SKRIPSI
Oleh :
HERA ISMAYANI SUGIANTO
NIM : 130600066
Pembimbing :
Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM
TIM PENGUJI
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya serta segala kemudahan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran
Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan, pengarahan, motivasi, dukungan, doa serta arahan dari berbagai pihak, Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sedalamnya kepada :
1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku ketua Departemen Bedah Mulut
dan Maksilofasial di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, saran dan dukungan yang sangat berharga
untuk membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
3. Cut Nurliza, drg., M.Kes., Sp.KG , selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara,
khususnya staf pengajar dan staf administrasi Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.
5. Sake Juli Martina, dr., Sp.FK selaku Direktur Diklat, Penelitian dan
Kerjasama Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
persetujuan pelaksanaan penelitian.
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Teristimewa kepada orang tua tercinta, Ayahanda H. Agus Sugianto, SE.,
Mba dan Ibunda Hj. Mawarni yang dengan penuh kesabaran, ketulusan dan kasih
sayangnya memberikan dukungan, doa serta semangat tiada hentinya kepada penulis.
7. Saudara-saudaraku, Bustanul Arifin, SH., M.Hum, Adisti Eka Ismayani
Sugianto, SH., M.Kn, Dedi Irawan, SE, dan Fitri Yanti Sugianto, SE yang selalu
memberi dukungan dan semangat. Terima kasih juga kepada Abangda Raja Arif
Rahman Siregar, drg yang telah banyak membantu serta memberi motivasi dalam
penyusunan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Liza, Tasya, Iik, Syafura, Dheyna, Vivi,
Melani, Lupi, Amel, Bela, Kak Dara, Kak Rica, Mas Indra, Teguh, Fauzan, Tari,
Nahrira, Ayu, Taska, Alwi, Ari atas dukungan dan bantuannya dalam penyusunan
skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Bedah Mulut dan
teman-teman FKG USU angkatan 2013 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulis masih dalam proses pembelajaran sehingga
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Namun, dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pikiran yang berguna bagi fakultas, masyarakat, pengembangan ilmu pengetahuan, dan
kebutuhan klinis.
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian................................................................................ 23
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 23
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 23
3.3.1 Populasi ......................................................................................... 23
3.3.2 Sampel........................................................................................... 23
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................. 24
3.5 Metode Pengambilan Data .............................................................. 24
3.6 Pengolahan Data .............................................................................. 24
3.7 Analisis Data .................................................................................... 24
LAMPIRAN
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
dirasakan oleh pasien. Pengkajian skala nyeri merupakan pengkajian untuk menentukan
keparahan atau intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. Untuk pengkajian skala
nyeri, dapat digunakan alat ukur nyeri yang bersifat undimensional atau
multidimensional.7
Pengkajian undimensional merupakan alat ukur nyeri yang hanya melihat satu
dimensi nyeri yang dirasakan pasien. Skala nyeri undimensional terdiri dari Numeric
Pain Rating Scale, Verbal Descriptor Scale, Visual Analogue Scale, dan Faces Pain
Rating Scale.8,9 Numeric Pain Rating Scale merupakan alat ukur skala nyeri yang
berbentuk garis horizontal yang menunjukkan angka 0-10 dimana 0 diartikan dengan
“tidak nyeri” dan 10 adalah “nyeri berat”. Verbal Descriptor Scale merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi seperti; tidak nyeri, sedikit
nyeri, nyeri hebat atau sangat nyeri. Visual Analogue Scale merupakan suatu garis lurus
atau horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Dan Faces Rating Scale merupakan
pengukuran nyeri menggunakan ekspresi wajah.6,10 Dalam praktik klinis, keempat jenis
skala nyeri tersebut cukup akurat dalam mendeskripsikan nyeri yang dirasakan oleh
pasien. Berdasarkan beberapa pertimbangan, banyak peneliti dan klinisi lebih memilih
menggunakan skala numerik dan verbal dalam mengukur nyeri yang dirasakan oleh
pasien.11 Kedua skala ini cukup sederhana dan tidak sulit untuk diukur dalam
mendeskripsikan nyeri.12
Pada tahun 2015, Aniseh Farshid dkk melakukan penelitian tentang prevalensi
dan faktor resiko komplikasi dari pembedahan gigi molar tiga mandibula.13 Setelah 24
jam pasca pembedahan, pasien dipanggil kembali untuk mengevaluasi rasa nyeri,
perdarahan, serta parastesi yang dirasakan oleh pasien pasca odontektomi molar tiga
mandibula. Rasa nyeri pasca odontektomi diukur menggunakan skala analog visual
(VAS). Penelitian ini mendapatkan hasil yaitu rata-rata tingkat nyeri yang dirasakan
pasien berkisar pada angka 2-5 pada saat diukur dengan skala analog visual, yang
berarti pasien merasakan nyeri ringan sampai sedang pasca odontektomi. Selain itu,
pada penelitian ini juga didapati kesimpulan bahwa tingkat rasa nyeri lebih rendah pada
pasien pria jika dibandingkan dengan rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien wanita.
Sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Aniseh dkk ini, dua penelitian lain
sebelumnya juga melaporkan bahwa rasa nyeri pasca pembedahan yang dirasakan oleh
wanita lebih tinggi daripada yang dirasakan oleh pasien pria.
Marcello Carlos dkk melakukan penelitian tentang nyeri yang dirasakan setelah
pencabutan gigi molar tiga dengan pembedahan.14 Tujuan dari penelitian yang
dilakukan oleh Marcello dkk ini adalah untuk menganalisis perbedaan persepsi nyeri
yang dirasakan oleh setiap pasien pasca pencabutan gigi molar tiga dan untuk
mengidentifikasi faktor yang dapat mempengaruhi nyeri pasca pembedahan. Hasil dari
penelitian ini didapati bahwa tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien pada hari pertama
pembedahan lebih tinggi jika dibandingkan dengan rasa nyeri pada hari kedua dan
ketiga. Selain itu, didapati pula hasil bahwa nyeri lebih banyak dirasakan pada pasien
dengan usia 24 tahun kebawah.
Nyeri bersifat subjektif, satu-satunya cara yang tepat dalam menilai nyeri yaitu
dengan percaya pada pernyataan pasien tentang nyeri yang dirasakannya, untuk itu
diperlukan pengukuran skala nyeri pasca dilakukannya odontektomi agar dapat
mengetahui tingkat keparahan nyeri yang dirasakan oleh pasien pasca odontektomi.
Perencanaan perawatan dan perawatan pasca bedah yang tepat merupakan hal yang
paling penting untuk mengurangi nyeri yang ditimbulkan setelah odontektomi.13
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara dipilih sebagai lokasi penelitian
dikarenakan masih minimnya penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit ini. Pada
penelitian ini, rasa nyeri pasien akan diukur pada hari ketujuh pasca odontektomi
dimana pada saat itu rasa nyeri yang dirasakan pasien akan sangat berhubungan dengan
proses penyembuhan soket pasca odontektomi.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna
mengetahui gambaran skala nyeri pasca dilakukannya odontektomi pada pasien di
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri
Nyeri merupakan perasaan dan pengalaman sensoris atau emosional yang tidak
menyenangkan, yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual maupun
potensial, nyeri bersifat subjektif karena perasaan nyeri berbeda-beda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya.3,6
Nyeri berperan positif pada tubuh yaitu sebagai pertanda adanya kerusakan
jaringan dan sebagai kunci dalam menentukan perawatan yang tepat. Selain peranan
positif, nyeri juga mempunyai dampak negatif terhadap penderitanya.3 Pengkajian dan
penanganan nyeri yang inadekuat dapat menyebabkan dampak tersendiri bagi pasien,
seperti tingkat kecemasan yang meningkat, gangguan tidur, gangguan mobilisasi, stres,
dan rasa menderita. Nyeri juga dapat berdampak bagi psikologis pasien, seperti
peningkatan detak jantung dan tekanan darah. 8
dari segmen. Namun, sebagian serat berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di
korda spinalis sebelum bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis,
informasi mengenai rangsangan nyeri dikirim oleh satu dari dua jaras ke otak - traktus
neospinotalamikus atau traktus paleospinotalamikus. Informasi yang di bawa ke korda
spinalis dalam serat-serat A delta di salurkan ke otak melalui serat-serat traktus
neospinotalamikus. Sebagian dari serat tersebut berakhir di reticular activating system
dan menyiagakan individu terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke
thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatik tempat
lokasi nyeri ditentukan dengan pasti.4
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh
serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus. Serat-
serat ini berjalan ke daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di mesensefalon yang
disebut daerah grisea periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang berjalan
melalui daerah reticular berlanjut untuk mengaktifkan hipotalamus dan system limbik.
