Anda di halaman 1dari 31

Makalah: Kegawatdaruratan dalam medik gigi

PENGANANAN TRAUMA JARINGAN KERAS RONGGA


MULUT

Oleh :

DIVA PUTRI ANGGRAINI ABINSAIR PO713261211065

FITRIANI PO712612110

ICHWAN PO7132612110

EMI RAHMANIAR PO7132612110

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN KEPERAWATAN GIGI

PROGRAM STUDI D-III

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah

yang berjudul “Penanganan trauma Jaringan Keras Rongga Mulut”. Makalah

ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah Kegawatdaruratan Dalam

Pelayanan dalam rongga mulut.

Penulis menyadari Makalah ini jauh dari sempurna, sehingga diharapakan

adanya masukan serta kritik yang sifatnya membanggun. Semoga tugas ini dapat

menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

Makassar, 28 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Tujuan.............................................................................................. 2

C. Manfaat............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3

A. Struktur Jaringan Keras Rongga Mulut........................................... 5

1. Email atau Enamel.................................................................... 5

2. Dentin........................................................................................ 6

3. Interglobular Space dari Owen.................................................. 6

4. Tomes Fober dari Odontoblast.................................................. 6

5. Sementum.................................................................................. 6

6. Jaringan Pulpa........................................................................... 6

7. Ligamen Periodontal................................................................. 7

8. Tulang Alveolar........................................................................ 7

9. Sendi Tempuromandibula atau TMJ......................................... 7

ii
B. Penyebab Kelainan Jaringan Keras Rongga Mulut............................ 8

1. Fisik............................................................................................ 8

2. Kimia.......................................................................................... 8

3. Bakteriologis.............................................................................. 8

C. Trauma Jaringan Keras Rongga Mulut............................................ 8

1. Pengertian Trauma Jaringan Keras Rongga Mulut.................... 8

2. Prevalensi dan Etiologi Trauma................................................. 9

3. Klasifikasi Trauma..................................................................... 11

4. Laporan Kasus ........................................................................... 15

5. Perawatan Trauma...................................................................... 17

6. Penatalaksanaan Trauma ............................................................. 19

7. Penanganan Darurat ..................................................................... 20

8. Pencegahan Trauma ..................................................................... 22

BAB V PENUTUP....................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 28

iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman

2.1 Struktur Jaringan Keras Gigi ........................................................................... ..7

2.2 Kerusakan Pada jaringan Keras Gigi Dan Pulpa............................................. 13

2.3 Kerusakan Pada Jaringan Pendukung ............................................................. 14

2.4 Kerusakan Pada Tulang Pendukung................................................................ 15

2.5 Stock Mouthguard (A), Custom-made mouthguard (B) ................................. 21

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rongga mulut adalah gerbang utama masuknya zat-zat yang

dibutuhkan oleh tubuh dan gigi merupakan salah satu bagian di dalamnya.

Gigi berfungsi untuk mengunyah makanan, sebagai alat komunikasi verbal

guna menjaga agar ucapan kata tepat dan jelas serta sebagai sarana untuk

menjaga estetika. Kesehatan gigi harus dijaga agar fungsinya tidak

mengalami gangguan (Setianingtyas dan Erwana, 2018).

Masalah kesehatan gigi dan mulut salah satunya adalah terjadinya

trauma pada jaringan keras dalam rongga mulut yang penyebabnya dapat

bersumber dari berbagai faktor, seperti faktor fisik, kimia dan bakteriologis.

Trauma adalah luka baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan

fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma gigi

adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi atau periodontal karena

sebab mekanis.

Penelitian dari kota Vadodara (India) menunjukkan hanya 2,45%

yang menerima perawatan untuk trauma gigi. Itu jelas terlihat bahwa mereka

dengan kasus trauma gigi yang melibatkan pulpa, diskolorasi dan avulsi tidak

dirawat. Disini terlihat bahwa perawatan trauma gigi tidak memenuhi kualitas

perawatan, sebab jika tidak dilakukan perawatan maka akan merugikan orang

lain dan menimbulkan kesakitan.

