalam skor kebocoran

mikro 0-4 sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Salim dkk (2015). Setelah itu,

dilakukan pengamatan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk melihat

kebocoran mikro secara lebih mendetail. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat

persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran USU Medan

dengan No : 318/TGL/KEPK FK USU-RSUP HAM/2018.

Berbagai metode eksperimental in vitro digunakan untuk mengevaluasi

kebocoran mikro melalui pengisian saluran akar. Pada penelitian ini, digunakan

metode penetrasi zat warna karena metode ini mudah, sederhana, ekonomis, dan sifat

pewarnaan yang baik (Parekh dkk., 2014; Sun Lee dkk., 2015). Zat warna yang

digunakan pada penelitian ini adalah larutan Basic Fuchsin 0,5% karena memiliki

berat molekul yang lebih rendah dibandingkan dengan bakteri. Oleh karena itu, uji

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kebocoran mikro melalui penetrasi zat warna kadang-kadang mendeteksi kebocoran

yang mana bakteri tidak dapat penetrasi.

Dari hasil penelitian ini (Tabel 5.2) terlihat bahwa skor kebocoran mikro

melalui penetrasi zat warna pada seluruh kelompok penelitian menunjukkan bahwa

hampir seluruh kelompok penelitian mengalami kebocoran mikro, kecuali 2 (dua)

sampel pada kelompok B2 (Biodentine 3 mm). Hal ini menunjukkan bahwa tak ada

satu pun bahan yang dapat menahan kebocoran mikro secara sempurna. Hasil

penelitian ini didukung oleh penelitian Ozyurek dkk (2016) yang membandingkan

kebocoran mikro dari bahan MTA Angelus, Filtek Ultimate light-cured flowable

composite resin, Filtek Z250 light-cured composite resin, dan SDR dengan ketebalan

bahan intra-orifice barrier 3 mm. Hasilnya adalah keempat bahan tersebut juga

mengalami kebocoran mikro. Oleh karena itu, penelitian-penelitian masih terus

berlanjut untuk mencari bahan yang paling ideal untuk dijadikan sebagai bahan intra-

orifice barrier yang memiliki kemampuan penutupan yang baik dan tahan lama.

Hasil uji statistik Kruskal-Wallis terhadap kebocoran mikro di antara

kelompok bahan intra-orifice barrier yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm dan 3

mm, dapat dilihat pada Tabel 5.4 dan Tabel 5.6 menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan yang bermakna (p>0.05) secara statistik antara bahan MTA, Biodentine,

RMGIC, dan SDR terhadap kebocoran mikro. Hal ini menunjukkan bahwa bahan

MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR memiliki kemampuan penutupan yang hampir

sama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari hasil uji statistik Mann-Whitney (Tabel 5.5) diperoleh bahwa ada

perbedaan yang bermakna (p<0.05) secara statistik antara bahan MTA dengan

RMGIC dan RMGIC dengan SDR terhadap kebocoran mikro pada ketebalan bahan 2

mm. Hal ini menunjukkan bahwa MTA dan SDR memiliki kebocoran mikro yang

lebih kecil dibandingkan dengan RMGIC berdasarkan rerata skor kebocoran mikro

yang dapat dilihat pada Tabel 5.3 dan SDR memiliki kebocoran mikro terkecil pada

ketebalan 2 mm. Hal ini diperkuat juga dari gambaran Scanning Electron Microscope

(SEM) yang menunjukkan bahwa bahan SDR (kelompok D1) memiliki celah

kebocoran mikro yang paling kecil dibandingkan dengan MTA, Biodentine, dan

RMGIC.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Ozyurek dkk (2016) yang mengevaluasi

kebocoran mikro dari bahan MTA Angelus, Filtek Ultimate light-cured flowable

composite resin, Filtek Z250 light-cured composite resin, dan SDR dengan ketebalan

bahan intra-orifice barrier 3 mm. Hasilnya adalah bahan MTA Angelus dan SDR

menunjukkan ketahanan kebocoran yang lebih baik dibandingkan dengan resin

komposit flowable dan resin komposit. Berdasarkan intergritas marginal, Orlowski

dkk (2015) membandingkan Filtek Bulk Fill, SDR, Sonic Fill, dan Tetric EvoCeram

Bulk Fill yang menunjukkan bahwa SDR memiliki penutupan marginal (marginal

sealing) yang paling baik. Hal ini dikarenakan bahan SDR memiliki sifat self-leveling

dan konsistensi flowable yang memungkinkan adaptasi yang rapat ke dinding kavitas.

