Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Protesa Maksilo Fasial

Protesa maksilo fasial merupakan alat rehabilitasi defek yang harus segera
dibuat untuk mengembalikan fungsi bicara, mengunyah dan membantu proses
penyembuhan jaringan serta trauma psikologis penderita (Djunaedy Y.M.I; dkk,
2012:91).
Protesa maksilo fasial adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang
berhubungan dengan cacat akibat operasi, trauma dan bawaan lahir pada daerah
kepala. Cacat yang didapatkan terbagi menjadi dua yaitu cacat intra oral yang
meliputi mandibula, lidah, palatum lunak atau palatum keras dan cacat ekstra oral
pada daerah kepala yang meliputi bibir, hidung dan telinga (Wijanarko O.B; dkk,
2012:154).
Protesa maksilo fasial adalah protesa yang menutup celah abnormal untuk
rehabilitasi fungsi oral dan estetik dengan melakukan penggantian bagian yang
rusak atau hilang dengan memakai protesa. Protesa maksilo fasial dapat dibuat
dari logam maupun akrilik (Munandar F; dkk, 2011:74).
Protesa maksilo fasial adalah protesa yang menutup hubungan terbuka
antara rongga mulut dan rongga hidung untuk rehabilitasi fungsional dan estetik
dengan melakukan penggantian bagian yang rusak atau hilang (In Fei dan
Wahyuningtyas, 2010:44).

B. Defek Mandibula

1. Pengertian Defek Mandibula


Defek mandibula merupakan defek yang dapat menyebabkan gangguan
bentuk dan pergerakan mandibula. Mandibula atau rahang bawah terdiri dari
badan penyangga gigi dan ramus yang meluas ke atas dari sudut mandibula.
Defek pada mandibula yang tidak direkontruksi dapat menyebabkan kelainan
seperti gangguan pengunyahan, bicara dan estetika. Rekontruksi mandibula

4
5

merupakan prosedur yang dirancang untuk mengembalikan fungsi mengunyah,


menelan dan berbicara (Widiarni D dan Saraswati, 2014:147-149).

2. Klasifikasi Defek Mandibula


Menurut Cantor dan Curtis defek mandibula diklasifikasikan menjadi
lima kelas yaitu : (Nallaswamy D, 2003:692).
a. Kelas I
Reseksi mandibula yang melibatkan defek pada tulang alveolar tetapi
tetap mempertahankan kontinuitas mandibula.

Gambar 2.1
Kelas I Reseksi Marginal
(Nallaswamy D, 2003:692).

b. Kelas II
Reseksi defek mandibula pada bagian posterior satu sisi rahang distal
premolar.

Gambar 2.2
Kelas II
(Nallaswamy D, 2003:692).
6

Defek mandibula kelas II dibagi menjadi tiga modifikasi yaitu:


1) Modifikasi a
Reseksi bilateral posterior kedua sisi distal premolar.

Gambar 2.2a
Kelas II modifikasi a
(Nallaswamy D, 2003:692).

2) Modifikasi b
Reseksi satu sisi posterior ke lateral gigi seri.

Gambar 2.2b
Kelas II modifikasi b
(Nallaswamy D, 2003:692).
7

3) Modifikasi c
Reseksi bilateral posterior ke lateral gigi seri di satu sisi dan distal
premolar kedua di sisi lain.

Gambar 2.2c
Kelas II modifikasi c
(Nallaswamy D, 2003:692).

c. Kelas III
Reseksi defek mandibula sampai pada daerah garis tengah mandibula.

Gambar 2.3
Kelas III
(Nallaswamy D, 2003:692).
8

d. Kelas IV
Reseksi defek mandibula sampai pada daerah garis tengah mandibula +
reseksi temporo sendi mandibula.

Gambar 2.4
Kelas IV
(Nallaswamy D, 2003:692).

e. Kelas V
Reseksi anterior dua sisi.

Gambar 2.5
Kelas V
(Nallaswamy D, 2003:692).
9

C. Obturator

1. Pengertian Obturator
Obturator merupakan disc atau piring buatan untuk menutup lubang
(Chalian VA; et al, 1972:133). Obturator adalah suatu protesa maksilo fasial
yang digunakan untuk menutup defek dengan menggantikan jaringan keras dan
lunak serta gigi yang hilang (Djunaedy Y.M.I; dkk, 2012:90-91).
Obturator adalah suatu alat yang digunakan untuk menutup defek pada
rahang, membantu penelanan, memperbaiki fungsi bicara, mempertahankan lebar
lengkung rahang dan susunan gigi (Hidayat Rahmat, 2017:137). Obturator dapat
digunakan untuk memelihara integritas komponen rongga mulut dan hidung
akibat dari proses perkembangan penyakit, trauma dan bawaan lahir (Novi T; dkk,
2012:150).