1
Untuk mencegah terjadinya trauma pada jaringan keras, perlu

dilakukan program untuk mengedukasi masyarakat mengenai trauma gigi,

cara pencegahan dan cara pengobatan, misalnya pada anak- anak yang

mempunyai gerakan aktif, agar terhindari terjadinya fraktur akibat trauma.

B. Tujuan

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui mengenai

trauma jaringan keras rongga mulut.

C. Manfaat

Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menambah pengetahuan

tentang ilmu pengetahuan kesehatan gigi dan mulut khusunya mengenai

gambaran trauma jaringan keras dalam rongga mulut.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Struktur Jaringan Keras Rongga Mulut

Jaringan Keras dalam rongga mulut adalah jaringan pembentuk pada

struktur pendukungnya secara garis besar adalah email atau enamel, Dentin,

sementum dan Pulpa. Histology jaringan keras rongga mulut adalah:

1. Email atau enamel

Email merupakan lapisan terluar dari gigi serta merupakan struktur

terkeras pada tubuh manusia. Enamel diselubungi oleh cuticuladentis yang

berfungsi sebagai barrier terhadap keadaan asam rongga mulutataupun

rangsangan profiolysis. Enamel terbentuk dari sel ameloblast dari lapisan

ectoderm, berwarna semi translusen yang terdiri dari prismata (batang-

batang yang panjangnya kurang lebih 1 mm ) dan berjalan tegak agak

lurus, tetapi kadang adapula yang sudutnya menyimpang berjalan parallel

dengan permukaan gigi 30 derajat.

2. Dentin

Dentin merupakan struktur yang terbanyak dari gigi, pada bagian

mahkota gigi dentin dilapisi oleh enamel sedangkan pada akar gigi dentin

ini dilapisi oleh cementum. Dentin terbentuk dari sel odontoblast dan

berasal dari lapisan ecto mesenchym, struktur dentin terdiri dari bahan

anorganik sebesar 75% bahan organic 20 % dan air 5%

3
3. Interglobular Space dari Owen

Pada ujung petunjuk tampak daerah yang mengalami pengapuran

tidak sempurna yang bila terdapat pada dentin mahkota gigi disebut

interglobuler space dari Owen.

4. Tomes Fober dari odontoblast

Pada batas permukaan dalam dentin kearah pulpa nampak

bentukan Tome’s fiber dan odontoblast.

5. Sementum

Sementum adalah jarinagn terkalsifikasi yang menutupi kar gigi

dan melekat pada serat-serat ligament periodontal gigi. Sementum

dibentuk secara berkesinambungan pada permukaan akar gigi yang

berkontak dengan ligament periodontal atau serat gingival.

6. Jaringan Pulpa

Jaringan pulpa adalah jaringan yang berada dalam kamar

berdinding keras (dentin) dan hanya berhubungan dengan jaringan lain

melalui foramen apikalis. Bila terjadi peradangan, maka akan ditemukan

hal serupa dengan jaringan lunak.

7. Ligamen Periodontal

Bagian ini adalah bantalan pendukung setebal 0,2-1,5 mm

mengelilingi permukaan akar gigi dan menghubungkan dengan tulang

alveolar yang terbentuk oleh vascular dan sel-sel jaringan ikat.

4
8. Tulang Alveolar

Tulang alveolar adalah bagian dari maxilla dan mandibula yang

membentuk dan mendukung soket gigi (alveoli). Tulang alveolar terbentuk

pada saat gigi erupsi untuk menyediakan perlekatan tulang pada ligament

periodontal.

9. Sendi Tempuromandibula atau TMJ

TMJ bekerja seperti engsel geser, menghubungkan tulang rahang

ke tengkorak. Disfungsi sendi ini dapat menyebabkan nyeri dan

ketidaknyamanan

Gambar 2.1 : Struktur Jaringan Keras Gigi

B. Penyebab Kelainan Jaringan Keras Rongga Mulut

1. Fisik

a. Mekanis : Trauma (Kecelakaan, Prosedur Gigi), Pemakaian patologik,

Retak melalui badan gigi, dan Perubahan Barometrik

5
b. Thermis :

1) Panas berasal dari preparasi kavita

2) Panas eksotermik pada proses pengerasan semen

3) Konduksi panas dan dingin melalui tumpatan tanpa semen base

4) Panas Friksional (pergesekan) pada proses pemolasan

c. Elektris (arus galvanis dari tumpatan metal yang tidak sama)

