Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Manajemen defek maksila dan mandibula merupakan bagian dari

Prosthodontik komprehensif. Eksisi bedah dengan maksilektomi parsial atau total

dan / atau mandibektomi merupakan perawatan pada pasien dengan penyakit

neoplastik. Saat ini, ada banyak teknik rekonstruktif untuk mengatasi defek ini.

Tetapi defek besar yang diakibatkan oleh ekstirpasi lesi neoplastik memerlukan

protesa wajah untuk mengembalikan fungsi bicara dan deglutisi serta untuk

mengurangi efek psikologis yang terkait.. Rehabilitasi membutuhkan immediate

protesa pasca operasi, protesa interim dan protesa definitif dengan masing-masing

memiliki tujuan sendiri. 1

Pada makalah ini akan dibahas mengenai salah satu protesa maxillofasial

yaitu obturator.
BAB II

OBTURATOR

2.1 DEFINISI OBTURATOR

Obturator merupakan disc atau piring buatan untuk menutup lubang.

Obturator adalah suatu protesa maksilo fasial yang digunakan untuk menutup

defek dengan menggantikan jaringan keras dan lunak serta gigi yang hilang.2

Obturator adalah suatu alat yang digunakan untuk menutup defek pada

rahang, membantu penelanan, memperbaiki fungsi bicara, mempertahankan lebar

lengkung rahang dan susunan gigi. Obturator dapat digunakan untuk memelihara

integritas komponen rongga mulut dan hidung akibat dari proses perkembangan

penyakit, trauma dan bawaan lahir.3

2.2 INDIKASI OBTURATOR

Obturator diindikasikan pada pasien yang memerlukan dan telah dilakukan

terapi penghilangan kanker. Terapi kanker biasanya meninggalkan defek pada

rongga mulut setelah dilakukan penganGkatan lesi. Obturator dipercaya dapat

berperan sebagai alat rehabilitasi terhadap kemampuan bicara, sekresi oral, fungsi

pengunyahan dan penelanan, dan rekonstruksi kondisi orofasial.4

Pada rahang atas defek dapat terjadi akibat trauma ataupun karena telah

dilakukan pembedahan. Bentuk defeknya dapat berupa bukaan kecil yang

menghubungkan sinus maksilaris dan rongga mulut, atau lebih luas merusak

elemen palatal keras dan lunak juga menghubungkan rongga hidung dan rongga

mulut. Defek pasca operasi yang menghubungkan rongga mulut dan rongga
hidung memicu pasien untung berbicara secara sengau, kebocoran cairan melalui

rongga hidung. Obturator dibuat untuk menutup celah atau defek non alamiah.

Penutupan saluran penghubung rongga hidung dan rongga mulut akan

menyebabkan terpisahnya rongga mulut dan rongga hidung, meningkatkan

tekanan rongga mulut dan menurunkan aliran udara dari dan menuju hidung. 4

2.3 FUNGSI OBTURATOR

Penggunaan obturator memiliki banyak fungsi, diantaranya5,6:

 Untuk mempermudah proses makan

 Untuk menjaga luka dan daerah defek tetap bersih

 Dapat membantu pembentukan kontur langit-langit keras dan lunak

 Mempermudah proses bicara

 Dalam segi estetis, dapat memperbaiki kontur bibir dan pipi

 Mengembalikan moral dan semangat pasien

 Mengurangi aliran eksudat kedalam rongga mulut

 Dapat berfungsi sebagai stent untuk menahan surgical dressing/pack

 Mengurangi resiko hemoragic post operasi, dan mempertahankan tekanan

baik secara langsung atau tidak langsung pada daerah yang dilakukan

graft, sehingga meningkatkan adaptasi daerah graft, meningkatkan

keberhasilan grafft dan mengurangi resiko hemoragi.

2.4 KLASIFIKASI DEFEK MAKSILA DAN MANDIBULA

2.4.1 Defek Maksila

Klasifikasi defek maksila pertama kali dipublikasikan oleh Dr Mohammed

Aramany pada tahun 1978. Beliau membagi klasifikasi defek menjadi enam
kategori berdasarkan lokasi defek dan hubungan dengan gigi yang masih ada dan

frekuensi kemunculan defek tersebut. Beliau melakukan klasifikasi dengan tujuan

memudahkan komunikasi dan kemudahan pembuatan pola rancangan obturator.7

Rancangan dasar obturator memerhatikan terhadap tiga gaya berikut; (1) Gaya

vertikal ke arah bawah, (2) Gaya vertikal ke arah atas, (3) Gaya rotasional multi

arah, dan (4) Gaya anteroposterior. Prognosis penggunaan obturator akan

meningkat seiring dengan; (1) Besar dan kelengkungan rahang pasca operasi, (2)

Kualitas dan karakter mukosa yang menutupi area defek dan linggir, (4) Adanya

gigi pada area defek sebagai elemen retensi dan dukungan dari obturator.7

Klasifikasi defek maksila menurut Aramany diuraikan sebagai berikut:7

1. Kelas I

Kelas I defek maksila menyertakan defek di area palatum keras, alveolar,

dan gigi pada satu sisi lengkung rahang. Defek ini yang paling sering

ditemui dalam kondisi klinis (Gambar 1).7


Gambar 1 Klasifikasi kelas I Aramany.7

2. Kelas II

Defek tunggal unilateral menyerupai klasifikasi Kennedy kelas II. Dalam

pembuatan obturator gigi anterior dapat dilibatkan sebagai elemen retensi.

Kondisi kleas II lebih memberikan pemasangan obturator yang lebih baik

dibandingkan dengan kelas I.7

Gambar 2.

Klasifikasi

kelas II Aramany7

3. Kelas III

Kelas III Aramany melibatkan defek pada palatum keras dan juga area

palatum lunak. Gigi geligi biasanya dapat dipertahankan, sehingga desain

obturator menjadi sederhana dan efektif (Gambar 3).7


Gambar 3. Klasifikasi kelas III Aramany7

4. Kelas IV

Klasifikasi ini meliputi defek pada keseluruhan area premaksila, sehingga

pada naterior berupa defek bilateral dan pada posterior berupa defek

unilateral (Gambar 4.). Pada kondisi ini biasanya masih terdapat beberapa

gigi posterior dalam satu gais lurus hal ini menyebabkan ungkitan yang

tidak efektif.7

Gambar 4. Klasifikasi kelas IV Aramany4

5. Kelas V

Defek meliputi bilateral posterior, berada di belakang gigi yang masih

tersisa. Biasanya keseluruhan gigi anterior masih tersisa. Penggunaan

stabilitasi labial dan penggunaan splinting pada ujung gigi sandaran

meningkatkan retensi (Gambar 5).7


Gambar 5. Klasifikasi kelas V Aramany7

6. Kelas VI

Defek ini sangat jarang ditemukan pasca pembedahan, defek biasanya

merupakan kondisi kongenital maupun trauma. Defek meliputi

keseluruhan premaksila, menyebabkan defek bilateral pada area anterior

Gambar 6. Defek pembedahan pada area ini biasanya berupa area kecil

namun bila merupakan defek kongenital merupakan area yang besar. 7

Gambar 6. Klasifikasi kelas VI Aramany7

2.4.2 Defek Mandibula

Menurut Cantor dan Curtis defek mandibula diklasifikasikan menjadi lima

kelas yaitu : (Nallaswamy D, 2003:692).

a. Kelas I Reseksi mandibula yang melibatkan defek pada tulang alveolar

tetapi tetap mempertahankan kontinuitas mandibula.


Gambar 7 Klas 1 Reseksi marginal

b. Kelas II Reseksi defek mandibula pada bagian posterior satu sisi rahang

distal premolar.

Gambar 8 Klas II

Defek mandibula kelas II dibagi menjadi tiga modifikasi yaitu:

1) Modifikasi a Reseksi bilateral posterior kedua sisi distal premolar.


Gambar 9 Kelas II Modifikasi a

2) Modifikasi b Reseksi satu sisi posterior ke lateral gigi seri.

Gambar 10 Kelas II Modifikasi b

3) Modifikasi c Reseksi bilateral posterior ke lateral gigi seri di satu sisi

dan distal premolar kedua di sisi lain.


Gambar 11 kelas II modifikasi c

c. Kelas III Reseksi defek mandibula sampai pada daerah garis tengah

mandibula.

Gambar 12 Klas III

d. Kelas IV Reseksi defek mandibula sampai pada daerah garis tengah

mandibula + reseksi temporo sendi mandibula.


Gambar 13 Klas IV

e. Kelas V Reseksi anterior dua sisi.

Gambar 14 Klas V

2.5 TIPE – TIPE OBTURATOR

2.5.1 Klasifikasi obturator berdasarkan waktu pemasangan

A. Surgical obturator

Surgical obturator/ obturator pembedahan dibuat sebelum dilakukan

pembedahan melalui proses pencetakan dan model gigi sebelum pembedahan

setelah dilakukan batasan pembedahan oleh operator bedah. Proses pembuatannya


dibantu dengan pemeriksaan radilogis. Obturator pembedahan diinsersi dan

difiksasi dengan menggunakan sekrup atau kawat. 3

Tujuan obturator ini untuk memisahkan rongga mulut dan rongga hidung,

memberikan dukungan bagi medikamen pasca bedah, melindungi cangkokan

sebagai penutup luka, dan meminimalisir kontaminasi area bedah. Selain itu

pemasangan obturator memberikan pasien kemampuan untuk berbicara dan

menelan segera setelah pembedahan.3 Obturator pembedahan dilepaskan pada hari

ke 7-10 setelah pembedahan.6

Gambar 15 Obturator Surgical

B. Interim obturator

Interim obturator merupakan modifikasi dari obturator pembedahan untuk

dapat mengakomodasi perubahan jaringan pada area pembedahan yang berbeda

dibandingkan dengan rencana pra-pembedahan. Proses pembuatan dilakukan

dengan melakukan pencetakan pada mulut pasien setelah dilakukan pembedahan,

untuk mendapatkan rongga yang ada. Obturator ini dipasang selama periode
penyembuhan. Obturator ini memiliki retensi cangkolan dan perluasan sayap

untuk dukungan bibir dan pipi. Obturator ini dilakukan relining secara periodis

untuk mendapatkan adaptasi dan kesembuhan yang baik. Kesembuhan

dipengaruhi juga oleh kondisi kebersihan mulut pasien.5

Pencetakan dilakukan pada hari ke 5 atau 10 post op. Pencetakan fisiologis

dengan surgical obturator; untuk memperoleh retensi dan adaptasi. Pada tahap

Insersi, lakukan pemeriksaan tekanan pada jaringan. Kontrol dilakukan setiap 10-

14 hari selama 2 bulan kedepan, Evaluasi tekanan terhadap jaringan. Pasien

dibekali denture adhesive. Kontrol selanjutnya bila dirasa longgar / ada keluhan

lain. Interim obturator digunakan hingga luka pasca surgical stabil 6-12 bulan.6

Gambar 16 Obturator Interim

C. Definitive obturator

Dilakukan pembuatan obturator baru. Pencetakan setelah jaringan keras &

lunak Stabil. Dilakukan pencetakan diagnostic & fisiologis (sesuai indikasi).

Dilakukan prosedur  Occlusal record. Dilanjutkan dengan prosedur wax Try in.

Pada saat Insersi, evaluasi stabilisasi, adaptasi, retensi, dan Tekanan pada
jaringan (pressure paste). Berikan instruksi pada pasien: Gunakan saat tidur –

sekresi saliva & sinus, dan menghindari tissue edema (hingga protesa fully seat).

Pada saat Kontrol dilakukan Observasi penggunaan protesa, apakah ade kesulitan

yang dihadapi pasien (kesulitan penyesuaian, luka, dsb)3

Gambar 17 Obturator Definitive

2.5.2 Klasifikasi Obturator Berdasarkan Desain Teknik pembuatan

Menurut desain dibuat menjadi dua macam yaitu : 3,8

1) Obturator Berongga (Hollow Bulb) Cacat rahang dengan ukuran besar dapat

dibuatkan obturator berongga untuk mengurangi berat pada saat digunakan

Hollow Bulb dapat dibuat dengan dua cara yaitu : 8

a) One Piece Hollow Bulb

One Piece Hollow Bulb adalah pembuatan hollow bulb dengan shim

didalam protesa. Shim adalah rongga dengan lapisan yang terbuat dari

resin akrilik self curing8


Gambar 18 Obturator One Piece Hollow Bulb8

b) Two Piece Hollow Bulb

Two Piece Hollow Bulb adalah pembuatan hollow bulb yang terdiri dari

dua bagian, dimana resin akrilik heat curing digunakan pada bagian dasar

hollow yang terbuka dan bagian atas hollow sebagai penutup yang

direkatkan dengan resin akrilik self curing.8

Gambar 19 Obturator Two Piece Hollow Bulb

2) Obturator tidak berongga Obturator ini biasanya digunakan pada cacat rahang

dengan ukuran kecil.8


2.6 Tahapan Dalam Prosedur Pembuatan Obturator

Dibawah ini terdapat salah satu Teknik dalam membuat sebuah obturator

bedah pada sebuah kasus, secara singkat dapat di uraikan sebagai berikut;9

1. Memeriksa lesi kanker mulut secara seksama sebelum dilakukan operasi

dan mendiskusikan rencana perawatan dengan ahli bedah sehubungan

dengan garis insisi yang akan dilakukan dan banyaknya reseksi.

2. Mengambil pencetakan pra-bedah dari lengkung rahang maksila dengan

ireversible hidrokoloid (alginate). Cetakan dicor dengan gypsum tipe 3

untuk mendapatkan model kerja dan membuat garis batas dari reseksi

maksila (Gambar 8). Desain di tinjau kembali dengan dokter bedah untuk

memverifikasi cakupan reseksi yang direncanakan.

3. Memodifikasi model (di daerah lesi) untuk mendapatkan kontur anatomi

normal (Gambar 9). Perhatikan area pembengkakan dari lesi dapat dikerok

dan area defek (Ulkus) dapat di bangun dengan dental stone dalam rangka

menciptakan bentuk jaringan yang normal pada model.


Gambar 8 : Model kerja rahang atas Gambar 9 : Mengerok model kerja
dengan garis antsipasi reseksi di untuk mendapatkan kontur anatomi
tandai. normal pada vestibulum labial.

4. Manipulasi kawat stainless steel

orthodontik ukuran gauge 19 untuk membuat “cengkram C” yang

melibatkan area retentif infrabulge labial dari sisa gigi sehat pada area non

reseksi dan/atau pada daerah reseksi.

5. Fabrikasi pelat digabungkan dengan cengkram dengan aklirik resin

polimerisasi panas dengan cara konvensional. Dilakukan finishing dan

polishing pada plat platal dengan cara biasa.

6. Pasang kembali plat palatal pada model rahang atas dan membuat bentuk

template vakum dari plat (Gambar 20). Dengan catatan permukaan fasial

pada sisi defek dari model harus benar-benar tercatat seluruhnya dalam

pembentukan template vacuum sampai pada area perbatasan.

7. Lepas plat palatal dari model dan di transfer ke template vakum yang telah

dibentuk.

8. Pemisahan model definitif menurut garis yang akan direseksi dan

dipisahkan dari bagian yang akan dipotong dari model (Gambar 21).

Gambar 20: Template vakum yang Gambar 21: Model rahang atas di
Gunakan bagian sisa (struktur normal) dari model untuk membuat

prostesis.

9. Pasang kembali bagian yang tersisa dari model (bersama dengan plat

palatal) ke template vakum yang telah dibentuk (Gambar 22).

10. Buat gigi palsu dengan menambahkan autopolimerisasi aklirik resin yang

sewarna dengan gigi pada daerah cetakan gigi dalam template vakum yang

Gambar 22: Pemasangan Gambar 24: Obturator bedah


kembali model pada templat selesai dibuat.
vakum yang telah dibentuk.

telah dibentuk. Juga membuat sayap pada fasial (Seragam 2-3 mm

tebalnya) dengan menambahkan aklirik resin autopolimerisasi bewarna

pink (Teknik Sprinkle-on). (Gambar 23)

11. Setelah polimerisasi sempurna, pelepasan model dari template vakum

yang telah dibentuk/ lepaskan protesa dari vakum template secara hati-

hati. Potong aklirik resin yang berlebih dari fasial sayap dan finishing dan

polishing dari protesa dengan cara konvensional (Gambar 24).


12. Setelah fabrikasi obturator, operasi pasien untuk reseksi rahang atas kiri

untuk membasmi semua kemungkinan jaringan kanker. Memeriksa dengan

seksama area defek bedah (Gambar 25).

13. Desinfeksi alat protesa sebelum dicoba pada mulut pasien dengan larutan

glutaraldehid 0,2%. Penyesuaian minor dilakukan agar proesa dapat duduk

sepenuhnya pada posisinya segera setelah operasi. (Gambar 26) Sesuaikan

oklusal permukaan gigi posterior (sekitar 2mm) untuk membuat mereka

tidak beroklusi. Tempatkan surgikal pack pada area defek sebelum

penempatan obturator jika diperlukan.

14. Pasien dijadwalkan untuk kontrol rutin agar dapat dilaksanakan

pemeriksaan dari jaringan penyembuhan dan penyesuaian obturator.

Gambar 25: Defek bedah setelah Gambar 26: Obturator Bedah


maxilloectomy. ditempatkan setelah maxillectomy.

2.7 Obturator Palatum

Obturator palatum adalah suatu protesa maksilofasial yang digunakan untuk

menutup jaringan yang terbuka secara kongenital atau acquired, terutama bagian
palatum keras atau lunak serta struktur alveolar/jaringan lunak yang berdekatan.

Komponen protesa ini fit dan menutup defect oral cavity atau body defect. Protesa

maksilofasial digunakan untuk menutup, menyelimuti atau mempertahankan

integritas oral dan nasal compartement karena dampak kongenital, atau acquired

atau proses gangguan developmental, misalnya kanker, cleft palate,

osteoradionekrosis dari palatum.3

Protesa ini digunakan untuk membantu dalam pengucapan, memperbaiki

artikulasi yang diakibatkan oleh kelainan cleft palate. Protesa ini digunakan dalam

keadaan kekurangan jaringan apabila masih terdapat pembukaan pada bagian

palatum. Protesa ini sangat dibutuhkan pada pasien dengan kelainan cleft palate

atau pada pasien yang mengalami trauma pada bagian palatumnya.3

Protesa velopharyngeal merupakan tipe obturator dengan perluasan untuk

menutupi defek palatum lunak. Obturator ini merehabilitasi fungsi bicara pasien

dan mencegah regurgitasi selama proses penelanan. Protesa ini dibagi menjadi:10

1. Obturator Palato Faringeal

Obturator palato faringeal adalah suatu protesa yang membantu dalam

menutup pembukaan bagian anatomi velopharyngeal untuk mengembalikan

fungsi yang normal. Velopharynx adalah bagian katup muskular yang terletak

antara rongga mulut dan hidung, pada dasarnya terdiri dari dinding faring lateral

dan posterior serta palatum lunak yang mengontrol perjalanan udara.

Velopharyngeal timbul apabila kelainan cleft palate tidak diperbaiki atau kelainan

palatum lunak (soft palate defects) yang diperbaiki melalui pembedahan terlalu
pendek untuk berkontak dengan dinding faringeal yang mengganggu dalam proses

respirasi dan pengucapan .10

2. Obturator Palatal Lift

Pembukaan velopharyngeal atau ‘velopharyngeal incompetency’ timbul

apabila palatum lunak yang diperbaiki melalui pembedahan, panjangnya cukup

tapi mobilitas palatum lunak tidak cukup untuk mencapai penutupan

velopahryngeal. Obturator palatal lift menutup bagian palatum keras dan secara

fisikal menduduki pada suatu posisi yang baik untuk mencapai penutupan

velopharyngeal .10

Gambar 2.3 Palatal lift prosthesis

3. Obturator Meatal

Obturator meatal dapat juga dikenali sebagai obturator meatus yang didesain

untuk menutup bagian posterior ‘nasal chonane’ yaitu suatu bagian pembukaan

antara rongga hidung dan nasofaring. Obturator ini diindikasikan bagi pasien yang

edentulous sepenuhnya yang telah mengalami kehilangan palatum lunak secara

total. Obturator ini berfungsi secara vertikal pada bagian posterior protesa ini
untuk mengobturasi bagian posterior ‘nasal chonae’. Protesa ini sangat membantu

dalam memperlancarkan proses respirasi dan penelanan secara normal.

2.8 Obturator Mandibula

Obturator Definitif Mandibula

Operasi bedah pemotongan mandibula pada kasus tumor jinak maupun tumor

ganas dapat menyebabkan deviasi mandibula. Tindakan perawatan bedah

tergantung pada lokasi dan perluasan tumor mandibula, tindakan perawatan bedah

tersebut meliputi bedah marginal, segmental, hemimandibulektomi, dan total

mandibulektomi. 11

Para klinisi harus menunggu masa penyembuhan yang sempurna sebelum

disarankan untuk dibuatkan obturator definitif mandibula. Sejak awal

penyembuhan diperlukan intervensi prostodontis untuk mencegah deviasi

mandibula, pasien setelah mengalami perawatan bedah hemimandibulektomi

kemudian menggunakan obturator definitif mandibula. Protesa ini membantu

pergerakan mandibula secara normal tanpa terjadi penyimpangan pada fungsi

bicara dan pengunyahan. Deviasi mandibula setelah operasi hemimandibulektomi

diatasi dengan bedah rekonstruksi menggunakan plat rekonstruksi, kemudian

segera setelah penyembuhan perlu melibatkan prostodontis untuk pemasangan

obturator definitif mandibula.11

Cacat rahang bawah lebih jarang terjadi dibanding cacat rahang atas tetapi

menimbulkan lebih banyak masalah selama fabrikasi obturator mandibula. Hal ini

karena kehadiran lidah yang sangat mobile bersama dengan luas permukaan yang
lebih sedikit untuk dukungan dibanding dengan maksila. Karena adanya cacat

mandibula dapat menyebabkan dukungan bibir tidak memadai, fungsi bicara yang

terganggu, drooling, fungsi dan efisiensi pengunyahan yang berkurang dan estetik

yang juga terganggu .11

Pendekatan multidisiplin diperlukan untuk rehabilitasi pasien dengan cacat

mandibula, dimana peran prosthodontist sangat penting. Sebelum pemberian

prosthesis faktor-faktor tertentu seperti volume cacat, posisi jaringan keras dan

lunak yang tersisa yang akan digunakan sebagai retensi, stabilisasi, dan dukungan

dari prostesis, kehadiran gigi, pemilihan gigi penyangga, jenis cengkram harus

dipertimbangkan selama pembuatan obturator.11

Sebelum pembuatan obturator lebih baik untuk mengklasifikasikan cacat

mandibula. Setelah klasifikasi ditetapkan, maka mudah membuat obturator

dengan desain yang tepat dengan mempertimbangkan semua prinsip-prinsip dasar

mendesain obturator. Klasifikasi Cantor & Curtis untuk mandibulektomi sebagian

dapat digunakan dalam hal ini.11

Setelah survei, identifikasi dan pemanfaatan menguntungkan undercut di sisi

dentate juga dapat membantu untuk mencapai retensi juga. Penggunaan alternatif

bukal dan lingual undercut akan lebih meningkatkan retensi. Konsep zona netral

bisa juga dapat digunakan selama kesan untuk lebih baik kualitas mekanik di

obturator mandibula. Penggunaan sarana lain seperti kaitan presisi, magnet,

springs, dua bagian obturator bisa sangat berguna dalam mencapai retensi.

Pemanfaatan alat-alat ini sangat bermanfaat dalam situasi di mana penempatan

cengkram konvensional sulit karena pembukaan mulut terbatas.11


Bila situasi mendukung penggunaan mahkota teleskopik / coping untuk

obturator mandibula dapat digunakan untuk mencapai retensi yang lebih baik.

Sebelum pemberian mahkota teleskopik mahkota mengatasi faktor-faktor tertentu

seperti tinggi wajah bagian bawah, status gigi penyangga, waktu dan biaya harus

dipertimbangkan. Penyediaan dukungan implan obturator membawa peningkatan

kinerja obturator karena memberikan kualitas mekanik yang lebih baik. Implan

gigi di obturator tidak hanya berfungsi sebagai retensi primer untuk prostesis

tetapi juga dapat digunakan dimana augmentasi tulang atau cangkok tulang

digunakan untuk menutupi cacat. 11

Diskontinuitas Mandibula

Pada situasi dimana porsi badan mandibula direseksi atau hilang jarena traua,

tetapi kedua kondil masih utuh, fiksasi interarch penting dilakukan untuk menjaga

oklusi normal. Model maksila dan mandibula dari hasil pencetakan sebelum

operasi penting dilakukan untuk pembuatan protesa fiksasi interarch. Penggunaan

bar dan splint labiolingual yang ditempatkan sebelum atau saat operasi merupakan

hal penting untuk menjaga integritas hubungan maksilomandibula. Setelah

dilakukan reseksi mandibula segmental, rahang pasien diimobilisasi selama

kurang lebih 8 minggu .12

Setelah masa penyembuhan dan pelepasan splint fiksasi interarch, protesa

sementara dibuat dan dipakai oleh pasien untuk mencegah relapsnya segmen

mandibula. Protesa sementara dibuat sambil menunggu keputusan untuk membuat

protesa definitif yang mungkin membutuhkan implant alloplastik atau cangkok


tulang autogenus. Pada situasi dimana salah satu kondil atau sebagian porsi

mandibula telah hilang,sistem neuromuskular harus dilatih untuk mengembalikan

hubungan maksilomandibula seperti sebelumnya. Pertama-tama penggunaan

fiksasi interarch dengan elastik untuk beberpa minggu dapat berperan sebagai

mekanisme latihan setelah pasien melepaskan fiksasi interarch. Latihan tersebut

harus dilakukan oleh pasien itu sendiri untuk mengembalikan mandibula ke

hubungan maksilomandibula yang baik.12

Protesa reseksi mandibula dengan sayap atau panduan palatal dapat dibuat

dan diposisikan dengan baik pada mandibula yang masih tersisa. Beberapa pasien

akan cukup mampu menggerakan mandibula ke posisi hubungan

maksilomandibula yang normal, pada saat itu panduan perpanjangan dapat

dilepas. Sedangkan pasien lainnya tidak pernah bisa mengembalikan koordinasi

neuromuskular dan akan terus bergantung pada protesa untuk mempertahankan

hubungan maksilomandibula.12
Gambar 2.6. Protesa reseksi mandibula dengan sayap sebagai panduan

mandibula

Jika tidak dilakukan rekonstruksi bedah mandibula, maka perpanjangan distal

tidak dibutuhkan lagi, karena bagian posterior sudah tidak didukung lagi oleh

tulang. Jaringan lunak yang menutupi defek adalah jaringan fibrosa yang tidak

berkeratin dari mukosa bukal dan atau dasar mulut. Jaringan lunak tipe ini tidak

dapat menyediakan dukungan yang cukup untuk perpanjangan distal terutama jika

harus menanggung beban oklusal. Perpanjangan dapat digunakan di atas jaringan

yang mengalami defek pada bagian anterior hemimandibulektomi untuk

menghasilkan estetik dan dukungan untuk bibir bawah. Pada kasus ini tidak

terdapat atau sedikit beban oklusal yang harus ditanggung .12

Pada kebanyakan kasus reseksi mandibula, gigi pada region yang tidak

direseksi cenderung miring ke arah lingual. Penggunaan cengkram retentive

lingual dengan resiprokasi bukal adalah yang paling sering dipakai. Tetapi bila

terdapat gerong di daerah bukal, maka digunkan cengkram dengan retensi di bukal

dengan resiprokasi lingual. Penggunaan cengkram infrabulge pada gerong

proksimal diposisikan pada garis fulkrum pada desain perpanjangan distal pada

bagian mandibula yang tidak direseksi. Penempatan cengkram infrabulge pada

gerong mesial dan distal pada gigi penyangga anterior dan posterior harus

dihindari untuk mencegah gaya torquing pada gigi selama pergerakan yang tidak

stabil yang dihasilkan oleh perpanjangan basis distal pada sisi kontralateral saat

fungsi oklusi .12


Gambar 27. A) Gigi tiruan sebagian rahang bawah untuk hemimandibulektomi

kiri yang direkonstruksi dengan cangkok tulang iliaca dan augmentasi

hidroksiapatit. Cengkram retentive lingual digunakan dengan resiprokal bukal. B)

Gigi tiruan sebagian rahang bawah yang sudah ditempatkan pada posisinya.

Pada diskontinuitas mandibula tak bergigi, hubungan harmonis antaragigi

tiruan lengkap rahang bawah dengan otot-otot sekitarnya. Penempatan gigi tiruan

pada neutral zone akan menciptakan keseimbangan dengan otot-otot sekitar

selama berfungsi dan menstabilkan retensi dan stabilitas gigi tiruan lengkap

rahang bawah. Hilangnya kondil meningkatkan pergerakan sendi pada kondil

yang masih tersisa. Pembuatan relasi sentrik dan pergerakan lateral pada

diskontinuitas mandibula adalah hal yang sangat sulit. Penggunaan gigi tiruan

monoplane direkomendasikan untuk menghasilkan oklusi yang baik. Plat oklusal

maksila mungkin dibutuhkan untuk memberikan permukaan oklusal yang lebih

luas untuk menghasilkan kontak oklusal yang continuous sepanjang jalur

penutupan mandibula yang terdeviasi .12


Gambar 28. A) Protesa reseksi mandibula, dengan platform oklusal palatal untuk

memberikan permukaan oklusal yang lebih luas untuk menghasilkan kontak

oklusal yang continuous sepanjang jalur penutupan mandibula yang terdeviasi. B)

Oklusal platform yang berkontak dengan mandibula selama oklusi.

Deviasi dan rotasi mandibula tak bergigi yang telah direseksi membutuhkan

reduksi dimensi vertikal terutama bila disertai trismus. Retensi, stabilitas, dan

dukungan yang adekuat untuk protesa dapat berkurang jika gigi yang tersisa

hanya sedikit. Pada kasus seperti ini, penggunaan implan menjadi efektif untuk

menghasilkan retensi dan stabilisasi protesa .12


BAB III

KESIMPULAN

Obturator adalah suatu protesa maksilo fasial yang digunakan untuk

menutup defek dengan menggantikan jaringan keras dan lunak serta gigi yang

hilang. Obturator diindikasikan pada pasien yang memerlukan dan telah dilakukan

terapi penghilangan kanker atau terjadi defek karena bawaan atau kongenital.

Obturator dipercaya dapat berperan sebagai alat rehabilitasi terhadap

kemampuan bicara, sekresi oral, fungsi pengunyahan dan penelanan, dan

rekonstruksi kondisi orofasial. Berdasarkan pembuatannya, obturator terbagi

menjadi surgical obturator, interim obturator, dan drfinitive obturator


DAFTAR PUSTAKA

1. Komala J, Vinnakota DN, Banda TR, Vadapalli SB. Early prosthetic

management of maxillectomy, hemimandibulectomy patient with a lateral

mid facial defect. J Indian Prosthodont Soc; 2012.

2. Hupp JR, Ellis III E, dan Tucker MR. Contemporary Oral and

masillofacial surgery: 6th ed. 2014. Missouri: Elsevier.

3. The Glossary Prosthodontics Terms 8th .Elsevier Inc. 2005

4. Mantri A, Khan Z. Prosthodontics rehabilitation of acquired maxillofacial

defects [internet]. Tersedia pada: http://cdn.intechopen.com/pdfs-

wm/31110.pdf

5. Lang BR, Bruce RA. Presurgical maxillectomy prosthesis. Vol. 17, The

Journal of Prosthetic Dentistry. 1967. p. 613–9.

6. Keyf F. Obturator prostheses for hemimaxillectomy patients. J Oral

Rehabil. 2001;28:821–9.

7. Parr RG, Tharp EG dan Rahn OA. Prosthodontic principles in framework

design of maxillary obturator prothesis. J Prost Dent. 2005 May; 93:405-

11

8. Chandra Himawan. Rehabilitasi pasca bedah kelainan maksilofasial

dengan obturator secara terintegrasi unutuk mengembalikan fungsi

stomatognati. Jurnal Kedokteran Gigi Indonesia. Vol.5 No.1, 1998.

9. Shambharkar VI, Puri BS dan Patil PG. A simple technique to fabricatea


surgical obturator restoring the defect in original anatomical form. J Adv
Prosthodont. 2011;3:106-9
10. Reisberg D.J. Dental and Prosthodontic Care for patients With Cleft or

Craniofacial Conditions. The Cleft Palate – Craniofacial Journal,2000 (37)

:534-37

11. Hussain, M, Hassan, S.I, Naqvi, S.K, Khsn, M.Y, and Tanveer, W.

Retention in Mandibular Obturators. Professional Med J. 2014. 21(4):

755-759.

12. Owall, B, Kayser, A.F, and Carlsson, G.E. Prosthodontics: Principles and

Management Strategies. 1st ed. Spain: Mosby. 1996. p: 201-221.

Anda mungkin juga menyukai