Selain itu, SDR mengandung urethane di-methacrylate pada komposisinya yang

berperan untuk mengurangi polimerisasi shrinkage dan stress.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Akan tetapi, penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Parolia dkk.

yang membandingkan kemampuan penutupan dari bahan MTA, Tetric Flow, GIC,

dan RMGIC sebagai bahan intra-orifice barrier dengan ketebalan bahan 3,5 mm.

Hasilnya adalah secara signifikan RMGIC memiliki kemampuan penutupan yang

lebih baik dibandingkan dengan MTA. Hal ini mungkin dikarenakan ada perbedaan

di dalam perlakuan terhadap sampel penelitian RMGIC.

RMGIC pada hasil penelitian ini menunjukkan skor kebocoran tertinggi baik

pada ketebalan bahan 2 mm dan 3 mm. Hal ini dikarenakan kelompok RMGIC pada

penelitian ini tanpa adanya aplikasi etsa dan bahan adhesive sebelum diaplikasikan

bahan RMGIC. Wang dkk. (2006) menyatakan bahwa RMGIC membutuhkan surface

pre-treatment.

Hal tersebut didukung oleh penelitian Bayrak dkk., 2012 yang meneliti efek

surface pre-treatment pada restorasi RMGIC terhadap kebocoran mikro, menyatakan

bahwa surface pre-treatment pada restorasi RMGIC dengan etch & rinse adhesives

menunjukkan skor kebocoran mikro yang paling kecil.

Pereira dkk juga menemukan bahwa penggunaan sistem adhesif digabungkan

dengan RMGIC menunjukkan kekuatan ikatan yang lebih tinggi terhadap dentin.

Aplikasi sistem adhesif mampu penetrasi ke matriks dentin yang demineralisasi untuk

membentuk lapisan hibrida, mengoptimalkan mechanical interlocking antara bahan

restorasi dan substrat gigi, sehingga mengurangi kebocoran mikro.

Kemudian hasil uji statistik Mann-Whitney (Tabel 5.6) diperoleh bahwa tidak

ada perbedaan yang bermakna (p>0.05) secara statistik antara bahan MTA,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Biodentine, RMGIC, dan SDR terhadap kebocoran mikro pada ketebalan bahan 3

mm. Akan tetapi, berdasarkan rerata skor kebocoran mikro (Tabel 5.3) terlihat bahwa

Biodentine memiliki kemampuan penutupan yang paling baik pada ketebalan bahan 3

mm.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yahya (2015) membandingkan

kemampuan penutupan dari MTA, Biodentine, dan GIC sebagai bahan penutupan

perforasi furkasi, menunjukkan bahwa Biodentine memiliki kebocoran mikro yang

paling kecil. Samuel dkk (2016) juga membandingkan kemampuan penutupan MTA

dan Biodentine untuk penutupan perforasi furkasi pada gigi molar desidui yang

menunjukkan bahwa Biodentine memiliki kebocoran mikro yang lebih kecil

dibandingkan dengan MTA dan mungkin sebagai alternatif terhadap MTA.

Biodentine sangat menyerupai MTA pada komposisi dasarnya. Pabrikan

mengklaim bahwa dengan penambahan setting accelerator dan softener, maka

meningkatkan sifat fisis bahan tersebut menjadi lebih mudah digunakan karena lebih

cepat mengeras dan lebih rendah risiko kontaminasi bakteri yang menjadikan lebih

unggul terhadap MTA.

Pada penelitian ini, ketebalan bahan intra-orifice barrier yang digunakan

yaitu 2 mm dan 3 mm. Hal ini didasarkan pada beberapa data studi sebelumnya yang

menggunakan salah satu dari dua ketebalan tersebut, yang kelihatannya lebih masuk

akal dan cocok untuk bahan-bahan barrier. Namun, ada juga yang

merekomendasikan ketebalan bahan antara 3-4 mm untuk dijadikan sebagai intra-

orifice barrier. Akan tetapi, faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kemungkinan pembuangan bahan intra-orifice barrier yang lebih mudah jika

diperlukan re-treatment.