2. Fungsi Oburator
Obturator berfungsi sebagai alat bantu menyusui pada kasus cacat bawaan
lahir, melindungi luka agar tetap bersih akibat operasi dan merekontruksi kontur
palatum. Selain itu obturator juga dapat memperbaiki fungsi bicara, pengunyahan,
penelanan dan estetika (Tenripada N; dkk, 2012:150).
Obturator dapat digunakan untuk memperbaiki posisi bibir dan pipi
(Chalian VA; et all, 1972:133). Obturator dapat mengurangi kontaminasi dengan
bakteri sehingga infeksi dapat dicegah. Selain itu juga dapat membantu fungsi
bicara lebih efektif dan mempercepat penyembuhan (Djunaedy Y.M.I; dkk,
2012:91).

3. Tipe-tipe Obturator
Pada pembuatan obturator dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a. Klasifikasi obturator berdasarkan waktu pemasangan
10

Proses rehabilitasi pasien pasca bedah dilakukan dalam tiga tahap yaitu :
1) Obturator Pasca Bedah (Immediate Surgical Obturator)
Immediate Surgical Obturator adalah obturator bersifat sementara yang
diinsersikan setelah pembedahan untuk menggantikan bagian tulang alveolar dan
struktur palatum yang hilang (Tenripada N; dkk, 2012:151). Obturator pasca
bedah dibuatkan untuk mengurangi kontaminasi dari bakteri sehingga infeksi bisa
dicegah, membantu bicara lebih efektif dan mempercepat penyembuhan
(Djunaedy Y.M.I; dkk, 2012:91). Immediate Surgical Obturator hanya dapat
digunakan untuk jangka waktu yang singkat (Bona, 2015:36).

Gambar 2.6
Immediate Surgical Obturator
(Sumber :Gupta Renu; et all, 2016:112)
11

2) Obturator Interim (Delayed Surgical Obturator)


Obturator Interim atau Delayed Surgical Obturator adalah obturator yang
diinsersikan 1-4 minggu setelah pembedahan. Obturator ini digunakan untuk
menjaga estetika dan fungsi penyembuhan sampai obturator definitive selesai
dibuat (Tenripada N; dkk, 2012:151). Obturator interim dibuat untuk
menggantikan obturator pasca bedah sekitar 2 minggu setelah operasi (Djunaedy
Y.M.I; dkk, 2012:90).

Gambar 2.7
Delayed Surgical Obturator
(Sumber :Paudel S.P; et all, 2018:111)
12

3) Obturator Definitive
Obturator Definitive adalah obturator yang menggantikan seluruh defek
dan struktur lainnya termasuk gigi-geligi yang hilang akibat pembedahan.
(Tenripada N; dkk, 2012:151). Obturator definitive diinsersikan setelah terjadi
penyembuhan 3 sampai 4 bulan pasca bedah tergantung pada luasnya defek,
kecepatan penyembuhan, prognosis hasil operasi, efektifitas obturator sebelumnya
dan ada tidaknya gigi (Djunaedy Y.M.I; dkk, 2012:90).

Gambar 2.8
Obturator Definitive
(Sumber :Kumar Naresh; et all, 2015:31)

b. Klasifikasi Obturator Berdasarkan Desain


Teknik pembuatan obturator menurut desain dibuat menjadi dua macam
yaitu :
1) Obturator Berongga (Hollow Bulb)
Cacat rahang dengan ukuran besar dapat dibuatkan obturator berongga
untuk mengurangi berat pada saat digunakan (Bona, 2015:36).
13

Hollow Bulb dapat dibuat dengan dua cara yaitu :


a) One Piece Hollow Bulb
One Piece Hollow Bulb adalah pembuatan hollow bulb dengan shim
didalam protesa. Shim adalah rongga dengan lapisan yang terbuat dari resin akrilik
self curing (In Fei dan Wahyuningtyas, 2010:44).

