Anda di halaman 1dari 79

i

INDUKSI PEMBENTUKAN DENTIN REPARATIF PADA GIGI


PULPITIS REVERSIBEL AKIBAT TRAUMA MEKANIS
DENGAN HIDROGEL KITOSAN BLANGKAS
(Tachypelus gigas) NANOPARTIKEL
DAN EKSTRAK BATANG
KEMUNING (In Vivo)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran gigi

Oleh :

PRAJOGO HARKAMTO

NIM : 120600062

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua yang sangat
penulis sayangi, Bapak Hadi Budijanto Law, dr. dan Ibu Meliana Juwita Tampubolon
atas segala kasih sayang, doa, dukungan dan bantuan moril serta materil yang
senantiasa diberikan, dan kepada adik penulis, Juan Hanz Harkamto.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,


pengarahan dan saran-saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan
segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Nazruddin, drg., Sp.Ort, C.Orth selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
periode 2010-2015.

3. Cut Nurliza, drg., M.Kes, selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG
USU atas bimbingan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.

4. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) selaku dosen pembimbing I yang
telah bersedia memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis
selama pembuatan proposal, penelitian, hingga penulisan skripsi ini.

5. Widi Prasetia, drg. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan
bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis selama pembuatan proposal,
penelitian, hingga penulisan skripsi ini.

6. Nevi Yanti, drg., M.Kes, Sp. KG selaku dosen penasehat akademik atas bimbingan
dan motivasi selama penulis menjalani masa pendidikan di FKG USU.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


iii

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu
Konservasi Gigi atas bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik. Universitas Sumatera Utara

8. Dr. Marline Nainggolan, selaku Kepala Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi


USU, serta atas izin bantuan fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.

9. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik penelitian di
bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan
pelaksanaan penelitian ini.

10. Prof., Dr., Syafruddin Ilyas, M.Biomed, selaku ketua laboratorium fisiologi
hewan FMIPA USU yang telah memberikan izin dan membimbing kami selama
penelitian.

11. Betty,dr., M.Ked(PA), Sp.PA., yang telah membimbing kami dalam membaca
hasil sediaan histopatologi dalam penelitian ini.

12. Maya Fitria, SKM., M.Kes yang telah membimbing dan memberikan arahan
kepada penulis dalam melakukan analisis secara statistik dalam penulisan skripsi ini.

13. Christina Yoseva Sihotang, S.Kom, yang selalu ada untuk memberikan semangat
dan doa kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

14. Teman-teman seperjuangan di FKG USU Devi, Vincent, Fitro, Charin, Keyko,
Aini, Monica, Eka, Wulandari, Arif, Afifah, Joko, Andi, Winda, Angel dan Anastasia
dan angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

15. Kawan Kental, Januari Siregar, S.IKom, Christin Natalia Siahaan, S.Kom dan
Wijayanti Lumbanraja S.Stat yang selalu memberi dukungan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


iv

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini
dan penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan
karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Medan,

Penulis,

(Prajogo Harkamto)

NIM : 120600062

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


v

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Tahun 2016

Prajogo Harkamto

Induksi Pembentukan Dentin Reparatif pada Gigi Pulpitis Reversibel Akibat


Trauma Mekanis dengan Hidrogel Kitosan Blangkas (Tachypelus Gigas)
Nanopartikel dan Ekstrak Batang Kemuning (In vivo)

Pulpa adalah jaringan ikat yang mengisi ruang pulpa dan terdiri dari . Pulpa

terletak pada keadaan low compliance, yaitu keadaan pulpa diantara jaringan kaku

yang termineralisasi. Keadaan ini menyebabkan pulpa memiliki kemampuan

regenerasi yang kecil. Pulpa rentan mengalami cedera. Cedera yang dapat terjadi

antara lain akibat iatrogenik. Apabila pulpa cedera, maka pulpa akan mengalami

inflamasi yaitu pulpitis reversibel. Kitosan merupakan bahan polimer alami yang

tidak toksis. Kitosan banyak digunakan dalam penelitian di bidang kesehatan.

Kemuning merupakan tumbuhan yang tumbuh liar di Indonesia. Kemuning memiliki

khasiat sebagai anti inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek

hidrogel Kitosan dan Ekstrak Batang Kemuning dalam merangsang pembentukan

dentin reparatif pada gigi dengan pulpitis reversibel.

Rancangan penelitian ini adalah post-test only group secara in vivo. Sampel

penelitian adalah 27 buah molar maksila tikus wistar yang dibagi dalam tiga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


vi

kelompok bahan coba yaitu hidrogel kitosan dan ekstrak batang kemuning, Ca(OH)2

dan kontrol negatif yang kemudian dibagi lagi menjadi tiga kelompok hari (7,14 dan

30 hari). Molar dipreparasi hingga perforasi lalu diaplikasikan bahan coba dan

ditumpat dengan RM-GIC. Tikus didekapitasi sesuai kelompok hari kemudian gigi

tikus diekstraksi. Gigi kemudian diproses secara histopatologi dengan pewarnaan HE

dan diamati sel inflamasi serta pembentukan dentin reparatif dengan perbesaran 400x.

Hasil penelitian diuji dengan uji Kruskall-Wallis menunjukkan hasil yang

signifikan dengan P= 0,03 pada hidrogel kitosan dan ekstrak batang kemuning dan

P=0,034 pada Ca(OH)2. Uji Mann- Whitney antara hidrogel kitosan dan ekstrak

batang kemuning dan Ca(OH)2 menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan

P=0,026.

Daftar Rujukan: 40 ( 1998 – 2014 ).


Kata kunci : hidrogel kitosan dan ekstrak batang kemuning, dentin reparatif, gigi
tikus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


vii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................
TIM PENGUJI SKRIPSI .......................................................................
KATA PENGANTAR ............................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... vii

BAB 1 ................................................................................................................... xiii


PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah .......................................................................................... 4
1.3 Tujuan penelitian ........................................................................................... 5
1.4 Manfaat penelitian ......................................................................................... 6
BAB 2 ..................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 7
2.1 Kompleks pulpa-dentin ................................................................................. 7
2.2 Dentin ............................................................................................................ 8
2.3 Pulpa .............................................................................................................. 8
2.4 Pulpa sebagai jaringan ikat ............................................................................ 9
2.5. Sel-sel pulpa ............................................................................................... 10
2.5.1 Odontoblas ............................................................................................ 10
2.5.2 Fibroblas ............................................................................................... 11
2.5.3 Sel mesenkim yang tidak terdiferensiasi .............................................. 11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


viii

2.5.4 Sel imunokompeten .............................................................................. 12


2.6 Inflamasi pulpa ............................................................................................ 13
2.7 Dentinogenesis tersier ................................................................................. 14
2.8 Bahan kaping pulpa ..................................................................................... 16
2.8.1 Kalsium Hidroksida .............................................................................. 16
2.8.2 Mineral Trioxide Aggregate (MTA) ..................................................... 17
2.9 Kaping pulpa direk sebagai perawatan pulpa vital( Regenerasi jaringan
pulpa) ................................................................................................................. 18
2.10 Ekstrak batang kemuning sebagai bahan penyembuhan luka ................... 19
2.11 Hidrogel kitosan blangkas nanopartikel .................................................... 20
2.12 Kitosan sebagai Scaffold........................................................................... 21
2.13 Tikus wistar sebagai hewan coba .............................................................. 23
Kerangka Teori .................................................................................................. 24
BAB 3 ................................................................................................................... 25
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ................................. 25
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 25
3.2 Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 25
BAB 4 ................................................................................................................... 26
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 26
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................. 26
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 26
4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel .......................................................... 26
4.4 Variabel Penelitian ...................................................................................... 28
4.4.1Variabel Bebas ....................................................................................... 28
4.4.2 Variabel Terikat .................................................................................... 28
4.4.3 Variabel Terkendali .............................................................................. 28
4.4.4 Variabel tidak Terkendali ..................................................................... 29
4.5 Definisi Operasional .................................................................................... 30
4.6 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................... 32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ix

4.6.1 Bahan Penelitian ................................................................................... 32


4.6.2 Alat Penelitian....................................................................................... 33
4.7 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 33
4.7.1. Persiapan bahan coba ........................................................................... 33
4.7.2 Persiapan hewan coba ........................................................................... 36
4.7.3 Pengamatan sediaan Histopatologi ....................................................... 39
4.8 Analisa Data ................................................................................................ 40
4.9 Etika Penelitian............................................................................................ 40
BAB 5 ................................................................................................................... 42
HASIL PENELITIAN ........................................................................................... 42
5.1 Pengamatan reaksi pulpa tikus pada hari ke 7, 14, dan 30 .......................... 42
5.2 Uji reaksi Jaringan Pulpa ............................................................................. 45
5.3 Analisis Hasil Penelitian ............................................................................. 46
BAB 6 ................................................................................................................... 48
PEMBAHASAN ................................................................................................... 48
BAB 7 ................................................................................................................... 53
PENUTUP ............................................................................................................. 53
7.1 Kesimpulan .................................................................................................. 53
7.2 Saran ............................................................................................................ 53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kompleks dentin pulpa............................................................................. 8


Gambar 2 Odontoblas................................................................................................10
Gambar 3 Gambaran sel makrofag pada pulpa..........................................................13
Gambar 4 Dentin reaksioner dan dentin reparatif......................................................15
Gambar 5 Tunnel defect pada dentin reparatif yang terbentuk oleh kalsium
hidroksida.............................................................................................................. 17
Gambar 6 Struktur kimia kitosan................................................................................20
Gambar 7 Faktor-faktor scaffold.................................................................................22
Gambar 8 Tikus Wistar.............................................................................................23
Gambar 9 Pengeringan batang kemuning................................................................34
Gambar 10 Penghalusan batang kemuning................................................................34
Gamabr 11 Perendaman batang kemuning..............................................................34
Gambar12 Pemanasan maserat untuk mendapatkan ekstrak kental batang
kemuning..........................................................................................34
Gambar 13 Ekstrak kental batang kemuning..............................................................34
Gambar 14 Pencampuran bahan coba.........................................................................35
Gambar 15 Adaptasi tikus........................................................................................36
Gambar 16 Anastesi tikus........................................................................................36
Gambar 17 Preparasi gigi tikus.................................................................................37
Gambar 18 Light-curing gigi tikus.........................................................................37
Gambar 19 Oversedasi tikus...................................................................................38
Gambar 20 Rahang tikus yang sudah diekstraksi.....................................................38
Gambar 21 Pengamatan reaksi sel inflamasi pada pulpa tikus pada
hari 7.................................................................................................... 41
Gambar 22 Pengamatan reaksi pembentukan dentin reparatif pada
hari 14.................................................................................................43
Gambar 23 Pengamatan reaksi pembentukan dentin reparatif pada
hari 30...................................................................................................44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


xii

Daftar Tabel

Tabel 1 Definisi Operasional variabel bebas...........................................................30


Tabel 2 Definisi Operasional variabel terikat..........................................................31
Tabel 3 Pengamatan respon inflamasi.....................................................................42
Tabel 4 Pengamatan reaksi pembentukan dentin reparatif tiap kelompok percobaan
pada setiap periode waktu (hari 14 dan 30).............................................................44
Tabel 5 Hasil uji Kruskall-Wallis pada setiap periode waktu..................................45
Tabel 6 Hasil uji Mann-Whitney..............................................................................46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


xiii

Daftar Lampiran

Lampiran
Lampiran 1 Alur pikir
Lampiran 2 Alur penelitian
Lampiran 3 Surat determinasi tumbuhan
Lampiran 4 Surat ethical clearance
Lampiran 5 Surat izin Laboratorium Fitokimia
Lampiran 6 Surat izin Laboratorium Fisiologi Hewan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pulpa adalah jaringan ikat yang mengisi ruang pulpa dan saluran akar gigi yang
terdiri dari sel odontoblast, fibroblast, sel mesenkim, sel dendrit dan sel
imunokompeten. Pulpa terletak pada keadaan low compliance, yaitu keadaan pulpa
diantara jaringan kaku yang termineralisasi. Nutrisi pulpa hanya berasal dari foramen
apikal yang dilewati oleh kapiler-kapiler kecil. Keadaan ini menyebabkan pulpa
memiliki kemampuan pertahanan dan regenerasi yang kecil.1,2 Pulpa rentan
mengalami cedera dan bila cedera tersebut tidak ditangani, pulpa akan nekrosis.
Cedera yang dapat terjadi antara lain akibat trauma, iatrogenik, kemis. Cedera yang
terjadi pada pulpa dapat mengakibatkan pulpa mengalami inflamasi seluler dan
kematian pulpa.3
Pulpa memiliki respon yang unik terhadap iritasi dan regenerasi jaringan.2,3 Jika
pulpa mengalami iritasi, lapisan dentin akan dibentuk untuk mencegah pulpa
mengalami iritasi yang lebih parah. Pembentukan lapisan dentin ini diperantarai oleh
sinyal yang dikirimkan oleh sel disekitar injuri dan matriks ekstraseluler.4 Apabila
pulpa tetap mengalami iritasi, maka pulpa akan mengalami inflamasi yang dimulai
dari pulpitis reversibel, pulpitis irreversibel dan nekrosis pulpa.2,5
Pulpitis reversibel adalah keadaan inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang
disebabkan oleh suatu rangsangan. Menghilangkan jejas dan menutup pulpa yang
terekspos adalah cara untuk menyembuhkan pulpitis reversibel.2,5 Proses
penyembuhan inflamasi ditandai dengan proliferasi kapiler dan proliferasi fibroblast
yang disertai dengan deposisi kolagen.2,4
Perawatan pulpa vital adalah satu dari perawatan yang paling sering dilakukan
dalam konservasi gigi. Perawatan pulpa vital adalah prosedur untuk menghilangkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