2. Kimia

a. Asam Fosfat, Monomer akrilik, dll

b. Erosi (asam)

3. Bakteriologis

a. Toksin yang berhubungan dengan karies

b. Invasi langsung pulpa dari karies atau trauma

c. Kolonisasi microbial didalam pulpa oleh mikroorganisme blood-borne

(anakoresis)

C. Trauma Jaringan Keras Rongga Mulut

1. Pengertian Trauma pada jaringan keras rongga mulut

Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang

disebabkan oleh tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal

suatu struktur. Trauma dengan kata lain disebut injuri atau wound, yang

dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka karena kontak yang keras

dengan sesuatu benda. Definisi lain menyebutkan bahwa trauma gigi

6
adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi atau periodontal

karena sebab mekanis. Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka trauma

gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal

karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga

sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang

bawah atau kedua-duanya.

Kejadian trauma gigi biasanya melibatkan gigi insisivus rahang

atas dibanding gigi rahang bawah. Insidensi trauma pada gigi permanen

biasanya terjadi pada anak sekitar 8 hingga 10 tahun. Trauma injuri pada

gigi dan jaringan pendukungnya merupakan tantangan pada praktek

kedokteran gigi anak.

Kerusakan yang terjadi pada gigi anak dapat mengganggu fungsi

bicara, pengunyahan, estetika, dan erupsi gigi permanen sehingga

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan gigi serta rahang. Secara

psikologis kehilangan gigi secara dini terutama gigi anterior akan

menyebabkan gangguan pada anak dan orangtua.

2. Prevalensi Dan Etiologi Trauma

Data statistik epidemiologi dari seluruh dunia menunjukkan bahwa

6-36 % dari setiap individu menderita trauma injuri pada gigi selama masa

anak-anak dan dewasa. Pada negara-negara berkembang seperti India,

kejadian karies mengalami penurunan, tetapi kejadian trauma gigi menjadi

isu kesehatan mulut yang utama pada anak-anak dan dewasa.

7
Berdasarkan satu penelitian yang dilakukan di Kota Vadodara

menunjukkan prevalensi trauma dalam penelitian ini adalah 8,79%.

Prevalensi tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan studi sebelumnya

yang dilakukan oleh Gauba yaitu 7,54 % dan Nick Hussien yaitu 4,1%.

Hasil penelitian itu juga menunjukkan anak laki-laki lebih tinggi dan lebih

rentan mengalami trauma dibanding anak perempuan dengan rasio 1,28:1.

Hasil penelitian trauma gigi permanen lainnya yang dilakukan di

Yemen menunjukkan kebanyakan anak sekolah mengalami trauma gigi

hanya melibatkan satu gigi. Trauma gigi paling sering ialah fraktur yang

melibatkan enamel. Hasil penelitian menunjukkan fraktur enamel dan

dentin sebanyak 45,5 % dan fraktur yang melibatkan enamel, dentin, pulpa

yaitu sebanyak 5,4 %, serta sebanyak 3,6 % gigi mengalami luksasi.

Trauma gigi anterior menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi

dimana 4251 anak sekolah di kota besar 4,2 % memiliki fraktur gigi

anterior. Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka ini harus segera diatasi

untuk melindungi pulpa agar tetap normal. Penyebab trauma gigi pada

anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar

maupun di dalam rumah dan saat berolahraga.

Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak

langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung

mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika

benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah

membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-

8
tiba. Beberapa penyebab trauma yang paling sering terjadi pada periode 8-

12 tahun adalah kecelakaan di tempat bermain, bersepeda, skateboard, atau

pada saat berolahraga seperti olahraga bela diri, sepak bola, bola basket,

lomba lari, sepatu roda, dan berenang. Selain faktor-faktor di atas ada

beberapa faktor predisposisi.

Terjadinya trauma gigi anterior yaitu posisi dan keadaan gigi

tertentu misalnya kelainan dentofasial seperti maloklusi kelas I tipe 2,

kelas II divisi 1 atau yang mengalami overjet lebih dari 3 mm dan

penutupan bibir yang kurang sempurna. Keadaan yang memperlemah gigi

adalah seperti hipoplasia enamel dan kelompok anak penderita seperti

cerebral palsy dan seizure disorders.