Hasil uji statistik Mann-Whitney (Tabel 5.7) menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan yang bermakna (p>0.05) secara statistik terhadap kebocoran mikro antara

bahan intra-orifice barrier yang sama dengan ketebalan bahan yang berbeda yaitu 2

mm dan 3 mm. Hal ini menunjukkan bahwa MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR

dengan ketebalan bahan 2 mm dan 3 mm memiliki kebocoran mikro atau kemampuan

penutupan yang sama.

Akan tetapi, berdasarkan rerata skor kebocoran mikro, bahan intra-orifice

barrier yang sama dengan ketebalan bahan 3 mm menunjukkan skor kebocoran yang

lebih kecil dibandingkan dengan ketebalan bahan 2 mm.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan

yang bermakna (p>0.05) terhadap kemampuan penutupan (sealing ability) antara

bahan intra-orifice barrier yang berbeda (MTA, Biodentine, RMGIC, dan SDR) baik

pada ketebalan bahan 2 mm dan 3 mm. Hal ini menunjukkan bahwa keempat bahan

tersebut memiliki kemampuan penutupan yang hampir sama. Namun, SDR dan

Biodentine memiliki rerata kebocoran mikro (microleakage) yang paling kecil

sehingga memiliki kemampuan penutupan yang paling baik, masing-masing pada

ketebalan bahan 2 mm dan 3 mm.

Selain itu, secara statistik juga tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap

kemampuan penutupan antara bahan intra-orifice barrier yang sama dengan

ketebalan bahan yang berbeda (2 mm dan 3 mm). Dapat disimpulkan bahwa MTA,

Biodentine, RMGIC, dan SDR dengan ketebalan bahan 2 mm dan 3 mm memiliki

kebocoran mikro atau kemampuan penutupan yang sama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengemukakan beberapa

saran sebagai masukan untuk penelitian berikutnya agar diperoleh hasil yang lebih

akurat dan teliti sebagai berikut :

1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan sampel penelitian yang

lebih banyak agar hasil penelitian yang diperoleh menjadi lebih akurat dan dapat

memberikan gambaran terhadap situasi yang sebenarnya.

2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan membandingkan bahan-bahan

Kedokteran Gigi lainnya yang memiliki sealing ability yang lebih baik lagi

sehingga dapat dijadikan sebagai bahan intra-orifice barrier dengan

mempertimbangkan juga harga yang lebih ekonomis dan mudah untuk

pengaplikasiannya.

3. Pada penelitian selanjutnya diharapkan penggunaan sampel penelitian yang

freshly extracted, ketebalan bahan yang lain seperti 3 mm dan 4 mm, dan kondisi

besarnya orifisi yang disamakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Amlani H, Hegde V. Microleakage : Apical Seal vs Coronal Seal. World J Dent


2013; 4(2): 113-6.

Bayrak S, Sen Tunc E, Tuloglu N. The Effects of Surface Pretreatment on the


Microleakage of Resin-Modified Glass-Ionomer Cement Restorations. J Clin
Pediatric Dent 2012; 36(3): 279-84.

Bayram HM, Celikten B, Bayram E, Bozkurt A. Fluid flow evaluation of coronal


microleakage intraorifice barrier materials in endodontically treated teeth. European
J Dent 2013; 7(3): 359-62.

Berzins DW, Abey S, Costache MC, Wilkie CA, Roberts HW. Resin-modified Glass-
ionomer Setting Reaction Competition. J Dent Res 2010; 89(1): 82-6.

Damman D, Grazziotin-Soares R, Farina AP, Cecchin D. Coronal microleakage of


restorations with or without cervical barrier in root-filled teeth. Rev Odonto Cienc
2012; 27(3): 208-12.

Elumalai D, Kapoor B, Tewrai RK, Mishra SK. Comparison of mineral trioxide


aggregate and biodentine for management of open apices. J of Interdesciplinary
Dent. 2015; 5(3): 131–5.

Ghulman MA, Gomaa M. Effect of Intra-Orifice Depth on Sealing Ability of Four


Materials in the Orifices of Root-Filled Teeth : An Ex-Vivo Study. Int J Dent 2012: 1-
7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Grech L, Mallia B, Camilleri J. Investigation of the physical properties of tricalcium
silicate cement-based root-end filling materials. Dent Mater. 2013; 29(2): 20–8.

Jaiswal P, Jain A, Motlani M, Agarwal G, Sharma V, Bhatnagar A. Comparative


evaluation of sealing ability of light cure glass ionomer cement and light cure
composite as coronal sealing material : An in vitro study. J Int Clin Dent Res Organ
2017; 9: 12-5.

Kaur M, Singh H, Dhillon JS, Batra M, Saini M. MTA versus Biodentine : Review of
Literature with a Comparative Analysis. J Clin and Diag Research 2017; 11(8): 1-5.

Khan S, Fareed MA, Kaleem M, Ud Din S, Iqbal K. An Updated Rewiew of Mineral


Trioxide Aggregate Part-1 : Compositional Analysis, Setting Reaction, and Physical
Properties. JPDA 2014; 23(4): 140-7.

Machtou P. Apical seal versus coronal seal. Int Dent; 2(6): 6-15.

Macwan C, Deshpande A. Mineral trioxide aggregate (MTA) in dentistry: A review


of literature. J Oral Res Rev 2014; 6(2): 71-4.

Magdy N, Hegazi H, Zaghlot N. Clinical Investigation of Nano-hybrid Resin


Composite Lined with Smart Dentin Replacement Flowable Resin Composite.
Mansoura J Dent 2014; 1(3): 96-100.

Mahalakshmi V, Priyank H, Kumar C, Purbay S, Verma A. Evaluation of the Effect


of Flowable Composite, Vitremer, and Biodentine as intraorifice Barriers on the
Fracture Resistance and Coronal Microleakage of Roots Obturated with Gutta
Percha – an in Vitro Study. Int J Contem Med Research 2017; 4(9): 2004-10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Malkondu O, Kazandag MK, Kazazoglu E. A Review on Biodentine, a Contemporary
Dentine Replacement and Repair Material. BioMed Research Int 2014: 1-10.

Mohammadi Z, Khalesi M. On The Importance Of Coronal Seal In Endodontics. Int J


Clin Dent 2012; 5(3): 279-91.
Mount GJ, Patel C, Makinson. Resin modified glass-ionomers : Strength, cure depth
and translucency. Australian Dent J 2002; 47(4): 339-43.

Muliyar S, Shameem KA, Thankachan RP, Francis PG, Jayapalan CS, Abdul Hafiz
KA. Microleakage in endodontics. J Int Oral Health 2014; 6(6): 99-104.

Ozyurek T, Ozsezer Demiryurek E, Demiroglu M, Sari ME. Evaluation of


Microleakage of Different Intraorifice Barrier Materials in Endodontically Treated
Teeth. J Dent App. 2016; 3(3): 333-6.

Parekh B, Irani RS, Sathe S, Hegde V. Intraorifice sealing ability of different


materials in endodontically treated teeth : An in vitro study. J Conserv Dent 2014;
17(3): 234-7.

Parolia A, Kundabala M, Acharya SR, Saraswathi V, Ballal V, Mohan M. Sealing


Ability of Four Materials in the Orifice of Root Canal Systems Obturated With Gutta-
Percha. Endod J: 65-70.

Priyalakshmi S, Ranjan M. Review on Biodentine-A Bioactive Dentin Substitute. J


Dent and Med and Scienc 2014; 13(1): 13-7.

Ramezanali F, Aryanezhad S, Mohammadian F, Dibaji F, Kharazifard MJ. In Vitro


Microleakage of Mineral Trioxide Aggregate, Calcium-Enriched Mixture Cement,
and Biodentine Intra-Orifice Barriers. Iran Endod J. 2017; 12(2): 211-5.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sadeghi S, Tabari R, Almasi S. Ex-vivo Sealing Ability of Different Thicknesses of
White and Gray Angelus MTA as an Intra-orifice Barrier in Endodontically Treated
Teeth. J Dentomaxillofacial Radiology, Pathology, and Surgery 2014; 4(2): 1-5.

Sidhu SK, Nicholson JW. A Review of Glass-Ionomer Cements for Clinical Dentistry.
J. Funct. Biomater. 2016; 7(16): 1-15.