inflamasi jaringan pulpa dan menrestorasi gigi untuk mencegah kontaminasi ulang.1
Perawatan pulpa vital bertujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa yang
mengalami pulpitis.6 Pulpa harus dijaga agar tetap vital sehingga gigi dapat berfungsi
dengan baik. Fungsi gigi yang paling penting adalah fungsi mastikasi. Penelitian
menunjukkan bahwa gigi yang sudah dilakukan pengangkatan pulpa tidak sebaik gigi
yang masih memiliki pulpa vital. Perawatan pulpa vital dibagi atas dua, yaitu kaping
pulpa direk dan pulpotomi.6
Kaping pulpa direk adalah jenis perawatan yang meletakkan bahan langsung pada
pulpa yang terekspos untuk melindungi jaringan pulpa yang sehat dari cedera lain dan
memungkinkan kompleks dentin-pulpa untuk regenerasi sehingga pulpa akan tetap
vital.6,7 Keberhasilan perawatan pulpa vital sangat tergantung pada biokompatibilitas,
kemampuan anti bakteri dan kemampuan adhesi dari bahan kaping tersebut.6 Kalsium
Hidroksida sudah menjadi gold standard sebagai bahan Kaping pulpa direk. Stuart et
al. (1991) mengemukakan bahwa kalsium hidroksida dapat dengan sempurna
mengurangi bakteri penyebab infeksi pulpa setelah satu jam pengaplikasian.8 Akan
tetapi, bahan ini tidak dapat beradaptasi dengan baik terhadap dentin karena bahan ini
mengiritasi pulpa.9 Dentin reparatif yang dibentuk kalsium hidroksida memiliki porus
yang dapat menyebabkan migrasi bakteri.2
Mineral Trioxide Aggregate (MTA) diperkenalkan pada tahun 1992. MTA
merupakan semen silikat bioaktif yang memiliki partikel lebih halus, kemampuan
melekat yang lebih baik dan pH yang basa. Penelitian juga membuktikan bahwa
MTA merangsang proliferasi sel pulpa, melepas sitokin, merangsang pertumbuhan
jaringan keras dan menciptakan dentin yang mengandung hidroksiapatit. MTA
membentuk dentin reparatif yang lebih baik dibandingkan kalsium hidroksida.
Penelitian juga menunjukkan bahwa MTA memiliki hasil jangka pendek yang lebih
baik daripada kalsium hidroksida. MTA memiliki kelemahan yaitu harga yang mahal
dan setting time yang lama.10
Biodentine yang berbahan dasar kalsium silikat diperkenalkan pada tahun 2009
yang berfungsi sebagai material dentin replacement. Bahan ini juga dapat berfungsi
sebagai bahan kaping pulpa. Biodentine menunjukkan pembentukan dentin yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

lebih baik dibandingkan kalsium hidroksida. Dentin yang terbentuk menunjukkan


ekspresi DentinSialo PhospoProtein (DSPP) dan osteopontin yang merupakan
regulator dalam pembentukan dentin reparatif.11
Kitosan blangkas adalah polisakarida yang mengandung β (1-4) D- Glukosamin
dan N-Asetil Glukosamine . Kitosan merupakan bahan alami yang aman dan tidak
toksis untuk manusia. Kitosan berasal dari ekstrak kulit hewan laut seperti udang,
rajungan dan kepiting.12-14 Kitosan sudah banyak digunakan dalam penelitian di
bidang kesehatan seperti penyembuhan luka , regenerasi jaringan, splint,
pencangkokkan kulit, hemodialisa, kontrol kolestrol dan lain-lain. Fatemeh (2005)
meneliti bahwa kitosan merupakan alternatif yang baik untuk melakukan bone
graft.15 Penelitian yang dilakukan Trimurni et al. (2008) menemukan bahwa
penggunaan kitosan blangkas sebagai bahan kaping pulpa direk menunjukkan
pembentukan dentin reparatif yang lebih baik dibandingkan daripada kalsium
hidroksida yang merupakan gold standard. Bahan kitosan juga menunjukkan
kemampuan untuk membentuk jaringan keras osteotipik ireguler pada 14 hari dan 1
bulan.16
Penelitian yang dilakukan oleh Fania dan Trimurni menggunakan kitosan blangkas
dengan pelarut gliserin dan VCO (Virgin Coconut Oil) (2009) juga menujukkan
bahwa kitosan blangkas dengan konsentrasi 1% dan 0,5% dengan pelarut gliserin
memiliki daya hambat terhadap bakteri fusobacterium nucleatum.
Kitosan sudah dikembangkan dalam bentuk hidrogel. Hidrogel yang berasal dari
polimer alami sedang banyak dikembangkan dalam bidang regenerasi jaringan.17
Hidrogel kitosan dapat dibentuk dalam struktur yang berbeda-beda seperti gel,
serbuk, membran, film, tablet, kapsul, mircosphere, mikropartikel, nanopartikel,
spons, nanofibril, fiber tekstil dan komposit anorganik.18 Nanopartikel kitosan
dianggap paling baik karena dapat melakukan penetrasi yang maksimal ke dalam
jaringan.19
Dalam regenerasi jaringan, terdapat tiga komponen esensial, yaitu scaffold, sel
punca dan morfogen. Scaffold adalah stuktur tiga dimensi yang menjadi bingkai kerja
sel. Scaffold berperan sebagai tempat sel untuk melekat, tumbuh dan melakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

diferensiasi. Scaffold juga berperan dalam mengirimkan morfogen. Kitosan berperan


sebagai scaffold karena kitosan mampu menjadi tempat melekat, tumbuh dan
berdiferensiasi bagi sel.16 Morfogen disini berupa growth factors seperti TGF-β 1 dan
TGF-β 3, BMP – 2 dan BMP – 7.20
Tanaman Kemuning merupakan jenis tumbuhan yang tumbuh liar di Indonesia.
Tanaman ini memiliki banyak khasiat sebagai penghilang nyeri, sedatif, anti radang
dan anti tiroid. Bagian dari tanaman ini yang sering digunakan adalah daun, ranting,
kulit batang dan akar. Daun dan rantingnya dapat digunakan untuk mengobati sakit
gigi, mengatasi lemak yang berlebihan, infeksi saluran kemih, dan menghaluskan
kulit. Akarnya berguna untuk mengatasi memar akibat benturan atau pukulan,
rematik, keseleo, dan digigit serangga. Sementara kulit batang dapat digunakan untuk
mengurangi sakit gigi, nyeri akibat luka terbuka di kulit, ataupun ulkus.21,22 Senyawa
aktif kumarin dalam ekstrak batang kemuning dapat mengurangi inflamasi dan
menghambatan pembentukan PGE2 yang merupakan mediator inflamasi. Penelitian
yang dilakukan Trimurni (1999) membuktikan bahwa senyawa aktif tumbuhan
kemuning bersifat biokompatibel. Penelitian Trimurni (2000) juga membuktikan
bahwa senyawa aktif kemuning dapat meredakan nyeri interdental.23
Anita (2014) menemukan bahwa kitosan blangkas molekul tinggi dan ekstrak
batang kemuning dengan konsentrasi Kitosan 0,2% + Ekstrak Batang Kemuning
7,5% dan Kitosan 0,6% + Ekstrak Batang Kemuning 2,5% mampu menghambat
pertumbuhan fusobacterium nucleatum pada saluran akar.24 Hal ini mendorong
peneliti untuk meneliti efek kitosan sebagai bahan perancah dengan senyawa aktif
ekstrak batang kemuning dalam bentuk hidrogel dalam pembentukan dentin reparatif
dari hidrogel kitosan blangkas nanopartikel dengan ekstrak batang kemuning pada
gigi dengan pulpitis reversibel.

1.2 Rumusan masalah


Dari uraian di atas, dapat disusun tema sentral dari masalah penelitian yakni:
 Pulpa memberi respon terhadap cedera yang terjadi.
 Cedera yang terjadi dapat mengakibatkan inflamasi pulpa dan mengakibatkan
pulpitis reversibel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

 Pulpa memiliki mekanisme pembentukan dentin reparatif sebagai respon


untuk menjaga vitalitasnya.
 Kalsium hidroksida sebagai gold standard dianggap tidak memuaskan karena
dentin reparatif yang terbentuk memiliki tunnel defect akibat kemampuan
adhesi kalsium hidroksida yang tidak baik.
 Penggunaan bahan alami seperti kitosan blangkas dan ekstrak batang
kemuning yang telah digunakan dalam bidang medis. Menurut penelitian
terdahulu, kitosan blangkas dapat membentuk sub-base membran yang
menyebabkan migrasi dan proliferasi sel. Ekstrak batang kemuning
mengandung senyawa flavonoid, kumarin, saponin dan tanin yang berperan
sebagai anti-oksidan dan anti-inflamasi. Penelitian terdahulu menggunakan
kitosan blangkas molekul tinggi dan ekstrak batang kemuning dengan
konsentrasi K 0,2 % + EBK 7,5% mampu menghambat pertumbuhan
fusobacterium nucleatum pada saluran akar.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul pertanyaan permasalahan sebagai
berikut:
1.Apakah hidrogel K-EBK K 0,2% + EBK 7,5% dapat memicu pembentukan
dentin reparatif bila diletakkan sebagai bahan kaping pulpa pada gigi dengan
pulpitis reversibel?
2.Apakah ada perbedaan dentin reparatif yang terbentuk antara K-EBK K 0,2% +
EBK 7,5% dengan Ca(OH)2 pada gigi dengan pulpitis reversibel?

1.3 Tujuan penelitian


1.Untuk mengetahui efek hidrogel K-EBK dengan konsentrasi K 0,2% + EBK
7,5% dalam merangsang pembentukan dentin reparatif pada gigi dengan pulpitis
reversibel.
2. Untuk mengetahui adakah perbedaan dentin reparatif yang terbentuk antara K-
EBK K 0,2% + EBK 7,5% dengan Ca(OH)2 pada gigi dengan pulpitis reversibel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

1.4 Manfaat penelitian


1. Memberikan informasi bagi dokter gigi mengenai penggunaan hidrogel K-
EBK terhadap pembentukan dentin reparatif pada gigi dengan pulpitis
reversibel.
2. Menambah informasi peneliti tentang penggunaan bahan alami dalam bidang
endodonti.
3. Sebagai sumbangan penelitian untuk pemerintah sehingga dapat digalakkan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut menggunakan bahan alami
4. Sebagai pendorong program pelayanan kesehatan gigi dan mulut
menggunakan bahan alami sehingga masyarakat terpicu untuk
membudidayakan blangkas dan tumbuhan kemuning.
5. Sebagai dasar penelitian selanjutnya untuk mengembangkan biomaterial yang
berasal dari alam yang dapat dipakai di kedokteran gigi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompleks pulpa-dentin


Dentin dan pulpa merupakan jaringan yang terintegrasi dan memiliki fungsi yang
saling bergantung. Dentin dan pulpa berhubungan melalui sel odontoblas. Sel
odontoblas terdiri dari prosesus dan badan sel. Badan sel terdapat pada pulpa,
sedangkan prosesusnya berada pada dentin. Sebagai contoh, ketika gigi menerima
rangsangan termis, cairan dentin akan mengirim sinyal dan saraf-saraf pada pulpa
akan aktif.2
Dalam keadaan patologis, invasi bakteri terjadi melalui cairan tubulus dentin yang
menyebabkan terjadinya reaksi pulpa. Bila pajanan terjadi dalam waktu singkat,
pulpa merespon dengan reaksi inflamasi akut. Bila pajanan terjadi dalam waktu yang
lama, pulpa merespon dengan memproduksi dentin tersier sebagai respon untuk
mengurangi permeabilitas pulpa-dentin dan mengembalikan fungsi normal pulpa.2,3
Pulpa adalah jaringan yang terletak di tengah gigi. Pulpa merupakan pusat dari
aktivitas gigi karena terdiri atas persyarafan dan pembuluh darah. Pulpa memiliki
fungsi sebagai pembentuk dentin, pensuplai nutrisi dan sensoris.1 Pulpa dapat
membentuk dentin karena Odontoblas merupakan sel yang memiliki kemampuan
diferensiasi tertinggi pada pulpa. Odontoblas berperan dalam menghasilkan dentin
primer, sekunder dan tersier.2
Pulpa memiliki kemampuan regenerasi yang unik. Jika pulpa terekspos, maka sel-
sel imunokompeten pulpa akan memberikan respons inflamasi. Inflamasi pada pulpa
ada dua yaitu pulpitis reversibel dan pulpitis irreversibel.2,4 Pulpa akan membentuk
dentin tersier sebagai respon untuk melindungi pulpa dari iritasi yang lebih lanjut
yang dapat menyebabkan pulpa mengalami nekrosis.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Gambar 1 Kompleks dentin-pulpa2

2.2 Dentin
Dentin adalah salah satu jaringan mineralisasi pada gigi yang terdiri dari tubulus-
tubulus dentin. Dentin berasal dari neural crest cell. Sel yang juga sama membentuk
pulpa Dentin terdiri dari 70 % material anorganik, 20% organik dan 10% air.1,2
Dentin berdasarkan proses pembentukannya diklasifikasikan menjadi tiga jenis
yaitu primer, sekunder dan tersier. Dentin primer adalah dentin yang terbentuk pada
saat gigi erupsi sampai pada bagian apeks gigi. Dentin sekunder adalah dentin yang
terbentuk sepanjang usia hidup manusia dengan kecepatan yang lambat. Dentin
tersier adalah dentin yang terbentuk sebagai respon terhadap stimulus noksius seperti
penggunaan gigi, karies, preparasi kavitas dan prosedur restorasi.1,2

2.3 Pulpa
Pulpa merupakan jaringan ikat yang berasal dari jaringan mesenkim. Pulpa
dikelilingi oleh dentin, enamel dan sementum yang melindungi pulpa dari invasi
bakteri dan menyediakan dukungan mekanis. Pulpa memiliki respon terhadap iritasi
dan inflamasi yang bila tidak segera dirawat akan menyebabkan terjadinya nekrosis
pulpa.3
Pulpa berasal dari neural crest cell (ektomesenkim). Proliferasi dan kondensasi
dari sel ini membentuk dental papila yang akan menghasilkan pulpa yang matur.
Pulpa yang matur merupakan jaringan ikat dengan lapisan yang kaya akan sel yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

