Skripsi
Oleh :
PRAJOGO HARKAMTO
NIM : 120600062
MEDAN 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua yang sangat
penulis sayangi, Bapak Hadi Budijanto Law, dr. dan Ibu Meliana Juwita Tampubolon
atas segala kasih sayang, doa, dukungan dan bantuan moril serta materil yang
senantiasa diberikan, dan kepada adik penulis, Juan Hanz Harkamto.
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Nazruddin, drg., Sp.Ort, C.Orth selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
periode 2010-2015.
3. Cut Nurliza, drg., M.Kes, selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG
USU atas bimbingan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
4. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) selaku dosen pembimbing I yang
telah bersedia memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis
selama pembuatan proposal, penelitian, hingga penulisan skripsi ini.
5. Widi Prasetia, drg. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan
bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis selama pembuatan proposal,
penelitian, hingga penulisan skripsi ini.
6. Nevi Yanti, drg., M.Kes, Sp. KG selaku dosen penasehat akademik atas bimbingan
dan motivasi selama penulis menjalani masa pendidikan di FKG USU.
7. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu
Konservasi Gigi atas bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik. Universitas Sumatera Utara
9. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik penelitian di
bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan
pelaksanaan penelitian ini.
10. Prof., Dr., Syafruddin Ilyas, M.Biomed, selaku ketua laboratorium fisiologi
hewan FMIPA USU yang telah memberikan izin dan membimbing kami selama
penelitian.
11. Betty,dr., M.Ked(PA), Sp.PA., yang telah membimbing kami dalam membaca
hasil sediaan histopatologi dalam penelitian ini.
12. Maya Fitria, SKM., M.Kes yang telah membimbing dan memberikan arahan
kepada penulis dalam melakukan analisis secara statistik dalam penulisan skripsi ini.
13. Christina Yoseva Sihotang, S.Kom, yang selalu ada untuk memberikan semangat
dan doa kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
14. Teman-teman seperjuangan di FKG USU Devi, Vincent, Fitro, Charin, Keyko,
Aini, Monica, Eka, Wulandari, Arif, Afifah, Joko, Andi, Winda, Angel dan Anastasia
dan angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
15. Kawan Kental, Januari Siregar, S.IKom, Christin Natalia Siahaan, S.Kom dan
Wijayanti Lumbanraja S.Stat yang selalu memberi dukungan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini
dan penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan
karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.
Medan,
Penulis,
(Prajogo Harkamto)
NIM : 120600062
Tahun 2016
Prajogo Harkamto
Pulpa adalah jaringan ikat yang mengisi ruang pulpa dan terdiri dari . Pulpa
terletak pada keadaan low compliance, yaitu keadaan pulpa diantara jaringan kaku
regenerasi yang kecil. Pulpa rentan mengalami cedera. Cedera yang dapat terjadi
antara lain akibat iatrogenik. Apabila pulpa cedera, maka pulpa akan mengalami
inflamasi yaitu pulpitis reversibel. Kitosan merupakan bahan polimer alami yang
khasiat sebagai anti inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek
Rancangan penelitian ini adalah post-test only group secara in vivo. Sampel
penelitian adalah 27 buah molar maksila tikus wistar yang dibagi dalam tiga
kelompok bahan coba yaitu hidrogel kitosan dan ekstrak batang kemuning, Ca(OH)2
dan kontrol negatif yang kemudian dibagi lagi menjadi tiga kelompok hari (7,14 dan
30 hari). Molar dipreparasi hingga perforasi lalu diaplikasikan bahan coba dan
ditumpat dengan RM-GIC. Tikus didekapitasi sesuai kelompok hari kemudian gigi
dan diamati sel inflamasi serta pembentukan dentin reparatif dengan perbesaran 400x.
signifikan dengan P= 0,03 pada hidrogel kitosan dan ekstrak batang kemuning dan
P=0,034 pada Ca(OH)2. Uji Mann- Whitney antara hidrogel kitosan dan ekstrak
P=0,026.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................
TIM PENGUJI SKRIPSI .......................................................................