Nyeri yang di bawa dalam traktus paleospinotalamik memiliki lokalisasi difus dan
menyebabkan distress emosi berkaitan dengan nyeri.4
Persepsi adalah proses yang subjektif. Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan
dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga meliputi cognition
(pengenalan) dan memory (mengingat). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional,
dan perilaku juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri
tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena.15
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga klinisi harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa, terkadang nyeri dilaporkan jika sudah patologis
dan mengalami kerusakan fungsi. Sedangkan pada lansia, mereka cenderung
mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum
melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan.
2. Jenis Kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (contoh: tidak pantas jika
laki-laki mengeluh nyeri sedangkan wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Budaya
Budaya mempengaruhi bagaimana seseorang mengartikan nyeri, bagaimana
mereka memperlihatkan nyeri serta keputusan yang mereka buat tentang nyeri yang
dirasakannya. Seseorang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa
nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi
mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri
yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun.
5. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
6. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri.
b. Skala Numerik
Skala penilaian Numeric Rating Scales (NRS) merupakan pengukuran nyeri
menggunakan angka-angka 0-10 untuk menggambarkan tingkat nyeri.14,26 Pasien
diminta untuk menunjukkan angka yang sesuai dengan skala nyeri yang dirasakan oleh
pasien tersebut. Angka 0 menunjukkan tidak adanya nyeri, sedangkan angka 10 berarti
nyeri tidak tertahankan lagi oleh pasien. Kriteria nyeri menurut angka digolongkan
menjadi 4 yaitu ; 0 = tidak nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-6 = nyeri sedang, dan 7-10 =
nyeri berat.
Skala numerik merupakan jenis skala yang sederhana dalam menilai dan
mendeskripsikannya. Tetapi skala numerik ini akan sulit digunakan untuk mengukur
tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien anak yang masih sangat kecil serta pasien
lanjut usia yang mempunyai kesulitan dalam membedakan angka.21
c. Skala Analog Visual
Pengukuran nyeri menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) merupakan suatu
garis lurus atau horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.14,16,17 Pasien diminta untuk
menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis
tersebut.19 Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada nyeri” atau “tidak nyeri”,
sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri tidak tertahankan”.
Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat
pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter.
Skala nyeri wajah ini biasa digunakan untuk mengukur nyeri pada pasien anak
karena penggunaannya sangat sederhana, non-verbal, dan hanya membutuhkan sedikit
instruksi sehingga tidak membingungkan anak.18
2. Karakteristik nyeri
Karakteristik nyeri mencakup letak, durasi (menit, jam, hari, bulan), irama
(terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau
keberadaan dari nyeri) dan kualitasnya (nyeri seperti ditusuk-tusuk, terbakar, ditekan).
3. Efek nyeri
Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari pasien seperti tidur, makan,
konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas lainnya.