Singh H, Kaur M, Markan S, Kapoor P. Biodentine : A Promising Dentin Substitute. J


Interdiscipl Med Dent Sci 2014; 2(5): 1-5.

Sinha AA, Dakshita J. An update on the concepts and application of mineral trioxide
aggregate – part I : physicochemical properties and mechanism of action. ENDO
(Lond Engl) 2011; 5(4): 255-62.

Tabassum S, Khan FR. Failure of endodontic treatment : The usual suspects. Eur J
Dent 2016; 10(1): 144-7.

Yavari H, Samiei M, Eskandarinezhad M, Shahi S, Aghazadeh M, Pasvey Y. An In


Vitro Comparison of Coronal Microleakage of Three Orifice Barriers Filling
Materials. Iranian Endod J 2012; 7(3): 156-60.

Yavari HR, Samiei M, Shahi S, Aghazadeh M, Jafari F, Abdolrahimi M, Asgary S.


Microleakage Comparison of Four Dental Materials as Intra-Orifice Barriers in
Endodontically Treated Teeth. Iranian Endod J 2012; 7(1): 25-30.

Zanatta RF, Josefa da Silva T, Rocha Lima Huhtala MF, Borges AB, Gomes Torres
CR. Effect of self-etching dual-curing universal adhesive system application on bond
strength of dentin resinous liners dentin. J Adhesion Scienc and Tech 2016: 1-8.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1
Alur Penelitian

32 gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi, dibersihkan, dan direndam dalam saline

Penanaman gigi di balok gips untuk prosedur perawatan endodontik  Preparasi saluran
akar + Pengisian saluran akar (obturasi) + Aplikasi bahan intra-orifice barrier.

KELOMPOK KELOMPOK KELOMPOK KELOMPOK


A1 + A2 B1 + B2 C1 + C2 D1 + D2
MTA setebal Biodentine RMGIC setebal SDR setebal
dua mm dan setebal dua mm dua mm dan dua mm dan
tiga mm. dan tiga mm. tiga mm. tiga mm.

Water storage di saline selama 24 jam lalu proses thermocycling 5o-55oC dengan
200 kali siklus selama 15 detik dengan waktu transfer 5 detik

Pemotongan mahkota gigi dengan disc bur

Permukaan akar gigi dilapisi wax dan nail varnish

Perendaman dalam larutan Basic Fuchsin 0,5% selama 24 jam

Bilas dengan air mengalir dan pemotongan akar gigi dalam arah buko-lingual dengan disc bur

Pengamatan klinis skor kebocoran mikro + Mikroskopis dengan


Scanning Electron Microscope (SEM)

Analisa Data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2
Ethical Clearance

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3
Surat Keterangan Melakukan Penelitian di Laboratorioum Kimia Dasar LIDA
USU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4
Surat Keterangan Melakukan Penelitian di Laboratorioum Terpadu USU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 5
Pengamatan klinis skor kebocoran mikro pada seluruh kelompok penelitian

Kelompok A1 (MTA dua mm)

Kelompok A11 Kelompok A12

Kelompok A13 Kelompok A14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok A2 (MTA tiga mm)

Kelompok A21 Kelompok A22

Kelompok A23 Kelompok A24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok B1 (Biodentine dua mm)

Kelompok B11 Kelompok B12

Kelompok B13 Kelompok B14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok B2 (Biodentine tiga mm)

Kelompok B21 Kelompok B22

Kelompok B23 Kelompok B24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok C1 (RMGIC dua mm)

Kelompok C11 Kelompok C12

Kelompok C13 Kelompok C14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok C2 (RMGIC tiga mm)

Kelompok C21 Kelompok C22

Kelompok C23 Kelompok C24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok D1 (SDR dua mm)

Kelompok D11 Kelompok D12

Kelompok D13 Kelompok D14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok D2 (SDR tiga mm)

Kelompok D21 Kelompok D22

Kelompok D23 Kelompok D24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 6
Nilai skor kebocoran mikro antara pengamat 1 dan pengamat 2 pada seluruh
kelompok penelitian