Odontoblas pada bagian perifernya.3 Secara fisik, pulpa memiliki banyak saraf
sensoris dan kaya akan pembuluh darah yang membuat pulpa menjadi jaringan yang
unik.2,3
Pulpa merupakan jaringan dengan sistem vaskularisasi yang kecil karena tidak
dapat dijumpai arteri dan vena pada pulpa. Vaskularisasi pulpa terdiri dari arteriol
dan venula yang berfungsi sebagai regulator lingkungan insterstisial pulpa melalui
transportasi nutrien, hormon dan gas. Vaskularisasi pulpa dapat berubah dengan cepat
bila terjadi respon inflamasi dengan cara melepaskan mediator inflamasi.2

2.4 Pulpa sebagai jaringan ikat


Pulpa sebagai jaringan ikat memiliki komponen utama yaitu maktriks ekstraseluler
yang terdiri atas protein fibrillar dan substansi dasar. Sel jaringan ikat tersebar
bersama matriks ekstraseluler. Protein fibrillar membentuk ikatan yang panjang yang
tersusun dalam amorphoushidratic gel dari substansi dasar.2
Kolagen merupakan protein fibrillar yang terbanyak dan memberikan kekuatan
pada jaringan. Substansi dasar memberikan viskoelastisitas dan fungsi filtrasi
jaringan ikat. Substansi ini tersusun atas makromolekul yang bernama proteoglikans,
yang terdiri atas satu inti protein dan polisakarida yang tidak bercabang yang
dinamakan glukosaminoglikans. Matriks ekstraseluler juga terdiri atas glikoprotein
yang adhesif seperti fibronektin yang mempunyai fungsi utama dalam memacu
interaksi sel-matriks.2
Fungsi utama jaringan ikat adalah untuk menyediakan matriks yang mengikat sel
dan organ yang mendukung tubuh. Jaringan ikat juga berperan dalam aktivitas yang
berhubungan dengan invasi patogen. Jaringan ikat sangat berperan dalam
memperbaiki jaringan yang rusak.2,3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

2.5. Sel-sel pulpa

2.5.1 Odontoblas

Gambar 2 Odontoblas2
Odontoblas merupakan sel-sel pulpa yang memiliki kemampuan diferensiasi yang
tinggi, berasal dari neural crest cell yang berfungsi untuk memproduksi dentin.
Odontoblas merupakan sel yang unik. Prosesus odontoblas memanjang menuju
bagian terluar dari dentin dan badan sel berada di dalam pulpa.2,3
Odontoblas menghasilkan kolagen yang terutama kolagen tipe I. Odontoblas juga
menghasilkan protein non-kolagen seperti bone sialoprotein, dentin sialoprotein,
phosporyn, osteocalcin, osteonectin dan osteopontin. Odontoblas juga menghasilkan
substansi bioaktif seperti kemokin, TGF-β, MMP-8 dan TLR. Odontoblas merupakan
sel pertama yang memberikan respon bila kompleks pulpo-dentin mendapat invasi
bakteri.2,4
Sepanjang hidup, Odontoblas primer menghasilkan dentin sekunder dalam
kecepatan lamban. Proses ini dinamakan dentinogenesis sekunder. Ketika odontoblas
primer mati, produksi dentin akan berubah menjadi reaksi pertahanan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

memperbaiki. Odontoblas primer dapat mati disebabkan cedera dan faktor alamiah.
Odontoblas primer yang mati akan digantikan oleh odontoblas sekunder yang akan
memproduksi dentin tersier yang terdiri dari dentin reaksioner dan reparatif.1,2

2.5.2 Fibroblas
Fibroblas merupakan sel jaringan ikat yang paling banyak dengan kemampuan
untuk sintesadan menjaga matriks jaringan ikat. Fibroblas tersebar luas di jaringan
ikat pulpa dan di cell-rich zone. Morfologi fibroblas bervariasi menurut fungsinya.
Sel yang mengadakan sintesis mempunyai bentuk yang tidak beraturan dengan
cabang prosesus sitoplasma dengan satu nukleus berada pada salah satu ujung sel.1,2
Fibroblas adalah sel utama dalam jaringan ikat. Sel ini membentuk ikatan dengan
maktriks ekstraseluler dan memproduksi komposisi matriks ekstraseluler yang luas.
Sel ini bertanggungjawab untuk degradasi komponen ekstraseluler dan penting dalam
remodelling jaringan ikat.1,2
Fibroblas berperan dalam sintesis kolagen tipe I dan tipe III. Fibroblas juga
berperan dalam sintesis matriks ekstraseluler non-kolagen seperti proteglikans,
fibronektin, bone sialoprotein dan osteopontin. Fibroblas juga berperan dalam
menghasilkan growth factors seperti TGF- β 1 dan TGF- β 3 dan BMP- 2 dan BMP-
7. Kedua molekul ini berperan dalam mengatur sintesa protein matriks ekstraseluler
dan potensi mineralisasi dari sel.2,3

2.5.3 Sel mesenkim yang tidak terdiferensiasi


Sel mesenkim yang tidak terdiferensiasi tersebar di rich-cell zone dan inti pulpa.
Sel ini berbentuk seperti bintang dan memiliki inti yang besar. Sel ini biasanya sulit
dibedakan dengan Fibroblas .dibawah mikroskop cahaya. Sel-sel ini dapat dibedakan
bila telah diberikan rangsangan. Sel mesenkim akan berdiferensiasi menjadi fibroblas
atau odontoblas.2,3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

2.5.4 Sel imunokompeten

2.5.4.1 Limfosit
Limfosit pada terdiri atas dua yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T dikenal
sebagai sel limfosit normal pada jaringan pulpa manusia dan tikus. Limfosit T terbagi
atas dua yaitu T-Helper (CD4+) dan T-Cytotoxic (CD8+). T-Cytotoxic berperan dalam
menghancurkan sel yang membawa antigen seperti sel yang terinfensi oleh mikroba
intraseluler. T-Cytotoxic berperan sebagai imunitas sel. T-Helper berperan dalam
mengatur imunitas humoral dan sel melalui pengenalan antigen oleh reseptor sel T
(TCR). T-Helper menghasilkan sitokin yang mengatur durasi inflamasi sel.2,4
CD4+ terbagi menjadi dua jenis yaitu Th1 dan Th2. Th1 berperan dalam
mengaktifkan makrofag dan menghasilkan IL-2 dan interferon gamma ( IFN-γ ). Th2
berperan dalam menghasilkan sitokin seperti IL-4, IL-5 dan IL-6 dan merangsang
proliferasi dan diferensiasi limfosit B.2,25

2.5.4.2 Makrofag
Makrofag dijelaskan sebagai histiosit yang terletak dekat dengan pembuluh darah.
Penelitian telah menunjukkan bahwa makrofag berhubungan dengan antigen pada
jaringan ikat pulpa. Secara morfologi, makrofag ditemui dalam berbagai bentuk.
Makrofag mempunyai karakteristik permukaan sel yang tidak beraturan dan ada
struktur lisosom dalam sitoplasma.2,4

2.5.4.3 Sel dendritik


Sel dendritik merupakan sel imunokompeten pulpa yang berfungsi sebagai sel
penyaji antigen (APC). Sel dendritik banyak dijumpai pada daerah perivaskuler yaitu
pada perbatasan dentin dan pulpa. Sel dendritik tersusun dengan aksis
longitudinalnya paralel dengan sel endothel. Sel dendritik mempunyai hubungan
dengan subpopulasi minor MHC klas II dengan kemampuan fagosit yang lemah.2
Sel dendritik memiliki kemampuan untuk memberikan sinyal yang menyebabkan
proliferasi sel T limfosit. Substansi P dan CGRP merupakan modulator dalam
interaksi sel T dan sel dendrit.4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

2.6 Inflamasi pulpa


Inflamasi adalah reaksi pembuluh darah dan jaringan sekitar terhadap cedera yang
terjadi. Inflamasi menjadi proses yang penting untuk mengetahui proses suatu cedera.
Inflamasi dapat menjadi dasar untuk mengetahui waktu cedera dan proses
penyembuhan hingga kembalinya fungsi normal jaringan. Inflamasi memiliki lima
karakter yaitu rubor, calor, dolor, tumour dan functio laesa. Inflamasi melibatkan
sel-sel imunokompeten. Sel-sel ini menjadi penanda perjalanan inflamasi tersebut.26
Inflamasi terjadi dalam dua tahap yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis.
Inflamasi akut terdiri atas tiga tahap yaitu tahap vasodilatasi, edema dan emigrasi
leukosit. Pada awal terjadi inflamasi, pembuluh darah akan dilatasi dan peningkatan
tekanan vaskular yang disebabkan oleh mediator inflamasi. Tahap kedua yaitu edema
yang disebabkan oleh perubahan permeabilitas pembuluh darah. Tahap ketiga yaitu
dilepasnya sel-sel imunokompeten. Pada inflamasi akut, sel yang paling berperan
adalah sel netrofil PMN.27

Gambar 3 Gambaran sel makrofag pada pulpa28


Inflamasi kronis terjadi apabila proses penyembuhan pada inflamasi akut tidak
terjadi dengan sempurna. Pada inflamasi kronis, sel-sel leukosit yang berperan pada
umumnya adalah sel mononuklear makrofag, limfosit dan sel plasma. Inflamasi
kronis ditandai dengan kerusakan jaringan dan pembentukan jaringan granulasi oleh
fibroblas. Sel pada inflamasi akut pada umumnya adalah neutrofil, maka pada
inflamasi kronis adalah sel makrofag.27
Inflamasi pulpa dapat terjadi karena invasi bakteri, truma, iatrogenik dan
kemis.Inflamasi pada pulpa ditandai dengan infiltrasi sel yaitu limfosit, sel plasma

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

dan makrofag. Mediator inflamasi seperti histamin, bradikinin, serotonin, interleukin


dan hasil metabolit asam arakidonat akan dihasilkan sebagai respon terhadap invasi
bakteri dan cedera jaringan. Neuropeptida seperti substansi P dan CGRP juga ikut
terlibat dan berinteraksi dengan mediator selama proses inflamasi.3
Ardo(2005) mengklasifikasikan inflamasi pulpa menjadi empat tingkat yaitu tidak
ada inflamasi, inflamasi ringan, inflamasi moderat dan inflamasi berat. Tingkat ini
ditentukan dengan jumlah infiltrasi sel PMNL dan makrofag.28
Sel makrofag menghasilkan interleukin-1 dan interleukin-2 terletak pada stroma
jaringan ikat pulpa. Sel mast yang merupakan penghasil utama histamin, ditemui
pada pulpa yang terinflamasi. Histamin dijumpai dalam jumlah yang tinggi setelah
inflamasi terjadi selama 30 menit. Platelet yang terdapat pada pembuluh darah akan
melepaskan serotonin. Serotonin berperan dalam memberikan rasa sakit pada
nosiseptor pulpa.3
Inflamasi pada pulpa terbagi dua yaitu pulpitis reversibel dan pulpitis irreversibel.
Pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pada pulpa ringan sampai sedang
yang disebabkan oleh beberapa stimuli, tetapi pulpa mampu kembali pada keadaan
semula setelah stimuli dihilangkan. Pulpitis reversibel disebabkan oleh trauma
mekanis, termis dan masuknya bakteri ke dalam pulpa.2
Gejala pulpitis reversibel adalah rasa sakit yang tajam namun sebentar saat adanya
rangsangan misalnya pada saat makan atau minum. Pada pulpitis reversibel, rasa sakit
tidak terjadi secara spontan.2 Gambaran histopatologi dari pulpitis reversibel adalah
vasodilatasi pembuluh darah, rusaknya lapisan odontoblas dan terdapat sel inflamasi
akut.5

2.7 Dentinogenesis tersier


Dentinogenesis adalah proses berkesinambungan deposisi matriks sepanjang umur
gigi. Dentinogenesis terdiri dari tiga tahap yaitu dentinogenesis primer, sekunder dan
tersier. Dentinogesis primer terjadi pada saat masa perkembangan dan pembentukan
mahkota serta akar gigi. Dentinogenesis sekunder terjadi sepanjang umur gigi dan
menyebabkan pulpa menjadi lebih kecil dan deposisi dentin peritububular.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

Dentinogenesis tersier adalah pembentukan dentin yang terjadi karena adanya


rangsangan dari luar seperti, karies, trauma dan kerusakan jaringan pulpa. Dentin
tersier meliputi pembentukan dentin yang hampir mirip dengan dentin primer dan
sekunder sampai dentin yang berbentuk atubular.
Kalsifikasi dentin tersier terdiri dari dentin reparatif dan reaksioner. Dentin
reparatif adalah dentin yang terbentuk oleh generasi baru odontoblas pada pulpa
sebagai respon terhadap stimulus setelah kematian dari sel postmitotic odontoblas.
Dentin reparatif biasanya terbentuk karena stimulus yang kuat dan menunjukkan
proses biologi yang lebih kompleks. Dentin reaksioner adalah dentin yang terbentuk
oleh sel postmitotic yang masih hidup setelah mendapat stimulus. 1,2,4
Dentin tersier merupakan mekanisme pulpa untuk melakukan regenerasi sel
terhadap luka. Dalam hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar pulpa yaitu
keadaan bakteri dan bahan yang dapat memicu regenerasi. Pulpa yang mengalami
cedera memiliki kemampuan yang terbatas dalam melakukan regenerasi. Bila
stimulus yang ringan, seperti karies ringan, atrisi, erosi atau fraktur superfisial,
odontoblas dapat bertahan dan kembali melakukan dentin di bawah lokasi injuri,
memungkinkan pulpa tetap vital dan menjalankan fungsinya. Bila stimulus yang
terjadi berat, seperti karies dentin yang dalam, abrasi yang parah, fraktur, odontoblas
primer akan hancur. Dalam hal ini, sel postmitotik akan hancur dan kehilangan
kemampuan untuk menciptakan dentin baru dan proliferasi odontoblas. Dalam
keadaan ini, odontoblast like-cell yang belum terdiferensiasi akan berdiferensiasi dan
membentuk dentin reparatif.1,2,4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