2.3 Odontektomi
Bedah minor merupakan suatu tindakan operasi ringan yang biasanya dikerjakan
dengan anestesi lokal. Di dalam ilmu kedokteran gigi, bedah minor mencakup segala
sesuatu yang mengenai pembedahan kecil atau sederhana di dalam mulut. Salah satu
tindakan bedah minor yang paling sering dilakukan dalam kedokteran gigi adalah
odontektomi. Definisi odontektomi yaitu pengeluaran satu atau beberapa gigi secara
Klasifikasi Winter ini merupakan jenis klasifikasi yang paling sering digunakan
mengingat pengklasifikasiannya berdasarkan inklinasi dan setiap inklinasi mempunyai
arah pergeseran posisi gigi yang pasti.2
Nyeri pasca bedah dapat diartikan sebagai trauma fisiologis pada individu yang
terjadi akibat adanya prosedur pembedahan, letak insisi, dan kedalaman nyeri sebagai
suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan trauma
pembedahan. Nyeri pasca odontektomi termasuk ke dalam jenis nyeri akut yang
disebabkan oleh kerusakan jaringan akibat insisi selama tindakan pembedahan. Nyeri
akut berdurasi singkat yaitu kurang dari 6 bulan.6,16
Penelitian tentang tingkatan rasa nyeri pasca pencabutan gigi molar tiga dengan
pembedahan (odontektomi) menjelaskan bahwa tingkatan rasa nyeri paling tinggi terjadi
selama 24 jam pertama pasca bedah. Menurut literatur yang ada, rasa nyeri lebih akut
selama hari pertama dan kemudian menurun secara bertahap. Nyeri pasca pembedahan
lebih kompleks pada pencabutan gigi mandibular, bahkan pada gigi dengan posisi
distoangular dan mesioangular rasa nyerinya dapat meningkat dari hari pertama sampai
hari kedua. Hal ini dapat disebabkan karena gigi pada posisi ini membutuhkan
pembedahan yang lebih rumit dan dapat menyebabkan luka cukup berat yang kemudian
meningkatkan proses inflamasi.14
Beberapa peneliti menyatakan bahwa nyeri pasca odontektomi akan berangsur
berkurang menjadi nyeri ringan atau bahkan tidak nyeri lagi pada hari ke-tujuh pasca
odontektomi. Apabila nyeri masih dirasakan pasien seminggu setelah odontektomi,
kemungkinan proses penyembuhan dari soket pencabutan molar tiga tidak berjalan
dengan semestinya.25
Nyeri pasca odontektomi tidak dapat dihindari dan selalu dirasakan oleh pasien
sebagai fase inflamasi dari penyembuhan. Timbulnya rasa nyeri berhubungan langsung
dengan meningkatnya kadar prostagladin, leukotrien, dan thromboxane A2. Rasa nyeri
biasanya mencapai puncaknya 3-5 jam setelah pembedahan. Selama pembedahan,
teknik pembedahan yang baik, irigasi yang maksimal, dan penggunaan anestesi yang
efeknya bertahan lama seperti bupivakain dapat mengurangi rasa nyeri yang akan
dirasakan oleh pasien pasca odontektomi.26 Perencanaan perawatan dan perawatan
pasca bedah yang tepat merupakan hal yang paling penting untuk mengurangi
komplikasi yang ditimbulkan setelah odontektomi. Akan tetapi, tindakan pembedahan
selalu berhubungan dengan efek yang nantinya akan dirasakan oleh pasien setelah
pembedahan, untuk itu pasien harus terlebih dahulu diberitahukan tentang komplikasi
apa saja yang akan timbul setelah pembedahan.13
Patofisiologi
Mekanisme
Indikasi dan
Kontra Indikasi
Klasifikasi Gigi
Odontektomi Impaksi
Penyembuhan
Luka Pasca
Odontektomi
Pengukuran Menggunakan
Skala Undimensional
Skala Numerik
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien tindakan odontektomi yang
memenuhi kriteria inklusi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara selama satu
bulan dimulai dari bulan Februari sampai dengan Maret 2017 (total sampling).
Kriteria Inklusi :
1. Pasien odontektomi molar tiga di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
2. Bersedia ikut serta dalam penelitian
3. Pasien yang tidak mempunyai penyakit sistemik.
Kriteria Eksklusi :
1. Tidak bersedia ikut serta dalam penelitian
2. Mempunyai penyakit sistemik
gambaran skala nyeri pada pasien pasca odontektomi di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara yang
dimulai dari tanggal 6 Februari sampai dengan 6 Maret 2017 diperoleh sampel
penelitian sebanyak 61 pasien yang mendapatkan perawatan odontektomi gigi molar
tiga baik rahang atas maupun rahang bawah.
Distribusi pasien dilihat dari kelompok usia didapati pasien dengan kelompok usia
paling banyak adalah kelompok usia 26-30 tahun sebanyak 14 pasien (23%). Selain itu,
distribusi pasien jika dilihat dari jenis kelamin terdapat 41 pasien berjenis kelamin
perempuan (67%) dan sebanyak 20 pasien berjenis kelamin laki-laki (33%).
Jumlah
Usia
n %
16-20 13 21
21-25 12 20
26-30 14 23
31-35 9 15
36-40 8 13
41-45 5 8
Total 61 100
Jumlah
Jenis Kelamin
n %
Laki-laki 20 33
Perempuan 41 67
Total 61 100
Tabel 3. Distribusi molar tiga pada rahang atas dan rahang bawah
Jumlah
Gigi
n %
18 8 13
1 Rahang Atas 28 10 16
38 25 41
2 Rahang Bawah 48 18 30
Total 61 100
Berdasarkan klasifikasi relasi molar tiga dengan ramus mandibula dan molar dua
didapati hasil yaitu kelas I sebanyak tiga (5%), kelas II sebanyak 56 (92%), dan kelas III
sebanyak 2 (3%). Sedangkan berdasarkan klasifikasi kedalaman molar tiga di dalam
tulang rahang, didapati hasil yaitu posisi A sebanyak 1 (2%), posisi B sebanyak 56
(92%), dan posisi C sebanyak 4 (6%). Kemudian untuk distribusi gigi impaksi
berdasarkan klasifikasi posisi molar tiga terhadap molar dua yaitu mesioangular
sebanyak 39 (64%), vertikal sebanyak 5 (8%), horizontal sebanyak 11 (18%),
bukoangular sebanyak 6 (10%), sedangkan distoangular, linguoangular, dan inverted
tidak dijumpai.
Tabel 4. Distribusi molar tiga berdasarkan klasifikasi impaksi di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara
Jumlah
Klasifikasi
n %
1. Berdasarkan relasi molar tiga dengan ramus mandibula dan molar dua
Kelas I 3 5
Kelas II 56 92
Kelas III 2 3
Data penelitian menunjukkan, dari 61 pasien terdapat 29 pasien (48%) yang masih
merasakan nyeri pada hari ketujuh pasca odontektomi. Nyeri yang dirasakan pasien
pada hari ketujuh tersebut termasuk ke dalam klasifikasi nyeri sedang. Pasien yang tidak
lagi merasakan nyeri pada hari ketujuh pasca odontektomi yaitu sebanyak 32 pasien
(52%). Sedangkan untuk nyeri ringan, nyeri berat, dan nyeri sangat berat tidak dijumpai
pada pasien saat kontrol pada hari ketujuh pasca odontektomi.
Nyeri pasca odontektomi lebih banyak dikeluhkan oleh pasien wanita. Hal ini
ditunjukkan oleh data penelitian skala nyeri jika dikelompokkan berdasarkan jenis
kelamin. Sebanyak 21 pasien (51%) dari 41 pasien wanita mengeluhkan nyeri,
sedangkan pada pasien laki-laki hanya 8 pasien (40%) dari 20 pasien laki-laki yang
mengeluhkan adanya nyeri.
Tabel 5. Skala nyeri pada hari ketujuh pasca odontektomi
Jumlah Pasien
Skala Nyeri
n %
1 Tidak Nyeri 32 52
2 Nyeri Ringan - -
3 Nyeri Sedang 29 48
4 Nyeri Berat - -
Total 61 100
Tidak Nyeri 12 20
1 Laki-laki
Nyeri 8 13
Tidak Nyeri 20 33
2 Perempuan
Nyeri 21 34
Total 61 100
Jumlah
Keluhan
n %
1 Tidak Nyeri 33 54
2 Nyeri 28 46
Total 61 100
Jumlah
Jenis Kelamin Skala Nyeri
n %
Tidak Nyeri 13 21
1 Laki-laki
Nyeri 7 12
Tidak Nyeri 20 33
2 Perempuan
Nyeri 21 34
Total 61 100
Data penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengeluhkan nyeri pada saat
membuka dan menutup mulut lebih sedikit daripada pasien yang mengeluhkan nyeri
pada saat palpasi. Terdapat 13 pasien (21%) yang mengeluhkan nyeri pada saat
membuka dan menutup mulut, sedangkan sebanyak 48 pasien (79%) tidak mengeluhkan
adanya nyeri pada saat membuka dan menutup mulut.
Jumlah
Keluhan
n %
1 Tidak Nyeri 48 79
2 Nyeri 13 21
Total 61 100
Tabel 10. Keluhan Pasien Saat Membuka dan Menutup Mulut Berdasarkan Jenis
Kelamin
Jumlah
Jenis Kelamin Skala Nyeri
n %
Tidak Nyeri 20 33
1 Laki-laki
Nyeri - -
Tidak Nyeri 28 46
2 Perempuan
Nyeri 13 21
Total 61 100
BAB 5
PEMBAHASAN
rongga mulut dan lebih berinisiatif untuk mencari perawatan.26 Dari 41 pasien wanita
yang mendapatkan perawatan odontektomi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara,
21 diantaranya mengeluhkan nyeri sedang pada saat kontrol hari ketujuh. Berbeda
dengan wanita, pada pasien laki-laki, hanya 8 pasien dari 20 pasien laki-laki yang masih
merasakan nyeri pada saat kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian Grossi yang
menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat memprediksi
ketidaknyamanan pasca odontektomi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perempuan lebih cenderung merasakan dan mengeluhkan nyeri yang dialaminya
dibandingkan dengan laki-laki.26 Lain halnya dengan Capuzzi, penelitiannya
menyatakan bahwa laki-laki lebih merasakan nyeri pada hari pertama dan ketiga pasca
odontektomi.13 Faktor sosial budaya, fisiologis dan biologis memegang peranan penting
dalam hal ini. Seperti yang telah dikatakan bahwa wanita cenderung lebih mengeluhkan
rasa sakitnya dan lebih berinisiatif mencari perawatan terhadap keluhannya tersebut,
sedangkan pada laki-laki, mereka lebih cenderung menahan dan mengabaikan rasa sakit
yang dialaminya.26,27
Pasien odontektomi molar tiga di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara jika
dilihat berdasarkan kelompok usia, didapati kelompok usia terbanyak yaitu 26-30 tahun
sebanyak 23% lalu selanjutnya kelompok usia 16-20 tahun sebanyak 21%. Hasil ini
tidak berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa kelompok
usia 16-20 tahun terletak pada urutan pertama yang paling banyak melakukan perawatan
odontektomi yaitu sebanyak 54.1% dan kelompok usia urutan kedua yaitu usia 26-30
tahun sebanyak 21.2%. Hal ini dapat dijelaskan karena biasanya masalah yang muncul
akibat adanya molar tiga dirasakan diantara usia 18-25 tahun seiring dengan erupsinya
gigi molar tiga.26 Odontektomi sebaikya dilakukan pada saat pasien masih muda yaitu
pada usia 25-26 tahun sebagai tindakan profilaktik atau pencegahan terhadap terjadinya
patologi.27 Pencabutan dapat menimbulkan masalah di kelompok usia yang lebih tua.
Odontektomi dini akan mengurangi morbiditas dan penyembuhan yang terjadi akan
lebih baik. Penyembuhan jaringan periodontal juga lebih baik karena regenerasi tulang
lebih baik dan sempurna dan reattachment gingival terhadap gigi juga lebih baik.
Odontektomi sesudah usia 25-26 tahun mengakibatkan pencabutan lebih sulit dan lebih
yang buruk. OH yang buruk ini berkaitan dengan peningkatan jumlah plak dan bakteri
yang melekat pada daerah odontektomi. Plak dan bakteri ini berperan dalam munculnya
sel dalam jumlah besar (kuman dan makrofag) pada daerah operasi, berikutnya terjadi
peningkatan produksi toksin dan mediator kemis yang akan menjadi pemicu mekanisme
psikopatologis dari nyeri pasca operasi.22
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nyeri yang dirasakan oleh pasien pada
hari ketujuh kemungkinan disebabkan oleh kebersihan dari daerah pencabutan kurang
dijaga dan diperhatikan oleh pasien sehingga terjadilah penumpukan plak. Umumnya
pada hari ketujuh, rasa nyeri akan berkurang menjadi nyeri ringan atau bahkan tidak
nyeri. Sedangkan skala nyeri sedang yang dirasakan oleh pasien yang masih merasakan
nyeri pada hari ketujuh tersebut dikarenakan proses penyembuhan pada daerah
pencabutan terhambat. Hal ini dapat disebabkan oleh karena rasa takut yang dimiliki
oleh pasien untuk membersihkan daerah tersebut. Banyak pasien yang mempunyai
persepsi bahwa menyikat gigi sampai ke daerah bekas pencabutan tersebut dapat
menyebabkan luka pada daerah pencabutan menjadi lebih parah dan lebih nyeri.
Padahal setiap pasien yang telah mendapatkan perawatan odontektomi telah
diedukasikan oleh dokter gigi untuk tetap membersihkan gigi sampai ke daerah
odontektomi.
Selain kurangnya kesadaran pasien dalam menjaga kebersihan daerah
pencabutan, terdapat beberapa faktor lainnya yang dapat mempengaruhi proses
penyembuhan soket. Pertama yaitu seringnya pasien menghisap-hisap luka bekas
pencabutan sehingga dapat mengganggu dan merusak bekuan darah dan mengakibatkan
penyembuhan daerah odontektomi tersebut menjadi lebih lama dari seharusnya. Kedua
yaitu faktor usia, dimana proses penyembuhan luka pada orang muda lebih cepat
dibandingkan pada orang tua. Ketiga yaitu faktor jenis kelamin, perempuan cenderung
lebih sering mengalami proses penyembuhan luka yang lama, hal ini disebabkan karena
penggunaan pil kontrasepsi, jika seorang wanita mengkonsumsi pil kontrasepsi dan dia
melakukan pencabutan gigi maka kemungkinan terjadinya dry socket akan meningkat
akibat tingginya level estrogen. Keempat yaitu merokok, dimana merokok dapat
memperlambat proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi. Produk-produk toksik
yang dihasilkan oleh rokok dapat menurunkan suplai darah pada area luka sehingga
menyebabkan iskemi jaringan. Kelima yaitu obat-obatan, beberapa obat-obatan seperti
kortikosteroid dan obat-obat imunosupresif lainnya dapat memperlambat proses
penyembuhan luka.28
Rasa nyeri berperan positif, yaitu sebagai pertanda adanya kerusakan jaringan.
Rasa nyeri pada hari ketujuh pasca odontektomi berkaitan erat dengan penyembuhan
luka pada soket bekas pencabutan, dimana pada umumnya nyeri akan berangsur
mengalami penurunan hingga menjadi nyeri ringan atau bahkan tidak nyeri lagi.
Sedangkan apabila pasien masih merasakan nyeri setelah 1 minggu pasca odontektomi,
ada kemungkinan terjadinya proses penyembuhan luka tidak berjalan dengan
semestinya.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Gambaran pasien odontektomi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
selama satu bulan adalah sebanyak 61 pasien yang terdiri dari 20 pasien laki-laki dan 41
pasien perempuan dengan kelompok usia terbanyak yaitu usia 26-30 tahun dan diikuti
oleh kelompok usia 16-20 tahun.
2. Gambaran skala nyeri pasca odontektomi di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara yaitu sebanyak 29 pasien dari 61 pasien merasakan nyeri pada hari
ketujuh pasca odontektomi molar tiga.
3. Tingkat keparahan nyeri yang dirasakan oleh pasien pasca odontektomi di
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara merupakan nyeri sedang dimana rata-rata
pasien yang merasakan nyeri tersebut mengaku bahwa mereka tidak membersihkan
daerah bekas pencabutan sehingga proses penyembuhan pada daerah tersebut menjadi
lebih lama.
6.2 Saran
1. Edukasi terhadap pasien pasca odontektomi tentang kebersihan daerah
pencabutan harus lebih ditingkatkan kembali mengingat masih banyak pasien yang
masih merasa takut untuk membersihkan daerah bekas pencabutan walaupun sudah
diberikan edukasi sebelumnya.
2. Pasien dianjurkan makan makanan berbentuk cair atau lunak, protein tinggi,
dan meningkatkan kebersihan rongga mulut dengan berkumur menggunakan antiseptik
oral klorheksidin 0,2% atau povidone iodine 1% yang akan dapat mempersingkat proses
penyembuhan.
3. Peneliti mengharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk membandingkan
gambaran skala nyeri pasca odontektomi pada setiap pasien odontektomi.
DAFTAR PUSTAKA
13. Farshid A, Mohiti AK, Ghasemadeh O. Prevalence and risk factors for
complications of third molar surgery. American Journal of Oral and
Maxillofacial Surgery. 2014; 2: 43-52.
14. Mortoluzzi MC, Guollo A, Capella DL, Manfro R. Pain levels after third
molar surgical removal : An evaluation of predictive variables. The
Journal of Contemporary Dental Practice. 2011; 12(4) : 239-244.
15. Ardinata D. Multidimensional nyeri. Jurnal Keperawatan Rufaidah
Sumatera Utara. 2007; 2(2): 77-81.
16. Prasetyo SN. Konsep dan proses perawatan nyeri. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010 : 1-3, 21-29, 33-49.
17. Jaury DF, Kumaat L, Tambajong HF. Gambaran nilai VAS (visual
analogue scale) pasca bedah seksio sesar pada penderita yang diberikan
tramadol. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado. 2013: 1-7.