Gambar 2.9
One-Piece Hollow Bulb
(Sumber :Rani S; et all, 2017:169)

b) Two Piece Hollow Bulb


Two Piece Hollow Bulb adalah pembuatan hollow bulb yang terdiri dari
dua bagian, dimana resin akrilik heat curing digunakan pada bagian dasar hollow
yang terbuka dan bagian atas hollow sebagai penutup yang direkatkan dengan
resin akrilik self curing (In Fei dan Wahyuningtyas, 2010:44).

Gambar 2.10
Two-Piece Hollow Bulb
(Sumber :Deogade S.C; et all, 2013:4)
14

2) Obturator tidak berongga


Obturator ini biasanya digunakan pada cacat rahang dengan ukuran kecil
(Bona, 2015:36).

4. Bagian-bagian Obturator
Protesa obturator memiliki bagian-bagian sebagai pengganti tulang
alveolar atau jaringan yang hilang.
a. Basis
Basis (dasar atau sadel) merupakan bagian yang berkontak dengan
jaringan mulut dan dapat menggantikan tulang rahang maksila atau mandibula
yang sudah hilang (Gunadi, Haryanto A, 1991:215). Bahan yang digunakan
adalah resin akrilik heat cured dan dapat juga berupa metal frame (Wahjuni S dan
Mandanie; dkk, 2017:76).

b. Cengkram kawat
Cengkram kawat merupakan komponen yang berfungsi sebagai retensi
(Yunisa F; dkk, 2015:284). Cengkram yang lengan-lengannya terbuat dari stenles
steel (Gunadi, Haryanto A, 1991:161).
Macam-macam cengkram kawat yaitu :
1) Cengkram tiga jari
Cengkram tiga jari berbentuk seperti Akers Clasp. Cengkram ini dibentuk
dengan cara menanam lengan–lengannya ke dalam basis (Gunadi, Haryanto A,
1991:163).

Gambar 2.12
Cengkram tiga jari
(Sumber:Gunadi Haryanto A, 1991:163)
15

2) Cengkram panah
Cengkram panah berbentuk anak panah yang di tempatkan pada
interdental gigi (Gunadi, Haryanto A, 1991:164).

Gambar 2.13
Cengkram panah
(Sumber:Gunadi Haryanto A, 1991:164)

3) Cengkram C
Cengkram C merupakan lengan retentif seperti cengkram setengah jackson
dengan pangkal ditanam pada basis (Gunadi, Haryanto A, 1991:167).

Gambar 2.14
Cengkram C
(Sumber:Gunadi Haryanto A, 1991:167)
16

5. Bahan-bahan Obturator
Beberapa bahan yang digunakan untuk pembuatan obturator yaitu :
a. Resin Akrilik Heat Cured
Resin Akrilik Heat Cured memiliki kelebihan estetik yang baik karena
sesuai warna normal gingiva, lebih ringan dan nyaman digunakan.
Kekurangannya dapat menyerap cairan, mempunyai sifat porus dan sifat bahan
yang kaku (Wahjuni S dan Mandanie; dkk, 2017:77).
b. Acrylic Copolymers
Acrylic Copolymers merupakan polimer metil metakrilat plastis yang
menunjukkan sifat elastis. Bahan ini memiliki kekuatan tepi dan daya tahan yang
buruk serta mudah lengket dengan debu dan noda (Nallaswamy D, 2003:714).
c. Polyurethane Elastomers
Polyurethane Elastomers merupakan bahan yang mempunyai sifat sangat
baik seperti elastisitas tanpa kekuatan tepi yang terganggu. Kerugiannya adalah
sensitif terhadap kelembaban dan stabilisasi warna yang buruk (Nallaswamy D,
2003:714).
d. Silicones
Silicones merupakan bahan yang digunakan untuk restorasi wajah.
Kerugiannya mudah sobek. Silikon adalah kombinasi senyawa organik dan
anorganik yang dibuat dari silika, tersedia dalam dua bentuk yaitu HTV (Heat
Temperature Vulcarized) dan RTV (Room Temperature Vulkarized). HTV
merupakan silikon yang membutuhkan panas untuk vulkanisasi sedangkan RTV
merupakan silikon yang memvulkanisasi pada suhu kamar (Nallaswamy D,
2003:714). Pemilihan bahan silikon sebagai protesa wajah karena memiliki sifat
inert (tidak mudah terurai) dan tampilan warna translusen alami seperti kulit
(Wijanarko O.B; dkk, 2012:156).
17

e. Polyvinyl Chloride dan Copolymers


Polyvinyl Chloride dan Copolymers merupakan resin yang keras, tidak
berasa, tidak berbau, cenderung kotor karena kelekatan dan memiliki sifat
penyusutan yang berlebihan (Nallaswamy D, 2003:714).