JENIS-JENIS DENTIN TERSIER

REAKSIONER REPARATIF

ODONTOBLAS ODONTOBLAST
YANG MASIH ADA LIKE-CELL
STIMULUS STIMULUS
RINGAN BERAT

Gambar 4 Dentin reaksioner dan Dentin reparatif2

2.8 Bahan kaping pulpa

2.8.1 Kalsium Hidroksida


Kalsium hidroksida sudah menjadi standart sebagai bahan kaping pulpa. Kalsium
hidroksida memiliki pH yang basa yaitu sekitar 12 sehingga menyebabkan kalsium
hidroksida memiliki kemampuan antibakterial yang baik. Sediaan dari kalsium
hidroksida dapat berupa ready mix dan non-setting. Kalsium hidroksida dapat
merangsang pembentukan dentin reparatif karena pH yang basa mengiritasi jaringan
pulpa. Iritasi yang terjadi pada pulpa menyebabkan produksi morfogen yang berperan
dalam dentinogenesis yaitu TGF-β 1 dan BMP 2. Morfogen ini merupakan protein
yang signifikan dalam kesembuhan pulpa.6,8
Akan tetapi hasil jangka panjang penggunaan bahan ini tidak dapat diprediksi.
Kalsium hidroksida tidak dapat beradaptasi sempurna dengan dentin.6 Dentin
reparatif yang terbentuk juga memiliki ciri khas yaitu tunnel defects. Cox et al. (1996)
meneliti penggunaan kalsium hidroksida dan mengemukakan kelemahan bahan ini
yaitu tunnel defects.11 Tunnel defects dapat menjadi jalan penetrasi bagi bakteri untuk
mengaktifkan sel imun dan menyebabkan iritasi pulpa.7
Kalsium hidroksida memiliki pH yang basa yaitu 12 sehingga dapat menyebabkan
iritasi pulpa. Kegagalan penggunaan bahan ini disebabkan oleh adhesinya yang tidak
baik dengan dentin sehingga terjadi leakage untuk jalan masuk bakteri.6 Fitzgerald

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

dan Heys (1991), Matsuo et al. (1996) dan Clement et al. (2000) menyimpulkan
bahwa kegagalan kaping pulpa dengan kalsium hidroksida sekitar 5-21% dalam
setahun, 20% gigi menunjukkan kegagalan dalam tahun pertama dan 30% setelah dua
tahun penggunaan kalsium hidroksida. Donner dan Klar (2000) menyimpulkan bahwa
kegagalan kaping pulpa dengan kalsium hidroksida sekitar 15-30% dalam setahun.8

Gambar 5 Tunnel Defect (b) pada dentin reparatif (a)


yang terbentuk oleh kalsium hidroksida

2.8.2 Mineral Trioxide Aggregate (MTA)


MTA adalah semen silikat bioaktif yang sudah menunjukkan hasil yang
memuaskan pada kaping pulpa gigi primata. MTA terdiri atas dua jenis yaitu grey
dan white. MTA yang berwarna grey memiliki unsur besi. MTA memiliki partikel
yang kecil, kemampuan isolasi yang bagus, pH yang basa dan dapat melepas ion
kalsium. MTA juga dapat merangsang proliferasi sel pulpa, melepas sitokin dan
merangsang pertumbuhan jaringan keras.7,8
MTA memiliki kemampuan untuk merangsang diferensiasi sel yang membentuk
jaringan termineralisasi. Inkubasi fibroblas gingiva dan ligamen periodontal dengan
MTA memicu ekspresi alkali fosfatase yang merupakan fenotip pertumbuhan
jaringan keras. MTA juga memicu produksi BMP-2 dan TGF-β 1 yang menyebabkan
produksi kolagen tipe I dan ekspresi osteoblast-like cell pada fibroblas gingiva
manusia (In Vitro).10
MTA memiliki kelemahan yaitu kelarutan yang tinggi. 24% MTA larut setelah
disimpan selama 78 hari di dalam air. Unsur besi dalam MTA mengakibatkan
diskolorasi gigi. MTA juga memiliki setting time yang lama yaitu sekitar 165 menit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

Setting time yang lama menyebabkan prosedur kaping pulpa harus dilakukan dalam
dua kali kunjungan. MTA juga memiliki harga yang mahal. Satu gram MTA setara
dengan 24 gram pasta kalsium hidroksida.29

2.9 Kaping pulpa direk sebagai perawatan pulpa vital( Regenerasi jaringan
pulpa)
Perawatan pulpa vital adalah perawatan yang ditujukan untuk mempertahankan
dan menjaga vitalitas pulpa yang terekspos secara tidak sengaja dan merangsang
pertumbuhan kompleks pulpa-dentin dari pulpa vital yang tersisa. Perawatan pulpa
vital terbagi atas dua, yaitu kaping pulpa direk dan kaping pulpa indirek.1,6
Strategi untuk mencapai kesuksesan dalam perawatan pulpa vital adalah dengan
mengurangi iritasi pulpa dan memicu diferensiasi odontoblas yang baru. Kesuksesan
perawatan pulpa vital dilihat dari ketahanan dari bakteri, tidak ada inflamasi yang
parah dan kestabilan hemodinamis pada pulpa. Prognosis yang ideal adalah
terbentuknya dentin reparatif.1
Kaping pulpa direk adalah perawatan pulpa dengan menutup luka pada pulpa
dengan bahan biomaterial yang langsung diletakkan pada pulpsa terekspos untuk
mengfasilitasi pertumbuhan dentin reparatif dan menjaga vitalitas pulpa. Kaping
pulpa direk dilakukan pada pulpa yang terekspos karena trauma mekanis. Menurut
American Association of Endodontic (2014), kaping pulpa direk dilakukan saat pulpa
terekspos akibat trauma mekanis seperti preparasi kavitas.
Indikasi dilakukan kaping pulpa direk adalah:30
 Pulpa vital terekspos karena kesalahan iatrogenik.
 Dapat dilakukan kontrol perdarahan di lokasi pulpa terekspos.
 Bahan kaping dapat kontak langsung dengan pulpa
 Terjadi pada saat dilakukan preparasi
 Gigi dapat direstorasi dengan baik
Pada saat pulpa terekspos, sel odontoblas akan hancur pada lokasi pulpa tereskpos
yang akan menyebabkan terjadi inflamasi dan dibutuhkannya Dental Pulp Stem Cells
(DPSC) untuk memicu dentin reparatif.1-3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

2.10 Ekstrak batang kemuning sebagai bahan penyembuhan luka


Luka adalah rusaknya integritas jaringan akibat iritasi dan dapat mengakibatkan
hilangnya fungsi. Penyembuhan luka adalah proses dinamis yang kompleks. Hasil
akhir dari proses penyembuhan luka adalah kembalinya fungsi dan kontinuitas
anatomis.31
Kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) merupakan tumbuhan yang banyak
digunakan di Indonesia sebagai obat-obatan maupun kosmetika. Kemuning
merupakan tumbuhan suku Rutaceae, merupakan semak atau pohon kecil, mencapai 3
– 7 m dengan batang beralur, tidak berduri. Daun majemuk, bersirip ganjil, duduk
secara spiral pada ranting; anak daun 4 - 7 helai, berhadapan atau tidak, bentuk jorong
atau bundar telur sungsang, pangkal meruncing, ujung meruncing atau agak
membundar, pinggir daun rata atau agak beringgit, panjang 2 - 11 cm, lebar 1,5 – 5
cm, permukaan mengkilat, panjang tangkai3 - 4 mm. Bunga tunggal atau tandan
semu,berkelipatan 5, paling banyak terdiri dari 8 bunga; kelopak agak terbelah,
panjang 2 - 25 mm, mahkota berwarna putih, bentuk bundar telur sungsang, agak
jorong, panjang 6 - 27 mm, lebar 4 - 10 mm. Buah berbentuk bulat atau jorong,
berwarna merah mengkilap, panjang lebih kurang 1 cm. Kemuning berfungsi sebagai
obat-obat untuk memar karena benturan, sakit gigi, sakit rematik, sakit borok,
anastesi, bronkitis dan datang haid yang terlambat. Kemuning mengandung senyawa
flavonoid, kumarin, alkaloid, sinamat, sterol, saponin, tannin.21-24
Kandungan flavonoid dalam kemuning berfungsi sebagai anti inflamasi. Flavonoid
bekerja melalui dua cara yaitu dengan menurunkan permeabilitas pembuluh darah
dan menghambat pelepasan asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dengan jalan
memblok siklus oksigenase dan lipoksigenase sehingga menurunkan kadar
prostaglandin dan leukotrien. Flavonoid juga berfungsi sebagai anti-oksidan yang
paling penting dalam penyembuhan luka.23
Kandungan kumarin dalam kemuning berfungsi sebagai antibakteri dan
antiinflamasi. Kumarin diketahui dapat menstimulasi makrofag dan memberi efek
negatif tidak langsung pada infeksi. Kumarin bekerja dengan menghambat produksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

PGE2 yang merupakan mediator inflamasi. Trimurni (1999) mengemukakan bahwa


kumarin merupakan senyawa aktif. 23
Kandungan saponin dalam kemuning berfungsi sebagai antibakteri. Saponin
ditemukan sebagai prekursor tidak aktif dalam tumbuhan, namun akan aktif bila ada
invasi patogen.23
Kandungan tannin dalam kemuning berfungsi sebagai antioksidan dan antibakteri.
Tannin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari
senyawa fenolik yang sulit dipisahkan.23

2.11 Hidrogel kitosan blangkas nanopartikel


Kitosan adalah polimer alam yang didapat melalui deasetilisasi kitin dalam situasi
basa. Kitosan merupakan polimer alam yang terbanyak setelah selulosa. Kitin
merupakan komposisi penting pada eksoskeleton hewan krustasea, moluska dan
serangga. Kitosan juga merupakan polimer yang terdapat pada dinding sel jamur
tertentu.12,13
Kitosan memiliki berat molekul 1,2 x 105. Berat molekul kitosan bergantung pada
proses deasetilasinya. Kitosan memiliki reaktivitas kimia yang tinggi akibat gugus-
gugus protein yang dimilikinya. Gugus-gugus ini juga dapat bereaksi dengan protein
sehingga kitosan sering digunakan dalam bidang kesehatan.16

Gambar 6 Struktur kimia kitosan


Kitosan blangkas adalah kitosan yang didapat dari cangkang blangkas (Tachypelus
gigas). Kitosan blangkas memiliki derajat deasetilisasi 84,70% dan memiliki berat
molekul 893000 Mv. Kitosan blangkas dalam penggunaan dalam bidang endodonti
menunjukkan hasil yang baik. Trimurni et al. (2007) membuktikan bahwa kitosan
blangkas dapat merangsang pembentukan dentin reparatif yang lebih baik
dibandingkan kalsium hidroksida.16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Hidrogel adalah ikatan silang yang dibentuk dari polimer hidrofilik makromolekul.
Hidrogel memiliki kemampuan untuk menyerap air sampai berkali-kali volume-nya.
Hidrogel dapat diubah karakternya dengan cara memodulasi struktur ikatannya.17
Hidrogel kitosan sudah banyak digunakan dalam bidang medis. Hidrogel kitosan
digunakan sebagai pembawa obat secara oral, transdermal, nasal, rektal dan okular.
Hidrogel kitosan juga digunakan dalam regenerasi jaringan. Ladet et al. (2011)
meneliti bahwa hidrogel kitosan dapat merangsang proliferasi chondrocyte-like cells.
Tran et al. (2011) meneliti bahwa hidrogel kitosan dapat mempercepat penyembuhan
luka pada tikus dibandingkan tidak diberi hidrogel kitosan. Yang et al. (2010)
meneliti bahwa hidrogel kitosan yang dimodifikasi dengan gelatin dan karboksimetil
mempercepat perlekatan sel fibroblas pada daerah luka.17
Nanopartikel adalah partikel berbentuk padat dengan ukuran 10-100nm.
Nanopartikel kitosan adalah kitosan yang dimodifikasi menjadi ukuran yang lebih
kecil untuk pemanfaatan yang lebih luas. Nanopartikel kitosan memiliki kemampuan
penetrasi yang lebih baik dibandingkan dengan kitosan dengan ukuran yang biasa.
Pembuatan nanopartikel kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi
material dan metode yang digunakan.19
Penelitian Trimurni et al. (2007) yang menggunakan kitosan blangkas sebagai
bahan kaping pulpa melalui pemeriksaan imunohistokimia dai sampel pulpa terbuka
gigi tikus menunjukkan bahwa bahan tersebut bersifat biokompatibel dan dapat
merangsang bioaktivitas sel-sel pulpa gigi untuk membentuk dentin reparatif yang
ditandai dengan meningkatnya ekspresi ALP. Hal ini disebabkan oleh karena kitosan
dengan berat molekul yang tinggi memungkinkan terbentuknya sub-base untuk
perlekatan sel odontoblas mengadakan migrasi dan proliferasi DPSC.16

2.12 Kitosan sebagai Scaffold


Scaffold adalah struktur tiga dimensi yang menjadi bingkai kerja awal dari sel.
Scaffold biasanya merupakan polimer dari alam yaitu berupa protein dan polisakarida.
Polisakarida dapat berupa selulosa, amilosa, dextran, kitin dan glikosaminoglikan.
Penggunaan dari 3-D Scaffold adalah untuk memungkinkan sel melekat, tumbuh dan
diferensiasi. Scaffold menyediakan lingkungan yang memungkinkan migrasi sel dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

proliferasi sel. Scaffold terdiri atas dua jenis yaitu bahan alami dan bahan sintesis.
Bahan alami lebih menguntungkan karena lebih biokompatibel. Bahan sintesis lebih
menguntungkan pada karakter fisiokimia yaitu dapat mengatur derajat degraditas,
struktur mikro dan kekuatan mekanis.20
Scaffold harus mempunyai karakter-karakter, yaitu bikompabilitas, kemampuan
menyerap dan bedegradasi, tidak beracun, memiliki struktur yang stabil, permukaan
yang cukup untuk proliferasi sel dan bentuk yang tepat.
Penggunaan scaffold sangat diperlukan dalam tissue engineering yang
berhubungan dengan akar gigi manusia. Regenerasi dari pembuluh darah dan syaraf
pada foramen apikal menandakan bahwa penggunaan scaffold dapat adalah langkah
yang penting dalam implementasi penggunaan laboratorium pada penggunaan klinis.
Mooney et al. melaporkan bahwa DPSC manusia yang dimasukkan ke 3-D Scaffold
pada penelitian in-vitro menunjukkan pertumbuhan pulpa yang sama dengan pulpa
primitif.20
Kitosan merupakan scaffold karena kitosan memiliki porositas yang baik.
Porositas menjadi kunci dalam menyediakan dukungan untuk proliferasi sel. Scaffold
harus dapat memberi sinyal pada morfogen pada jaringan untuk memicu proliferasi
sel. Kitosan dapat menjadi tempat proliferasi sel yang baik disebabkan oleh porositas
yang dimilikinya. Hal ini dapat memungkinkan sel berkembang dan mendapat nutrisi
yang baik.