KATA PENGANTAR ............................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR
Daftar Tabel
Daftar Lampiran
Lampiran
Lampiran 1 Alur pikir
Lampiran 2 Alur penelitian
Lampiran 3 Surat determinasi tumbuhan
Lampiran 4 Surat ethical clearance
Lampiran 5 Surat izin Laboratorium Fitokimia
Lampiran 6 Surat izin Laboratorium Fisiologi Hewan
BAB 1
PENDAHULUAN
inflamasi jaringan pulpa dan menrestorasi gigi untuk mencegah kontaminasi ulang.1
Perawatan pulpa vital bertujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa yang
mengalami pulpitis.6 Pulpa harus dijaga agar tetap vital sehingga gigi dapat berfungsi
dengan baik. Fungsi gigi yang paling penting adalah fungsi mastikasi. Penelitian
menunjukkan bahwa gigi yang sudah dilakukan pengangkatan pulpa tidak sebaik gigi
yang masih memiliki pulpa vital. Perawatan pulpa vital dibagi atas dua, yaitu kaping
pulpa direk dan pulpotomi.6
Kaping pulpa direk adalah jenis perawatan yang meletakkan bahan langsung pada
pulpa yang terekspos untuk melindungi jaringan pulpa yang sehat dari cedera lain dan
memungkinkan kompleks dentin-pulpa untuk regenerasi sehingga pulpa akan tetap
vital.6,7 Keberhasilan perawatan pulpa vital sangat tergantung pada biokompatibilitas,
kemampuan anti bakteri dan kemampuan adhesi dari bahan kaping tersebut.6 Kalsium
Hidroksida sudah menjadi gold standard sebagai bahan Kaping pulpa direk. Stuart et
al. (1991) mengemukakan bahwa kalsium hidroksida dapat dengan sempurna
mengurangi bakteri penyebab infeksi pulpa setelah satu jam pengaplikasian.8 Akan
tetapi, bahan ini tidak dapat beradaptasi dengan baik terhadap dentin karena bahan ini
mengiritasi pulpa.9 Dentin reparatif yang dibentuk kalsium hidroksida memiliki porus
yang dapat menyebabkan migrasi bakteri.2
Mineral Trioxide Aggregate (MTA) diperkenalkan pada tahun 1992. MTA
merupakan semen silikat bioaktif yang memiliki partikel lebih halus, kemampuan
melekat yang lebih baik dan pH yang basa. Penelitian juga membuktikan bahwa
MTA merangsang proliferasi sel pulpa, melepas sitokin, merangsang pertumbuhan
jaringan keras dan menciptakan dentin yang mengandung hidroksiapatit. MTA
membentuk dentin reparatif yang lebih baik dibandingkan kalsium hidroksida.
Penelitian juga menunjukkan bahwa MTA memiliki hasil jangka pendek yang lebih
baik daripada kalsium hidroksida. MTA memiliki kelemahan yaitu harga yang mahal
dan setting time yang lama.10
Biodentine yang berbahan dasar kalsium silikat diperkenalkan pada tahun 2009
yang berfungsi sebagai material dentin replacement. Bahan ini juga dapat berfungsi
sebagai bahan kaping pulpa. Biodentine menunjukkan pembentukan dentin yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Dentin
Dentin adalah salah satu jaringan mineralisasi pada gigi yang terdiri dari tubulus-
tubulus dentin. Dentin berasal dari neural crest cell. Sel yang juga sama membentuk
pulpa Dentin terdiri dari 70 % material anorganik, 20% organik dan 10% air.1,2
Dentin berdasarkan proses pembentukannya diklasifikasikan menjadi tiga jenis
yaitu primer, sekunder dan tersier. Dentin primer adalah dentin yang terbentuk pada
saat gigi erupsi sampai pada bagian apeks gigi. Dentin sekunder adalah dentin yang
terbentuk sepanjang usia hidup manusia dengan kecepatan yang lambat. Dentin
tersier adalah dentin yang terbentuk sebagai respon terhadap stimulus noksius seperti
penggunaan gigi, karies, preparasi kavitas dan prosedur restorasi.1,2
2.3 Pulpa
Pulpa merupakan jaringan ikat yang berasal dari jaringan mesenkim. Pulpa
dikelilingi oleh dentin, enamel dan sementum yang melindungi pulpa dari invasi
bakteri dan menyediakan dukungan mekanis. Pulpa memiliki respon terhadap iritasi
dan inflamasi yang bila tidak segera dirawat akan menyebabkan terjadinya nekrosis
pulpa.3
Pulpa berasal dari neural crest cell (ektomesenkim). Proliferasi dan kondensasi
dari sel ini membentuk dental papila yang akan menghasilkan pulpa yang matur.
Pulpa yang matur merupakan jaringan ikat dengan lapisan yang kaya akan sel yaitu
Odontoblas pada bagian perifernya.3 Secara fisik, pulpa memiliki banyak saraf
sensoris dan kaya akan pembuluh darah yang membuat pulpa menjadi jaringan yang
unik.2,3
Pulpa merupakan jaringan dengan sistem vaskularisasi yang kecil karena tidak
dapat dijumpai arteri dan vena pada pulpa. Vaskularisasi pulpa terdiri dari arteriol
dan venula yang berfungsi sebagai regulator lingkungan insterstisial pulpa melalui
transportasi nutrien, hormon dan gas. Vaskularisasi pulpa dapat berubah dengan cepat
bila terjadi respon inflamasi dengan cara melepaskan mediator inflamasi.2
2.5.1 Odontoblas
Gambar 2 Odontoblas2
Odontoblas merupakan sel-sel pulpa yang memiliki kemampuan diferensiasi yang
tinggi, berasal dari neural crest cell yang berfungsi untuk memproduksi dentin.