3. Klasifikasi Trauma

Salah satu klasifikasi yang terbaik yang telah diterima secara

internasional adalah klasifikasi World Health Organization (WHO).

Klasifikasi ini dianggap lebih baik karena memiliki format yang deskriptif

dan didasari oleh pertimbangan klinik dan anatomik.

WHO mengklasifikasikan menjadi 4 garis besar yang meliputi

kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan pada tulang

pendukung, kerusakan pada jaringan periodontal, serta kerusakan pada

gingiva atau jaringan lunak rongga mulut.

a. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa Kerusakan pada jaringan

keras gigi dan pulpa terdiri atas :

9
1. Retak mahkota (enamel infraction) yaitu suatu fraktur yang tidak

sempurna (retak) pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam

arah horizontal maupun arah vertikal.

2. Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown

fracture) yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai

lapisan enamel saja.

3. Fraktur enamel - dentin (uncomplicated crown fracture) yaitu

fraktur mahkota gigi yang mengenai lapisan enamel dan dentin saja

tanpa melibatkan pulpa.

4. Fraktur mahkota yang komplek (complicated crown fracture) yaitu

fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin dan pulpa.

5. Fraktur mahkota- akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown

root fracture) yaitu fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin,

sementum tanpa melibatkan pulpa.

6. Fraktur mahkota- akar yang kompleks (complicated crown root

fracture) yaitu fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin,

sementum dan pulpa.

7. Fraktur akar (root fracture) yaitu fraktur yang mengenai dentin ,

sementum dan pulpa

12
Gambar 2.2 : Kerusakan Pada Jaringan Keras gigi dan Pulpa

b. Kerusakan Pada Jaringan Pendukung

Kerusakan pada jaringan pendukung terdiri atas :

1) Konkusio yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi

tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi, yang

menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi

2) Subluksasi yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi

dengan adanya kegoyangan dan tanpa perubahan posisi gigi.

3) Luksasi ekstrusi yaitu pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya

sehingga gigi terlihat lebih panjang

4) Luksasi yaitu perubahan letak gigi ke arah labial, palatal maupun

lateral yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket

alveolar gigi tersebut.

5) Luksasi intrusi yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar yang

menyebabkan kerusakan alveolar dan gigi akan terlihat lebih

pendek.

13
6) Avulsi, yaitu pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya.

Gambar 2.3 : Kerusakan Pada jaringan Pendukung

c. Kerusakan Pada Tulang Pendukung

1) Kerusakan soket alveolar yaitu hancurnya soket alveolar, pada

kondisi ini dijumpai intrusi dan luksasi lateral.

2) Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula yaitu fraktur

tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual,

dibatasi oleh bagian fasial atau oral dari dinding soket.

3) Fraktur prosessus alveolaris maksila dan mandibula yaitu fraktur

yang mengenai prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan

soket alveolaris gigi.

4) Fraktur tulang alveolar yaitu fraktur tulang alveolar maksila atau

mandibula yang melibatkan prosessus alveolaris dengan atau tanpa

melibatkan soket alveolar.

14
Gambar 2.4 : Kerusakan Pada Tulang Pendukung

d. Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut

1) Laserasi yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak rongga mulut

yang biasanya disebabkan oleh benda tajam.

2) Kontusio yaitu memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan

benda tumpul dan menyebabkan perdarahan pada daerah

submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

3) Abrasi yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena

gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan

yang berdarah dan lecet.

4. Laporan kasus darurat Fraktur Mahkota Kompleks dengan


Pulpektomi Vital pada Gigi Desidui

Seorang anak perempuan berusia 4 tahun datang bersama orang tua

ke RSGM Prof. Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi UGM dengan keluhan

gigi depan atas patah dan berdarah saat terjadi kecelakaan. Berdasarkan

keterangan dari ibu pasien, kondisi ini disebabkan karena pasien terjatuh

pada saat bermain bersama temannya di halaman depan rumah dua hari

yang lalu. Pasien menjadi rewel serta kesulitan untuk makan dan minum

karena takut sakit dan saat sikat gigi sering berdarah. Sebelumnya ibu

15
pasien telah memberikan obat penghilang sakit untuk meredakan rasa sakit

yang dirasakan. Pasien merupakan anak tunggal dan mempunyai kebiasaan

minum susu menggunakan dot serta mengemut makanan. Pasien tidak

memiliki riwayat penyakit sistemik maupun alergi terhadap obat obatan,

tidak pernah mengalami sakit berat dan tidak pernah dirawat di rumah

sakit. Pasien telah mendapatkan imunisasi sesuai dengan jadwal sehingga

pemberian tetanus booster tidak dilakukan. Tidak ditemukan adanya

laserasi pada daerah mukosa rongga mulut pasien. Selama proses

pemeriksaan dilakukan, pasien merasa sangat ketakutan, menangis histeris

dan menolak semua tindakan yang diberikan. Keadaan ini dapat

diklasifikasikan sebagai anak dengan tingkat kooperatif sangat negatif

berdasarkan skala Frankl, sedangkan menurut Wright perilaku pasien

tergolong dalam kemampuan kooperatif kurang karena kondisi pasien

yang baru mengalami trauma. Diagnosis utama pada kasus ini ialah fraktur

mahkota kompleks et causa traumatic injury gigi 51 dan 61.

a. Diagnosa
Diagnosis traumatic dental injury ditegakkan dengan melakukan

pemeriksaan secara komprehensif yang meliputi pemeriksaan darurat

dan lanjutan. Pada kasus ini berdasarkan anamnesis didapatkan

informasi bahwa pasien jatuh dua hari yang lalu saat bermain berlarian

bersama teman di halaman depan rumah. Saat dan setelah jatuh pasien

tidak mengalami gangguan kesadaran dan tidak muntah, menangis

kencang, masih dapat makan dan minum seperti biasa, namun bila

makan mengenai gigi atas akan terasa sakit.

b. Anamnesa

16
Pasien baru pertama kali ke dokter gigi dan menunjukkan perilaku tidak

kooperatif serta menolak saat pemeriksaan dilakukan. Kondisi ini

menjadi pertimbangan operator dalam melakukan pemeriksaan dan

perawatan lebih lanjut. Manajemen perilaku berupa body restrain

dilakukan selama pemeriksaan dan perawatan berlangsung

c. Pemeriksaan Ekstra Oral

Pada pemeriksaan ekstraoral tidak didapatkan adanya luka pada

bibir maupun daerah sekitar mulut dan tidak ada kelainan pada daerah

wajah. Kelenjar submandibular kanan dan kiri teraba, tidak sakit dan

konsistensi lunak.

d. Pemeriksaan Intra Oral

Pemeriksaan klinis intraoral menunjukkan adanya karies pada

semua elemen gigi rahang atas dan bawah, serta gigi 51 dan 61

mengalami fraktur mahkota kompleks. Terdapat akumulasi plak pada

daerah sekitar gigi yang fraktur akibat pasien tidak mau menyikat gigi

karena sakit dan takut berdarah. Pemeriksaan obyektif gigi 51 dan 61

menunjukkan perkusi - (tidak sakit), palpasi - (tidak sakit), mobility -

(tidak goyang), tes vitalitas (+) sakit.

Tes-tes khusus perlu dilakukan pada pasien yang mengalami

trauma dental.Salah satunya adalah tes vitalitas, baik konvensional

maupun vital tester. Gigi yang mengalami trauma akan memberikan

reaksi yang sangat sensitif terhadap tes vitalitas. Oleh karena itu tes

vitalitas hendaknya dilakukan beberapa kali dengan waktu yang

berbeda-beda.

17
5. Perawatan Trauma

Sebelum perawatan dilakukan, anak dan orangtua perlu diredakan

emosinya terlebih dahulu. Setelah trauma terjadi, anak pasti akan merasa

takut dan cemas, terutama bila dokter gigi langsung memberikan

perawatan.Pasien yang mengalami cedera, harus benar-benar diperhatikan

bagaimana kondisi saluran pernapasannya. Dasar dari usaha

mempertahankan jalan napas adalah mengontrol perdarahan dari mulut

atau hidung dan membersihkan orofaring. Untuk anak yang tidak memiliki

18
kelainan pada pembekuan darah, perdarahan pada daerah yang avulsi

biasanya tidak berakibat fatal, melakukan penekanan baik secara langsung

dengan jari maupun tidak langsung menggunakan kasa atau tampon.

6. Penatalaksanaan Trauma

Pada kunjungan pertama, orang tua dan pasien diberikan

penjelasan terkait perawatan yang akan dilakukan meliputi waktu, tujuan

dan urutan prosedur perawatan yang akan dilakukan. Selama perawatan

berlangsung perlunya adanya kerjasama antara orang tua, pasien dan

operator sehingga perawatan dapat berjalan dan memberikan hasil yang

baik. Orang tua pasien diminta untuk menandatangani surat persetujuan

tindakan medis (informed consent). Perawatan pulpektomi vital dilakukan

dengan terlebih dahulu melakukan sterilisasi pada daerah yang akan

dianastesi menggunakan povidone iodine kemudian aplikasi anastesi topikal

dilanjutkan dengan anastesi infiltrasi dan intra pulpa pada gigi 51 dan 61

agar dapat dilakukan pengambilan pulpa (Gambar 2). Pengambilan pulpa

dilakukan dengan menggunakan barbered broach sampai jaringan pulpa

benar-benar terambil seluruhnya, selanjutnya diirigasi dengan menggunakan

larutan NaOCl 2,5% dan saline.

19
Pada kunjungan ini tidak memungkinkan untuk dilakukan rontgen foto

karena kondisi pasien yang tidak kooperatif. Preparasi saluran akar dilakukan

dengan menggunakan K-File ukuran #35 dan #40 (Gambar 3). Preparasi saluran

akar dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan jaringan pulpa yang berada di

saluran akar. Saluran akar diirigasi dengan menggunakan larutan NaOCl 2,5%

dan saline kemudian dikeringkan dengan paper point dan dilanjutkan dengan

aplikasi bahan dressing menggunakan pasta kalsium hidroksida (Calciplus).

Kavitas ditutup dengan menggunakan tumpatan sementara (Gambar 4). Pada

kasus ini pulpektomi vital dalam 1 kali kunjungan tidak dapat dilakukan karena

kondisi anak yang tidak kooperatif, sangat ketakutan, cemas dan menangis

kencang saat pemeriksaan dan perawatan. Manajemen perilaku khusus berupa

body restrain dengan meminta ibu pasien duduk dikursi gigi dan meletakkan anak

pada pangkuannya, kemudian tubuh ibu mendekap tubuh, tangan dan kaki anak.
20
Kondisi ini dilakukan agar ibu dapat mengontrol pergerakan tubuh anak selama

prosedur pemeriksaan dan perawatan pulpektomi vital dilakukan. Pada kunjungan

kedua, pemeriksaan subyektif tidak ada keluhan dari pasien, tetapi pasien masih

takut menggunakan gigi depannya untuk menggigit makanan. Pasien datang

dengan membawa hasil rontgen Orthopanthomography (OPG) dan periapikal

yang menunjukkan kondisi tulang alveolar dan benih gigi permanen dalam

keadaan baik, tidak terdapat kelainan pada daerah periapikal (Gambar 5).

Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis obyektif menunjukkan perkusi-

(tidak sakit), palpasi - (tidak sakit), tidak terdapat kegoyahan pada gigi dan

saluran akar dalam kondisi kering, sehingga dapat dilanjutkan ke tahap

selanjutnya yaitu pengisian saluran akar (obturasi). Pengisian saluran akar

dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan isolasi pada daerah kerja. Tumpatan

sementara yang menutupi kavitas dibuka dengan menggunakan ekscavator.

Saluran akar diirigasi menggunakan NaOCl 2,5% dan saline kemudian

dikeringkan dengan menggunakan paper point. Obturasi saluran akar dilakukan

menggunakan pasta kalsium hidroksida dengan campuran iodoform (Metapex),

dan dengan bantuan cotton pellet dan plugger dilakukan penekanan sehingga

saluran akar dapat terisi dengan penuh. Kavitas ditutup menggunakan cotton

pellet dan ditumpat sementara. Evaluasi pengisian saluran akar dengan rontgen

21
foto untuk memastikan saluran akar telah terisi penuh (hermetik). Berdasarkan

rontgen foto periapikal terlihat pengisian saluran akar sudah hermetik, tetapi pada

gigi 51 terjadi over filling (Gambar 6). Semen seng fosfat diaplikasikan sebagai

bahan base lalu ditutup dengan tumpatan sementara. Pasien diinstruksikan untuk

kontrol satu minggu kemudian untuk dilakukan evaluasi paska obturasi.

Kondisi over filling pada gigi 51 yang menyebabkan bahan obturasi

berada di daerah periapikal dibiarkan, tetapi tetap dilakukan observasi apabila

terdapat keluhan. Penggunaan pasta kalsium hidroksid dan iodoform sebagai

bahan obturasi pada gigi desidui aman, karena memiliki efek antimikroba, tidak

bersifat toksik terhadap jaringan periapikal dan benih gigi permanen. Bahan ini

juga resorbable, sehingga keberadaannya didaerah periapikal aman karena dapat

teresorbsi.8 Pada kunjungan ketiga, hasil pemeriksaan subyektif tidak ada keluhan

dan pemeriksaan obyektif menunjukkan perkusi (-) tidak sakit, palpasi (-) tidak

sakit dan mobility (-) tidak goyah paska obturasi. Tahap selanjutnya dilakukan

restorasi akhir dengan menggunakan GIC tipe II (Gambar 7). Satu minggu setelah

perawatan pasien kembali kontrol, tidak ada keluhan dan secara klinis tidak

menunjukkan adanya kelainan. Kontrol pada minggu keempat menunjukkan tidak

ada keluhan dan pasien merasa nyaman menggunakan gigi tersebut untuk

menggigit makanan.

22
7. Penanganan darurat

Pulpektomi vital pada gigi desidui biasanya dilakukan dalam satu

kali kunjungan, dimana pengambilan jaringan pulpa, preparasi saluran

akar dan pengisian saluran akar dilakukan dalam satu kunjungan (one

visit). Pada kasus ini tidak dapat dilakukan one visit treatment karena

kondisi anak yang tidak kooperatif, takut, cemas dan terus menangis

sehingga perawatan dilakukan dalam dua kali kunjungan.Perawatan

pulpektomi vital dalam beberapa kali kunjungan diperbolehkan dengan

mempertimbangkan kondisi psikologis dan mencegah terjadinya trauma

berulang pada anak.

Pada kunjungan pertama gigi yang dirawat dilakukan anastesi lokal

(infiltrasi dan intrapulpa) selanjutnya dilakukan pengambilan jaringan

pulpa menggunakan barbed broach dan preparasi saluran akar

menggunakan file Ni-Ti. Preparasi saluran akar yang dilakukan pada

perawatan ini bertujuan untuk menghilangkan seluruh jaringan pulpa yang

berada dalam saluran akar dan selanjutnya dilakukan sterilisasi saluran

akar menggunakan kalsium hidroksida. Kunjungan kedua berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan klinis tidak ditemukan adanya keluhan

sehingga dapat dilakukan pengisian saluran akar dengan menggunakan

pasta kalsium hidroksida.

8. Pencegahan Trauma

Pencegahan trauma gigi dianggap lebih penting daripada

perawatannya sama seperti masalah kesehatan yang lain. Perlu dilakukan

program untuk mengedukasi masyarakat mengenai trauma gigi, cara

23
pencegahan dan cara pengobatan. Pada anak- anak yang mempunyai

gerakan aktif, agar terhindari terjadinya fraktur akibat trauma dapat

digunakan alat pelindung mulut seperti mouthguard. Alat ini hanya

digunakan sewaktu anak-anak melakukan aktifitas, misalnya berolah raga,

naik sepeda atau bermain. Mouthguard yang tersedia dipasaran terdiri atas

3 macam yaitu :

a. Stock atau ready-made mouthguard, merupakan pelindung mulut yang

siap pakai, dapat dibeli di toko-toko olahraga. Harganya yang paling

murah namun kurang memuaskan ketika digunakan.Meskipun alat ini

mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda, namun hanya sedikit

yang sesuai dengan rongga mulut. Alat ini terlalu besar, mudah lepas, tidak

nyaman dipakai dan sering mengganggu pernafasan dan bicara.

a. Mouth-formed /self adapted mouthguard, Alat ini relatif murah dan

tersedia di toko-toko olahraga dan banyak digunakan.Terbuat dari

bahan thermoplastik, dicelupkan pada air mendidih dan dibentuk atau

dicetak di dalam mulut menggunakan jari, lidah dan tekanan gigitan.

Tipe mouthguard ini juga terasa besar dan dapat menyebabkan sulit

untuk bernafas dan bicara.

b. Costum-made mouthguard, Alat pelindung mulut ini yang paling

disarankan.Dibuat di klinik dan dicetak secara individual oleh dokter

gigi. Alat ini yang paling memuaskan dipakai dibandingkan semua

tipe perlindungan mulut. Harganya juga sedikit lebih mahal. Alat

pelindung ini memenuhi semua kriteria adaptasi, retensi, kenyamanan

stabilitas dan tidak mengganggu pernafasan dan bicara.

24
Gambar 2.5 : A. Stock mouthguard, B. Custom-made mouthguard

25
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Jaringan Keras dalam rongga mulut adalah jaringan pembentuk pada

struktur pendukungnya secara garis besar adalah email atau enamel,

Dentin, sementum dan Pulpa.

2. Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan

oleh tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu

struktur.Trauma dengan kata lain disebut injuri atau wound, yang dapat

diartikan sebagai kerusakan atau luka karena kontak yang keras dengan

sesuatu benda

3. Trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi atau

periodontal karena sebab mekanis.

4. Penyebab kelainan Jaringan keras gigi adalah faktor Fisik, Kimia dan

Bakteriologis

5. WHO mengklasifikasikan menjadi 4 garis besar yang meliputi kerusakan

pada jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan pada tulang pendukung,

kerusakan pada jaringan periodontal, serta kerusakan pada gingiva atau

jaringan lunak rongga mulut

6. Penanganan darurat pada trauma jaringan keras dalam rongga mulut

adalah melalui pemeriksaan Oral dan Intra Oral

7. Penatalaksanaan fraktur mahkota kompleks pada gigi desidui akibat traumatic

injury perlu dilakukan secara komprehensif dengan tetap memperhatikan kondisi

psikologis anak. Penanganan darurat untuk menghilangkan rasa sakit serta

perdarahan yang terjadi akibat pulpa terbuka dengan pulpektomi vital merupakan

salah satu alternatif perawatan yang dapat dilakukan. Dalam kasus ini usaha

26
untuk mempertahankan gigi desidui yang mengalami kondisi fraktur mahkota

kompleks telah tercapai sehingga gigi dapat berfungsi kembali dengan normal.

27
DAFTAR PUSTAKA

Deynilisa,S. (2016).IlmuKonservasiGigi.Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Farani, W., & Nurunnisa, W. (2018). Distribusi Frekuensi Fraktur Gigi Permanen
di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva, 7(1), 28–36.

Harmono, H., Hikmah, N., Setiawan, B., & Wahyuningsih, S. (2017). Rongga
Mulut Blok 5 : Struktur Sistem Stomatognatik. 1–31.

Irma,I., & Intan,A. (2017).Penyakit Gigi,Mulut dan THT.Yogyakarta: Nuha


Medika

Kristiani, A., Koswara, N., K, H. A., Wijaya, I., Nafarin, M., Nurhayati,
Suwarsono, Salamah, S., Dahlan, Z., Nasri, Budiarti, R., Vione, V.,
Mappahia, N., Ningrum, N., Ambarwati, S. U., Krisyudhanti, E., Elina, L., &
Arnetty. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. Politeknik
Kesehatan Tasikmalaya, 10–20.

Marchianti, A., Nurus Sakinah, E., & Diniyah, N. et al. (2017). Digital Repository
Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember. In Efektifitas
Penyuluhan Gizi pada Kelompok 1000 HPK dalam Meningkatkan
Pengetahuan dan Sikap Kesadaran Gizi (Vol. 3, Issue 3).

Setianingtyas,D& Erwana,F,A.(2018). Merawat dan Menjaga Kesehatan Gigi dan


Mulut.Yogyakarta:Rapha publishing

28

Anda mungkin juga menyukai