Gambar 7 Faktor-faktor scaffold16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

2.13 Tikus wistar sebagai hewan coba


Tikus merupakan hewan yang paling sering digunakan dalam percobaan ilmiah
yang melibatkan obat-obatan, toksikologi, metabolisme lemak dan penyakit infeksius.
Tikus baik digunakan karena mudah dipelihara, mudah dikembangbiakkan sehingga
mudah mendapatkan hewan coba yang seragam dalam laboratorium.32
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Infrakelas : Eutharia
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Superfamili : Muroidea
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Novergicus
Tikus juga memiliki reaksi pulpa yang hampir sama dengan manusia. Banyak
penelitian yang berhubungan dengan kedokteran gigi yang menggunakan tikus
sebagai hewan coba.28 Penelitian yang dilakukan oleh Ardo Sabir ( 2005) meneliti
reaksi inflamasi pulpa gigi tikus menggunakan propolis.Penelitian yang dilakukan
oleh Qurrotul Aini (2012) yang menggunakan jaringan pulpa gigi tikus untuk melihat
efek ekstrak daun sirih terhadap sel-sel inflamasi.

Gambar 8 Tikus wistar33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kerangka Teori

24

Odontoblas
Trauma mekanis Kompleks dentin-
pulpa Fibroblast

Karies Injuri Sel mesenkim

Sel Imunokompeten
Pulpitis reversibel
Iatrogenik

Inflamasi Penyembuhan

- Hidrogel K-EBK dengan K - Terbentuknya dentin


0,2% + EBK 7,5% reparatif oleh odontoblast
- Ca(OH)2 like-cell ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

1. Penurunan jumlah sel


 Hidrogel K-EBK
inflamasi pada hari 7,14 dan
dengan K 0, 2% +
30 hari
EBK 7,5%
2.Pembentukan dentin
 Pasta kalsium
reparatif pada hari 7, 14 dan
hidroksida
30 pada gigi-gigi pulpitis
reversibel akibat trauma
mekanis

Penelitian ini menganalisis pengaruh hidrogel kitosan blangkas nanopartikel


sebagai perancah dengan ekstrak bahan kemuning sebagai bahan kaping pulpa direk.
Hal ini dilhat dengan cara membuat kitosan blangkas dan dicobakan pada pulpa tikus
yang dilakukan perforasi sehingga keadaan dentin reparatif dapat dinilai. Pada
penelitian ini keadaan dentinal bridge diketahui dengan cara melihat struktur dentin
reparatif pada hari 7,21 dan 30.

3.2 Hipotesis Penelitian


Dalam penelitian ini dapat ditegakkan hipotesis berikut:
1. Hidrogel K-EBK dengan K 0,2% + EBK 7,5% dapat membentuk dentin
reparatif pada gigi dengan pulpitis reversibel.
2. Ada perbedaan dentin reparatif yang dibentuk oleh hidrogel K-EBK dan
Kalsium Hidroksida

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


4.1.1 Jenis Penelitian : Eksperimental in vivo
4.2.2 Rancangan Penelitian : Post Test Only Group Design.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


4.2.1 Tempat Penelitian
- Laboratorium Farmakologi Farmasi USU
Pembuatan bahan dilakukan di laboratorium karena alat yang
digunakan masih sesuai dengan standard dan telah banyak dilakukan
pembuatan bahan sebelumnya
- Laboratorium Biologi FMIPA USU
Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi karena alat dan kandang
yang sesuai standar dan sudah sering digunakan untuk penelitian yang
lain.
- Laboratorium Patologi Anatomi FK USU
Persiapan preparat dan pengamatan dilakukan di laboratorium Patologi
Anatomi karena memiliki alat dan bahan yang sesuai standard.
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah September 2015 sampai Agustus 2016

4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel


4.3.1 Populasi
Tikus Wistar yang dikembangbiakkan di Laboratorium Fisiologi Hewan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuaan Alam USU.
4.3.2 Sampel
Gigi molar pertama maksila dan mandibula tikus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Kriteria inklusi kelompok sampel :

 Tikus wistar jantan


 Tikus wistar umur 3 bulan
 Berat badan tikus wistar 200 – 250 gr
 Sehat, ditandai dengan gerakan aktif

Kriteria ekslusi kelompok sampel :

 Tikus Wistar betina

4.3.3 Besar Sampel


Pengamatan dilakukan pada 3 kelompok.
Pada awal penelitian,
Pada setiap tikus, diaplikasikan :

 Hidrogel K-EBK : Molar pertama mandibula kanan


 Kalsium Hidroksida : Molar pertama mandibula kiri
 Kontrol negatif (-) : Molar pertama maksila.

Lalu tikus dibunuh untuk setiap kelompok hari ke 7,21 dan 30.

Jumlah gigi yang digunakan ditentukan berdasarkan rumus Federer

(t-1)(r-1) ≥ 15
(3-1)(r-1) ≥ 15
2(r-1) ≥ 15
r-1 ≥ 7,5
r ≥ 8,5
Dengan, t : Jumlah kelompok perlakuan
r : Jumlah sampel tiap kelompok
Jadi besar sampel untuk setiap kelompok perlakuan adalah 9 buah sampel.
Pengamatan dilakukan berdasarkan waktu yaitu pada hari 7, 21 dan 1 bulan sehingga
jumlah tikus adalah 27 buah sampel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Pada setiap tikus digunakan 3 gigi, maka jumlah sampel yang digunakan untuk
penelitian adalah 9 ekor tikus.
Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling yaitu sample
diambil secara acak dari populasi untuk tiap kelompok perlakuan.

4.4 Variabel Penelitian


4.4.1Variabel Bebas
Hidrogel kitosan nanopartikel sebagai perancah dengan ekstrak batang kemuning,
Kalsium hidroksida
4.4.2 Variabel Terikat
Pembentukan dentin reparatif
4.4.3 Variabel Terkendali
 Jenis kelamin tikus
 Berat tikus
 Umur tikus
 Makanan tikus
 Jadwal makan tikus ( pukul 09.00 dan 16.00 )
 Lama waktu adaptasi tikus dalam kandang
 Suhu kandang tikus
 Jenis dan bentuk mata bur
 Anestesi yang dipakai
 1 bur intan bulat untuk 1 gigi yang dipreparasi
 Kecepatan putar dari bur --- rpm
 Jumlah larutan yang diaplikasi ke ruang pulpa
 Tumpatan RM-GIC untuk menutup kavitas
 Light cure selama 20 detik
 Waktu pengamatan
 Keterampilan operator

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

4.4.4 Variabel tidak Terkendali


 Perlakuan tikus dari lahir sampai digunakan sebagai hewan coba
 Variasi struktur anotomis gigi rahang atas tikus

Variabel Bebas
Variabel Terikat
Hidrogel K-EBK K 0,2% + EBK
Perbaikan pulpa reversibel dengan
7,5%, Pasta kalsium hidroksida
terbentuknya dentin reparatif pada kelompok
Calseal®
hari ke- 7, hari ke-14, dan 1 bulan.

Variabel Terkendali

 Jenis kelamin tikus (Jantan)


 Berat tikus (200-250 gr)
 Umur tikus ( 3 Bulan)
 Makanan tikus (Pellet)
 Jadwal makan tikus ( pukul 09.00
Variabel tidak Terkendali
dan 16.00 )
 Lama waktu adaptasi tikus dalam  Perlakuan tikus dari lahir sampai

kandang ( 1 Minggu) digunakan sebagai hewan coba

 Suhu kandang tikus (250C)  Variasi struktur anotomis gigi rahang

 Jenis dan bentuk mata bur ( Round atas tikus

bur)  Usia batang kemuning

 Anastesi yang dipakai ( Ketamine)  Geografis tempat tumbuh buah manggis

 1 bur intan bulat untuk 1 gigi yang  Perlakuan kepada kemuning selama

dipreparasi tumbuh

 Kecepatan putar dari bur 25000  Keadaan psikologis tikus setelah

rpm perlakuan

 Jumlah larutan yang diaplikasi ke  Keterampilan operator laboratorium

ruang pulpa (2 ml)


 Tumpatan RM-GIC untuk menutup
kavitas
 Light cure selama 20 detik
 Waktu pengamatan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

 Keterampilan operator
30

4.5 Definisi Operasional


Tabel 1. Definisi Operasional Variabel Bebas

No Variabel Definisi Alat Ukur Satuan Skala Ukur


Bebas Operasional Ukur
1 Hidrogel Campuran Spuit gram dan Nominal
K-EBK hidrogel kitosan mililiter.
dengan yang dibuat di
Kitosan Laboratorium
0,2% + Fitokimia
Ekstrak Fakultas Farmasi
Batang dengan
Kemuning konsentrasi
7,5% 0,2% dan
hidrogel Ekstrak
Batang
Kemuning
dengan
konsentrasi
7,5% sebagai
bahan kaping
pulpa direk.
2 Kalsium Pasta ready-mix Standard Nominal
hidroksida kalsium pabrik
hidroksida yang
beredar di
pasaran yang
digunakan
sebagai kontrol
negatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Tabel 2. Definisi operasional variabel terikat


No Variabel Definisi Alat Ukur Satuan Ukur Skala
Terikat Operasional Ukur
1 Respon -Jumlah Mikroskop Penilaiannya Ordinal
inflamasi penurunan sel cahaya dibagi atas 4
makrofag pada A. Respon kriteria, yaitu :
hari 7 dan 14 inflamasi -Skor 0 :
pada hari tidak ada
ke-7 dan inflamasi.
ke-14 -Skor l :
Jumlah sel
netrofil PMN
sedikit
Skor 2 :
Jumlah sel
netrofil PMN
moderat
Skor 3 :
Jumlah sel
netrofil
banyak.
2 Dentin - Pembentukan B. Penilaian Pemberian
reparatif dentin reparatif terhadap skor 1 sampai
oleh odontoblast pembent 4
like cell dinilai ukan - Skor 0 : tidak
dengan dentin terbentuk
terbentuknya reparatif jaringan keras.
jaringan keras. pada hari - Skor 1 :
ke-14 selapis tipis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

dan 1 deposisi
bulan. jaringan keras
- Skor 2 :
hanya terlihat
deposisi
jaringan keras
yang irreguler
- Skor 3 :
terbentuknya
dentin
reparatif
dengan
jaringan keras
yang irreguler.

4.6 Bahan dan Alat Penelitian


4.6.1 Bahan Penelitian
 Hidrogel kitosan blangkas nanopartikel
 HPMC
 Ekstrak batang kemuning
 Anastesi Ketamin HCl ( Ketalar) – Parke Davis
 Cotton Pellet (Sari Bunga)
 Larutan Iodine (One Med)
 Formalin buffer netral 10%
 Saline ( Kimia Farma, Indonesia )
 Alkohol (Kimia Farma, Indonesia)
 RM-GIC (Xtracem-lc)
 CaOH2 (Diapaste)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

 Ethanol pa ( Merck )
 Panadol ( GSK, Indonesia)

4.6.2 Alat Penelitian


 Bur akses kecil ( Dentsply )
 Mikromotor (Strong)
 Handpiece (NSK LowSpeed)
 Kandang tikus
 Pinset, sonde, kaca mulut, instrument plastis ( Dentica)
 Spuit ( Terumo, Japan)
 Surgery scissors (Franzy)
 Scalpel dan Blade (Franzy)
 Water glass (Terumo, Japan)
 Mikroskop cahaya (Olympus, Japan)
 Light Cure (3M, Indonesia)

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1. Persiapan bahan coba

4.7.1.1 Pembuatan hidrogel kitosan blangkas nanopartikel


Pembuatan hidrogel dimulai dengan menglarutkan bubuk kitosan dengan larutan
asam asetat 1%. Setelah didapatkan larutan kitosan, dicampurkan HPMC lalu diaduk
hingga didapatkan hidrogel.