Odontoblas merupakan sel yang unik. Prosesus odontoblas memanjang menuju
bagian terluar dari dentin dan badan sel berada di dalam pulpa.2,3
Odontoblas menghasilkan kolagen yang terutama kolagen tipe I. Odontoblas juga
menghasilkan protein non-kolagen seperti bone sialoprotein, dentin sialoprotein,
phosporyn, osteocalcin, osteonectin dan osteopontin. Odontoblas juga menghasilkan
substansi bioaktif seperti kemokin, TGF-β, MMP-8 dan TLR. Odontoblas merupakan
sel pertama yang memberikan respon bila kompleks pulpo-dentin mendapat invasi
bakteri.2,4
Sepanjang hidup, Odontoblas primer menghasilkan dentin sekunder dalam
kecepatan lamban. Proses ini dinamakan dentinogenesis sekunder. Ketika odontoblas
primer mati, produksi dentin akan berubah menjadi reaksi pertahanan dan
memperbaiki. Odontoblas primer dapat mati disebabkan cedera dan faktor alamiah.
Odontoblas primer yang mati akan digantikan oleh odontoblas sekunder yang akan
memproduksi dentin tersier yang terdiri dari dentin reaksioner dan reparatif.1,2
2.5.2 Fibroblas
Fibroblas merupakan sel jaringan ikat yang paling banyak dengan kemampuan
untuk sintesadan menjaga matriks jaringan ikat. Fibroblas tersebar luas di jaringan
ikat pulpa dan di cell-rich zone. Morfologi fibroblas bervariasi menurut fungsinya.
Sel yang mengadakan sintesis mempunyai bentuk yang tidak beraturan dengan
cabang prosesus sitoplasma dengan satu nukleus berada pada salah satu ujung sel.1,2
Fibroblas adalah sel utama dalam jaringan ikat. Sel ini membentuk ikatan dengan
maktriks ekstraseluler dan memproduksi komposisi matriks ekstraseluler yang luas.
Sel ini bertanggungjawab untuk degradasi komponen ekstraseluler dan penting dalam
remodelling jaringan ikat.1,2
Fibroblas berperan dalam sintesis kolagen tipe I dan tipe III. Fibroblas juga
berperan dalam sintesis matriks ekstraseluler non-kolagen seperti proteglikans,
fibronektin, bone sialoprotein dan osteopontin. Fibroblas juga berperan dalam
menghasilkan growth factors seperti TGF- β 1 dan TGF- β 3 dan BMP- 2 dan BMP-
7. Kedua molekul ini berperan dalam mengatur sintesa protein matriks ekstraseluler
dan potensi mineralisasi dari sel.2,3
2.5.4.1 Limfosit
Limfosit pada terdiri atas dua yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T dikenal
sebagai sel limfosit normal pada jaringan pulpa manusia dan tikus. Limfosit T terbagi
atas dua yaitu T-Helper (CD4+) dan T-Cytotoxic (CD8+). T-Cytotoxic berperan dalam
menghancurkan sel yang membawa antigen seperti sel yang terinfensi oleh mikroba
intraseluler. T-Cytotoxic berperan sebagai imunitas sel. T-Helper berperan dalam
mengatur imunitas humoral dan sel melalui pengenalan antigen oleh reseptor sel T
(TCR). T-Helper menghasilkan sitokin yang mengatur durasi inflamasi sel.2,4
CD4+ terbagi menjadi dua jenis yaitu Th1 dan Th2. Th1 berperan dalam
mengaktifkan makrofag dan menghasilkan IL-2 dan interferon gamma ( IFN-γ ). Th2
berperan dalam menghasilkan sitokin seperti IL-4, IL-5 dan IL-6 dan merangsang
proliferasi dan diferensiasi limfosit B.2,25
2.5.4.2 Makrofag
Makrofag dijelaskan sebagai histiosit yang terletak dekat dengan pembuluh darah.
Penelitian telah menunjukkan bahwa makrofag berhubungan dengan antigen pada
jaringan ikat pulpa. Secara morfologi, makrofag ditemui dalam berbagai bentuk.