6. Retensi dan Stabilisasi Pada Obturator


a. Retensi
Retensi merupakan kemampuan untuk menahan gaya-gaya yang
cenderung mengubah hubungan antara protesa dengan jaringan lunak mulut waktu
istirahat (Azhindra; dkk, 2013:243). Retensi sangat ditentukan oleh hubungan
kontak yang baik antara basis protesa dan mukosa. Undercut yang
menguntungkan dapat menambah retensi (Soebekti T.S dan B Max Leepel,
1995:29).
Retensi merupakan daya tahan protesa terhadap gaya pergerakan ke arah
vertikal yang berlawanan dengan arah pemasangan dan bertahan terhadap gaya
gravitasi, adhesi, kohesi dan gaya-gaya yang berhubungan dengan pembukaan
rahang sehingga protesa akan tetap pada tempatnya didalam rongga mulut
(Falatehan Niko, 2018:28).
Retensi berhubungan dengan luas defek dan hasil operasi (Chalian VA; et
al, 1972:121). Retensi obturator didapat dari gigi, cengkram, undercut pada defek
dan kontak antara basis protesa dan mukosa (Keyf Filiz, 1979:824-826).

b. Stabilisasi
Stabilisasi merupakan kemampuan protesa untuk bertahan pada tempatnya
sewaktu mendapatkan tekanan dan gaya fungsional (Azhindra; dkk, 2013:243).
Stabilisasi adalah daya tahan terhadap gerakan horizontal dan tekanan
yang menyebabkan perubahan hubungan antara basis protesa dengan daerah
pendukung dalam arah horizontal atau rotasi (Pridana S dan Nasution, 2016:58).
Stabilisasi terjadi pada saat protesa berfungsi yang pada protesa didapat dari
adanya retensi dan oklusi yang baik (Soebekti T.S dan B Max Leepel, 1995:29).
18

D. Prosedur Pembuatan Obturator Definitve

Tahap-tahap yang dilakukan pada pembuatan obturator definitive adalah


sebagai berikut : (Itjiningsih WH, 1991:31-187).

1. Pencetakan
Membuat/mencetak bentuk negatif dari seluruh jaringan pendukung
dengan menggunakan bahan cetak alginate dan bahan tanam moldano.

2. Pemasangan model
Model rahang atas dan rahang bawah dipasang pada okludator atau
artikulator.

3. Desain
Menggambar pola atau desain yang direncanakan pada model kerja dengan
pensil.

4. Pembuatan cengkram
Cengkram kawat dibentuk dengan tang cengkram (Gunadi Haryanto A,
1991:161).

5. Waxing
Waxing adalah membentuk pola malam seperti anatomi gusi dan jaringan
lunak mulut menggunakan base plate wax.
19

6. Flasking
Flasking merupakan proses menanam model dan malam pada cuvet untuk
membuat mold menggunakan gips. Metode flasking ada dua macam yaitu Pulling
the casting, dimana setelah boiling out gigi-gigi akan ikut pada cuvet bagian atas.
Holding the casting dengan cara permukaan labial gigi-gigi ditutup plaster of
paris sehingga setelah boiling out akan terlihat seperti gua kecil.

7. Boiling out
Boiling out adalah proses menghilangkan malam dengan cara dipanaskan
dalam air mendidih selama 15 menit.

8. Packing
Packing adalah proses mencampur monomer dengan polymer resin akrilik.
Bisa dilakukan dengan dua cara, pertama dry method adalah cara mencampur
monomer dan polymer langsung di dalam mold. Wet method adalah cara
mencampur monomer dan polymer diluar mold dan bila sudah mencapai dough
stage baru dimasukan ke dalam mold.

9. Curing
Curing adalah proses polimerisasi antara polymer dan monomer dengan
cara dipanaskan dalam air mendidih.

10. Deflasking
Deflasking adalah membuka atau melepas protesa dari cuvet dan mould
space dengan cara memotong menggunakan gergaji kemudian dinding stone
dipatahkan.

11. Finishing
Finishing adalah proses membuang sisa-sisa akrilik pada batasan protesa
dengan bur dan amplas.
20

12. Polishing
Polishing adalah proses menghaluskan dan mengkilapkan protesa
menggunakan feldcone dan white brush dengan bahan pumice dan caco3.

Anda mungkin juga menyukai