4.7.1.2 Pembuatan ekstrak batang kemuning


Proses pembuatan ekstrak batang kemuning (Murraya paniculata (L) Jack)
dilakukan berdasarkan Standart Operasional Prosedur Laboratorium Fitokimia
Fakultas Farmasi USU dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pembuatan simplisia Batang kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) diambil dan
ditimbang sebanyak 1 kg kemudian dikeringkan di dalam lemari pengering dengan
suhu 40oC (Gambar.9). Batang dikatakan sudah kering apabila diremas akan mudah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

hancur. Selanjutnya batang kemuning yang telah kering tersebut dihaluskan dengan
blender dan disaring dan didapat serbuk simplisia.(Gambar.10).
b. Proses maserasi
Siapkan 500 gram serbuk simplisia dan dimasukkan ke dalam bejana tertutup,
kemudian dituang etanol 80% sampai semua simplisia terendam sempurna dan
dibiarkan sekurang-kurangnya 3 jam.(Gambar.11) Kemudian maserat disaring agar
didapatkan larutan yang bebas bubuk simplisia lalu bubuk simplisia direndam
kembali menggunakan etanol dan dibiarkan lagi lalu kemudian disaring kembali.
Bubuk simplisia direndam ke dalam etanol dengan perbandingan 1 Liter etanol per
100 gram bubum simplisia. Maka diperlukan 5 Liter etanol untuk mendapatkan
maserat dari 500 gram bubuk simplisia. Maserat kemudian dipanaskan diatas kuali
untuk didapatkan ekstrak kental.(Gambar.12)

Gambar 9 Pengeringan batang


kemuning Gambar 10 Penghalusan Batang
Kemuning

Gambar 11 Perendaman Batang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Kemuning

Gambar 13 Ekstrak Batang Kemuning Gambar 12 Pemanasan maserat untuk


mendapat ekstrak

4.7.1.3 Pengenceran bahan coba


Ekstrak batang kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) dalam etanol ditimbang
menggunakan electronic balance dan massanya disesuaikan dengan konsentrasi yang
diinginkan dengan cara dilarutkan.

4.7.1.4 Pencampuran bahan coba


Larutan kemuning dicampur dengan hidrogel. Lalu dicampur dengan hidrogel
kitosan yang ada dan dicampur hingga homogen. (Gambar 14)

Gambar 14 Pencampuran Bahan Coba

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

4.7.2 Persiapan hewan coba


Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas MIPA USU. Tempat ini
dipilih karena tempat ini sering digunakan untuk penelitian. Sembilan ekor tikus
dilakukan anastesi IP dengan 0.7 ml ketamin HCl/BB. Kavitas oral didisinfeksi
dengan mengoleskan iodine dengan permukaan oklusal gigi molar pertama maksila
dan mandibula dibersihkan dengan dental eksplorer. Rahang tikus diretraksi dengan
cheek retraktor

4.7.2.1 Perlakuan gigi hewan coba


 Adaptasikan hewan coba dengan keadaan kandang pada Fakultas Biologi
MIPA USU selama kurang lebih satu minggu. (Gambar. 15)

Gambar 15 adaptasi tikus

 Anastesi tikus dengan injeksi Intramuscular (Gambar. 16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Gambar 16 anastesi tikus

 Preparasi permukaan gigi-gigi molar pertama maksila kiri dan kanan dengan
membuat kavitas klas 1 dengan lebar 2mm, dalam 1,2-1,5mm dengan bur
bulat putaran cepat dan semprotan air hingga perforasi. (Gambar. 17)

Gambar 17 Preparasi gigi tikus

 Hentikan perdarahan dengan cotton pellet.


 Pengalplikasian bahan coba
Hidrogel K-EBK : molar pertama maksila kanan
Kalsium Hidroksida : molar kedua maksila kanan
Kontrol negatif : molar pertama maksila kiri
 Tutup kavitas dengan RM-GIC.
 Dilakukan light-cure. ( Gambar. 18)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

Gambar 18 light-curing gigi tikus

 Semua tikus diberi diet lunak dan pemberian analgesik untuk meredakan
nyeri.
 Tikus dibunuh berdasarkan kelompok waktu yaitu 7 hari, 14 hari, dan 21 hari
dengan mengadakan sedasi ethanol overkonsentrasi, Eutha 4ml/10 lb ( 0,1
ml/l gr ) dilanjutkan dengan perfusi formalin buffer netral 10%. (Gambar.19)

Gambar 19 oversedasi tikus

 Tiap rahang maksila dan mandibula direndam dalam formalin 10% selama 48
jam kemudian dilakukan pemisahan gigi dari maksila dan mandibula.
Terhadap tiap gigi dilakukan pemotongan. (Gambar. 20)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Gambar 20 Rahang tikus yang sudah diekstraksi

 Spesimen gigi didekalsifikasi dengan asam nitrat selama 2 jam, kemudian


spesimen gigi direndam selama 1 jam.
 Setelah itu difiksasi dalam formalin 10% selama 2 jam dan dilakukan
dehidrasi dengan cara merendam spesimen dalam methyl alkohol masing-
masing selama 2 jam.
 Kemudian dilakukan pencucian methyl alkohol dengan toluen selama 1 jam
dalam 3 tahap masing-masing 3 jam.
 Setelah itu dilakukan embedding dengan paraffin cair 60-70% dilakukan
dalam 3 tahap masing-masing 2 jam dan dipersiapkan block paraffin.
 Tahap akhir, dilakukan pewamaan Hemaktosilin-Eosin (HE) terhadap jadngan
dan diamati dengan menggunakan mikoskop cahaya

4.7.3 Pengamatan sediaan Histopatologi


Pada hari ke 7, 14, dan 21 setelah operasi, hewan-hewan itu dibunuh oleh dietil
eter. Setelah kematian, hapusan semua gigi eksperimental dan tulang alveolar yang
berdekatan dengan 10% netral buffered formalin selama 24 jam. Kemudian, spesimen
demineral di 0,1 M EDTA, pH 7,4, pada 4 ° C, tertanam dalam parafin, dipotong
pada 4 pm, dan kemudian diwarnai dengan hematoxylin dan eosin. Bagian kemudian
dianalisis dalam mikroskop cahaya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Histolomorfologi dievaluasi dengan melihat hasil histopatologi dengan mikroskop


cahaya dengan memberi skor 0 sampai skor 3 untuk melihat respon inflamasi oleh sel
PMN dan sel makrofag dan uintuk melihat pembentukan dentin reparatif dengan
pemberian skor 1 sampai 4, dengan skor 1 untuk hasil terbaik dan 4 untuk hasil yang
paling buruk.
A. Penilaiannya terhadap respon inflamasi, yaitu :
Skor 0 : tidak ada inflamasi = tidak terdapat infiltrasi sel inflamasi.
Skor l : inflamasi ringan = infiltrasi oleh PMNL dan sel makrofag dalam jumlah
sedikit
Skor 2 : inflamasi moderat = infiltrasi oleh PMNL dan sel makrcfag dalam jurnlah
sedang.
Skor 3 : inflamasi berat = infiltrasi oleh PMNL dan sel makofag dalarn jumlah
banyak.
B. Penilaian pembentukan dentin reparatif, yaitu :
Skor 1 : tidak terbentuk jaringan keras
Skor 2 : selapis tipis deposisi jaringan keras
Skor 3 : hanya terlihat deposisi jaringan keras yang irreguler
Skor 4 : terbentuknya dentin reparatif dengan jaringan keras yang irreguler

4.8 Analisa Data


Data dianalisa secara non parametrik dengan menggunakan 2 uji statistik yaitu:

1. Analisis Uji Kruskal-Wallis Test (α= 0,05), untuk melihat ada tidaknya efek
hidrogel K-EBK dan kalsium hidroksida pada hari ke-7, 14 dan 30 hari.
2. Analisis Uji Mann-Whitney Test (α= 0,05), untuk melihat ada tidaknya perbedaan
hidrogel K-EBK dan kalsium hidroksida pada hari ke 7,14 dan 30 hari.

4.9 Etika Penelitian


Penelitian dilakukan sesuai dengan standar kode etik penelitian menggunakan
subjek makhluk hidup. Azas 3R digunakan dalam penelitian ini yaitu,
Replacement, Reduction dan Refinement. Replacement berarti menggunakan kasta
hewan yang lebih rendah untuk penelitian. Reduction berarti penggunaan jumlah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

hewan seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang memadai. Refinement


berarti meminimalkan penderitaan yang dialami hewan selama penelitian dan
menghindari hewan dari stress akibat perlakuan seperti penggunaan anastesi dan
analgesik, kandang hewan yang memadai dan suasana kandang yang baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini ada 27 sampel gigi molar tikus yang diberi perlakuan dan
dibagi menjadi 3 kelompok hari yaitu 7, 14 dan 30. Gigi tikus dipreparasi lalu
diaplikasikan Gel Kitosan dan Ekstrak Batang Kemuning, Kalsium Hidroksida dan
tidak diberi perlakuan kemudian sampel diamati dengan mikroskop dengan
perbesaran 400x sesuai kelompok hari. Hari ke-7 dilakukan pengamatan terhadap sel
inflamasi pada setiap sampel dan pada hari ke-14 dan 30 dilakukan pengamatan
terhadap pertumbuhan dentin reparatif.

5.1 Pengamatan reaksi pulpa tikus pada hari ke 7, 14, dan 30


5.1.1 Pengamatan reaksi sel inflamasi pada pulpa tikus pada hari 7

D D
D
P P

a P

P
P
c D
D

Gambar 1. (a). Kontrol, terdapat respon inflamasi ringan , (b). Ca(OH)2 tidak
terdapat respon inflamasi, (c). K-EBK terdapat respon inflamasi ringan.
D=Dentin P=Pulpa. Pembesaran 400x.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

5.1.2 Uji hasil respon inflamasi


Tabel 3. Tabel pengamatan Respon inflamasi

Periode Kelompok Jumlah Respon inflamasi


waktu sampel Normal Ringan Moderat Berat
(hari) (n)
7 K-EBK 3 1 2 - -
Ca(OH)2 3 3 - - -
Kontrol (-) 3 2 1 - -
14 K-EBK 3 3 - - -
Ca(OH)2 3 2 1 - -
Kontrol (-) 3 2 1 - -
Pada hari ke-7 setelah aplikasi K-EBK ditemui respon inflamasi ringan pada pulpa
gigi. Pada kelompok Ca(OH)2 tidak dijumpai lagi sel inflamasi. Pada kelompok
kontrol dijumpai respon inflamasi ringan. Pada hari ke-14 setelah aplikasi K-EBK,
tidak dijumpai lagi sel inflamasi pada pulpa gigi. Pada kelompok Ca(OH)2 masih
dijumpai respon inflamasi ringan. Pada kelompok kontrol juga masih dijumpai respon
inflamasi ringan.
5.1.2 Pengamatan reaksi pembentukan dentin reparatif pulpa tikus pada hari ke
14 dan 30
Setelah hari 7, 14, dan 30 dilakukan perlakuan, pada kelompok Gel Kitosan
dan EBK, Ca(OH)2, dan kontrol negatif dilakukan reaksi pembentukan dentin
reparatif yang ditandai dengan terbentuknya jaringan keras. Penilaiannya dengan
pemberian skor 1, 2, 3 dan 4, yaitu:
Skor 1: tidak terbentuk jaringan keras
Skor 2: hanya terlihat deposisi jaringan keras yang irreguler
Skor 3: selapis tipis deposisi jaringan keras
Skor 4: terbentuknya dentin reparatif dengan jaringan keras yang irreguler.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

5.1.2.1 Pengamatan reaksi pembentukan dentin reparatif jaringan pulpa gigi


tikus pada hari ke 14

P D
D
P

D
D D
P
P
c P

Gambar 2. (a). Kontrol, tidak terbentuk jaringan keras , (b). Ca(OH)2 terlihat
deposisi jaringan keras, (c). K-EBK terbentuk selapis tipis deposisi
jaringan keras. P=Pulpa D=Dentin. Pembesaran 400x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

5.1.2.2 Pengamatan reaksi pembentukan dentin reparatif jaringan pulpa gigi


tikus pada hari ke 30

a b c

P D P
P D
b

D D
D
P P P
c

Gambar . (a). Kontrol, terlihat deposisi terbentuk jaringan keras , (b). Ca(OH)
terlihat selapis deposisi jaringan keras, (c). K-EBK terbentuk jaringan
keras. P= Pulpa D= Dentin.Pembesaran 400x.

5.2 Uji reaksi Jaringan Pulpa


5.2.1 Uji reaksi pembentukan dentin reparatif Jaringan Pulpa
Tabel 4. Pengamatan reaksi pembentukan dentin reparatif jaringan pulpa setiap
kelompok percobaan pada setiap periode waktu (hari ke 14 dan 30)

Periode Kelompok Jumlah Dentin Reparatif


waktu sampel Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4
(hari) (n)
7 K-EBK 3 3 - - -
Ca(OH)2 3 3 - - -
Kontrol (-) 3 3 - - -

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

14 K-EBK 3 - - 1 2
Ca(OH)2 3 - 1 2 -
Kontrol (-) 3 3 - - -
30 K-EBK 3 - - - 3
Ca(OH)2 3 - - 2 1
Kontrol (-) 3 - 1 2 -

Pada hari ke-7 belum dapat dijumpai pembentukan jaringan keras pada setiap
bahan coba. Pembentukan jaringan keras mulai terlihat pada hari ke-14. Pada
kelompok K-EBK terlihat pembentukan dentin reparatif yang ditandai dengan
jaringan keras yang irreguler. Pada Ca(OH)2 terdapat pembentukan selapis tipis
deposisi jaringan keras. Pada kelompok kontrol masih belum ditemui pembentukan
jaringan keras.
Pada hari ke-30, terlihat pembentukan dentin reparatif pada setiap gigi pada
kelompok K-EBK. Pada kelompok Ca(OH)2 terlihat juga pembentukan jaringan keras
pada dua gigi dan pembentukan dentin reparatif pada satu gigi. Pada kelompok
kontrol ditemui pembentukan deposisi jaringan keras.

