TENGAH PERFORASI
MEMBRAN
TIMPANI
SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR
1
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini untuk mata kuliah
Keperawatan Sistem Sensori Persepsi I Ini Dengan Judul :
Konsep Penyakit dan Simulasi Pendidikan Pada Pasien Dengan Gangguan
Telinga Tengah-Perforasi Membran Timpani
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya serta pengikut yang selalu setia dan taat
kepada-Nya. Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai salah satu metode
pembelajaran bagi mahasiswa-mahasiswi STIKES Hang Tuah Surabaya.
Terselesaikannya penulisan makalah ini tak lepas dari tangan-tangan
mulia, untuk inilah penulis ingin menyampaikan ribuan terima kasih dengan
setulusnya dan doa kepada Dosen Pembimbing serta sahabat-sahabat kami.
Kami sebagai manusia yang jauh dari kesempurnaan, tentunya sadar akan
segala kekurangan dalam pembuatan makalah ini dan kami akan sangat bangga
apabila makalah yang kami susun ini mendapatkan saran maupun kritik yang
bersifat membangun. Kami berharap semoga karya ini menjadi pelajaran dan
sumber inspirasi serta motivasi bagi para pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................2
1.3 Tujuan...................................................................................2
1.3.1 Tinjauan Umum...........................................................2
1.3.2 Tinjauan Khusus...........................................................2
1.4 Manfaat.................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................4
2.1 Anatomi Membran Timpani..................................................4
2.1.1 Vaskularisasi Membran Timpani..................................5
2.1.2 Inervasi Membran Timpani..........................................6
2.2 Fisiologi Membran Timpani.................................................6
2.2.1 Penghantar Getar Suara................................................6
2.2.2 Fungsi Proteksi.............................................................7
2.2.3 Hubungna Mmebran Timpani dengan Organ Sekitar. .8
2.2.4 Tulang-tulang Pendengaran.........................................8
2.2.5 Otot Telinga Tengah....................................................11
BAB 3 PEMBAHASAN..........................................................................12
3.1 Definisi................................................................................12
3.2 Etiologi.................................................................................12
3.3 Patoisiologi..........................................................................14
3.4 Manifestasi Klinis................................................................15
3.5 Komplikasi...........................................................................15
3.6 Pemeriksaan Diagnostik.......................................................16
3.6.1 Teknik Pemeriksaan....................................................16
3.6.2 Inspeksi Membran Timpani........................................17
3.6.3 Penatalaksanaan..........................................................17
3.7 Pencegahan.............................................................................18
3
BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN......................................................19
4.1 Pengkajian...............................................................................19
4.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan....................................20
4.3 Penyuluhan Kesehatan (Edukasi) ..........................................22
BAB 5 PENUTUP....................................................................................24
5.1 Kesimpulan...........................................................................24
5.2 Saran.....................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA 26
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit pada perforasi membran timpani ?
2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan perforasi membran
timpani ?
3. Bagaimana simulasi pendidikan kesehatan pada pasien dengan perforasi
membran timpani ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang konsep penyakit pada gangguan telinga
bagian tengah, yaitu perforasi membran timpani. Serta cara
penatalaksanaan dan proses Asuhan keperawatan pada klien dengan
perforasi membran timpani beserta simulasi pendidika kesehatannnya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan definisi dari perforasi membran timpani
2. Mendeskripsikan etiologi dari perforasi membran timpani
3. Mendeskripsikan patofisiologi dari perforasi membran timpani
4. Mendeskripsikan web of caution dari perforasi membran
timpani
5. Mendeskripsikan manifestasi klinis dari perforasi membran
timpani
6. Mendeskripsikan komplikasi dari perforasi membran timpani
7. Mendeskripsikan pemeriksaan diagnostik dari perforasi
membran timpani .
8. Mendeskripsikan penatalaksanaan dari perforasi membran
timpani
9. Mendeskripsikan pencegahan dari perforasi membran timpani.
1.4 Manfaat
Dengan disusunnya makalah ini maka mahasiawa dapat mengetahui
konsep penyakit pada gangguan telinga bagian tengah, yaitu Otitis Media
yang meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, web of caution, manifestasi
klinis, klasifikasi, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan,
2
pencegahan,cara penatalaksanaan dan proses Asuhan keperawatan pada klien
dengan Otitis Media beserta simulasi pendidikan kesehatannya.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
masih memiliki serabut kolagen yang tersusun tidak teratur. Membran
timpani merupakan struktur yang terus tumbuh, yang kemungkinannya
menutup bila ada perforasi dan menyebabkan benda asing yang melekat
padanya terusir ke luar.
Lingkar membran timpani mengalami suatu penebalan dan membentuk
cincin fibrokartilagenus yang disebut anulus timpani. Struktur ini terletak
dalam suatu bentukan tulang yang disebut sulkus timpani. Mulai dari batas
superior sulkus timpani, anulus timpani berubah menjadi ikatan serat fibrosa
(fibrous band) dan berjalan ke arah sentral sebagai lipatan maleolar (maleolar
folds) anterior dan posterior menuju prosesus lateralis maleus yang ujungnya
terletak dalam membran timpani. Hal ini menyebabkan terbentuknya regio
triangular pada membran timpani yang berada di atas lipatan maleolar.
Membran timpani terbagi dalam empat kuadran, dengan menarik garis
imajiner searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus
pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian anterosuperior,
anteroinferior, posteroinferior, dan posterosuperior untuk menyatakan letak
bila terjadi perforasi membran timpani.
5
aurikularis anterior, kemudian ke atas di dalam kelenjar parotis di
belakang sendi temporomandibuler dan menembus tulang rawan atau
tulang dinding liang telinga untuk menyuplai bagian kutikular
permukaan luar membran timpani.
Vena-vena yang letaknya supefisial bermuara ke v. jugularis
eksterna sedangkan v. profunda bermuara ke v. jugularis eksterna
sedangkan v. profunda bermuara sebagian ke sinus tranversus, vena-
vena duramater, dan sebagian lagi ke pleksus venosus yang terletak
sekitar tuba Eustachius.
2.1.2 Inervasi Membran Timpani
Inervasi sensoris membran timpani bagian luar merupakan terusan
dari inervasi sensoris kulit liang telinga. Nervus aurikulotemporalis
menginervasi bagian posterior dan inferior membran timpani,
sedangkan bagian anterior dan superior oleh cabang aurikularis n.
vagus. Inervasi sensoris permukaan mukosa membran timpani
diinervasi oleh n. Jacobson yaitu cabang n. glosofaringeus.
Penginervasian membran timpani melalui pleksus timpanikus pada
promontorium mengandung cabang-cabang saraf cranial V, VII, IX, dan
X. Kelainan di daerah-daerah anatomis yang diinervasi oleh saraf-saraf
ini (temasuk gigi, lidah, tonsil, dan laring) dapat menimbulkan nyeri
alih ke telinga.
2.2 Fisiologi Membran Timpani
Fungsi terpenting membran timpani untuk menghantarkan getaran suara
menuju foramen ovale, selain itu juga memiliki beberapa fungsi proteksi.
2.2.1 Penghantar Getaran Suara
Getaran pada membran timpani dibagi menjadi tiga zona, yaitu
sentral, intermediet, dan perifer. Selama proses getaran berlangsung
zona sentral bergerak maju mundur seperti piston dengan bentuk
kerucut yang tetap dipertahankan. Zona perifer bergerak seperti engsel
pada pertemuannya dengan anulus timpanikus. Zona intermediet
bergetar dengan amplitude terbesar dibanding kedua zona yang lain.
Pada gambar di bawah ini tampak pembagian zona vibrasi membran
timpani, di mana tekanan konsentris tiap zona berbeda-beda.
6
Terdapat hubungan yang erat antara susunan serat dengan
pergerakan membran timpani. Fakta menunjukkan bahwa serat radier
dan sirkular yang saling bersilangan serta membran timpani yang
menebal pada zona sentral membuat membran timpani paling kuat
getarannya. Zona perifer bergerak seperti engsel pada pertemuannya
dengan anulus timpani. Zona intermediet bergetar dengan amplitude
terbesar dibanding kedua zona yang lain.
Vibrasi membran timpani terdiri atas dua variasi, yaitu:
1. Vibrasi pada frekuensi rendah
Beberapa studi telah dilakukan untuk mempelajari dinamika
membran timpani, dengan cara mengukur dan menilai pergerakan
membran timpani sebagai perubahan tekanan pada liang telinga
luar. Metode pengukuran ini menggunakan teori optikal dengan
melekatkan lempeng berbahan dasar emas pada permukaan
membran timpani, observasi stroboskopi atau metode
sinematografi, metode kondensasi elektronik, pada metode ini
dilakukan evaluasi minute displacement membran timpani dengan
menggunakan probe kapasitor. Teknik holograf dengan sinar laser
dapat juga digunakan untuk mengetahui pola displacement
membran timpani.
Selama frekuensi yang diterima adalah nada rendah atau
sedang, maka membran timpani akan bergerak maju mundur
seperti piston dan gerakan ini melibatkan seluruh area.
2. Vibrasi pada frekuensi tinggi
Apabila frekuensi lebih dari 2400 Hz membran timpani akan
bergerak secara segmental dan kehilangan kekakuannya. Membran
timpani mulai bervibrasi secara seksional pada frekuensi lebih dari
3000 Hz dan terjadi peningkatan kompleksitas membran sesuai
dengan peningkatan frekuensi.
Pada semua frekuensi, membran timpani bervibrasi maksimal
di kuadran posterosuperior dan vibrasi minimal terjadi di daerah
anteroinferior. Secara klinis derajat pergerakan maksimal di
kuadran posterosuperior dapat diamati dengan menggunakan
otoskop pneumatik pada area pars tensa, pada area tesebut dapat
7
terjadi retraction pocket sekunder akibat adanya tekanan negatif
telinga tengah yang persisten.
2.2.2 Fungsi Proteksi
Fungsi proteksi yang berhubungan dengan bunyi pada membran
timpani yang intak dapat mencegah gelombang bunyi langsung
menuju foramen rotundum. Fungsi proteksi yang lain untuk
melindungi kombinasi telinga tengah dari liang telinga luar serta
menjaga perlindungan udara telinga tengah dan mastoid guna
mencegah refluks sekresi yang tidak diinginkan dari nasofaring
melalui tuba Eustachius.
2.2.3 Hubungan Membran Timpani dengan Organ Sekitarnya
Telinga tengah termasuk membran timpani, tulang pendengaran
beserta ligamennya dan liang telinga tengah dapat dilihat sebagai
sistem mekanik pasif dengan masa dan elemen regangannya sehingga
bersifat resonansi. Sistem linier ini bergandengan dengan koklea, yang
memberikan tahanan yang besar terhadap koklea. Rasio volume
kecepatan stapes terhadap tekanan suara pada membran timpani
meningkat pada manusia sekitar 800-900 Hz dan berkurang pada
frekuensi yang lebih tinggi. Fase pemindahan antara gerakan stapes
dengan membran timpani umumnya meningkat dengan meningkatnya
frekuensi.
2.3.4 Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran berfungsi untuk menghantarkan
getaran dari membran timpani menuju koklea.
1. Mekanisme energi
Mekanisme untuk mendapatkan energi getaran mengikuti proses
sebagai berikut:
a. Catenary lever
Menerangkan bahwa perlekatan membran timpani pada
anulus timpanikus menyebabkan tenaga suara yang diterima
diteruskan ke bagian tengah yang lentur kemudian diterima
oleh prosesus longus maleus. Catenary lever menguatkan
energi suara menjadi 2 kali sesampainya di maleus.
b. Hydraulic lever
8
Hydraulic lever disebut sebagai areal ratio. Pada peristiwa
ini terjadi perbedaan luas antara membran timpani dan basis
stapes. Energi suara yang diterima membran timpani dan
diteruskan ke kaki stapes akan mengalami konsentrasi energi
sehingga energi yang diterima per satuan luas akan
meningkat. Perbedaan luas secara proporsional sesuai dengan
perbandingan luas kedua permukaan tersebut, perbedaan luas
tersebut sekitar 21:1. Akibat adanya bagian perifer membran
timpani yang terfiksir maka daerah efektif hanya sekitar 60-
72% sehingga efektif rasio berkurang menjadi 14:1.
c. Ossicular lever atau lever effect
Maleus dan inkus yang merupakan satu kesatuan pengungkit,
berotasi dengan sumbu yang berjalan antara ligamentum
maleus anterior dengan ligamentum inkus posterior.
Ossicular lever adalah panjang manubrium malei dibagi
panjang prosesus longus inkus kira-kira 1:1,3 karena adanya
tahanan maka pembesaran energi tidak 1,3 kali melainkan
menjadi kira-kira 1,15 kali.
2. Transmisi suara
Transmisi suara di telinga tengah merupakan hasil perpaduan
kopling osikuler, kopling akustik, input impedansi stapes-koklea
dan aerasi telinga tengah:
a. Kopling osikuler
Kopling osikuler adalah pembesaran energi suara yang
disampaikan ke telinga dalam melalui membran timpani dan
rantai osikel. Pada nada rendah, seluruh membran timpani
bergerak dalam satu fase, sedangkan nada di atas 1000 Hz
gerakan membran timpani terbagi menjadi bagian-bagian
kecil yang bergerak dengan fase berbeda. Hal lain yang
menyebabkan berkurangnya penguatan suara pada nada
tinggi adalah bergesernya gerakan rantai tulang pendengaran
akibat rotasi aksis osikel dan fleksi sendi-sendi tulang
pendengaran. Sebagian energi juga hilang untuk mengatasi
9
ketegangan dan massa membran timpani serta tulang
pendengaran.
b. Kopling akustik
Kopling akustik adalah perbedaan tekanan suara yang beraksi
langsung pada foramen ovale dan foramen rotundum.
Gerakan membran timpani menyebabkan tekanan suara di
telinga tengah yang dihantarkan langsung ke foramen ovale
dan foramen rotundum. Tekanan terhadap masing-masing
foramen tersebut berbeda karena perbedaan orientasi letaknya
terhadap membran timpani. Pada telinga normal dengan
membran timpani yang utuh perbedaan itu dapat diabaikan.
c. Impedansi input stapes-koklear
Impedansi input stapes-koklear adalah gerakan kaki stapes
yang tertahan oleh beberapa struktur anatomi antara lain
ligament anulare, cairan koklea, partisi-partisi di dalam
koklea, dan membran foramen rotundum. Impedansi foramen
ovale dapat diabaikan pada telinga yang normal, tetapi
apabila round window nice terisi cairan atau jaringan
patologik lain akan terjadi peningkatan impedansi tingkap
bulat, berakibat meningkatnya impedansi input stapes-
koklear sehingga akan menyebabkan tuli konduksi.
d. Aerasi telinga tengah
Adanya rongga udara dengan volume yang cukup dengan
tekanan yang sama antara udara luar perlu sekali untuk dapat
bergeraknya membran timpani. Tahanan telinga tengah
berbanding terbalik dengan volumenya.
2.3.5 Otot telinga tengah
Otot telinga tengah berfungsi mempertahankan dan memperkuat
susunan rantai tulang-tulang pendengaran serta melindungi koklea
terhadap stimulasi suara keras atau yang berlebihan. Ada dua otot
yang terdapat di telinga tengah: pertama, muskulus tensor timpani
yang berinsersio pada leher maleus dan menarik ke arah medial
mengakibatkan membran timpani menjadi tegang; kedua, muskulus
stapedius berinsersio pada leher stapes dan menarik batas
posteroinferior stapes ke bawah dan ke arah foramen ovale. Muskulus
10
stapedius akan berkontraksi bila ada respon suara keras. Semakin
keras stimulasi suara yang diberikan semakin kuat kontraksi muskulus
stapedius.
Fungsi dari reflex kontraksi ini dijabarkan oleh beberapa teori, di
antaranya adalah teori kontrol intensitas (protective intensity control
theory), teori seleksi frekuensi (accommodation or frequency
selection theory) dan teori fiksasi (fixation theory).
1. Teori kontrol intensitas
Adanya kontraksi menyebabkan kelengkungan membran
timpani ke dalam dan penarikan kapitulum stapes ke posterior
yang berakibat penurunan intensitas dan transmisi sekitar 5-10
dB. Mekanisme ini disebutkan mempunyai fungsi untuk menjaga
koklea dari stimulasi suara keras yang berlebihan tapi
peranannya kecil.
2. Teori seleksi frekuensi
Teori ini menyebutkan bahwa dalam frekuensi tertentu,
kontraksi otot secara selektif meningkatkan sensitivitas
pendengaran. Tetapi belum ditemukan bukti-bukti yang cukup
untu menunjukkkan derajat peningkatan tersebut.
3. Teori fiksasi
Teori ini menyatakan bahwa otot-otot timpani mempunyai
peranan yang jelas dalam stabilitas suspense dari rantai osikel.
11
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Perforasi membran timpani adalah perforasi atau hilangnya sebagian
jaringan dari membran timpani yang menyebabkan hilangnyasebagian atau
seluruh fungsi dari membrane timpani. Membran timpani adalah organ pada
telingayang berbentuk seperti diafragma, tembus pandang dan fleksibel sesuai
dengan fungsinya yangmenghantarkan energy berupa suara dan dihantarkan
melalui saraf pendengaran berupa getarandan impuls-impuls ke otak.
Perforasi dapat disebabkan oleh berbagai kejadian, seperti infeksi,trauma fisik
atau pengobatan sebelumnya yang diberikan.
3.2 Etiologi
Perforasi membrana timpani biasanya disebabkan oleh trauma atau
infeksi. Sumber trauma meliputi fraktur tulang tengkorak, cedera ledakan,
atau hantaman keras pada telinga. Perforasi lebih jarang, disebabkan oleh
benda asing ( mis lidi kapas, peniti, kunci) yang didorong terlalu dalam
kedalam kanalis auditorius eksternus. Selain perforasi membrana timpani,
cedera terhadap osikulus dan bahkan telinga dalam dapat terjadi akibat
tindakan ini, jadi,usaha pasien untuk membersihkan kanalis auditorius
esternus sebaiknya dilarang. Selama infeksi, membrana timpani dapat
mengalami ruptur bila tekanan dalam telinga tengah lebih besar dari tekanan
atmosfer dalam kanalis auditorius eksternus.(Herawati , Sri dan Rukmini,
Sri.2001)
Penyebab tersering dari perforasi membrane timpani adalah infeksi
sebelumnya. Infeksi akut padatelinga tengah seringkali menyebabkan
terjadinya kurangnya suplai darah ke membrane timpaniyang seringkali
berjalan dengan peningkatan tekanan pada telinga dalam, hal ini
mengakibatkanrobeknya atau hilangnya jaringan membrane timpani, yang
biasanya diikuti dengan rasa nyeri. Jikarobeknya membrane timpani tidak
menyembuh maka akan terjadi hubungan antara telinga tengahdan telinga
luar, yang seringkali menyebabkan infeksi yang berulang dan resistensi
terhadapantibiotic yang digunakan berulang kali. Komplikasi yang paling
12
ditakutkan adalah jika infekti telahmenyebar kedalam kepala sehingga
menimbulkan infeksi di kepala.
Penyebab lain dari perforasi membran timpani adalah trauma fisik dari
telinga, yang tersering adalah pukulan yang keras kearah telinga dalam,tenaga
yang timbul dapat memecahkan atau merobek membran timpani. Beberapa
trauma yang lainadalah, perubahan tekanan pada telinga yang berubah secara
mendadak, pada contohnya seringpada penyelam, yang didahului dengan
gangguan pada saluran telinga dan mulut, peradanganataupun infeksi
3.3 Patofisiologi
Menurut literatur Mary E. Muscari 2005, patofisiologi perforasi membran
timpani yaitu :
1. Disfungsi tuba eustachii memungkinkan invasi bakteri ke telinga tengah
dan mengobstruksi drainase sekret.
2. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain kehilangan pendengaran,
timpanosklerosis (jaringan parut), perforasi timpanik, otitis adesif (lem-
telinga), otitis media supuratif kronis, mastoiditis, meningitis, dan
kolesteatoma.
Penyakit ini sering kali diawali dengan infeksi saluran napas bagian atas
(ISPA). Perluasan radang atau infeksi dari hidung atau nasofaring ke dalam
kavum timpani dimungkinkan akibat adanya hubungan langsung antara
hidung dan kavum timpani melalui tuba eustachius serta persamaan jenis
mukosa antara kedua tempat tersebut.
13
Pada bayi, tuba eustachius relatif lebih lebar, lurus, pendek, dan posisinya
lebih horizontal sehingga mempermudah cairan yang diminum (susu) masuk
ke dalam kavum timpani. Hal ini terjadi jika bayi tersebut menyusu dengan
posisi berbaring atau jika bayi muntah. Keadaan ini digolongkan sebagai
penyebab yang rinogen.
Penyakit ini juga dapat terjadi secara hematogen, yaitu pada penyakit yang
berat atau jika daya tubuh penderita sangat buruk (misalnya pada morbili,
tuberkulosis paru, malnutrisi dan lain-lain).
14
dengan baik tidak menuntut didorongnya otoskop ke dalam kanal! Bersikaplah
lemah lembut, untuk mencapai visualisasi anatomi dengan sebaik-baiknya.
Pilihlah ukuran spekulum yang tepat: cukup kecil untuk menghindari
timbulnya rasa yang tidak enak pada diri pasien, cukup besar untuk
memberikan arus cahaya yang memadai.
3.6.1 Teknik Pemeriksaan
Untuk memeriksa telinga kanan pasien, pemeriksa memegang otoskop
dengan tangan kanan. Kanalnya diluruskan oleh oleh tangan kiri
pemeriksa, yang menarik daun telinga ke atas, luar, dan belakang.
Makin lurus kanalnya, makin mudah visualisasi dan pemeriksaan akan
dirasakan makin nyaman oleh pasien.
Pada anak-anak, kanal harus diluruskan dengan menarik daun
telinga ke bawah dan ke belakang.
Pasien diminta untuk memutar sedikit kepalanya ke samping
sehingga pemeriksa dapat memeriksa telinga tersebut dengan lebih
nyaman. Otoskop dapat dipegang dalam salah satu dari dua posisi
berikut ini. Posisi pertama, dan yang lebih disukai, memegang otoskop
seperti sebuah pensil, di antara ibu jari dan jari telunjuk, dalam posisi
mengarah ke bawah dengan aspek ulnar tangan pemeriksa bersandar
pada sisi wajah pasien. Posisi ini menyediakan penyangga terhadap
gerakan tiba-tiba pasien. Dengan memegang ujung tangkai otoskop,
pemeriksa kemudian mengarahkan spekulum ke dalam kanalis
eksternus. Teknik ini mula-mula terasa lebih sukar dipakai ketimbang
teknik yang lainnya, tetapi lebih lama, terutama untuk anak-anak.
Posisi kedua adalah memegang otoskop ke arah atas, ketika
spekulum dimasukkan ke dalam kanal. Teknik ini terasa lebih nyaman,
tetapi gerakan pasien secara tiba-tiba dapat menyebabkan nyeri dan
cedera pada pasien.Telinga kembali ditarik ke atas, luar, dan ke
belakang.
3.6.2 Inspeksi Membran Timpani
Ketika spekulum dimasukkan lebih jauh ke dalam kanal dengan
arah ke bawah dan ke depan, membran timpani dapat divisualisasikan.
Membran timpani harus terlihat sebagai selaput utuh, translusen, abu-
abu seperti mutiara pada akhir kanal tersebut. Tangkai maleus harus
terlihat di dekat bagian tengah membran timpani. Dari ujung bawah
15
tangkai tersebut, seringkali ada kerucut segitiga terang yang
dipantulkan dari pars tensa. Ini disebut refleks cahaya, yang menuju ke
anteroinferior. Pars flasida, prosesus brevis maleus, dan plika anterior
dan posterior harus dikenali.
Ada tidak adanya refleks cahaya tidak boleh dianggap
menunjukkan keadaan normal atau penyakit. Sensitivitas adanya refleks
cahaya untuk menunjukkan penyakit adalah rendah. Membran timpani
tanpa refleks cahaya tetapi normal sama banyaknya dengan membran
abnormal dengan refleks cahaya.
Uraikanlah warna, keutuhan, transparansi, posisi, dan bagian-
bagian penting membran timpani.
Dalam keadaan sehat, membran timpani biasanya abu-abu seperti
mutiara. Dalam keadaan sakit, membran timpani mungkin pudar dan
menjadi merah atau kuning. Apakah membran timpani mengalami
kongesti ? Kongesti adalah dilatasi pembuluh darah, yang membuatnya
lebih tampak nyata. Pembuluh darah seharusnya hanya dapat dilihat di
sekitar bagian tepi membran. Bercak-bercak putih padat pada membran
timpani mungkin disebabkan oleh timpanosklerosis.
3.7 Penatalaksanaan
Terapi pengobatan pada perforasi membrane timpani ditujukan untuk
mengendalikan infeksi padatelinga tengah. Mengingat juga penyebab dari
perforasi yang disebabkan pengobatan sebelumnya.Penggunaan anti bacterial
sebaiknya digunakan jika hasil kultur dan resistensi sudah
didapatkan.Beberapa pengobatan invasive adalah, kauterisasi pada ujung
membrane timpani. Penyumbatanpada lubang baik dengan lemak atau bahan
sintetis yang tidak menimbulkan reaksi tubuh penerima(timpanoplasty).
Pengobatan yang terakhir ini memiliki tingkat keberhasilan 80 hingga 90
%tergantung dari besarnya perforasi maupun komplikasi yang timbul.
Kebanyakkan perforasi membrana timpani dapat sembuh spontan dalam
beberapa minggu setelah ruptur, meskipun ada beberapa yang baru sembuh
setelah berbulan-bulan. Selama proses penyembuhan telinga harus dilindungi
dari air. Ada perforasi yang menetap karena terjadi pertumbuhan jaringan
parut pada tepi perforasi, sehingga menghambat penyebaran sel epitel
16
melintasi batas dan akhir penyembuhan. Perforasi yang tak dapat sembuh
dengan sendirinya memerlukan pembedahan. Bila terjadi cedera kepala atau
patah tulang temporal, pasien harus diobservasi bila ada cairan serebrospinal
otorea atau rinorea-cairan jernih cair dari telinga atau hidung.
3.7 Pencegahan
Jika dicurigai adanya perforasi membran timpani, sebaiknya
menggunakan suspensi (bukan larutan). Jika saluran telinga sangat
membengkak, sebaiknya masukkan lintingan katun atau kapas ke dalam
saluran telinga sedalam 10-12 mm untuk mempermudah masuknya obat. Pada
kasus OME, berenang sebaiknya dihindari. Selulitis atau adenitis yang
berdekatan dengan telinga yang sakit memerlukan cakupan antistafilokokus
tambahan pada regimen pengobatan. Kegagalan berespons pada dua kali
pengobatan atau inflamasi berat seharusnya mendorong seorang dokter untuk
merujuk ke ahli otolaringologi.(Mary, E. Muscari.2005)
17
BAB 4
4.1. Pengkajian
18
perubahan mobilitas dan adanya gejala memberikan
akibat vertigo. penyakit telinga. dasar untuk
intervensi.
Kaji luasnya Luasnya
ketidakmampuan ketidakmampu
dalam ADL. an menunjukan
resiko jatuh.
Pemberian terapi Obat vertigo
antivertigo. berguna untuk
menghilangkan
gejala akut
vertigo.
Dorong klien untuk Mengurangi
istirahat bila pusing. jatuh dan
cedera.
19
berhubungan dengan yang di resepkan. obat penenang
episode vertigo. akan menekan
stimuli
terhadap
serebelum.
Dorong klien untuk Penyediaan
melakukan perawatan diri waktu jeda
saat bebas dari vertigo. diantara
aktivitas
penting karena
episode vertigo
terjadi
bervariasi.
20
cairan. penggantian
cairan.
Kaji indikator dehidrasi. Pengenalan
segera
memungkinkan
intervensi
segera.
Dorong konsumsi cairan Penggantian
oral dan hindari minuman cairan oral
yang mengandung kafein. dapat berguna
untuk
mengganti
kehilangan
cairan dan
kafein dapat
meningkatkan
diare.
Antiemetik
Kaji pemberian
mengurangi
antiemetic.
mual dan
muantal
sehingga
mengurangi
kehilangan
cairan.
21
Rambut dibelakang telinga yang akan di operasi dicukur bersih 5-10 cm
dari belakangtelinga dan dikompres alkohol.
Pasien puasa 6 jam pre operasi.
22
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Membran timpani merupakan membran semitransparan yang terletak
sebagai pembatas antara liang telinga luar dan telinga tengah. Terdiri atas dua
bagian, yaitu pars flaksida yang bersifat lentur terletak di bagian atas
membran timpani, dan pars tensa yang bersifat kaku serta merupakan bagian
terbesar dari membran timpani.
Vaskularisasi membran timpani terutama berasal dari cabang aurikuler a.
maksilaris interna. Inervasi disuplai dari n. aurikulotemporalis untuk bagian
posterior dan inferior membran timpani, sedangkan bagian anterior dan
superior oleh cabang aurkularis nervus vagus. Inervasi sensoris permukaan
mukosa membran timpani diinervasi oleh nervus Jacobson yaitu cabang n.
glosofaringeus.
Fungsi terpenting dari membran timpani adalah sebagai penghantar
getaran suara bersama rantai tulang pendengaran menuju koklea serta otot
dalam telinga tengah, dan sebagai proteksi dalam mencegah gelombang bunyi
langsung ke foramen rotundum serta menjaga udara telinga tengah dan
mastoid terhadap refluks sekresi dari nasofaring.
Perforasi membran timpani adalah perforasi atau hilangnya sebagian
jaringan dari membran timpani yang menyebabkan hilangnyasebagian atau
seluruh fungsi dari membrane timpani.
5.2 Saran
Perforasi yang tak dapat sembuh dengan sendirinya memerlukan
pembedahan. Bila terjadi cidera kepala atau patah tulang temporal, pasien
harus diobservasi bila ada cairan serebrospinal otorea atau rinorea-cairan
jernih cair dari telinga atau hidung.
Pasien harus dilindungi dari air ketika terjadi perforasi membran timpani.
Keputusan melakukan timpanoplasti (perbaikan membran timpani) biasanya
didasarkan pada perlunya mencegah potensial infeksi dari air yang memasuki
telinga atau keinginan memperbaiki pendengaran pasien. Terdapat berbagai
pilihan teknik pembedahan; semua pada dasarnya dengan meletakan jaringan
pada lubang perforasi untuk memungkinkan penyembuhan. Pembedahan
23
biasanya berhasil menutup perforasi secara permanen dan memperbaiki
pendengaran; biasanya dilakukan pada pasien rawat jalan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Herawati , Sri dan Rukmini, Sri.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan.tahun. Jakarta : ECG
25