Makrofag mempunyai karakteristik permukaan sel yang tidak beraturan dan ada
struktur lisosom dalam sitoplasma.2,4
REAKSIONER REPARATIF
ODONTOBLAS ODONTOBLAST
YANG MASIH ADA LIKE-CELL
STIMULUS STIMULUS
RINGAN BERAT
dan Heys (1991), Matsuo et al. (1996) dan Clement et al. (2000) menyimpulkan
bahwa kegagalan kaping pulpa dengan kalsium hidroksida sekitar 5-21% dalam
setahun, 20% gigi menunjukkan kegagalan dalam tahun pertama dan 30% setelah dua
tahun penggunaan kalsium hidroksida. Donner dan Klar (2000) menyimpulkan bahwa
kegagalan kaping pulpa dengan kalsium hidroksida sekitar 15-30% dalam setahun.8
Setting time yang lama menyebabkan prosedur kaping pulpa harus dilakukan dalam
dua kali kunjungan. MTA juga memiliki harga yang mahal. Satu gram MTA setara
dengan 24 gram pasta kalsium hidroksida.29
2.9 Kaping pulpa direk sebagai perawatan pulpa vital( Regenerasi jaringan
pulpa)
Perawatan pulpa vital adalah perawatan yang ditujukan untuk mempertahankan
dan menjaga vitalitas pulpa yang terekspos secara tidak sengaja dan merangsang
pertumbuhan kompleks pulpa-dentin dari pulpa vital yang tersisa. Perawatan pulpa
vital terbagi atas dua, yaitu kaping pulpa direk dan kaping pulpa indirek.1,6
Strategi untuk mencapai kesuksesan dalam perawatan pulpa vital adalah dengan
mengurangi iritasi pulpa dan memicu diferensiasi odontoblas yang baru. Kesuksesan
perawatan pulpa vital dilihat dari ketahanan dari bakteri, tidak ada inflamasi yang
parah dan kestabilan hemodinamis pada pulpa. Prognosis yang ideal adalah
terbentuknya dentin reparatif.1
Kaping pulpa direk adalah perawatan pulpa dengan menutup luka pada pulpa
dengan bahan biomaterial yang langsung diletakkan pada pulpsa terekspos untuk
mengfasilitasi pertumbuhan dentin reparatif dan menjaga vitalitas pulpa. Kaping
pulpa direk dilakukan pada pulpa yang terekspos karena trauma mekanis. Menurut
American Association of Endodontic (2014), kaping pulpa direk dilakukan saat pulpa
terekspos akibat trauma mekanis seperti preparasi kavitas.
Indikasi dilakukan kaping pulpa direk adalah:30
Pulpa vital terekspos karena kesalahan iatrogenik.
Dapat dilakukan kontrol perdarahan di lokasi pulpa terekspos.
Bahan kaping dapat kontak langsung dengan pulpa
Terjadi pada saat dilakukan preparasi
Gigi dapat direstorasi dengan baik
Pada saat pulpa terekspos, sel odontoblas akan hancur pada lokasi pulpa tereskpos
yang akan menyebabkan terjadi inflamasi dan dibutuhkannya Dental Pulp Stem Cells
(DPSC) untuk memicu dentin reparatif.1-3
Hidrogel adalah ikatan silang yang dibentuk dari polimer hidrofilik makromolekul.
Hidrogel memiliki kemampuan untuk menyerap air sampai berkali-kali volume-nya.
Hidrogel dapat diubah karakternya dengan cara memodulasi struktur ikatannya.17
Hidrogel kitosan sudah banyak digunakan dalam bidang medis. Hidrogel kitosan
digunakan sebagai pembawa obat secara oral, transdermal, nasal, rektal dan okular.
Hidrogel kitosan juga digunakan dalam regenerasi jaringan. Ladet et al. (2011)
meneliti bahwa hidrogel kitosan dapat merangsang proliferasi chondrocyte-like cells.
Tran et al. (2011) meneliti bahwa hidrogel kitosan dapat mempercepat penyembuhan
luka pada tikus dibandingkan tidak diberi hidrogel kitosan. Yang et al. (2010)
meneliti bahwa hidrogel kitosan yang dimodifikasi dengan gelatin dan karboksimetil
mempercepat perlekatan sel fibroblas pada daerah luka.17
Nanopartikel adalah partikel berbentuk padat dengan ukuran 10-100nm.
Nanopartikel kitosan adalah kitosan yang dimodifikasi menjadi ukuran yang lebih
kecil untuk pemanfaatan yang lebih luas. Nanopartikel kitosan memiliki kemampuan
penetrasi yang lebih baik dibandingkan dengan kitosan dengan ukuran yang biasa.
Pembuatan nanopartikel kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi
material dan metode yang digunakan.19
Penelitian Trimurni et al. (2007) yang menggunakan kitosan blangkas sebagai
bahan kaping pulpa melalui pemeriksaan imunohistokimia dai sampel pulpa terbuka
gigi tikus menunjukkan bahwa bahan tersebut bersifat biokompatibel dan dapat
merangsang bioaktivitas sel-sel pulpa gigi untuk membentuk dentin reparatif yang
ditandai dengan meningkatnya ekspresi ALP. Hal ini disebabkan oleh karena kitosan
dengan berat molekul yang tinggi memungkinkan terbentuknya sub-base untuk
perlekatan sel odontoblas mengadakan migrasi dan proliferasi DPSC.16
proliferasi sel. Scaffold terdiri atas dua jenis yaitu bahan alami dan bahan sintesis.
Bahan alami lebih menguntungkan karena lebih biokompatibel. Bahan sintesis lebih
menguntungkan pada karakter fisiokimia yaitu dapat mengatur derajat degraditas,
struktur mikro dan kekuatan mekanis.20
Scaffold harus mempunyai karakter-karakter, yaitu bikompabilitas, kemampuan
menyerap dan bedegradasi, tidak beracun, memiliki struktur yang stabil, permukaan
yang cukup untuk proliferasi sel dan bentuk yang tepat.
Penggunaan scaffold sangat diperlukan dalam tissue engineering yang
berhubungan dengan akar gigi manusia. Regenerasi dari pembuluh darah dan syaraf
pada foramen apikal menandakan bahwa penggunaan scaffold dapat adalah langkah
yang penting dalam implementasi penggunaan laboratorium pada penggunaan klinis.
Mooney et al. melaporkan bahwa DPSC manusia yang dimasukkan ke 3-D Scaffold
pada penelitian in-vitro menunjukkan pertumbuhan pulpa yang sama dengan pulpa
primitif.20
Kitosan merupakan scaffold karena kitosan memiliki porositas yang baik.
Porositas menjadi kunci dalam menyediakan dukungan untuk proliferasi sel. Scaffold
harus dapat memberi sinyal pada morfogen pada jaringan untuk memicu proliferasi
sel. Kitosan dapat menjadi tempat proliferasi sel yang baik disebabkan oleh porositas
yang dimilikinya. Hal ini dapat memungkinkan sel berkembang dan mendapat nutrisi
yang baik.
24
Odontoblas
Trauma mekanis Kompleks dentin-
pulpa Fibroblast
Sel Imunokompeten
Pulpitis reversibel
Iatrogenik
Inflamasi Penyembuhan
BAB 3
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Lalu tikus dibunuh untuk setiap kelompok hari ke 7,21 dan 30.
(t-1)(r-1) ≥ 15
(3-1)(r-1) ≥ 15
2(r-1) ≥ 15
r-1 ≥ 7,5
r ≥ 8,5
Dengan, t : Jumlah kelompok perlakuan
r : Jumlah sampel tiap kelompok
Jadi besar sampel untuk setiap kelompok perlakuan adalah 9 buah sampel.
Pengamatan dilakukan berdasarkan waktu yaitu pada hari 7, 21 dan 1 bulan sehingga
jumlah tikus adalah 27 buah sampel.
Pada setiap tikus digunakan 3 gigi, maka jumlah sampel yang digunakan untuk
penelitian adalah 9 ekor tikus.
Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling yaitu sample
diambil secara acak dari populasi untuk tiap kelompok perlakuan.
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Hidrogel K-EBK K 0,2% + EBK
Perbaikan pulpa reversibel dengan
7,5%, Pasta kalsium hidroksida
terbentuknya dentin reparatif pada kelompok
Calseal®
hari ke- 7, hari ke-14, dan 1 bulan.
Variabel Terkendali
1 bur intan bulat untuk 1 gigi yang Perlakuan kepada kemuning selama
dipreparasi tumbuh
rpm perlakuan
Keterampilan operator
30
dan 1 deposisi
bulan. jaringan keras
- Skor 2 :
hanya terlihat
deposisi
jaringan keras
yang irreguler
- Skor 3 :
terbentuknya
dentin
reparatif
dengan
jaringan keras
yang irreguler.
Ethanol pa ( Merck )
Panadol ( GSK, Indonesia)
hancur. Selanjutnya batang kemuning yang telah kering tersebut dihaluskan dengan
blender dan disaring dan didapat serbuk simplisia.(Gambar.10).
b. Proses maserasi
Siapkan 500 gram serbuk simplisia dan dimasukkan ke dalam bejana tertutup,
kemudian dituang etanol 80% sampai semua simplisia terendam sempurna dan
dibiarkan sekurang-kurangnya 3 jam.(Gambar.11) Kemudian maserat disaring agar
didapatkan larutan yang bebas bubuk simplisia lalu bubuk simplisia direndam
kembali menggunakan etanol dan dibiarkan lagi lalu kemudian disaring kembali.
Bubuk simplisia direndam ke dalam etanol dengan perbandingan 1 Liter etanol per
100 gram bubum simplisia. Maka diperlukan 5 Liter etanol untuk mendapatkan
maserat dari 500 gram bubuk simplisia. Maserat kemudian dipanaskan diatas kuali
untuk didapatkan ekstrak kental.(Gambar.12)
Kemuning
Preparasi permukaan gigi-gigi molar pertama maksila kiri dan kanan dengan
membuat kavitas klas 1 dengan lebar 2mm, dalam 1,2-1,5mm dengan bur
bulat putaran cepat dan semprotan air hingga perforasi. (Gambar. 17)
Semua tikus diberi diet lunak dan pemberian analgesik untuk meredakan
nyeri.
Tikus dibunuh berdasarkan kelompok waktu yaitu 7 hari, 14 hari, dan 21 hari
dengan mengadakan sedasi ethanol overkonsentrasi, Eutha 4ml/10 lb ( 0,1
ml/l gr ) dilanjutkan dengan perfusi formalin buffer netral 10%. (Gambar.19)
Tiap rahang maksila dan mandibula direndam dalam formalin 10% selama 48
jam kemudian dilakukan pemisahan gigi dari maksila dan mandibula.
Terhadap tiap gigi dilakukan pemotongan. (Gambar. 20)
1. Analisis Uji Kruskal-Wallis Test (α= 0,05), untuk melihat ada tidaknya efek
hidrogel K-EBK dan kalsium hidroksida pada hari ke-7, 14 dan 30 hari.