5.3 Analisis Hasil Penelitian


Perbedaan reaksi pembentukan dentin reparatif pada kelompok Gel Kitosan
dan EBK, Ca(OH)2 dan kontrol negatif antara ke-3 periode waktu (hari ke 7, 14, dan
30) dianalisa dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis, dengan derajat kemaknaan
(α=0,05). Sedangkan perbedaan efek Gel Kitosan dan EBK dan Ca(OH)2 antara ke-3
periode waktu (hari ke 7, 14, dan 30 ) dianalisa menggunakan uji Mann-Whitney,
dengan derajat kemaknaan (α =0,05). Hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Tabel 5. Hasil Uji Kruskal-Wallis α=0.05 perbedaan reaksi pembentukan dentin


reparatif seluruh bahan coba antara ke-3 periode waktu.

Kelompok Mean Rank P


Hari 7 Hari 14 Hari 30
K-EBK 2,00 6,00 7,00 0.030*
Ca(OH)2 2,00 5,67 7,33 0.034*
Kontrol (-) 4,00 4,00 7,00 0,102
Keterangan : * = signifikan bila P<0,05

Tabel tiga menunjukkan bahwa pada kelompok K-EBK dan Ca(OH)2 memiliki
potensi dalam pembentukan dentin reparatif secara signifikan (p<0,05) antara ke-3
periode waktu (hari 7, hari 14, dan hari 30 ), sebaliknya, pada kelompok kelompok
kontrol negatif tidak terbentuk jaringan keras yang signifikan (p>0,05) antara ke-3
periode waktu (hari 7, hari 14, dan hari 30).

Tabel 6. Hasil Uji Mann-Whitney Test α=0.05 perbedaan efek antara kitosan dan
ekstrak batang kemuning dan Ca(OH)2

Bahan Mean Rank P


K-EBK 8,58 0,026
Ca(OH)2 4,42
Keterangan : * = signifikan bila P<0,05

Tabel empat menunjukkan bahwa pada kelompok bahan K-EBK dan Ca(OH)2
terdapat perbedaan yang signifikan karena p=0,026. (p<0,05)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian tentang penggunaan kitosan dengan ekstrak bahan kemuning pada gigi
tikus bertujuan untuk mengetahui efek pembentukan dentin reparatif pada gigi tikus.
Tikus wistar merupakan hewan yang paling umum digunakan dalam penelitian in
vivo. Tikus wistar memiliki struktur gigi yang mirip dengan manusia. Di samping itu,
untuk mendapatkan tikus wister termasuk mudah dan memiliki harga yang relatif
murah.28 Penggunaan tikus wistar pada penelitian ini didasarkan pada penelitian
penelitian Trimurni (2007) yaitu tikus jantan untuk menghindari ketidakseimbangan
hormon seperti pada tikus betina dan dengan umur 3 bulan.16 Penggunaan hewan
coba tikus wistar pada penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran USU dengan Surat keputusan nomor
Penggunaan tikus dalam penelitian ini menggunakan azas 3R yaitu Refinement,
Reduction dan Replacement. Refinement adalah memperlakukan hewan coba sebaik
mungkin agar hewan coba tidak merasakan penderitaan dan sakit. Reduction adalah
penggunaan hewan coba sesedikit mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal
dan Replacement adalah menggunakan hewan dengan ordo terendah untuk penelitian
dan mendapatkan hasil yang maksimal.
Gigi yang digunakan dalam penelitian ini adalah molar tikus wistar. Gigi molar
tikus dipreparasi hingga perforasi pulpa. Perforasi pulpa yang terjadi dianggap
sebagai trauma iatrogenik sehingga mengakibatkan pulpitis reversibel. Perdarahan
pulpa kemudian dihentikan dengan cotton pellet yang dibasahi dengan aquadest. Lalu
diaplikasikan bahan coba kemudian ditumpat dengan RM-GIC. Penggunaan RM-GIC
dipilih karena dapat melepaskan ion flour dan menghasilkan enzim glikolitikenolase
untuk menghambat pertumbuhan bakteri.28 Gigi tikus lalu diekstraksi berdasarkan
kelompok hari yaitu 7,14 dan 30 hari. Gigi yang diekstraksi kemudian dipotong
secara vertikal lalu diwarnai dengan hematoxcylin-eosin dan diamati dibawah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

mikroskop cahaya. Prosedur penelitian yang digunakan sama dengan yang digunakan
oleh Ardo Sabir (2004)28, Trimurni (2006)16 dan Koike et al (2014)9.
Penelitian ini dilakukan pada hari ke-7,14 dan 30. Dentin reparatif merupakan
penanda terjadinya regenerasi jaringan. Dentin reparatif adalah dentin yang dibentuk
oleh odontoblast-like cell sebagai respon untuk melindungi pulpa yang terekspos.3
Setelah terjadi perforasi pulpa, sel inflamasi akut yaitu netrofil PMN langsung
menginvasi.27 Pada hari pertama sampai hari ketiga terjadi invasi sel neutrofil dan sel
makrofag. Enam jam setelah terjadi injuri, sel imun muncul. Sel Neutrofil PMN
merupakan sel pertama yang muncul sesaat setelah terjadinya injuri dan jumlahnya
berangsur bertambah, dengan jumlah puncak pada 24-48 jam. Fungsi utamanya
adalah memfagosit bakteri yang muncul pada saat injuri. Sel Neutrofil memiliki
siklus hidup yang pendek dan jumlahnya berangsur berkurang setelah hari ke-3. Sel
selanjutnya yang memasuki daerah injuri adalah makrofag. Sel ini merupakan hasil
diferensiasi monosit setelah mencapai jaringan dari aliran darah. Sel makrofag akan
muncul pada 48-96 jam setelah injuri dan mencapai jumlah terbanyak pada hari ke-3
setelah injuri. Sel ini memiliki siklus hidup yang lebih panjang dari sel PMN dan
bertahan sampai penyembuhan luka selesai. Pada hari ke-5, sel limfosit akan muncul
dan mencapai puncaknya pada hari ke-7 setelah injuri. Pada hari ke-7, sel inflamasi
masih ditemukan dalam jumlah ringan pada salah satu sampel gigi. Pengamatan yang
dilakukan pada hari ke-14, sel inflamasi sudah tidak lagi ditemui pada jaringan pulpa
gigi. Pada hari ke-14 juga sudah ditemukan pembentukan dentin reparatif pada
seluruh sampel percobaan. Pada hari ke-30 sudah ditemukan dentin reparatif pada
sampel percobaan.
Penggunaan kitosan sudah sering digunakan dalam penelitian yang bertujuan
untuk kesehatan. Kitosan sendiri yang berperan sebagai 3D scaffold yang merupakan
bingkai kerja dalam regenerasi jaringan. Vasquez et al. (2015) menyatakan bahwa
kitosan merupakan polisakarida yang baik digunakan sebagai scaffold karena
memenuhi karakter-karakter scaffolding. Kitosan mampu memicu pertumbuhan
seluler dengan mengstimulus produksi molekul TGF-β 1 dan TGF-β 3 serta Bone
Morphogenic Protein yang merupakan inisiator produksi kolagen dan berperan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

penting dalam penyembuhan jaringan pulpa.6,8,16 Kitosan juga bersifat bakteriosid


dan bakteriostatik. Kitosan bekerja dengan menurunkan tekanan intraseluler sel
bakteri sehingga sel bakteri lisis.36 Trimurni (2006) menemukan bahwa kitosan dapat
merangsang pertumbuhan dentin reparatif pada tikus wistar.16 Ardakani et al (2011)
menemukan bahwa kitosan dapat merangsang pertumbuhan tulang alveolar.15 Anita
(2013) menemukan bahwa kitosan dengan ekstrak batang kemuning dapat
membersihkan saluran akar dari fusobacterium nucleatum.24
Penggunaan batang kemuning juga sudah sering digunakan dalam penelitian
kesehatan. Batang kemuning banyak mengandung senyawa polyphenols seperti
flavonoid, saponin, kumarin dan tannin.21,23 Kandungan ini berperan sebagai anti-
inflamasi dan anti-bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Steven (2007)
membuktikan bahwa Ekstrak batang kemuning dapat mengeliminasi bakteri
streptococcus mutans.34 Iqbal (2013) juga menemukan bahwa ekstrak batang
kemuning dapat mengeliminasi fusobacterium nucleatum pada saluran akar.35 Agung
(2010) menemukan bahwa senyawa kumarin pada kemuning dapat mengurangi
pelepasan histamin sebagai mediator inflamasi.37
Penelitian ini menggunakan kitosan dengan ekstrak batang kemuning dalam
bentuk hidrogel. Pembuatan hidrogel kitosan mengikuti prosedur yang dilakukan oleh
Annisa (2013) sebagai absorben merkuri. Pembuatan ekstrak batang kemuning
mengikuti prosedur penelitian Anita (2013) dan Iqbal (2013) sebagai larutan anti-
bakteri saluran akar. Hasil dari kedua prosedur kemudian dicampur hingga homogen
dan diaplikasikan ke dalam kavitas molar tikus.
Kalsium Hidroksida digunakan sebagai kontrol positif dalam penelitian ini.
Kalsium hidroksida merupakan gold standard dalam perawatan pulpa. Kalsium
hidroksida bekerja dengan mengiritasi lapisan pulpa sehingga mengstimulasi
produksi morfogen yang berperan dalam penyembuhan pulpa.8 Kalsium hidroksida
menghasilkan jembatan dentin yang berporus sehingga menjadi jalur penetrasi untuk
bakteri.7
Pada uji Krukall wallis menunjukkan bahwa K-EBK memberikan efek
pembentukan dentin reparatif pada gigi-gigi dengan pulpitis reversibel pada hari ke-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

14 dan ke-30. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa ada efek
penggunaan K-EBK pada gigi-gigi pulpitis reversibel. Hasil uji menunjukkan adanya
peningkatan tingkat pembentukan dentin reparatif dari hari ke-7,14 dan 30 pada
sampel.
Pada uji mann-whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada dentin yang
terbentuk pada K-EBK dengan kalsium hidroksida. Hal ini sesuai dengan hipotesis
yang menyatakan ada perbedaan dentin reparatif yang terbentuk diantara kitosan dan
ekstrak batang kemuning dengan kalsium hidroksida. Pada hari ke-14, dentin
reparatif yang terbentuk pada bahan coba K-EBK menunjukkan hasil yang berbeda
daripada kalsium hidroksida. Pada hari ke-30, dentin reparatif yang terbentuk pada K-
EBK juga menunjukkan hasil yang berbeda dengan kalsium hidroksida.
Hasil ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Trimurni (2005)
yang menyatakan bahwa kitosan dapat merangsang pembentukan dentin reparatif.
Kitosan dapat merangsang pertumbuhan jaringan dengan menstimulasi morfogen
TGF- β 1.16 Orapin et al menyatakan kitosan juga mengstimulasi BMP-7 (Bone
Morphogenic Protein) yang menghasilkan DSPP (Dentin Sialo PhospoProtein) yang
merupakan marker perbaikan jaringan pulpa.38 Kemuning memiliki kandungan
polyphenols menjadi hal yang baik dalam meredakan sel inflamasi pada pulpa.
Flavonoid dalam kemuning menghambat siklus eukasanoid sehingga menghambat
pembentukan asam arakidonat yang merupakan bahan dasar pembentukan
prostaglandin (PGe-2). Prostaglandin merupakan mediator inflamasi.28
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa K-EBK memberikan efek pembentukan
dentin reparatif pada gigi dengan pulpitis reversibel dalam waktu 30 hari. Uji
statistik menunjukkan bahan coba K-EBK (P=0,03) yang berarti K-EBK memiliki
hasil signifikan dalam pembentukan dentin reparatif. Kalsium hidroksida
menunjukkan hasil P=0,034 yang lebih tinggi dari K-EBK yang berarti hasil yang
tidak terlalu signifikan dibandingkan K-EBK. Uji ini menunjukkan bahwa efek K-
EBK akan lebih baik seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini terjadi karena kitosan
dapat menjaga homeostasis dan membentuk koagulum-koagulum yang memicu
pelepasan morfogen untuk regenerasi jaringan.39 Selain itu kandungan flavonoid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

dalam kemuning juga mendukung terjadinya regenerasi jaringan. Flavonoid berperan


dalam meningkatkan proses mitogenesis, interaksi sel dan adhesi molekul yang
berperan dalam proliferasi sel.40 Maka K-EBK mampu memberi hasil dentin reparatif
yang lebih baik karena kandungan bahan aktif kemuning dan kitosan sebagai scaffold
yang mampu mengaktifkan growth factor.
Uji statistik juga menunjukkan perbedaan dentin reparatif yang dibentuk oleh K-
EBK dan kalsium hidroksida dengan P=0,026 yang berarti K-EBK menunjukkan
hasil dentin reparatif yang lebih baik dibandingkan dengan kalsium hidroksida. Dari
hasil uji ini dapat dinyatakan bahwa hipotesis pertama dan kedua dapat diterima. Hal
ini terjadi karena kalsium hidroksida memiliki pH yang basa yaitu 12,5. pH yang
tinggi dapat mengiritasi jaringan pulpa dan merusak odontoblast-like sel sehingga
memperlambat regenerasi jaringan pulpa. Selain itu dentin yang terbentuk juga
berporus sehingga memungkinkan penetrasi bakteri ke dalam jaringan pulpa.6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan kitosan dengan ekstrak batang
kemuning untuk membentuk dentin reparatif pada gigi tikus dengan pulpitis
reversibel. Dari hasil uji kruskall-wallis didapat hasil untuk K-EBK adalah p=0,030
untuk hari 7,14 dan 30. Hasil ini menunjukkan ada efek aplikasi K-EBK untuk
membentuk dentin reparatif. Hasil uji mann-whitney menunjukkan ada perbedaan
dentin reparatif yang dibentuk antara K-EBK dan Ca(OH)2 dengan p=0,026.