NO. KELOMPOK PENGAMAT 1 PENGAMAT 2


1. A1 1 1
2. A1 2 2
3. A1 3 3
4. A1 2 2
5. A2 1 1
6. A2 4 3
7. A2 1 1
8. A2 1 1
9. B1 4 4
10. B1 4 4
11. B1 1 1
12. B1 1 1
13. B2 1 1
14. B2 0 0
15. B2 0 0
16. B2 3 3
17. C1 4 4
18. C1 4 4
19. C1 3 3
20. C1 3 3
21. C2 4 4
22. C2 3 3
23. C2 1 2
24. C2 1 1
25. D1 1 1
26. D1 1 2
27. D1 3 3
28. D1 2 2
29. D2 2 2
30. D2 1 1
31. D2 1 1
32. D2 2 2
Keterangan :
= Perbedaan nilai skor kebocoran mikro antara pengamat 1 dan pengamat 2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 7
Hasil uji statistik Wilcoxon Signed Ranks terhadap dua orang pengamat skor
kebocoran mikro

NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
Pengamat 2 - Pengamat 1 Negative Ranks 1 2,00 2,00
Positive Ranks 2b 2,00 4,00
c
Ties 29
Total 32
a. Pengamat 2 < Pengamat 1
b. Pengamat 2 > Pengamat 1
c. Pengamat 2 = Pengamat 1

Test Statisticsa
Pengamat 2 -
Pengamat 1
Z -,577b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,564
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 8
Rerata dan standar deviasi skor kebocoran mikro pada seluruh kelompok
penelitian

Descriptivesa

kelompok Statistic Std. Error

kebocoron A1 Mean 2.00 .408

95% Confidence Interval for Lower Bound .70


Mean
Upper Bound 3.30

5% Trimmed Mean 2.00

Median 2.00

Variance .667

Std. Deviation .816

Minimum 1

Maximum 3

Range 2

Interquartile Range 2

Skewness .000 1.014

Kurtosis 1.500 2.619

A2 Mean 1.75 .750

95% Confidence Interval for Lower Bound -.64


Mean
Upper Bound 4.14

5% Trimmed Mean 1.67

Median 1.00

Variance 2.250

Std. Deviation 1.500

Minimum 1

Maximum 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Range 3

Interquartile Range 2

Skewness 2.000 1.014

Kurtosis 4.000 2.619

B1 Mean 2.50 .866

95% Confidence Interval for Lower Bound -.26


Mean
Upper Bound 5.26

5% Trimmed Mean 2.50

Median 2.50

Variance 3.000

Std. Deviation 1.732

Minimum 1

Maximum 4

Range 3

Interquartile Range 3

Skewness .000 1.014

Kurtosis -6.000 2.619

B2 Mean 1.00 .707

95% Confidence Interval for Lower Bound -1.25


Mean
Upper Bound 3.25

5% Trimmed Mean .94

Median .50

Variance 2.000

Std. Deviation 1.414

Minimum 0

Maximum 3

Range 3

Interquartile Range 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Skewness 1.414 1.014

Kurtosis 1.500 2.619

C1 Mean 3.50 .289

95% Confidence Interval for Lower Bound 2.58


Mean
Upper Bound 4.42

5% Trimmed Mean 3.50

Median 3.50

Variance .333

Std. Deviation .577

Minimum 3

Maximum 4

Range 1

Interquartile Range 1

Skewness .000 1.014

Kurtosis -6.000 2.619

C2 Mean 2.25 .750

95% Confidence Interval for Lower Bound -.14


Mean
Upper Bound 4.64

5% Trimmed Mean 2.22

Median 2.00

Variance 2.250

Std. Deviation 1.500

Minimum 1

Maximum 4

Range 3

Interquartile Range 3

Skewness .370 1.014

Kurtosis -3.901 2.619

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


D1 Mean 1.75 .479

95% Confidence Interval for Lower Bound .23


Mean
Upper Bound 3.27

5% Trimmed Mean 1.72

Median 1.50

Variance .917

Std. Deviation .957

Minimum 1

Maximum 3

Range 2

Interquartile Range 2

Skewness .855 1.014

Kurtosis -1.289 2.619

D2 Mean 1.50 .289

95% Confidence Interval for Lower Bound .58


Mean
Upper Bound 2.42

5% Trimmed Mean 1.50

Median 1.50

Variance .333

Std. Deviation .577

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 1

Skewness .000 1.014

Kurtosis -6.000 2.619

a. kebocoron is constant when kelompok = Kontrol. It has been omitted.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 9
Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-orifice barrier
yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm
Nonparametric Tests