2. Analisis Uji Mann-Whitney Test (α= 0,05), untuk melihat ada tidaknya perbedaan
hidrogel K-EBK dan kalsium hidroksida pada hari ke 7,14 dan 30 hari.
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini ada 27 sampel gigi molar tikus yang diberi perlakuan dan
dibagi menjadi 3 kelompok hari yaitu 7, 14 dan 30. Gigi tikus dipreparasi lalu
diaplikasikan Gel Kitosan dan Ekstrak Batang Kemuning, Kalsium Hidroksida dan
tidak diberi perlakuan kemudian sampel diamati dengan mikroskop dengan
perbesaran 400x sesuai kelompok hari. Hari ke-7 dilakukan pengamatan terhadap sel
inflamasi pada setiap sampel dan pada hari ke-14 dan 30 dilakukan pengamatan
terhadap pertumbuhan dentin reparatif.
D D
D
P P
a P
P
P
c D
D
Gambar 1. (a). Kontrol, terdapat respon inflamasi ringan , (b). Ca(OH)2 tidak
terdapat respon inflamasi, (c). K-EBK terdapat respon inflamasi ringan.
D=Dentin P=Pulpa. Pembesaran 400x.
P D
D
P
D
D D
P
P
c P
Gambar 2. (a). Kontrol, tidak terbentuk jaringan keras , (b). Ca(OH)2 terlihat
deposisi jaringan keras, (c). K-EBK terbentuk selapis tipis deposisi
jaringan keras. P=Pulpa D=Dentin. Pembesaran 400x
a b c
P D P
P D
b
D D
D
P P P
c
Gambar . (a). Kontrol, terlihat deposisi terbentuk jaringan keras , (b). Ca(OH)
terlihat selapis deposisi jaringan keras, (c). K-EBK terbentuk jaringan
keras. P= Pulpa D= Dentin.Pembesaran 400x.
14 K-EBK 3 - - 1 2
Ca(OH)2 3 - 1 2 -
Kontrol (-) 3 3 - - -
30 K-EBK 3 - - - 3
Ca(OH)2 3 - - 2 1
Kontrol (-) 3 - 1 2 -
Pada hari ke-7 belum dapat dijumpai pembentukan jaringan keras pada setiap
bahan coba. Pembentukan jaringan keras mulai terlihat pada hari ke-14. Pada
kelompok K-EBK terlihat pembentukan dentin reparatif yang ditandai dengan
jaringan keras yang irreguler. Pada Ca(OH)2 terdapat pembentukan selapis tipis
deposisi jaringan keras. Pada kelompok kontrol masih belum ditemui pembentukan
jaringan keras.
Pada hari ke-30, terlihat pembentukan dentin reparatif pada setiap gigi pada
kelompok K-EBK. Pada kelompok Ca(OH)2 terlihat juga pembentukan jaringan keras
pada dua gigi dan pembentukan dentin reparatif pada satu gigi. Pada kelompok
kontrol ditemui pembentukan deposisi jaringan keras.
Tabel tiga menunjukkan bahwa pada kelompok K-EBK dan Ca(OH)2 memiliki
potensi dalam pembentukan dentin reparatif secara signifikan (p<0,05) antara ke-3
periode waktu (hari 7, hari 14, dan hari 30 ), sebaliknya, pada kelompok kelompok
kontrol negatif tidak terbentuk jaringan keras yang signifikan (p>0,05) antara ke-3
periode waktu (hari 7, hari 14, dan hari 30).
Tabel 6. Hasil Uji Mann-Whitney Test α=0.05 perbedaan efek antara kitosan dan
ekstrak batang kemuning dan Ca(OH)2
Tabel empat menunjukkan bahwa pada kelompok bahan K-EBK dan Ca(OH)2
terdapat perbedaan yang signifikan karena p=0,026. (p<0,05)
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian tentang penggunaan kitosan dengan ekstrak bahan kemuning pada gigi
tikus bertujuan untuk mengetahui efek pembentukan dentin reparatif pada gigi tikus.
Tikus wistar merupakan hewan yang paling umum digunakan dalam penelitian in
vivo. Tikus wistar memiliki struktur gigi yang mirip dengan manusia. Di samping itu,
untuk mendapatkan tikus wister termasuk mudah dan memiliki harga yang relatif
murah.28 Penggunaan tikus wistar pada penelitian ini didasarkan pada penelitian
penelitian Trimurni (2007) yaitu tikus jantan untuk menghindari ketidakseimbangan
hormon seperti pada tikus betina dan dengan umur 3 bulan.16 Penggunaan hewan
coba tikus wistar pada penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran USU dengan Surat keputusan nomor
Penggunaan tikus dalam penelitian ini menggunakan azas 3R yaitu Refinement,
Reduction dan Replacement. Refinement adalah memperlakukan hewan coba sebaik
mungkin agar hewan coba tidak merasakan penderitaan dan sakit. Reduction adalah
penggunaan hewan coba sesedikit mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal
dan Replacement adalah menggunakan hewan dengan ordo terendah untuk penelitian
dan mendapatkan hasil yang maksimal.