7.2 Saran
1. Agar dilakukan penelitian lanjutan tentang sifat-sifat mekanis dan kemis dari
kitosan agar layak digunakan pada gigi manusia.
2. Agar dilakukan penelitian lanjutan tentang sifat-sifat mekanis dan kemis dari
kemuning terhadap biokompabilitasnya pada pulpa gigi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat perbedaan porositas
dentin reparatif yang terbentuk setelah pemakaian K-EBK dan Ca(OH)2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Daftar Pustaka

1. Zhang W, Yelick PC. Vital Pulp Therapy-Current Progress of Dental Pulp


Regenaration and Revascularitation. Int. J Dent 2010.
2. Okiji T. Pulp as Connective Tissue.in Seltzer and Bender’s Dental Pulp.
Hanover Park: Quintessence Publ, 2012: 68-90. 4
3. Yu C, Abbott PV. An Overview of The Dental Pulp: Its Functions and
Responses to Injury. Aust Dent J Endo Supp 2007; 52: 4-16.5
4. Cooper PR, Holder MJ, Smith AJ. Inflammation and Regeneration in the
Dentin-Pulp Complex: A Double-Edged Sword. J Endo 2014; 40: 46-51.
17
5. Ali SG, Mulay S. Pulpitis: A Review. J Dent and Med Sci; 14(8): 92-
97.29
6. Ghoddusi J, Forghani M, Parisay I. New Approches in Vital Pulp Therapy
in Permanent Teeth. Ir Endo J 2014;9(1):15-22. 2
7. Bogen G, Kim JS, Bakland LK. Direct Pulp Capping with Mineral
Trioxide Aggregate : An Observational Study. J Am Dent Assoc 2008;
139: 305-315.
8. Hilton TJ. Keys to Clinical Success with Pulp Capping: A Review Of
Literature. Open Dent 2009; 34(5): 615-625.16
9. Koike T, Polan MAA, Imuzikawa M et al. Induction of Reparative Dentin
Formation on Exposed Dental Pulp by Dentin Phosphophoryn/Collagen
Composite. Biomed Research International 2014.6
10. Okiji T, Yoshiba K. Reparative Dentinogenesis Induced by Mineral
Trioxide Aggregate: A Review from the Biochemical and Physiochemical
Point of View. Intl J of Dent 2009: 1-12.
11. Malkondu O, Kazandag MK, Kazazoglu E. A Review of Biodentine, a
Contemporary Dentine Replacement and Repair Material. Biomed
Research International 2014.
12. Prashanth KVH, Tharanathan RN. Chitin/Chitosan : Modifications and
their Unlimited Application Potential—An Overview. Trends in Science,
Food and Technology 2007;18:117-131.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

13. Alves NM, Mano JF. Chitosan Derivatives Obtained by Chemical


Modifications for Biomedical and Enviromental Applications. Intl J of Bio
Macro 2008;43:401-414.
14. Wardaniati RA, Setyaningsih S. Pembuatan Kitosan dari Kulit Udang dan
Aplikasinya untuk Pengawetan Bakso. Skripsi 2009. Palembang.
15. Ardakani FE, Azam AN, Yassaei S et al. Effects of Chitosan on Dental
Bone Repair. Health 2011;3:200-205. Diambil dari
http://www.scirp.org/journal/HEALTH/
16. Abidin T. Inovasi Perawatan Konservasi Gigi melalui Inovasi Tissue
Engineering. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Medan: USU Press, 2007.
17. Bhattarai N, Gunn J, Zhang M. Chitosan-based hydrogels for
controlled,localized drig delivery. Advance drug delivery reviews 2010;
62: 83-99.
18. Ahmadi F, Oveisi Z, Samani M. Chitosan based Hydrogels:
Characteristics and Pharmaceutical Applications. Res Pharm Sci 2015;
10(1): 1-16.
19. Wahyono D. Ciri Nanopartikel Kitosan dan Pengaruhnya pada Ukuran
Partikel dan Efisiensi Penyalutan Ketoprofen. Tesis. Bogor. Institut
Pertanian Bogor, 2010.
20. Demarco FF, Conde MC, Cavalcanti BN et al. Dental Pulp Tissue
Engineering. Braz Dent J 2011; 22(1): 3-13.
21. Siregar PH. Isolasi Flavonoida dari Tumbuhan Kemuning. Jurnal Sains
Kimia 2005; 9(3): 12-14.
22. Windono. Kajian Pustaka Kandungan Kimia Kemuning (Murraya
Panniculata(L) Jack). 2002.
23. Abidin T, Pengaruh Senyawa Aktif Ekstrak Batang Kemuning (Murraya
Panniculata[L] Jack sebagai Bahan Pereda Nyeri Interdental terhadap Sel-
Sel Inflamasi Tikus Galur Wistar. Laporan penelitian LITBANG Depkes
RI Lembaga Biologi Molekuler Eijkman 1999/2000.
24. Siregar A, Efek Antibakteri Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Sebagai
Perancah dengan Ekstrak Batang Kemuning terhadap fusobacterium

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

nucleatum sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro).


Skripsi. USU Press. 2015.
25. Jontell M et al. Immune Defense Mechanism of The Dental Pulp. Crit Rev
oral Biol Med 1998; 9(2): 179-200.
26. Punchard NA,Whelan CJ, Adcock I. The Journal of Inflammation. J of
Infl 2004; 1(1): 1-4.
27. Beck S. Acute and Chronic Inflammation. 2013.
http://www.hopkinsmedicine.org/mcp/Education/300.713%20Lectures/30
0.713%202013/Beck_08.26.2013.pdf.
28. Sabir A. Respons Inflamasi pada Pulpa Gigi Tikus setelah Aplikasi
Ekstrak Etanol Propolis (EEP). Dent J 2005; 38(2): 77-83.
29. Hilton TJ, Ferracane JL, Mancl L. Comparison of Ca(OH)2 with MTA for
Direct Pulp Capping. J Dent Res 2013; 92(7 Suppl): S16-S22.
30. Anonymous. Guideline to Clinical Endodontics. 2014.
http://www.aae.org/uploadedfiles/publications_and_research/member_pub
lications/guidetoclinendo_vitalpulp.pdf.
31. Shenoy C et al. Preliminary Phytochemical Investigation and Wound
Healing Activity of Allium Cepa Linn (Liliaceae). Intl J of Pharm and
Pharm Sci 2009; 2(2): 167-175.
32. Qurrotul Aini. Efek Pemberian Ekstrak Daun Sirih terhadap Perubahan
Hitung Jenis Leukosit Darah Tepi Tikus Wistar Jantan yang Dipapar
candida albicans.Skripsi 2012. UNEJ Press.
33. Berata K et al. Studi Patologi Kejadian Cysticerosis pada Tikus Putih.
Jurnal Veteriner 2010; 11(4): 232-237.
34. Pardamean S, Abidin T. Perbedaan Daya Antibakteri Senyawa Aktif
Batang Kemuning (Murraya paniculata[L] Jack) dengan Batang
Siwak(Salvadora persica) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans
(Penelitian in vitro). Skripsi 2007. USU Press.
35. Sirait ITP, Efek AntiBakteri Konsentrasi Ekstrak Batang Kemuning
(murraya panniculata[L] jack) terhadap Fusobacterium nucleatum
Sebagai Alternatif Medikamen Saluran Akar Gigi(in vitro). Skripsi 2015.
USU Press.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

36. Goy et al. A Review of the Antimicrobial Activity of Chitosan.


Polimeros:Ciencia e Tecnologica 2009, 19(3):241-247.
37. Nugroho AE et al. Efek Senyawa Flavonoids dari Kemuning (murraya
panniculata [L] jack) terhadap Pelepasan Histamin dari Sel Mast. Majalah
Obat Tradisional 2010, 15(1), 34-40.
38. Horst OV et al. Stem Cell and Biomaterials Research in Dental Tissue
Engineering and Regenaration. Dent Clin North Am 2012, 56(3): 495-520.
39. Croisier F, Jeromce C. Chitosan-based Biomaterials for Tissue
Engineering. Euro Polu J. 2013, 49(4): 780-792.
40. Sabir A. Pemanfaatan Flavonoid di Bidang Kedokteran Gigi. Majalah
Kedokteran Gigi UNAIR 2003,36:81-87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Lampiran 1

Alur Pikir

 Pulpa adalah jaringan ikat yang mengisi pulpa dan terdiri adri sel
odontoblast, fibroblast, sel mesenkim, sel dendrit dan sel imunokompeten.
 Pulpa terletak pada keadaan low compliance, yaitu keadaan pulpa diantar
jaringan kaku yang termineralisasi.
 Pulpa rentan mengalami cedera akibat trauma, iatrogenik dan kemis.

 Pulpa yang mengalami cedera dapat mengalami inflamasi reversibel dan


irreversibel
 Pulpa memiliki respon yang unik terhadap cedera.
 Pulpa membentuk lapisan dentin reparatif untuk mencegah pulpa mengalami
cedera yabg lebih parah

 Pulpa yang mengalami cedera dapat mengalami inflamasi reversibel dan


irreversibel
 Pulpa memiliki respon yang unik terhadap cedera.
 Pulpa membentuk lapisan dentin reparatif untuk mencegah pulpa mengalami
cedera yabg lebih parah

 Perawatan pulpa vital dilakukan untuk menjaga vitalitas pulpa yang


mengalami inflamasi.
 Kaping pulpa direk adalah salah satu jenis perawatan pulpa vital.
 Kaping pulpa direk adalah prosedur peletakan bahan dressing pada pulpa
yang terekspos untuk melindungi jaringan pulpa yang sehat dari cedera lain
dan memungkinkan pulpa mengalami regenerasi agar tetap vital.

 Ca(OH)2 adalah gold standard sebagai bahan kaping pulpa direk. Akan
tetapi bahan ini tidak dapat membentuk adhesi yang baik dengan dentin.
 MTA lalu diperkenalkan sebagai pengganti Ca(OH)2 dan mampu
membentuk dentin reparatif yang lebih baik daripada Ca(OH)2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 Kitosan blangkas adalah polisakarida yang mengandung β (1-4) D-
Glukosamin dann N-Asetil Glukosamin.
59
 Fatemeh (2005)  kitosan merupakan alternatif yang baik untuk melakukan
bone graft.
 Trimurni et al (2008)  kitosan blangkas sebagai bahan kaping pulpa direk
menunjukkan pembentukan dentin reparatif yang lebih baik daripada
kalsium hidroksida.
 Fania dan Trimurni (2009)  kitosan blangkas dengan pelarut gliserin dan
VCO memiliki daya hambat terhadap fusobacterium nucleatum.

 Tanaman kemuning memiliki khasiat anastesi, sedatif dan anti-inflamasi


 Trimurni (1999)  Senyawa aktif tanaman kemuning bersifat
biokompatibel.
 Trimurni (2008)  Senyawa aktif tanaman kemuning dapat mengurangi
nyeri interdental.
 Anita (2014)  Kitosan blangkas molekul tinggi dan ekstrak batang
kemuning dapat menghambat pertumbuhan fusobacterium nucleatum pada
saluran akar.

Rumusan Masalah

Apakah hidrogel K-EBK K 0,2% + EBK 7,5% dapat merangsang pertumbuhan dentin
reparatif pada gigi dengan pulpitis reversibel ?

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efek hidrogel K-EBK dengan K 0,2% + EBK 7,5% dalam merangsang
pembentukan dentin reparatif pada gigi dengan pulpitis reversibel.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efek hidrogel K-EBK dengan K 0,2% + EBK 7,5% dalam
merangsang pembentukan dentin reparatif pada gigi dengan pulpitis reversibel.

Judul

Induksi Pembentukan Dentin Reparatif Pada Gigi-Gigi Pulpitis Reversibel akibat


Trauma Mekanis dengan Hidrogel Kitosan Blangkas (Tachypelus gigas) dan
Ekstrak Batang Kemuning (In vivo) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60

Lampiran 2

Alur penelitian

Pembuatan gel kitosan dan Ekstrak Batang Kemuning nanopartikel

2 gram kitosan
Dilarutkan dengan larutan
asam asetat 1% lalu diaduk
dengan magnetic stirrer

Larutan kitosan 0,2%

Ditambah 40 ml larutan
tripolifosfat

Diaduk di dalam magnetic


stirrer
Dimasukkan ke ultrasonic
bath selama 30 menit

Disentrifugasi pada 10.000


rpm selama 30 menit

Gel kitosan 0,2%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Batang kemuning
sebanyak 500 gram
dikeringkan di dalam
inkubator

Kemuning yang sudah


kering dimaserasi dalam
etanol 80%

Maserat disaring agar


didapat hasil tanpa endapan
batang kemuning

Maserat diuapkan
menggunakan rotary
evaporator

Ekstrak kental batang


kemuning

Gel kitosan Ekstrak kental Gel kitosan dengan


nanopartikel batang kemuning ekstrak batang
kemuning

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Alur perlakuan hewan coba

27 gigi molar tikus


wistar dipreparasi
hingga perforasi pulpa

Kelompok I  hari – 7 Kelompok I  hari – 14 Kelompok I  hari – 30

3 ekor tikus 3 ekor tikus 3 ekor tikus

Tiap ekor tikus Tiap ekor tikus Tiap ekor tikus digunaka
digunakan 3 buah gigi digunakan 3 buah gigi 3 buah gigi molar sebaga
molar sebagai molar sebagai
 Kontrol negatif
 Kontrol negatif  Kontrol negatif  Kontrol positif
 Kontrol positif  Kontrol positif dengan Ca(OH)2
dengan Ca(OH)2 dengan Ca(OH)2  Perlakuan dengan
 Perlakuan  Perlakuan dengan hidrogel
dengan hidrogel hidrogel

Tiap gigi ditumpat


dengan RM-GIC

Tikus dibunuh sesuai dengan


kelompok hari lalu gigi
diambil

Tiap gigi dilakukan prosessing


histopatologi dan diberi
perwarnaan Haematoxcylin-Eosin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai