Anda di halaman 1dari 48

ADHESIF

Tugas Mata Kuliah Dental Material Spesifik I

OLEH :

VERA ARYANTI 160221190004

PEMBIMBING :
DRG. ZULIA HASRATININGSIH, MDSC.

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


DEPARTEMEN PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................8

2.1 IKATAN INTERATOMIK............................................................................9

2.1.1 Ikatan Primer....................................................................................10

2.1.2 Ikatan Sekunder................................................................................12

2.2 SUSUNAN ATOM........................................................................................14

2.2.1 Stuktur Kristalin...............................................................................15

2.2.2 Struktur Nonkristalin........................................................................17

2.3 JARAK IKATAN INTERATOMIK DAN ENERGI TERMAL..............18

2.4 DIFUSI............................................................................................................22

2.5 ADHESI DAN BONDING...........................................................................25

2.5.1 Mechanical Adhesion.......................................................................25

2.5.2 Pengaruh Difusi pada Energi Permukaan........................................26

2.5.3 Wetting dan Sudut Kontak Wetting..................................................28

2.6 BONDING PADA PERMUKAAN GIGI...................................................31

2.6.1 Enamel Bonding...............................................................................31

2
2.6.2 Dentin Bonding................................................................................32

BAB III BAHAN ADHESI DI KEDOKTERAN GIGI.........................................34

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................48

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Definisi Sistem Adhesi.......................................................................................................


Gambar 2. Classification of bonding mechanisms ..............................................................................
Gambar 3. Atom...................................................................................................................................
Gambar 4. Macam-macam Ikatan Primer.............................................................................................
Gambar 5. Kombinasi Ikatan Primer....................................................................................................
Gambar 6. Gaya van der Walls.............................................................................................................
Gambar 7. Ikatan Hidrogen..................................................................................................................
Gambar 8. Susunan Atom Pada Garam................................................................................................
Gambar 9. Sel Unit dari Cubic Space Lattices..................................................................................
Gambar 10. Bentuk Lain Tipe Lattice Bahan Dental.........................................................................
Gambar 11. Ilustrasi Dua Dimensi Struktur SiO2...............................................................................
Gambar 12. Interaksi Antar Dua Atom..............................................................................................
Gambar 13. Energi Termal dan Energi Bonding................................................................................
Gambar 14. Mechanical Adhesion....................................................................................................
Gambar 15. Perbandingan Atom di A. Interior dan B. Permukaan....................................................
Gambar 16. Wetting...........................................................................................................................
Gambar 17. Contact Angles air destilasi di Tiga Permukaan.............................................................
Gambar 18. Hubungan Antara Energi Permukaan.............................................................................
Gambar 19. Mikrostruktur Email yang Dietsa dengan Asam Fosfat.................................................
Gambar 20. Dentin setelah di etsa oleh asam fosfat 20% selama 2 menit.........................................
Gambar 21. Klasifikasi Semen Resin ………………………………………….. 45

4
BAB I

PENDAHULUAN

Sementasi adalah salah satu langkah terakhir dalam urutan prosedur klinis

pembuatan restorasi indirek. Ada dua tujuan sementasi atau luting, yakni untuk

membantu mempertahankan restorasi pada tempatnya dan untuk menjaga

integritas sisa struktur gigi. Retensi dapat dicapai melalui gesekan

(mikromechanical interlocking), sambungan adhesi (adhesive joint) diantara gigi

yang sudah dipreparasi, semen, dan restorasi, atau kombinasi dari kedua

mekanisme tersebut. Perlekatan interfacial yang efektif tergantung pada

kemampuan semen untuk mengisi ruang antara gigi dan restorasi dan tetap

bertahan terhadap aksi di dalam rongga mulut, baik untuk jangka pendek dan

panjang. Adhesi juga penting karena ikatan yang kuat antara agen luting dan

substrat gigi dapat membantu mencegah kolonisasi bakteri di permukaan

interfacial dan meminimalkan transit cairan yang dapat menyebabkan

hipersensitivitas dentin.1

Adhesi dapat di definisikan sebagai interaksi antara dua bahan pada

interface di mana mereka saling berkontak. Sifat interaksinya sedemikian rupa

sehingga mencegah perpisahan. Sifat adhesi diakui berperan penting di dalam

bahan tambal, bahan sementing dan bahan fissure sealant. Dalam setiap kasus

tujuan adhesi adalah untuk menghasilkan perlekatan erat antara substansi gigi dan

bahan adhesi, dengan kerusakan minimal pada jaringan gigi. 2

5
Bahan yang mampu mengikat dua permukaan disebut bahan adhesif,

sementara bahan dimana bahan adhesif diaplikasikan disebut adherend. Dalam

kedokteran gigi, bahan adhesif, biasanya diperlukan untuk mengikat dentin dan

restorasi, atau dapat juga sebagai bahan pengisi, yang melekat hanya di satu

permukaan, misalnya di email atau dentin. 2

Gambar 1. Definisi Sitem Adhesi. 1

Istilah adhesi mengacu pada interaksi atom atau molekul yang berlainan

jenis antara substrat (adherend) dan bahan adhesi (adhesive) dalam kontak yang

dekat, menciptakan sambungan adhesi (adhesive joint). Sedangkan istilah kohesi

digunakan untuk menggambarkan interaksi atom atau molekul yang sejenis.

Interaksi ini berupa ikatan primer (ikatan ionik, kovalen atau metalik) atau ikatan

sekunder (gaya van der Walls atau ikatan hidrogen). 1

Beberapa jenis ikatan adhesif dapat diidentifikasi seperti pada klasifikasi

di Gambar 2. Adhesi mekanik tergantung pada mechanical interlocking di dua

6
fase, termasuk di dalamnya perlekatan mikroskopik seperti pada landasan gigi

tiruan dan email gigi, atau tegangan (stresses) seperti pada dinding dalam

mahkota porselen di sekitar inti logam. Adhesi kimia bergantung pada ikatan

kimia antara dua fase. Sedangkan ikatan difusi terjadi ketika satu fase menembus

ke permukaan fase kedua dan membentuk lapisan hibrida, seperti pada pemakaian

dua bahan komposit.3

Gambar 2. Classification of bonding mechanisms. 3

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sekitar 460SM, filsuf Yunani Democritus menyatakan bahwa semua

materi terdiri dari partikel tak terpisahkan yang disebut átomos (á = "un"; temno =

"memotong"; yang berarti "tidak terpotong"), yang merupakan asal-usul dari nama

atom. Kita tahu bahwa sebuah atom terdiri dari inti yang dikelilingi oleh awan

elektron bermuatan negatif, seperti yang digambarkan dalam model awan elektron

atom. Atom dapat berubah menjadi ion negatif ketika ia mendapatkan elektron

atau menjadi ion positif ketika ia kehilangan elektron.4

Gambar 3. Atom

Dua atau lebih atom dapat membentuk suatu entitas yang netral secara

elektrik yang disebut molekul. Daya tarik menarik antara atom dan antara molekul

menghasilkan bahan yang dapat kita lihat dan sentuh. Sebagai contoh air, secara

kimiawi, satuan dasar air adalah molekul yang terbuat dari dua atom hidrogen dan

8
satu atom oksigen. Jika masing-masing molekul mencapai energi kinetik yang

lebih tinggi daripada daya tarik menarik antar molekul, maka air berubah menjadi

uap. Ketika suhu sekitarnya menurun, tingkat energi kinetik dalam molekul

individu menurun dan daya tarik menarik antara mereka meningkat, uap berubah

kembali menjadi cair. Pendinginan lebih lanjut, menghasilkan zat padat yang

disebut es, di mana energi kinetik sangat rendah sehingga molekul dibekukan oleh

daya tarik menarik di antara mereka.4

Transformasi antara uap, cair, dan padat disebut perubahan bentuk.

Perubahan bentuk dari padat ke cair memerlukan energi kinetik tambahan, untuk

melepaskan diri dari daya tarik menarik. Energi tambahan ini disebut latent heat

of fusion. Suhu di mana perubahan bentuk ini terjadi disebut sebagai suhu leleh

atau suhu fusi. Ketika air mendidih, dibutuhkan energi untuk mengubah cairan

menjadi uap, dan jumlah energi yang dibutuhkan ini disebut heat of vaporization.

Proses berubahnya benda padat menjadi uap disebut sublimasi seperti yang terjadi

pada dry ice.4

2.1 IKATAN INTERATOMIK

Struktur elektronik atom relatif stabil jika memiliki delapan elektron

dalam cangkang valensi luarnya, seperti pada gas mulia, sementara pada atom lain

harus ada proses kehilangan, mendapatkan, atau berbagi elektron dengan atom

lain untuk mencapai konfigurasi yang stabil yaitu delapan elektron dalam

cangkang terluar. Proses ini menghasilkan ikatan yang kuat atau ikatan primer

antara atom. Ikatan atom dalam molekul juga menciptakan ikatan yang baru

9
namun jauh lebih lemah ikatannya dalam memegang molekul bersama-sama, hal

ini disebut ikatan sekunder.4

2.1.1 Ikatan Primer

Pembentukan ikatan primer tergantung pada struktur atom dan

kecenderungan atom dalam membentuk konfigurasi yang stabil. Kekuatan ikatan

ini dan kemampuan mereka untuk mereformasi setelah kerusakan menentukan

sifat fisik suatu material. Ikatan atom primer atau bisa disebut ikatan kimia, terdiri

dari tiga jenis ikatan yakni ionik, kovalen, dan metalik.

1. Ikatan Ionik

Ciri khasnya adalah adanya perpindahan elektron dari satu elemen ke elemen

lain. Contoh klasik ikatan ionik adalah ikatan antara Na + dan CL- pada natrium

klorida. Atom natrium mengandung satu elektron valensi di cangkang luarnya

dan atom klorin memiliki tujuh elektron dalam cangkang luarnya, perpindahan

elektron valensi natrium ke atom klorin menghasilkan senyawa stabil Na +Cl–.

Dalam kedokteran gigi, ikatan ionik ada di beberapa bahan gigi, seperti dalam

struktur gipsum dan semen berbasis fosfat.4

2. Ikatan Kovalen

Ciri khasnya adalah adanya kondisi berbagi elektron dengan orientasi ikatan

yang sangat tepat. Dalam banyak senyawa kimia, dua elektron valensi dibagi

oleh atom yang berdekatan. Berdasarkan pembagian elektron, kedua atom

disatukan oleh ikatan kovalen membentuk molekul yang cukup stabil, dan

netral secara elektrik dalam pengaturan yang pasti. Contoh ikatan kovalen ada

10
pada molekul hidrogen (H2). Elektron valensi tunggal di setiap atom hidrogen

berbagi dengan atom lainnya, sehingga valensi terluar menjadi stabil. Ikatan

Kovalen terjadi pada banyak senyawa organik, seperti pada resin dental, di

mana mereka terhubung membentuk struktur backbone rantai hidrokarbon.4

3. Ikatan Metalik

Ciri khasnya adalah adanya kondisi berbagi elektron secara luas dan

pembentukan "awan" elektron yang berikatan dengan nukleus positif dalam

kisi. Pada atom metal, elektron valensi terluar bisa dibuang dengan mudah dan

membentuk ion positif. Elektron valensi bebas dapat bergerak dalam space

lattice metal untuk membentuk awan elektron atau gas. Daya tarik

elektrostatik antara awan elektron dan ion positif dalam lattice memberikan

kekuatan yang mengikat atom logam bersama sebagai suatu benda padat.4

Gambar 4. Macam-macam Ikatan Primer

4. Kombinasi Ikatan Primer

Meskipun kita bisa menggambarkan tiga ikatan primer secara terpisah, tetap

ada kemungkinan untuk menemukan lebih dari satu jenis ikatan primer dalam

satu material. Contohnya pada kalsium sulfat (CaSO4) bahan utama produk

11
gipsum. Dalam ion sulfat (SO42 −) atom sulfur dan oksigen disatukan secara

ikatan kovalen namun mereka kekurangan dua elektron, sementara kalsium

memiliki dua elektron di orbit luar, yang mudah dilepas dan ditransfer ke SO 4.

Hasilnya adalah ikatan ionik antara Ca2+ dengan SO42−.4

Gambar 5. Kombinasi Ikatan Primer

2.1.2 Ikatan Sekunder

Berbeda dengan ikatan primer, ikatan sekunder tidak berbagi elektron.

Sebagai gantinya, beberapa variasi muatan atom di molekul menginduksi gaya

dipole untuk menarik molekul-molekul yang berdekatan.

1. Gaya van der Waals

Gaya tarik van der Waals ini muncul dari daya tarik dipole. Dalam kasus

molekul polar, dipole diinduksi oleh pembagian elektron yang tidak seimbang.

Pada kasus molekul nonpolar, pergerakan acak elektron dalam molekul

mengakibatkan fluktuasi dipole. Secara umum dipole dalam molekul ini akan

menarik dipole yang sejenis. Gaya antar atom ini sangat lemah bila

dibandingkan dengan ikatan primer. 4

12
Gambar 6. Gaya van der Walls

2. Ikatan hidrogen

Ikatan ini adalah kasus khusus dari gaya tarik dipole pada senyawa polar. Hal

ini bisa dipahami dengan mempelajari molekul air (H2O). Yang menempel

pada atom oksigen adalah dua atom hidrogen. Ikatan ini bersifat kovalen.

Sebagai konsekuensi, proton atom hidrogen yang bergerak menjauh dari atom

oksigen, tidak terlindung secara efisien oleh elektron sehingga berubah

menjadi positif. Di sisi lain dari molekul air, elektron yang mengisi cangkang

terluar oksigen memberikan muatan negatif. Nukleus positif dari hidrogen

akan ditarik oleh elektron dari molekul air lain yang berdekatan. Jenis ikatan

ini disebut jembatan hidrogen. Polaritas di alam ini penting dalam perhitungan

reaksi antarmolekul di banyak senyawa organik misalnya, penyerapan air oleh

resin dental sintetis.4

13
Gambar 7. Ikatan Hidrogen

2.2 SUSUNAN ATOM

Semua bahan yang kita gunakan terdiri dari triliunan atom. Seperti

dijelaskan sebelumnya, setiap atom ini memiliki daya tarik satu sama lain dan

mempertahankan suatu bentuk fisik tertentu. Pada 1665, Robert Hooke (1635 –

1703) menjelaskan struktur kristal dalam komponen mereka, seperti tumpukan

bola Musket.

Dalam keadaan padat, atom bergabung dengan cara yang meminimalkan

energi internal, misalnya natrium dan klorin berbagi satu elektron pada skala

atom. Dalam keadaan padat, seperti pada butiran garam, mereka tidak muncul

sebagai pasangan individu, tapi setiap ion natrium tarik menarik dengan enam ion

klorin. Mereka membentuk konfigurasi spasi secara teratur (long-range repetitive

space lattice) yang dikenal sebagai kristal. Space lattice dapat didefinisikan

sebagai pengaturan atom dalam ruang di mana setiap atom terletak sama untuk

setiap atom lainnya.

14
Ada struktur teratur pada spasi konfigurasi yang tidak terjadi dalam

keadaan padat. Sebagai contoh, molekul dari beberapa lilin yang digunakan oleh

dokter gigi atau teknisi laboratorium didistribusikan secara acak ketika

dipadatkan. Formasi nonkristalin ini juga dikenal sebagai struktur amorf.4

Gambar 8. Susunan Atom Pada Garam. A. Model Sphere menunjukkan atom-atom bersama

dengan rapat, B. Model ball-and-stick menggambarkan posisi 3 dimensi dari atom-atom dan ikatan

diantaranya. Bulatan orange adalah ion klorin dan bulatan biru adalah ion sodium.

2.2.1 Stuktur Kristalin

Ada 14 tipe lattice yang mungkin terjadi. Tipe space lattice ditentukan

oleh panjang masing-masing tiga tepi sel unit (disebut sumbu) dan sudut yang

terbentuk di antara tepinya. Tipe lattice yang paling sederhana dan paling teratur

adalah kubik, seperti yang ditunjukkan pada gambar 9, ini ditandai oleh sumbu

yang memiliki panjang yang sama dan bertemu pada sudut 90 derajat, mewakili

volume berulang yang paling kecil dari kristal, yang disebut unit sel. Masing-

masing bidang mewakili posisi atom. Posisi mereka terletak di titik persimpangan

tiga bidang, masing-masing bidang (permukaan kubus) yang tegak lurus terhadap

dua bidang lainnya. Bidang ini sering disebut sebagai bidang kristal. Namun,

susunan kubik sederhana yang ditunjukkan pada Gambar 9-A, adalah hipotetikal,

15
karena menyisakan cukup ruang agar sesuai dengan atom tambahan per unit sel.

Sebagian besar lattice kristal dari atom juga mempunyai tempat dari atom yang

hilang. Setiap lokasi atom yang hilang disebut vacancy.4

Gambar 9. Sel Unit dari Cubic Space Lattices.

A, Kubik Simpel. B, Kubik Body-centered. C, Kubik Face-centered

Sebagian besar metal yang digunakan dalam kedokteran gigi termasuk

dalam sistem kubik. Misalnya, besi pada suhu kamar memiliki atom pada masing-

masing sudut kubus dan atom lain di bagian tengah tubuh kubus (Gambar 9-B).

Bentuk kristal ini disebut body-centered sel kubik. Tembaga, di sisi lain, memiliki

tambahan atom di tengah setiap permukaan unit sel tapi tidak ada di pusat kubus.

Bentuk ini disebut face-centered sel kubik (Gambar 9-C). Jenis space lattices

lainnya dari bahan kedokteran gigi diperlihatkan pada gambar 7. Susunan bentuk

heksagonal (Gambar 10-G) terdapat pada titanium, seng, dan zirkonium yang

menjadi struktur kristal penting dalam kedokteran gigi. Yang menjadi catatan

bahwa setiap unit sel terdiri dari tiga lapisan atom. Semua bahan gigi berbasis

logam adalah kristalin. Beberapa keramik murni, seperti alumina dan bahan inti

zirkonia, sepenuhnya kristalin. 4

16
Gambar 10. Bentuk Lain Tipe Lattice Bahan Dental.

2.2.2 Struktur Nonkristalin

Kaca merupakan zat padat nonkristalin yang khas dari SiO 2 karena

atomnya cenderung diatur dalam unit yang tidak berulang. Susunan yang

membentuk kaca ini kadang-kadang diselingi dengan sejumlah besar unit teratur.

Karena susunan seperti ini khas seperti pada zat cair, maka zat padat seperti ini

terkadang disebut supercooled liquids. Karena rumitnya konfigurasi fisik rantai

polimer, maka susunan pola molekul resin tidak berulang dan tidak teratur. Oleh

karena itu, bahan berbasis polimer yang digunakan dalam kedokteran gigi

biasanya nonkristalin. 4

Banyak bahan kedokteran gigi terdiri dari matriks kaca nonkristalin dan

disisipi bahan kristal (filler phase). Penambahan bahan kristal ini untuk memenuhi

kebutuhan sifat yang diinginkan, seperti warna, opacity, peningkatan koefisien

17
ekspansi termal, dan pada beberapa bahan keramik gigi dapat meningkatkan

radiopacity. Filler phase pada komposit berbasis resin, bisa berupa kristal seperti

partikel kuarsa atau nonkristalin seperti glass spheres.4

Gambar 11. Ilustrasi Dua Dimensi Struktur SiO2. A. Struktur Kristal, B. Struktur Nonkristal

2.3 JARAK IKATAN INTERATOMIK DAN ENERGI TERMAL

Kita bisa menyimpulkan bahwa atom adalah suatu partikel diskrit dengan

batas jelas dan volume yang terbentuk oleh bidang elektrostatik dari elektron.

Antar dua atom, terdapat kekuatan tarik menarik yang membuat keduanya dekat

dan kekuatan menolak yang mendorong keduanya terpisah. Kedua gaya

meningkat jika jarak antar atom menurun. Kekuatan tolak meningkat lebih dari

gaya tarik jika atom semakin dekat. Keseimbangan antara kedua gaya ini pada

dasarnya, saling menarik ketika kedua atom berjauhan dan saling menolak hanya

jika atom menjadi lebih dekat.4

1. Jarak Ikatan

18
Posisi ketika kedua gaya sama besar (tapi berlawanan arah) dianggap posisi

ekuilibrium dari atom. Jarak interatomik di ekuilibrium merupakan jarak antar

pusat dua atom yang berdekatan.4

2. Energi Bonding

Karena kondisi ekuilibrium lebih berhubungan kepada faktor energi daripada

jarak interatomik, hubungan pada Gambar 12-A, bisa dijelaskan secara logis

dengan istilah energi interatomik. Energi didefinisikan sebagai hasil gaya dan

jarak. Integrasi kekuatan interatomik (garis putus-putus pada Gambar 12-A) di

atas jarak interatomik menghasilkan energi interatomik (Gambar 12-B).

Sebaliknya dengan gaya yang dihasilkan, energi yang dibutuhkan untuk

menjaga jarak tidak banyak berubah pada awalnya karena dua atom menjadi

lebih dekat bersama.

Karena gaya resultan mendekati nol, energi yang dibutuhkan agar jaraknya

tetap menjauh menjadi turun karena gaya menolak menjadi signifikan

(Gambar 12-B). Energi akhirnya menjadi minimum bila gaya resultan menjadi

nol,kemudian energi naik dengan cepat karena resultannya gaya tolak naik

dengan cepat dengan sedikit perubahan dalam jarak interatomik. Energi

minimal sesuai dengan kondisi ekuilibrium dan menentukan jarak ekulibrium

interatomik.4

19
Gambar 12. Interaksi Antar Dua Atom. A, Hubungan gaya temperature terhadap jarak

temperature. Gaya resultan (garis putus-putus kuning) adalah jumlah gaya temperature (garis

hijau) dan gaya tolak (garis merah). Pada posisi ekuilibrium (garis putus-putus biru), gaya bisa

temperature (menolak) atau positif (menarik) salah gaya tsb dibutuhkan untuk mengeluarkan atom

dari posisi ekulibrium. B, Integrasi gaya temperature (garis putus-putus kuning) yang dihasilkan

dalam (A) terletak diatas jarak temperature menghasilkan energi temperature (garis biru tua).

Catatan : Energi potensial minimum terjadi temperature ekuilibrium tercapai (garis putus-putus

biru).

3. Energi termal

Atom-atom dalam kristal pada suhu di atas nol mutlak adalah dalam keadaan

konstan getarannya dan rata-rata amplitudonya bergantung pada suhu:

semakin tinggi suhu, semakin besar amplitudo dan akibatnya semakin besar

energi kinetik atau internalnya. Pada suhu tertentu, energi minimal yang

dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan (ekuilibrium) digambarkan

di bagian bawah palung (Gambar 12-B). Seiring dengan peningkatan suhu,

amplitudo atom (atau molekul) getaran akan meningkat, begitu juga dengan

20
jarak interatomik (Gambar 13) dan juga energi internal. Efek keseluruhannya

adalah fenomena yang diketahui sebagai ekspansi termal.4

Seiring dengan kenaikan suhu dari T0 ke T5 pada Gambar 13, peningkatan

jarak interatomik rata-rata lebih kecil daripada energi lebih dalam pada

palung(Gambar 13-A) dibandingkan dengan energi yang lebih dangkal palung

(Gambar 13-B). Ini berarti koefisien linier ekspansi termal (α) material dengan

atom atau struktur molekul yang sama cenderung berbanding terbalik dengan suhu

leleh. Jika suhu terus meningkat, peningkatan jarak interatomik akan

mengakibatkan perubahan bentuk. Padat meleleh jadi cairan, dan cairannya

kemudian menguap menjadi gas. Untuk bahan padat dengan energi minimum

yang lebih besar yaitu kedalaman palung yang lebih dalam (Gambar 13-A),

jumlah energi yang lebih besar dibutuhkan untuk mencair dan mendidih, yang

sesuai dengan suhu leleh dan perebusan yang lebih tinggi.4

Seperti ditunjukkan pada Gambar 13-A, gaya bersih pada atom pada jarak

ekuilibrium nol, tapi perpindahan kecil menghasilkan peningkatan gaya dengan

cepat untuk menjaga keseimbangan jarak. Modulus kekakuan atau elastisitas

material sebanding dengan laju perubahan gaya dengan perubahan perpindahan

yang diukur dengan kemiringan dari kurva gaya net di dekat ekuilibrium.

Kemiringan yang lebih besar dari kurva gaya menunjukkan palung yang lebih

sempit dan lebih dalam dalam kurva energinya (Gambar 13-A), sehingga titik

lebur yang tinggi biasanya disertai kekakuan yang lebih besar.4

21
Gambar 13. Energi Termal dan Energi Bonding. Ketika suhu naik dari T 0 ke T5 jarak Temperature

meningkat. Untuk zat padat dengan energi palung potensial dalam (A), kenaikandari jarak lebih

kecil dibandingkan zat padat dengan energi potensial dangkal (B). Sehingga ekspansi termal yang

lebih kecil dan Temperature leleh yang lebih tinggi diharapkan untuk (A). Sebagai

tambahan,bahan dengan Temperature leleh yang tinggi umumnya mempunyai kekakuan yang

lebih besar.

2.4 DIFUSI

Ketika menaruh setetes tinta ke dalam semangkuk air, kita melihat

penyebaran tinta ke dalam air. Pada akhirnya tinta akan menyebar ke seluruh air.

Proses ini disebut difusi. Proses yang sama juga terjadi di dalam bahan padat tapi

pada tingkat yang jauh lebih lambat. Pemahaman proses difusi pada bahan solid

membutuhkan dua konsep baru.

Pertama, atom dalam space lattice, seperti yang dijelaskan sebelumnya,

bergetar secara konstan di sekitar pusatnya. Pada suhu apapun di atas suhu nol

absolut (-273,15 ° C), atom-atom (atau molekul) dari zat padat memiliki

22
beberapa energi kinetik. Namun, atom dalam material tidak semuanya memiliki

tingkat energi yang sama. Sebaliknya, ada distribusi atom dengan energi tertentu

yang bervariasi dari yang sangat rendah hingga tinggi, dengan energi rata-rata

pada ekuilibrium. Jika energi tertentu atom melebihi energi ikatan, atom tersebut

bisa berpindah ke posisi lain dalam lattice.

Kedua, ada sejumlah atom yang hilang (disebut dengan istilah vacancy)

dalam zat padat yang terbentuk saat solidifikasi. Sebuah struktur nonkristalin

karena susunan jarak yang pendek, juga memberikan kontribusi beberapa ruang.

Kedua kondisi tersebut merupakan jalur dimana difusi dapat terjadi. Atom-atom

mengubah posisi pada fase murni, unsur padat tunggal terjadi dalam kondisi

ekuilibrium, proses ini dikenal sebagai self-diffusion. Dalam proses difusi apapun,

atom-atom atau molekul berdifusi dalam bentuk padat dalam upaya mencapai

keadaan ekuilibrium. Sama seperti tinta tersebar secara merata dalam air,

konsentrasi atom-atom dalam suatu logam padat juga dapat didistribusikan

melalui proses difusi.4

Difusi juga bisa terjadi di arah lain untuk menghasilkan konsentrasi atom

dalam suatu bahan padat, misalnya, jika gula dalam air menjadi jenuh, molekul

gula berdifusi satu sama lain dan gula mengkristal keluar dari larutan. Dengan

cara yang sama, alloy tembaga-perak dengan konsentrasi tembaga yang lebih

tinggi dapat menyebabkan supersaturasi tembaga dalam perak, yang mendorong

difusi atom tembaga yang meningkatkan konsentrasi lokal dari tembaga,

menyebabkan terjadinya pengendapan.4

23
Tingkat difusi untuk suatu zat tertentu meningkat seiring dengan suhu,

gradien potensial kimia, gradien konsentrasi atau peningkatan ketidaksempurnaan

lattice. Tingkat difusi akan berkurang seiring dengan bertambahnya ukuran atom

dan ikatan interatomik (atau intermolekuler). Angka konstan difusi merupakan

karakteristik unik dari unsur elemen dalam senyawa, kristal, atau alloy yang

dikenal sebagai koefisien difusi, biasanya dengan simbol D yang didefinisikan

sebagai jumlah suatu bahan yang berdifusi melewati unit area tertentu (misalnya,

1 cm2) melalui suatu ketebalan bahan (misalnya, 1 cm) pada satu unit waktu

(misalnya, 1 detik).4

Koefisien difusi elemen pada bentuk kristalin padat pada suhu kamar

sangatlah rendah. Namun pada suhu beberapa ratus derajat lebih tinggi, energi

ikatan antara atom berkurang, sehingga memungkinkan difusi atom yang cepat.

Untuk alasan yang sama, semakin rendah titik lebur suatu logam, semakin besar

koefisien difusinya. Difusi pada bahan nonkristal dapat terjadi pada tingkat yang

lebih cepat dan sering terjadi pada suhu kamar atau suhu tubuh. Struktur yang

tidak teratur memungkinkan molekul berdifusi lebih cepat dengan sedikit energi

aktivasi. Merkuri dan galium cair pada suhu kamar karena titik lebur mereka pada

suhu -38,36 ° C (-7,05 ° F) dan 29,78 ° C (85,60 ° F). Bila logam cair dicampur

dengan paduan logam yang sesuai, atom-atom dalam alloy akan menyatu dan

berdifusi dengan cepat di dalam logam cair pada suhu intraoral. Hasilnya adalah

senyawa logam padat baru. Proses ini telah digunakan dalam bidang kedokteran

gigi untuk membuat bahan restorasi logam direct.4

24
2.5 ADHESI DAN BONDING

2.5.1 Mechanical Adhesion

Sejauh ini, kita telah menjelajahi daya tarik antara atom dan molekul.

Meskipun kita tidak mengharapkan untuk mengamati ketertarikan yang sama

antara dua benda padat yang non-magnetisasi, kita perhatikan bahwa dua padatan

dapat saling berikatan satu sama lain, ada atau tanpa bantuan zat lain. Sebagai

contoh, gigi tiruan buatan tetap melekat pada jaringan lunak ketika air liur hadir,

plak atau kalkulus melekat pada struktur gigi, dan transmucosal abutment melekat

pada akar implan dengan sekrup. Dua contoh pertama melibatkan ikatan pada

skala molekuler dan contoh yang terakhir ikatan pertama dicapai dengan cara

mekanis baru kemudian oleh osseointegrasi. 4

Gambar 14. Mechanical Adhesion

25
2.5.2 Pengaruh Difusi pada Energi Permukaan

Permukaan didefinisikan sebagai lapisan paling atas dari sebuah objek.

Kita tahu bahwa zat padat atau cair terdiri dari sejumlah atom atau molekul yang

terikat oleh ikatan primer dan/atau sekunder. Ini berarti bahwa permukaannya

dihuni oleh atom atau molekul yang siap untuk menarik atom atau molekul lain

yang mendekati permukaan tersebut. Ikatan sekunder terbentuk antara molekul air

dan permukaan kaca yang membuat setetes air menyebar pada permukaan kaca

bersih dan menjaganya agar tidak mengalir saat permukaan kaca dimiringkan.

Fenomena tarik-menarik terjadi antara atom dengan energi potensial. Di dalam

lattice, semua atom saling tarik menarik satu sama lain. Jarak interatomik dari

atom "A" memiliki sederetan tetangga yang seimbang di sekitarnya dengan energi

yang minimal. Pada permukaan lattice, atom "B" sama sekali tidak tertarik ke

segala arah dan memiliki energi lebih besar. Energi ini mengkuantifasi pekerjaan

yang diperlukan untuk mengacaukan ikatan antarmolekul yang akan

menghasilkan permukaan baru. Dengan demikian, itu disebut energi permukaan.

Adanya gugus kimia fungsional atau sejenis kristal pada ruang lattice di

permukaan dapat mempengaruhi energi permukaan. 4

Energi pada permukaan per satuan luas disebut sebagai energi permukaan

(dalam mJ/m2) atau tegangan permukaan (dalam mN/m). Tetesan cairan yang

jatuh membentuk bulatan, memiliki area permukaan terkecil dari semua bentuk

yang ada, dan mereka mempertahankan keadaan energi terendah. Setiap

permukaan yang murni -seperti gas teradsorpsi, oksida, atau sekresi manusia-

26
dapat menyebabkan penurunan kualitas energi permukaan dan kualitas bahan

adhesif padat yang tidak murni, dapat mengotori permukaan baru.4

Gambar 15. Perbandingan Atom di A. Interior dan B. Permukaan

Tabel 1. Daftar Energi Permukaan pada Zat Padat dan Cair

27
2.5.3 Wetting dan Sudut Kontak Wetting

Wetting didefinisikan sebagai derajat meluasnya suatu tetesan cairan pada

suatu permukaan padat. Sudut kontak (Ө) dibentuk oleh permukaan cairan dan

interface yang memisahkan cairan dan zat padat digunakan untuk mengukur

derajat pembasahan.3

Wettability adalah pengukuran kemampuan suatu cairan pada permukaan

padat yang diindikasikan dengan meluasnya suatu tetesan. Wettability suatu bahan

padat oleh cairan penting dalam bidang kedokteran gigi contohnya pembasahan

enamel gigi pada pit and fissure sealant, wetting wax pattern dengan bahan

pendam dental.3

Gambar 16. Wetting. Sudut kontak rendah menunjukkan pembasahan yang baik (kiri); sudut

kontak tinggi menunjukkan pembasahan yang buruk (kanan).

Gambar 17. Contact Angles air destilasi di tiga permukaan

28
Sudut kontak 0 derajat menunjukkan pembasahan komplit dan angka yang

rendah berhubungan dengan pembasahan yang baik. Angka diatas 90 derajat

menunjukkan kemampuan pembasahan yang buruk.,3,4

Tabel 2. Sudut Kontak Zat Cair di Permukaan Padat

Wetting yang baik mendorong penetrasi kapilari dan adhesi, dan

mengindikasikan tarikan yang kuat antara molekul permukaan cair dan padat.

Good wetting penting dalam penyolderan dan suatu faktor retensi untuk gigi

tiruan. Penampilan lebih natural dicapai jika material restorasi dibasahi oleh suatu

lapisan film tipis atau saliva. Substansi hidrophobik adalah material yang

mempunyai sudut kontak yang besar dengan air (contohnya Teflon).3

29
Gambar 18. Hubungan Antara Energi Permukaan

Sifat wettability bahan bonding yang penting untuk keberhasilan bonding

dinilai dari Sudut Kontak atau dikenali sebagai Persamaan Young. Persamaan

Young adalah dasar dari uraian kuantitatif fenomena wetting. Jika satu tetes liquid

ditempatkan di permukaan solid, akan ada 2 kemungkinan (1) liquid menyebar

diatas permukaan secara sempurna (sudut kontak Q = 0o) atau (2) terbentuk sudut

kontak tertentu, pada kasus ini terbentuk garis kontak 3 fase disebut juga wetting

line. Pada garis kontak ini, ada 3 fase yang saling berkontak, solid, liquid dan uap.

Persamaan Young menghubungkan sudut kontak dengan tegangan permukaan g S,

gL dan gSL. Jika tegangan interface permukaan solid lebih tinggi dari interface

solid-liquid (gS > gSL) sisi kanan persamaan Young positif. Sehingga cos Q

haruslah positif dan sudut kontak kecil dari 90 o, liquid membasahi solid secara

parsial. Jika interface solid-liquid energetically less favorable dibanding

permukaan solid ((gS < gSL) sudut kontak akan melebihi 90o karena cos Q akan

bernilai negatif.4

30
Line Tension juga mempengaruhi sifat wettability bahan bonding.

Spreading biasanya disertai perubahan panjang dari wetting line. Misalnya: jika

satu tetes dengan area kontak bundar spread, panjang garis kontak 3 fase

meningkat sebesar 2pa da. Seperti halnya pembentukan luas permukaan baru,

pembentukan wetting line baru juga membutuhkan energi. Energi per unit panjang

disebut line tension k.

2.6 BONDING PADA PERMUKAAN GIGI

2.6.1 Enamel Bonding

Email merupakan jaringan gigi yang paling tinggi mineralisasinya, terdiri

dari hidroksiapatit (tsekitar 96%), air (sekitar 4%), dan kolagen (sekitar 1%).

Pengetsaan dengan asam fosfat 35% - 50% menghasilkan demineralisasi selektif

di ujung batang enamel, menyebabkan permukaan gigi terpapar luas dan

menaikkan energinya.

Energi permukaan yang tinggi memungkinkan pembasahan yang efisien

oleh resin hidrofobik, untuk menembus pori-pori email yang akan menyediakan

kekuatan ikat melalui mechanical interlocking. Kontaminasi permukaan kering,

oleh air liur atau air, atau pembilasan etsa yang tidak sempurna berdampak buruk

pada stabilitas ikatan jangka panjang. Teknik etsa asam menghasilkan kekuatan

ikat, dalam uji laboratorium, sekitar 20 - 22 MPa, hasil ini di atas rata-rata

kekuatan ikat yang dihasilkan di interface komposit-enamel, dikarenakan adanya

penyusutan akibat polimerisasi (~ 18 MPa).

31
Etsa asam di email adalah prosedur klinis yang sudah diterima secara luas

dan telah meningkatkan masa pakai restorasi resin komposit, karena ada

penurunan kemungkinan fraktur tepi, karies sekunder, dan sensitivitas pasca

operasi karena kebocoran tepi email.

Gambar 19. Mikrostruktur Email yang Dietsa dengan Asam Fosfat

2.6.2 Dentin Bonding

Dentin manusia terdiri dari hidroksiapatit (45%), air (25%), dan matriks

organik (30%). Ikatan ke dentin secara rutin dicapai dengan pengetsaan dan difusi

primers hidrofilik, diikuti dengan penerapan resin ikatan. Bahan restoratif

komposit kemudian terikat pada lapisan resin; interface resin-dentin memiliki

kekuatan ikatan laboratorium sebesar 22 - 35 MPa.

32
Tahapan pengkondisian dan resin impregnasi diilustrasikan dalam gambar.

Pada tahap pertama, pengkondisian melarutkan lapisan smear serpihan pada

permukaan dentin dan di tubulus, sebagian dekalsifikasi dentin ke kedalaman

optimal sekitar 5 UM, dan membuka tubulus dentin. Pada tahap kedua, hidrofilik

primer kopling agen seperti 2-hidroksitiyl metakrilat (HEMA), 4-methyloxyethyl

trimellitate anhidride (4-META), dan glutaraldehida diterapkan dan menembus ke

dalam kedua tubulin dan decalcified intertubular dentin. Primer menstabilkan

kolagen dan memfasilitasi penetrasi resin ikatan, yang Bisphenol glycidyl

metakrilat (bis-GMA) atau Urethane dimethacrylate (UDMA) monomer yang

diterapkan dan polymerized.

Gambar 20. Dentin setelah di etsa oleh asam fosfat 20% selama 2 menit

33
BAB III

BAHAN ADHESI DI KEDOKTERAN GIGI

Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran gigi, memungkinkan

banyaknya pilihan sistem pasak yang digunakan untuk merestorasi gigi pasca

perawatan saluran akar yang lebih baik, aman dan bernilai estetik. Salah satu

sistem pasak yang umum digunakan saat ini adalah pasak fiber. Selain memiliki

modulus elastisitas yang menyerupai dentin, perkembangan pasak fiber saat ini

juga dapat memberikan estetik yang lebih baik. Di pasaran terdapat dua bentuk

pasak fiber, yaitu paralel dan tapered. Pasak fiber melekat secara pasif ke dalam

saluran akar dan mendapatkan retensi dari lutting cement. Material yang paling

umum digunakan untuk sementasi adalah semen resin. 5,6

Semen resin adalah jenis semen yang paling umum digunakan sebagai
sistem adesif dalam bidang kedokteran gigi karena memiliki sifat fisik dan kimia
yang baik, kelarutan rendah, mudah dimanipulasi dan sangat estetik. 8 Bahan dasar
semen resin adalah resin bisphenol-a-glycidyl methacrylate (Bis-GMA) dan
metakrilat lainnya yang dimodifikasi dari resin komposit. Berdasarkan tipe
curing, semen resin dibagi menjadi 3 jenis yaitu light cured, self-cured (chemical
cured) dan dual cured.7,8 Semen resin light cured memungkinkan klinisi
mempunyai waktu kerja yang cukup sebelum disinar dengan unit light curing
namun sulit untuk mencapai daerah yang jauh dari sumber sinar. Semen self cured
mempunyai waktu kerja terbatas dan tekniknya cukup sensitif. Semen ini
mengandung tertiary amine benzoyl peroxide yang menginisiasi polimerisasi.
Semen resin dual-cured bisa terpolimerisasi dengan ataupun tanpa sumber sinar,
jenis semen ini bisa mencapai polimerisasi adekuat pada area yang tidak bisa
dijangkau oleh sumber sinar, namun mekanisme polimerisasi sendiri dari semen

34
ini lebih lambat dan kurang efektif jika dibandingkan dengan memakai aktivasi
sinar. Semen ini mengandung benzoyl peroxide (self-cured initiator) dan
camphoroquinone (light-cured initiator). Kecepatan curing dengan light-cured 15
sampai 322 kali lebih cepat daripada semen resin dual-cured.
Faktor-faktor yang mempengaruhi polimerisasi semen resin adalah
ketebalan preparasi, translusensi, warna restorasi, jenis polimerisasi, opasitas
semen, ketebalan semen, ukuran partikel filler dan filler loading, jarak, intensitas
dan panjang gelombang sumber sinar. Performa klinis restorasi keramik
bergantung kepada sementasi yang adekuat terhadap struktur gigi dari semen
resin, polimerisasi semen resin dibawah restorasi keramik adalah faktor yang
paling penting untuk mendapatkan sifat fisik yang optimal. Polimerisasi inadekuat
semen resin bisa mengarah kepada sifat fisik yang buruk dan mempercepat
degradasi semen pada akhiran sehingga restorasi bisa lepas. Banyak penelitian
melaporkan jumlah sinar yang masuk dari alat light curing adalah faktor utama
dalam mencapai polimerisasi yang tinggi.8
Jumlah sinar yang ditransmisikan melalui restorasi keramik bergantung
kepada intensitas sinar unit light curing serta ketebalan, jenis dan translusensi
material keramik. Ketebalan dan opasitas dari keramik mempengaruhi
polimerisasi semen resin karena penetrasi sinar melalui restorasi keramik bisa
dikompromikan. Selama prosedur sementasi sumber sinar yang berbeda dan
bahan vinir mempengaruhi polimerisasi semen resin (luting agents). Polimerisasi
material ini bisa dicapai dengan sumber sinar berbeda yaitu quartz tungsten
halogen (QTH), light-emitting diodes (LED) dan xenon plasma arc (PAC).
Keuntungan QTH adalah harganya yang relatif murah namun kekurangannya
adalah suhunya yang tinggi saat penyinaran dan iradiasinya menurun seiring
berjalannya waktu karena penuaan filter dan bohlamnya. Unit LED mempunyai
waktu pakai yang lebih lama sekitar 10.000 jam dan kebanyakan wireless. PAC
curing unit memancarkan intensitas yang lebih tinggi dan dirancang untuk
menghemat waktu iradiasi.8
Lama penyinaran unit light-curing berbeda-beda tergantung panjang
gelombang alat. Panjang gelombang yang paling efisien untuk menginduksi

35
stimulasi camphorquinone dan pembentukan radikal bebas berada diantara 450-
490 nm, dengan puncak absorpsi maksimum pada 468 nm. Spektral output LED
umumnya berada dalam spektrum absorpsi camphorquinone 400-500 nm.
Perbandingan lama penyinaran antara 20 detik dan 40 detik dari alat QTH, LED
dan PAC menunjukkan angka hardness yang lebih tinggi pada unit LED dengan
waktu penyinaran 40 detik. Penggunaan alat LED lebih dianjurkan untuk
penyinaran semen resin dual-cured karena menghasilkan kedalaman cure yang
lebih besar dibandingkan QTH. LED lebih efektif dalam menghasilkan
fotopolimerisasi resin komposit dibandingkan QTH, namun untuk ketebalan
keramik 1,5 mm dan 2 mm tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari
kedalaman cure antara alat LED dengan lama penyinaran 20 detik dan QTH
dengan lama penyinaran 40 detik.7,8
Faktor yang mempengaruhi karakteristik semen resin adalah lamanya

waktu dan tipe alat light-curing. Intensitas alat LED yang tinggi memungkinkan

proses polimerisasi optimum pada semen resin light-cured. Alat LED dengan

intensitas tinggi sekitar 1000-1600 mW/cm2 telah banyak tersedia sebagai

alternatif pengurangan waktu penyinaran semen resin. Kekerasan semen resin

dual-cured yang disinar selama 20 detik dengan 180 detik dengan alat LED

intensitas 1500 mW/cm2 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Emisi

intensitas cahaya melalui vinir keramik berkurang sebanyak 40-50 %. Ketebalan

keramik merupakan faktor penting dalam pengurangan intensitas sinar

dibandingkan dengan warna dan opasitas nya. Intensitas minimum yang

disarankan untuk polimerisasi adekuat adalah 400mW/cm2.8

36
Gambar 21. Klasifikasi Semen Resin 3

Sementasi pasak fiber ke dalam saluran akar merupakan tahap yang paling

penting, kegagalan pada tahap ini dapat menyebabkan hilangnya retensi dan

terjadinya kebocoran. Pada saat sementasi harus didapatkan dentinal seal yang

baik untuk mencegah invasi bakteri, karies sekunder, kegagalan sementasi, dan

fraktur akar. Sementasi pasak fiber umumnya dilakukan menggunakan sistem

adhesif total-etch, self-etch, dan self-adhesive, yaitu : 5,6,7,8

1. Sistem Adhesif Total Etch

Luting system dalam sementasi pasak fiber umumnya sama dengan

teknik yang digunakan pada restorasi indirek. Ikatan dengan dentin pada

dalam sementasi pasak fiber diperoleh melalui dua sistem adhesif total-etch

(etch and rinse) atau self-etch. Sistem adhesif total-etch memerlukan aplikasi

bahan larutan etsa dilanjutkan dengan pembilasan dan pengeringan untuk

berikatan dengan optimal. Sedangkan sistem adhesif self-etch tidak

37
memerlukan aplikasi bahan larutan etsa dengan pembilasan dan pengeringan,

sehingga memudahkan prosedur klinis.

Sistem adhesif total-etch merupakan perkembangan bonding agent

generasi ke-5. Penggunaan bonding agent generasi ke-5 ini terdiri dari

komponen larutan etsa dan bonding agent, baru dilanjutkan dengan

penggunaan bahan adhesif semen resin. Setelah preparasi saluran akar, pada

gigi akan terbentuk smear layer, bertindak sebagai diffusion barrier yang

dapat mengurangi permeabilitas dentin. Smear layer ini perlu dihilangkan agar

resin dapat berikatan dengan substrat dentin yang terletak di bawahnya secara

mikromekanik. Aplikasi larutan etsa pada dentin dapat menghilangkan

sebagian atau seluruh smear layer dan mendemineralisasi jaringan dentin.

Dalam percobaan in vitro, penghilangan smear layer menggunakan larutan

etsa dapat meningkatkan ikatan resin dengan dentin secara signifikan.

Pada saat awal diperkenalkan, aplikasi larutan etsa melibatkan jaringan

dentin dan email, oleh sebab itu sistem adhesif ini dikenal dengan teknik total

etch. Aplikasi larutan etsa pada teknik ini dapat mendemineralisasi matriks

inorganik hidroksiapatit dan mengekspos serat kolagen, serta meningkatkan

mikroporusitas dentin. Dentin dapat terdemineralisasi sampai 7,5 μm,

tergantung tipe asam, waktu aplikasi, dan konsentrasi asam yang digunakan.

Setelah aplikasi larutan etsa permukaan dentin harus dibilas untuk

menghilangkan sisa asam dan kemudian dilanjutkan dengan aplikasi material

bonding agent yang membentuk hybrid layer dan resin tag. Setelah aplikasi

38
bonding agent, maka proses sementasi dengan semen resin dapat dilakukan.

Material asam yang umum digunakan adalah asam fosfat.

2. Sistem Adhesif Self-etch

Self-etching primer system (SEPs) diperkenalkan pertama kali di

Jepang. Sistem adhesif ini merupakan perkembangan bonding agent generasi

ke-6. Bonding agent generasi ini memiliki dua komponen primer dan bonding

agent. Dalam material primer ini terdapat molekul phosphonated resin yang

memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu larutan etsa dan priming dentin dan

enamel. Mekanisme ikatan SEPs didapatkan dari larutan etsa dan priming

dentin serta enamel, kemudian terbentuk hybrid layer dan resin impregnated

plug. Dalam SEPs tidak diperlukan lagi pembilasan dan pengeringan

permukaan substrat, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya

overwetting dan overdrying yang dapat mempengaruhi perlekatan.

Selain mudah aplikasinya, penggunaan sistem adhesif self-etch kurang

sensitif bila dibandingkan sistem adhesif total etch. Kedalaman demineralisasi

dan infiltrasi resin yang didapatkan melalui aplikasi sistem adhesif self-etch

jarang mengalami diskrepansi bila dibandingkan sistem adhesif total etch.

Dibalik kemudahan aplikasi yang dimilikinya, sistem adhesif ini juga

memiliki kelemahan. Hasil etsa yang didapatkan pada teknik self-etch tidak

sebaik teknik total-etch, sehingga ikatan yang didapatkan juga tidak sebaik

teknik total-etch.

39
Awalnya semen resin total-etch dan self-etch untuk sementasi pasak

prefabricated terbagi menjadi dua jenis, yaitu self-cured adhesive system dan

light cured adhesive system. Pada self-cured adhesive system, semen resin

berpolimerisasi secara kimiawi tanpa bantuan cahaya, sedangkan pada light

cured adhesive system, semen resin berpolimerisasi dengan bantuan cahaya

yang didapatkan dari visible light cured unit. Dalam penggunaannya semen

resin dengan self-cured adhesive system lebih umum digunakan, karena pada

penggunaan light cured adhesive system proses polimerisasi pada daerah

dengan akses yang terbatas seperti setengah dan sepertiga apikal saluran akar

diragukan.

Pada perkembangan selanjutnya, diperkenalkan semen resin

konvensional dual cured adhesive system. Sistem ini merupakan kombinasi

dari self-cured adhesive system dan light cured adhesive system. Jenis semen

resin konvensional ini penggunaannya semakin umum, karena dapat

menghasilkan penyusutan (polymerization shrinkage) yang lebih rendah. Hal

ini dikarenakan semen ini memiliki waktu polimerisasi yang lebih lama.

3. Sistem adhesif self-adhesive

Sistem adhesif ini dipublikasikan pertama kali tahun 2002 yang

merupakan perkembangan bonding agent generasi ke-7. Material ini dibuat

untuk mengatasi berbagai keterbatasan pada sistem adhesif generasi

sebelumnya. Sistem adhesif jenis ini mengkombinasikan material larutan etsa,

priming, bonding agent, dan semen resin hanya ke dalam satu komponen.

40
Penggunaan sistem adhesif self-adhesive tidak memerlukan perlakuan

pendahuluan tertentu pada struktur gigi dan proses aplikasi hanya dilakukan

dalam satu tahap. Beberapa produk sistem adhesif ini telah diperkenalkan

bervariasi pada komposisi dan waktu polimerisasi.

Sistem adhesif self-adhesive relatif masih baru dan informasi mengenai

penelitian dan data klinis yang ada masih terbatas. Beberapa penelitian in vitro

yang telah dilakukan menunjukkan hasil kekuatan adhesif yang kontradiktif.

Sebagian penelitian menunjukkan bahwa sistem adhesif self-adhesive

memiliki kemampuan adhesi yang sama dengan sistem adhesif total-etch,

tetapi sebagian lain menunjukkan lebih buruk. Beberapa penelitan yang

membandingkan sistem adhesif self-adhesive dengan self-etch menunjukkan

hasil yang lebih baik, seimbang, atau lebih buruk.

Beberapa faktor mempengaruhi kekuatan ikatan bahan adhesi :3

1. Kebersihan.

Permukaan yang akan dipasang harus bebas dari serpih dan kontaminasi.

2. Penetrasi Permukaan.

Perekat cair (misalnya, sealant dan ikatan agen) harus menembus ke dalam

celah yang dibuat oleh etsa asam di enamel dan dentin.

3. Reaksi kimia.

Pembentukan ikatan kimia di seluruh interface akan meningkatkan jumlah

daerah perlekatan. Hal ini juga diyakini terjadi di permukaan porselen enamel

dan oksida timah, indium, dan besi atau alloy yang mengandung logam mulia.

41
Di sisi lain, senyawa yang lemah dapat membentuk reaksi kimia, sehingga

menghasilkan lapisan yang lemah di daerah perlekatan.

4. Penyusutan Adhesif.

Adhesif cair mengeras melalui proses seperti pada penguapan dan polimerisasi

bahan, dan hasil penyusutan. Adhesif kemudian dapat menarik diri dari

substrat, atau tekanan dapat terjadi yang kemudian melemahkan ikatan.

Penyusutan mengarah ke pusat massa perekat. Namun, penyusutan karena

lightcured terjadi terhadap sumber cahaya.

5. Perbedaan Suhu.

Jika perekat dan substrat memiliki koefisien ekspansi termal yang berbeda,

perubahan suhu akan menghasilkan tekanan dalam ikatan. Misalnya, enamel

porselen terikat dengan alloy pada suhu tinggi dan kemudian didinginkan pada

suhu kamar. Pendekatan koefisien ekspansi termal dari enamel porselen dan

alloy diperlukan untuk meminimalkan stres.

6. Lingkungan Korosif.

Adanya air atau cairan korosif atau uap akan sering menyebabkan kerusakan

ikatan perekat. Misalnya, resin akrilik awalnya akan mematuhi enamel gigi

bersih yang tidak terukir, namun ikatan memburuk setelah penyimpanan

dalam air.

42
TAMBAHAN MAKALAH

Prinsip Dasar Adhesi

Adhesi (Latin, adhaerere = melekatkan)

Adhesi adakah suatu proses interaksi zat padat atau cair dengan bahan lain

(adherend) pada sebuah interface.

Adhesif joint adalah hasil interaksi lapisan bahan intermediate dengan dua

permukaan (adherend) menghasilkan dua buah adhesive interface.

Dalam perawatan dengan restorasi, adhesi harus melibatkan bahan adhesive dan

adheren. Dua adheren tersebut yakni email atau dentin dan bahan restorasi. 6,7,8

Penyatuan yang baik antara bahan adhesive dengan adheren diperlukan 5 keadaan,

yaitu :

1) Adheren dengan energi permukaan yang tinggi, sehingga diperlukan

permukaan adheren yang bersih

2) Pembasahan yang baik dari bahan adhesive membentuk sudut kontak yang

kecil dengan adheren

3) Adaptasi yang baik antara adhesive dan adheren tanpa adanya udara atau

bahan lain terjebak

4) Terbentuk ikatan fisik, mekanik, dan kimia antara adhesive dan adheren

5) Pada bahan komposit, penyinaran yang memadai akan diperoleh

polimerisasi yang optimal dan ikatan yang maksimal

43
4 Mekanisme adhesi resin bonding ke jaringan gigi :

1) Adhesi mekanik berupa masuknya resin ke dalam pori-pori email atau

tubuli dentin dan membentuk resin tag

2) Difusi yaitu monomer resin akan berikatan secara mekanis atau kimia

dengan substansi presipitasi pada permukaan gigi

3) Adhesi absorspi berupa ikatan kimia pada komponen anorganik atau

organic struktur gigi

4) Kombinasi ketiganya

Faktor yang mempengaruhi kemampuan bahan adhesive untuk memiliki kontak

maksimal dengan adherend / substrat :

1) Wettability adhesive terhadap substrat

2) Viskositas adhesive

3) Morfologi kekasaran permukaan substrat

Persyaratan bahan dental adhesive :

1) Bahan harus selapis tipis dan konsistensi bahan harus diperhatikan

2) Tidak berubah dimensi, contact angle harus kecil, flow dan adaptasinya

baik.

3) Memberikan kekuatan tinggi terhadap email dan dentin

4) Memberikan ikatan yang dapat bertahan lama

5) Mencegah kolonisasi bakteri

44
6) Manipulasi aman dan mudah

Aplikasi bahan adhesif pada kedokteran gigi adalah pada bahan dental semen.

Terdapat 2 tujuan utama dipakainya dental semen, yaitu:

1) Sebagai bahan restorasi tunggal maupun gabungan dengan bahan lain

2) Sebagai perekat restorasi atau pesawat cekat didalam mulut.

Kegunaan dari dental semen, yaitu :

1) Sebagai insulator terhadap thermal shock

2) Sebagai bahan perekat untuk inlay, crown, band ortodontik, dan lain-lain.

3) Sebagai bahan pengisi saluran akar

4) Sebagai bahan tambalan temporer dan permanen untuk restorasi pada gigi

desidui

5) Sebagai bahan pulp capping

Beberapa sifat dan karakteristik yang perlu diperhatikan pada dental semen, yaitu:

1) Ketebalan film dan konsistensi

Ketebalan film sangat menentukan adaptasi restorasi dengan struktur gigi.

Retensi juga dapat dipengaruhi oleh ketebalan film semen. Konsistensi

semen juga mempengaruhi ketebalan film, karena semakin tinggi

konsistensi semen maka semakin tebal film yang terjadi sehingga

kedudukan semen kurang sempurna.

45
2) Viskositas

Konsistensi semen dapat ditentukan dengan mengukur viskositasnya.

Temperatur dan waktu yang meningkat akan meningkatkan viskositas

beberapa semen.

3) Setting time

Setting time semen memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan

viskositas. Working time yang adekuat diperlihatkan dengan setting time

yang pas.

4) Strength

Standar konsistensi luting dari dental semen harus memperlihatkan

minimal compressive strength setelah 24 jam sebesar 70 MPa. Hal ini

ditetapkan oleh spesifikasi ANSI/ADA No.96 (ISO 9917).

5) Solubilitas

Solubilitas dalam air dan cairan mulut adalah salah satu sifat dental semen

yang juga penting. Secara umum, semen water-based lebih solubel

dibandingkan dengan semen resin-based atau oil-based.

46
BAB IV

KESIMPULAN

Situasi klinis yang berbeda memerlukan bahan adhesif yang berbeda, tidak

ada bahan adhesif yang cocok untuk semua kasus. Oleh karena itu penting untuk

membedakan kegunaan semen adhesif yang ada saat ini berdasarkan sifat mekanis

dan ciri khasnya untuk mendapatkan bahan adhesif yang tepat untuk setiap

restorasi.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Sakaguchi RL, Powers JM. Craig’s Restorative Dental Materials. 13th Ed.

Philadelphia: Elsevier Mosby; 2012.

2. McCabe JF, Walls AWG. Applied Dental Materials. 9th Ed. Singapore:

Blackwell Publishing; 2008.

3. O’Brien WJ. Dental Materials and Their Selection. 3rd Ed. Illinois:

Quintessence Publishing Co, Inc; 2002.

4. Anusavice K., Shen C, Rawls H. Phillips’ Science of Dental Materials. 12th

Ed. Elsevier; 2013.

5. Theodor Y. Kemampuan adhesi sistem total etch, self etch, dan self

adhesive pada sementasi pasak fiber. Thesis UI. 2013.

6. Raja RF, Ratih DN, Agustiono P. Kekuatan geser pelekatan semen resin

dengan dan tanpa bahan bonding serta dengan dan tanpa penyinaran pada

restorasi inderek resin komposit. J Kedokt Gigi UGM 5 (2) :196-208. 2014.

7. Radovic I, Monticelli F, Goracci C, et al. Self-adhesive resin cements : a

literature review. J Adhes Dent 10 (4) : 251-258. 2008.

8. Ozlek E, Neelakantan P, Matinlinna JP, et al. Adhesion of two new glass

fiber post systems cemented with self-adhesive resin cements. Dentistry

Journal 7 (80). 2019.

48

Anda mungkin juga menyukai