18. Azizah A. Skala nyeri. http://majalah1000guru.net/2015/02/skala-nyeri/
(Februari 2015).
19. Koerner KR. Manual of minor oral surgery for the general dentist. Lowa :
Blackwell Munksgaard, 2006: 49-76.
20. Firmansyah D, Iman T. Fraktur patologis mandibula akibat komplikasi
odontektomi gigi molar 3 bawah. Indonesian J Dent 2008; 15(3) : 192-195.
21. Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. Komplikasi post odontektomi
gigi molar ketiga rahang bawah impaksi. Jurnal PDGI 2009; 58(2) : 20-24.
22. Cardoso CS, Rodrigues MTV, Junior OF, Garlet GP, Carvalho PS.
Clinical concepts of dry socket. J Oral Maxillofac Surg 2010; 68: 1922-
1932.
23. Karnure M, Munot N. Review on conventional and novel techniques for
treatment of alveolar osteitis. Asian J Pharm Clin Res 2013; 6(3): 13-17.
24. Agrawal A, Singh N, Singhal A. Oxidized cellulose foam in prevention of
alveolar osteitis. J Den Med Sci 2012; 22(22): 26-28.
Agama : Islam
Orangtua
Riwayat Pendidikan
Salam hormat,
Saya yang bernama Hera Ismayani Sugianto, mahasiswa Fakultas Kedokteran
Gigi USU, ingin melakukan penelitian tentang “GAMBARAN SKALA NYERI
PASCA ODONTEKTOMI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA PERIODE FEBRUARI-MARET 2017”. Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui gambaran skala nyeri pasca odontektomi di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara dan untuk mengetahui tingkat keparahan nyeri yang
dirasakan pasien pasca odontektomi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
Odontektomi dilakukan apabila pencabutan dengan tang tidak mungkin
dilakukan, gagal atau apabila gigi impaksi. Salah satu efek yang selalu dirasakan oleh
pasien pasca odontektomi adalah nyeri. Nyeri yang dirasakan oleh setiap pasien
berbeda-beda, untuk itu diperlukan pengukuran skala nyeri pasca dilakukannya
odontektomi agar dapat mengetahui tingkat keparahan nyeri yang dirasakan oleh
pasien pasca odontektomi. Perencanaan perawatan dan perawatan pasca bedah yang
tepat merupakan hal yang paling penting untuk mengurangi nyeri yang ditimbulkan
setelah odontektomi.
Proses penelitian memerlukan kerjasama yang baik dari Bapak/Ibu untuk
meluangkan sedikit waktunya. Saya akan memberikan surat persetujuan yang
menyatakan Bapak/Ibu bersedia ikut serta dalam penelitian. Kemudian setelah
Bapak/Ibu menyetujuinya, saya akan menanyakan beberapa pertanyaan kepada
Bapak/Ibu pada hari pertama dan ketujuh setelah odontektomi. Selain beberapa
pertanyaan, saya juga akan menunjukkan skala nyeri kemudian Bapak/Ibu diminta
untuk menunjuk angka dan gambar ekspresi wajah yang tertera pada skala nyeri
sesuai dengan nyeri yang sedang Bapak/Ibu rasakan. Ini hanya membutuhkan waktu
kira-kira 10 menit mulai dari penjelasan mengenai penelitian sampai dengan
Peneliti,
(INFORMED CONSENT)
Medan, ……………………………
Pembuat Pernyataan
( ……………………………… )
Nomor : ....................
Tanggal : ……………
A. Data pasien
Nama pasien : ............................................
......................................................................
......................................................................
B. Data operator
Nama operator : ........................................
.......................................
Skala Nyeri
Besar biaya yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini sebesar Rp. 1.805.000,-
dengan rincian berikut:
Rp. 1.805.000
JADWAL KEGIATAN
Waktu Penelitian
September Oktober November Desember Januari Februari Maret April
No Kegiatan 2016 2016 2016 2016 2017 2017 2017 2017
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penulusuran Kepustakaan
2 Pembuatan Proposal
3 Seminar Proposal
4 Pengumpulan Data
5 Pengolahan Data
6 Analisis Data
7 Penulisan Laporan
Penelitian
8 Diskusi Tim
9 Perbaikan dan
Penyerahan Laporan