Gigi yang digunakan dalam penelitian ini adalah molar tikus wistar. Gigi molar
tikus dipreparasi hingga perforasi pulpa. Perforasi pulpa yang terjadi dianggap
sebagai trauma iatrogenik sehingga mengakibatkan pulpitis reversibel. Perdarahan
pulpa kemudian dihentikan dengan cotton pellet yang dibasahi dengan aquadest. Lalu
diaplikasikan bahan coba kemudian ditumpat dengan RM-GIC. Penggunaan RM-GIC
dipilih karena dapat melepaskan ion flour dan menghasilkan enzim glikolitikenolase
untuk menghambat pertumbuhan bakteri.28 Gigi tikus lalu diekstraksi berdasarkan
kelompok hari yaitu 7,14 dan 30 hari. Gigi yang diekstraksi kemudian dipotong
secara vertikal lalu diwarnai dengan hematoxcylin-eosin dan diamati dibawah
mikroskop cahaya. Prosedur penelitian yang digunakan sama dengan yang digunakan
oleh Ardo Sabir (2004)28, Trimurni (2006)16 dan Koike et al (2014)9.
Penelitian ini dilakukan pada hari ke-7,14 dan 30. Dentin reparatif merupakan
penanda terjadinya regenerasi jaringan. Dentin reparatif adalah dentin yang dibentuk
oleh odontoblast-like cell sebagai respon untuk melindungi pulpa yang terekspos.3
Setelah terjadi perforasi pulpa, sel inflamasi akut yaitu netrofil PMN langsung
menginvasi.27 Pada hari pertama sampai hari ketiga terjadi invasi sel neutrofil dan sel
makrofag. Enam jam setelah terjadi injuri, sel imun muncul. Sel Neutrofil PMN
merupakan sel pertama yang muncul sesaat setelah terjadinya injuri dan jumlahnya
berangsur bertambah, dengan jumlah puncak pada 24-48 jam. Fungsi utamanya
adalah memfagosit bakteri yang muncul pada saat injuri. Sel Neutrofil memiliki
siklus hidup yang pendek dan jumlahnya berangsur berkurang setelah hari ke-3. Sel
selanjutnya yang memasuki daerah injuri adalah makrofag. Sel ini merupakan hasil
diferensiasi monosit setelah mencapai jaringan dari aliran darah. Sel makrofag akan
muncul pada 48-96 jam setelah injuri dan mencapai jumlah terbanyak pada hari ke-3
setelah injuri. Sel ini memiliki siklus hidup yang lebih panjang dari sel PMN dan
bertahan sampai penyembuhan luka selesai. Pada hari ke-5, sel limfosit akan muncul
dan mencapai puncaknya pada hari ke-7 setelah injuri. Pada hari ke-7, sel inflamasi
masih ditemukan dalam jumlah ringan pada salah satu sampel gigi. Pengamatan yang
dilakukan pada hari ke-14, sel inflamasi sudah tidak lagi ditemui pada jaringan pulpa
gigi. Pada hari ke-14 juga sudah ditemukan pembentukan dentin reparatif pada
seluruh sampel percobaan. Pada hari ke-30 sudah ditemukan dentin reparatif pada
sampel percobaan.
Penggunaan kitosan sudah sering digunakan dalam penelitian yang bertujuan
untuk kesehatan. Kitosan sendiri yang berperan sebagai 3D scaffold yang merupakan
bingkai kerja dalam regenerasi jaringan. Vasquez et al. (2015) menyatakan bahwa
kitosan merupakan polisakarida yang baik digunakan sebagai scaffold karena
memenuhi karakter-karakter scaffolding. Kitosan mampu memicu pertumbuhan
seluler dengan mengstimulus produksi molekul TGF-β 1 dan TGF-β 3 serta Bone
Morphogenic Protein yang merupakan inisiator produksi kolagen dan berperan
14 dan ke-30. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa ada efek
penggunaan K-EBK pada gigi-gigi pulpitis reversibel. Hasil uji menunjukkan adanya
peningkatan tingkat pembentukan dentin reparatif dari hari ke-7,14 dan 30 pada
sampel.
Pada uji mann-whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada dentin yang
terbentuk pada K-EBK dengan kalsium hidroksida. Hal ini sesuai dengan hipotesis
yang menyatakan ada perbedaan dentin reparatif yang terbentuk diantara kitosan dan
ekstrak batang kemuning dengan kalsium hidroksida. Pada hari ke-14, dentin
reparatif yang terbentuk pada bahan coba K-EBK menunjukkan hasil yang berbeda
daripada kalsium hidroksida. Pada hari ke-30, dentin reparatif yang terbentuk pada K-
EBK juga menunjukkan hasil yang berbeda dengan kalsium hidroksida.
Hasil ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Trimurni (2005)
yang menyatakan bahwa kitosan dapat merangsang pembentukan dentin reparatif.
Kitosan dapat merangsang pertumbuhan jaringan dengan menstimulasi morfogen
TGF- β 1.16 Orapin et al menyatakan kitosan juga mengstimulasi BMP-7 (Bone
Morphogenic Protein) yang menghasilkan DSPP (Dentin Sialo PhospoProtein) yang
merupakan marker perbaikan jaringan pulpa.38 Kemuning memiliki kandungan
polyphenols menjadi hal yang baik dalam meredakan sel inflamasi pada pulpa.
Flavonoid dalam kemuning menghambat siklus eukasanoid sehingga menghambat
pembentukan asam arakidonat yang merupakan bahan dasar pembentukan
prostaglandin (PGe-2). Prostaglandin merupakan mediator inflamasi.28
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa K-EBK memberikan efek pembentukan
dentin reparatif pada gigi dengan pulpitis reversibel dalam waktu 30 hari. Uji
statistik menunjukkan bahan coba K-EBK (P=0,03) yang berarti K-EBK memiliki
hasil signifikan dalam pembentukan dentin reparatif. Kalsium hidroksida
menunjukkan hasil P=0,034 yang lebih tinggi dari K-EBK yang berarti hasil yang
tidak terlalu signifikan dibandingkan K-EBK. Uji ini menunjukkan bahwa efek K-
EBK akan lebih baik seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini terjadi karena kitosan
dapat menjaga homeostasis dan membentuk koagulum-koagulum yang memicu
pelepasan morfogen untuk regenerasi jaringan.39 Selain itu kandungan flavonoid
BAB 7
7.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan kitosan dengan ekstrak batang
kemuning untuk membentuk dentin reparatif pada gigi tikus dengan pulpitis
reversibel. Dari hasil uji kruskall-wallis didapat hasil untuk K-EBK adalah p=0,030
untuk hari 7,14 dan 30. Hasil ini menunjukkan ada efek aplikasi K-EBK untuk
membentuk dentin reparatif. Hasil uji mann-whitney menunjukkan ada perbedaan
dentin reparatif yang dibentuk antara K-EBK dan Ca(OH)2 dengan p=0,026.
7.2 Saran
1. Agar dilakukan penelitian lanjutan tentang sifat-sifat mekanis dan kemis dari
kitosan agar layak digunakan pada gigi manusia.
2. Agar dilakukan penelitian lanjutan tentang sifat-sifat mekanis dan kemis dari
kemuning terhadap biokompabilitasnya pada pulpa gigi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat perbedaan porositas
dentin reparatif yang terbentuk setelah pemakaian K-EBK dan Ca(OH)2.
Daftar Pustaka
Lampiran 1
Alur Pikir
Pulpa adalah jaringan ikat yang mengisi pulpa dan terdiri adri sel
odontoblast, fibroblast, sel mesenkim, sel dendrit dan sel imunokompeten.
Pulpa terletak pada keadaan low compliance, yaitu keadaan pulpa diantar
jaringan kaku yang termineralisasi.
Pulpa rentan mengalami cedera akibat trauma, iatrogenik dan kemis.
Ca(OH)2 adalah gold standard sebagai bahan kaping pulpa direk. Akan
tetapi bahan ini tidak dapat membentuk adhesi yang baik dengan dentin.
MTA lalu diperkenalkan sebagai pengganti Ca(OH)2 dan mampu
membentuk dentin reparatif yang lebih baik daripada Ca(OH)2
Rumusan Masalah
Apakah hidrogel K-EBK K 0,2% + EBK 7,5% dapat merangsang pertumbuhan dentin
reparatif pada gigi dengan pulpitis reversibel ?
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efek hidrogel K-EBK dengan K 0,2% + EBK 7,5% dalam merangsang
pembentukan dentin reparatif pada gigi dengan pulpitis reversibel.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efek hidrogel K-EBK dengan K 0,2% + EBK 7,5% dalam
merangsang pembentukan dentin reparatif pada gigi dengan pulpitis reversibel.
Judul
Lampiran 2
Alur penelitian
2 gram kitosan
Dilarutkan dengan larutan
asam asetat 1% lalu diaduk
dengan magnetic stirrer
Ditambah 40 ml larutan
tripolifosfat
Batang kemuning
sebanyak 500 gram
dikeringkan di dalam
inkubator
Maserat diuapkan
menggunakan rotary
evaporator
Tiap ekor tikus Tiap ekor tikus Tiap ekor tikus digunaka
digunakan 3 buah gigi digunakan 3 buah gigi 3 buah gigi molar sebaga
molar sebagai molar sebagai
Kontrol negatif
Kontrol negatif Kontrol negatif Kontrol positif
Kontrol positif Kontrol positif dengan Ca(OH)2
dengan Ca(OH)2 dengan Ca(OH)2 Perlakuan dengan
Perlakuan Perlakuan dengan hidrogel
dengan hidrogel hidrogel