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 10
Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kelompok bahan intra-orifice barrier
yang berbeda pada ketebalan bahan 2 mm

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A1 4 4,25 17,00
B1 4 4,75 19,00
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 7,000
Wilcoxon W 17,000
Z -,300
Asymp. Sig. (2-tailed) ,765
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,886b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A1 4 2,75 11,00
C1 4 6,25 25,00
Total 8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 1,000
Wilcoxon W 11,000
Z -2,097
Asymp. Sig. (2-tailed) ,036
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,057b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A1 4 4,88 19,50
D1 4 4,13 16,50
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 6,500
Wilcoxon W 16,500
Z -,458
Asymp. Sig. (2-tailed) ,647
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,686b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran B1 4 4,00 16,00
C1 4 5,00 20,00
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 6,000
Wilcoxon W 16,000
Z -,624
Asymp. Sig. (2-tailed) ,533
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,686b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran B1 4 5,00 20,00
D1 4 4,00 16,00
Total 8

a
Test Statistics
Kebocoran
Mann-Whitney U 6,000
Wilcoxon W 16,000
Z -,619
Asymp. Sig. (2-tailed) ,536
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,686b

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran C1 4 6,25 25,00
D1 4 2,75 11,00
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 1,000
Wilcoxon W 11,000
Z -2,097
Asymp. Sig. (2-tailed) ,036
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,057b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 11
Hasil uji statistik Kruskal-Wallis di antara kelompok bahan intra-orifice barrier
yang berbeda pada ketebalan bahan 3 mm

Nonparametric Tests

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 12
Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kelompok bahan intra-orifice barrier
yang berbeda pada ketebalan bahan 3 mm

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A2 4 5,38 21,50
B2 4 3,63 14,50
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 4,500
Wilcoxon W 14,500
Z -1,084
Asymp. Sig. (2-tailed) ,278
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,343b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A2 4 4,13 16,50
C2 4 4,88 19,50
Total 8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 6,500
Wilcoxon W 16,500
Z -,500
Asymp. Sig. (2-tailed) ,617
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,686b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A2 4 4,25 17,00
D2 4 4,75 19,00
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 7,000
Wilcoxon W 17,000
Z -,333
Asymp. Sig. (2-tailed) ,739
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,886b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran B2 4 3,38 13,50
C2 4 5,63 22,50
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 3,500
Wilcoxon W 13,500
Z -1,348
Asymp. Sig. (2-tailed) ,178
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,200b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran B2 4 3,75 15,00
D2 4 5,25 21,00
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 5,000
Wilcoxon W 15,000
Z -,899
Asymp. Sig. (2-tailed) ,369
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,486

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran C2 4 5,00 20,00
D2 4 4,00 16,00
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 6,000
Wilcoxon W 16,000
Z -,619
Asymp. Sig. (2-tailed) ,536
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,686b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 13
Hasil uji statistik Mann-Whitney antara dua kelompok bahan intra-orifice
barrier yang sama dengan ketebalan bahan yang berbeda yaitu 2 mm dan 3 mm

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran A1 4 5,13 20,50
A2 4 3,88 15,50
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 5,500
Wilcoxon W 15,500
Z -,774
Asymp. Sig. (2-tailed) ,439
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,486b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran B1 4 5,75 23,00
B2 4 3,25 13,00
Total 8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 3,000
Wilcoxon W 13,000
Z -1,498
Asymp. Sig. (2-tailed) ,134
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,200b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran C1 4 5,50 22,00
C2 4 3,50 14,00
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 4,000
Wilcoxon W 14,000
Z -1,222
Asymp. Sig. (2-tailed) ,222
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,343b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Kebocoran D1 4 4,75 19,00
D2 4 4,25 17,00
Total 8

Test Statisticsa
Kebocoran
Mann-Whitney U 7,000
Wilcoxon W 17,000
Z -,316
Asymp. Sig. (2-tailed) ,752
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,886b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai