Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BLOK 8

“Servisitis Gonore”

Disusun oleh :

NAMA : Putri anggraini husnan

STAMBUK : N 101 17 065

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
A. DEFINISI
servisitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan epitel serviks. Ketika
terjadi radang dari selaput lendir saluran servikal. Singkatnya, servisitis adalah
peradangan dari serviks uterus. Gonore merupakan istilah umum untuk menunjukkan
serangkaian kondisi klinis yang melibatkan infeksi oleh bakteri pathogen Neisseria
gonorrhoeae yang didapat melalui hubungan seksual. Servisitis pada wanita memiliki
banyak fitur yang sama dengan uretritis pada pria dan banyak kasus disebabkan oleh
IMS. Gangguan ini mempengaruhi sekitar 60% perempuan karena infeksi bakteri seperti
gonore atau infeksi pra dan pascapersalinan. Duenhoelter (2010)

B. Etiologi
servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti trikomas vaginalis, kandrada dan
mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti
streptococcus, entamoeba coli, dan stapilococus”. Kuman-kuman ini menyebabkan
deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi komik dalam jaringan serviks
yang mengalami trauma (Mallesappha, 2011).

C. Epidemiologi
WHO mengestimasi terdapat 357 juta kasus infeksi menular seksual baru
ditemukan setiap tahunnya. Infeksi menular seksual tersebut terutama disebabkan oleh
infeksi klamidia, gonorrhea, sifilis, dan trikomonas. Selain itu, lebih dari 500 juta orang
diperkirakan terkena infeksi HSV (Herpes Simplex Virus) dan lebih dari 290 juta wanita
terkena infeksi virus HPV (Human Papiloma Virus) yang berkaitan dengan risiko kanker
serviks. Selain gonorrhea dan klamidia, servisitis juga dapat disebabkan oleh
Mycoplasma genitalium. Sebuah studi yang melibatkan 27,000 wanita menemukan
prevalensi global infeksi Mycoplasma genitalium sebesar 7,3% pada populasi risiko
tinggi dan 2% pada populasi risiko rendah. (WHO, 2016)

D. Patafosiologi
Patofisiologi servisitis berupa peradangan pada serviks yang melibatkan leukosit
dan produk darah lain seperti protein plasma. Proses inflamasi atau peradangan
merupakan bagian dari respons imun untuk melawan agen penyebab infeksi atau zat
berbahaya yang masuk ke dalam tubuh. Proses ini melibatkan sel leukosit dan produk
darah lain seperti protein plasma. Migrasi sel leukosit ke tempat inflamasi diikuti dengan
vasodilatasi pembuluh darah serta peningkatan aliran darah. (fernandes 2015)

Aktivasi proses inflamasi dimulai ketika reseptor yang berada di sel imun
mendeteksi molekul patogen yang diikuti dengan produksi mediator inflamasi seperti
sitokin Interferon (IFN)-tipe I. Setelah respon imun alamiah muncul, tubuh akan
membentuk respon imun adaptif yang lebih spesifik dengan melibatkan sel limfosit T dan
sel limfosit B. Berdasarkan jenis antigennya, limfosit T yang naif akan berubah menjadi
sel limfosit T helper (Th)-1,2 dan 17 atau sel limfosit T sitotoksik. Sedangkan sel limfosit
B akan membentuk antibodi yang dapat melawan patogen atau zat berbahaya tersebut.
Proses inflamasi akan mereda setelah patogen atau zat berbahaya hilang. Namun, bila
stimulus menetap, proses inflamasi akan terjadi terus-menerus dan bersifat kronis.
(fernandes . 2015)

E. Tanda dan gejala


Sebagian besar penderita servisitis tidak merasakan gejala apa pun, dan mereka baru
menyadari terkena penyakit ini setelah menjalani pemeriksaan dokter untuk alasan lain.
Sebaliknya, ada sebagian penderita yang mengalami atau merasakan gejala servisitis. Di
antaranya adalah:

 Keluar cairan dari vagina yang tidak biasa dan dalam jumlah banyak. Cairan ini bisa
berwarna kuning pucat keabu-abuan yang disertai bau tidak sedap.
 Buang air kecil yang sering dan menyakitkan.
 Dispareunia.
 Perdarahan dari vagina setelah berhubungan seksual.
 Vagina terasa nyeri.
 Panggul terasa tertekan.
 Sakit punggung.
 Rasa nyeri pada bagian panggul atau perut.
 Demam.

Peradangan serviks dapat menjadi parah jika berkembang lebih lanjut, yang ditandai
dengan terbentuknya luka terbuka atau keluarnya cairan dari vagina berupa nanah.
(Matson, 2016)

F. Diagnosis
Diagnosis servisitis dimulai dengan anamnesis berupa keluhan utama keputihan
atau perdarahan serta keluhan penyerta seperti nyeri saat buang air kecil atau saat
berhubungan intim. Pada pemeriksaan fisik menggunakan spekulum, perlu dilihat ada
tidaknya duh tubuh mukopurulen atau berwarna kuning kehijauan. Pemeriksaan
penunjang dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan swab vagina dan endoserviks
yang kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan kalium hidroksida (KOH)
atau pewarnaan Gram. Baku emas untuk diagnosis servisitis adalah pemeriksaan kultur
tetapi lamanya waktu pemeriksaan membuat pemeriksaan ini hanya disarankan untuk
servisitis berulang. (kemenkes RI.2015)

Anamnesis

Pastikan suasana privasi dan empati dengan pasien terjaga dengan baik saat
melakukan anamnesis karena penyakit genitalia seperti servisitis merupakan isu yang
sensitif bagi pasien. Informasi yang perlu ditanyakan kepada pasien di antaranya:
 Keluhan utama pasien, biasanya pada servisitis pasien mengalami keluhan keputihan
abnormal dan perdarahan di luar siklus haid terutama setelah berhubungan intim
 Keluhan penyerta, seperti nyeri saat buang air kecil (dysuria), sering buang air kecil,
nyeri perut bawah, nyeri saat berhubungan intim, rasa terbakar pada organ intim,
gatal pada organ intim, bau menyengat pada organ intim, nyeri panggul, lesi pada
kulit genital
 Riwayat perjalanan penyakit
 Riwayat seksual: status aktivitas seksual, berganti-ganti pasangan atau tidak,
penggunaan kondom, kapan hubungan seksual terakhir dilakukan, cara melakukan
hubungan seksual
 Riwayat Infeksi Menular Seksual dalam 1 bulan terakhir
 Penggunaan KB (misalnya IUD)
 Paparan zat iritan atau bahan kimia
 Riwayat pengobatan sebelumnya
 Hari terakhir haid dan siklus haid. (kemenkes RI.2015)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada daerah genitalia dengan menggunakan


spekulum. Pemeriksaan fisik harus dilakukan di ruang periksa dengan penerangan yang
cukup. Dalam pelaksanaan pemeriksaan fisik, sebaiknya dokter didampingi dengan
tenaga kesehatan perempuan lain. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, pasien harus
diberikan penjelasan prosedur pemeriksaan dan kesediaannya untuk diperiksa (informed
consent). Servisitis dicurigai bila ditemukan serviks yang eritematus, edema, atau mudah
berdarah. (kemenkes RI. 2015)

Pada pemeriksaan dengan menggunakan spekulum, servisitis yang disebabkan


oleh klamidia atau gonorrhea menunjukkan duh endoserviks yang mukopurulen dan
mudah berdarah atau disertai dengan ektropion/ektopi. Pada pemeriksaan spekulum
terhadap servisitis yang disebabkan oleh infeksi herpes simplex virus (HSV) didapatkan
lesi vesikuler, lesi ulseratif dan eritema. Infeksi trikomonas menyebabkan servisitis
dengan duh tubuh berwarna kuning kehijauan dan gatal, disertai gambaran khas berupa
peteki pada serviks (strawberry cervix). (CDC , 2015)

G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari servisitis di antaranya adalah:

 Vaginosis bakterialis: pada pemeriksaan fisik ditemukan duh tubuh berwarna keabuan
atau kehijauan, berbau amis dengan keluhan vagina yang gatal dan terbakar. Pada
pemeriksaan hapusan swab vaginal ditemukan clue cell dan tes Whiff positif.
 Kandidiasis vaginalis: keluhan vagina terasa gatal dan panas, pada pemeriksaan
penunjang ditemukan hifa.
 Kanker serviks: Ditandai dengan perdarahan di luar siklus haid, perdarahan setiap
setelah berhubungan intim, penurunan berat badan serta gangguan pada buang air
kecil dan buang air besar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan serviks yang mudah
berdarah dan berdungkul-dungkul. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sel
kanker.
 Kista ovarium: Bila kista berukuran besar dapat menyebabkan nyeri pelvis, siklus
haid yang tidak teratur, rasa penuh di perut dan infertilitas. Pada pemeriksaan USG
ditemukan kista pada ovarium.
 Kutil kelamin: Ditemukan adanya kutil kelamin pada pemeriksaan fisik. Kutil
kelamin biasanya disebabkan oleh infeksi virus human papillomavirus (HPV).

Pada pasien dengan keluhan nyeri abdomen akut, diagnosis banding nyeri
abdomen lainnya harus disingkirkan, seperti endometritis, penyakit radang panggul,
infeksi saluran kemih dan sistitis, kehamilan ektopik, dan appendicitis. (CDC, 2015)

H. Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis servisitis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dari
yang paling sederhana seperti pemeriksaan swab endoserviks di bawah mikroskop sampai
pemeriksaan rumit seperti polymerase chain reaction (PCR) dan kultur. Pemeriksaan
tambahan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis servisitis adalah:

 Swab Vaginal dan Endoserviks


Pemeriksaan swab vaginal dan endoserviks di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini
cukup sederhana dan hanya membutuhkan mikroskop sehingga dapat dilakukan di
fasilitas kesehatan primer seperti Puskesmas. Walau demikian, pemeriksaan
menggunakan mikroskop ini tidak disarankan karena memiliki hasil negatif palsu yang
tinggi. Servisitis ditandai dengan penemuan > 10 sel darah putih pada swab vagina atau
endoserviks. Pemeriksaan yang spesifik untuk menentukan etiologi servisitis adalah tes
KOH atau whiff test, serta pewarnaan Gram. Tes KOH menunjukkan hasil yang positif
untuk infeksi trikomonas dan vaginosis bakterialis. Pewarnaan Gram pada servisitis yang
disebabkan oleh infeksi Neisseria gonorrhoeae ditandai dengan adanya bentuk
diplococcus gram negative. (CDC,2015)

 Kultur dan Uji Sensitivitas Obat


Pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas antibiotik juga dapat dilakukan. Pemeriksaan
kultur merupakan pemeriksaan yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi, tetapi
membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal. Pemeriksaan ini disarankan bila
ditemukan servisitis infeksius berulang. (CDC,2015)

 Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan serologis
untuk mengetahui adanya antibodi terhadap infeksi misalnya Sifilis. Selain itu dapat
dilakukan pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dan pemeriksaan NAAT
(Nucleic acid amplification testing) untuk infeksi klamidia dan gonorrhea. Pemeriksaan
ini memiliki tingkat akurasi yang tinggi sehingga disarankan jika kultur tidak dapat
dilakukan. (CDC,2015)

I. Pencegahan
Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan agar tidak terkena penyakit ini. Di
antaranya dengan:

 Mempraktikkan hubungan seksual yang aman, seperti tidak berganti pasangan.


 Menghindari produk-produk kewanitaan yang mengandung parfum, karena bisa
menyebabkan iritasi pada vagina maupun serviks. (jhonson,2017)

J. Tatalaksana

Penatalaksanaan servisitis infeksius dengan memberikan antibiotik berdasarkan


pendekatan sindrom. Servisitis noninfeksius ditangani dengan penghindaran paparan zat
iritan atau alergen, tetapi pada servisitis rekuren dapat diberikan agen keratolitik topikal
atau krioterapi. (CDC, 2015)

Tata Laksana Servisitis yang Disebabkan Infeksi

Servisitis akibat infeksi di Indonesia ditangani dengan terapi empiris mengunakan


pendekatan sindrom. Pendekatan sindrom dilakukan dengan identifikasi keluhan dan
gejala sebagai bagian dari sindrom yang mudah dikenali, lalu diberikan pengobatan
terhadap sebagian besar mikroorganisme yang umum menyebabkan sindrom tersebut.
Penerapan pendekatan sindrom pada kasus servisitis adalah dengan memberikan
penanganan terhadap gonorrhea, klamidia, dan trikomonas pada pasien yang dicurigai
mengalami servisitis tanpa memerlukan konfirmasi etiologi servisitis terlebih dahulu.
(CDC,2015)

Pada servisitis, pendekatan sindrom dimulai dengan menyingkirkan keluhan nyeri


perut bagian bawah terlebih dahulu. Pasien dengan nyeri perut bagian bawah perlu
ditangani menggunakan alur penanganan penyakit radang panggul. (CDC, 2015)

Alur Penanganan Servisitis

Pada pasien tanpa keluhan nyeri perut bagian bawah yang disertai duh tubuh
serviks mukopurulen pada pemeriksaan spekulum, atau terdapat faktor risiko jika
pemeriksaan spekulum tidak dapat dilakukan, tangani sebagai servisitis gonokokus,
klamidiosis, dan trikomoniasis. Faktor risiko untuk servisitis adalah:

 Umur kurang dari 21 tahun

 Berstatus belum menikah

 Mempunyai lebih dari satu pasangan seksual dalam 3 bulan terakhir

 Memiliki pasangan seksual baru dalam 3 bulan terakhir

 Pasangan seksual mengalami infeksi menular seksual


 Belum berpengalaman menggunakan kondom

Jika keluhan tidak menghilang setelah 7 hari pengobatan, rujuk pasien ke spesialis
obstetri dan ginekologi. ( Kemenkes RI, 2015)

Pada pasien tanpa tubuh mukopurulen atau faktor risiko, tangani terlebih dahulu
sebagai vaginitis. Jika keluhan tidak menghilang setelah tujuh hari, tangani sebagai
servisitis gonokokus, klamidiosis, dan trikomoniasis. Jika keluhan tetap tidak menghilang
setelah 7 hari pengobatan, rujuk pasien ke spesialis obstetri dan ginekologi. (kemenkes
RI, 2015)

Penanganan Servisitis Gonokokus, Klamidiosis, dan Trikomoniasi

Penanganan servisitis gonokokus dilakukan dengan pilihan pengobatan sebagai berikut:

 Cefixime 400 mg, per oral, dosis tunggal

 Kanamicin 2 gram, injeksi intramuskuler, dosis tunggal

 Ceftriaxone 250 mg, injeksi intramuskuler, dosis tunggal

Penanganan servisitis nongonokokus diberikan dengan pilihan obat berikut:

 Azithromycin 1 gram, per oral, dosis tunggal

 Doxycycline 100 mg, per oral, dua kali sehari, selama 7 hari

 Erithromycin 500 mg, per oral, empat kali sehari, selama 7 hari (chung san ,2019)

Penanganan Vaginitis

Penanganan vaginitis diberikan dengan antibiotik untuk menangani trikomoniasis,


vaginosis bakterialis, dan kandidiasis vaginitis. Regimen terapi untuk trikomoniasis dan
vaginosis bakterialis adalah metronidazole diberikan 2 gram, per oral, dosis tunggal atau
diberikan 500 mg, per oral, 2 kali sehari, selama 7 hari. (chung san, 2019)

Pilihan regimen terapi untuk kandidiasis vaginitis adalah sebagai berikut:

 Clotrimazole 200 mg, intravagina, sekali sehari, selama 3 hari

 Clotrimazole 500 mg, intravagina, dosis tunggal

 Fluconazole 150 mg, per oral, dosis tunggal

 Itraconazole 200 mg, per oral, dosis tunggal

 Nystatin000 IU, intravagina, sekali sehari, selama 7 hari. (kemenkes RI, 2015)
Penanganan pada Ibu Hamil dan Menyusui

Pada ibu hamil dan menyusui, regimen obat di atas tetap dapat digunakan, kecuali
doxycycline, fluconazole, dan itraconazole.

Tata Laksana Servisitis Noninfeksius

Tidak semua kondisi servisitis noninfeksius membutuhkan terapi. Tata laksana


servisitis yang disebabkan oleh iritasi atau alergi adalah menghindari paparan zat tersebut
misalnya menghindari penggunaan cairan pembersih vagina, penggunaan kondom dan
diafragma. Terapi yang dibutuhkan bila terdapat servisitis rekuren atau berulang di
antaranya:

Agen Keratolitik Topikal

Agen keratolitik topikal yang dapat digunakan diantaranya adalah Imiquimod,


Podifilox, Trichloroacetic acid (TCA) dan 5-fluorourasil. TCA merupakan agen
keratolitik yang bersifat asam yang digunakan untuk menghilangkan jaringan inflamasi.
TCA dapat digunakan sekali seminggu. Gunakan talk atau baking soda saat
menggunakan TCA untuk mengurangi reaksi asam yang berlebihan. Imiquimod dapat
dioleskan 3x seminggu sampai 16 minggu, bilas bagian yang dioleskan dengan sabun dan
air 6-10 jam setelah pemberian. Podofilox dapat digunakan selama 3 hari, libur terapi
pada hari ke 4 kemudian diulang lagi sampai 4 siklus. (chung san,2019)

Krioterapi

Krioterapi merupakan tindakan menghilangkan sel dan jaringan abnormal di


serviks dengan cara didinginkan/dibekukan. Alat krioterapi dimasukkan ke dalam vagina
dan diletakkan di permukaan serviks, kemudian gas nitrogen dengan suhu -50 derajat
Celsius dialirkan sehingga alat tersebut menjadi dingin dan beku untuk menghancurkan
jaringan abnormal. Setelah tindakan krioterapi, sarankan pasien untuk tidak berhubungan
intim selama beberapa minggu. Prosedur tindakan pembekuan tersebut dilakukan kurang
lebih selama 3 menit. Efek samping dari tindakan ini adalah adanya keluar cairan dari
vagina selama 2-3 minggu. Berdasarkan suatu studi, tingkat kesuksesan krioterapi pada
servisitis berulang sekitar 77,7 – 83,3%. (cekmez,2015)

Indikasi Rawat Inap

Pasien sebaiknya dirawat inap pada kondisi berikut ini:

 Dicurigai terkena penyakit radang panggul dan tidak dapat mengonsumsi obat oral

 Hamil atau imunokompromais


 Gagal terapi rawat jalan

 Memiliki abses tuboovarian

 Diagnosis belum pasti, misalnya diagnosis banding appendicitis tidak dapat


disingkirkan

 Gejala sistemik atau sepsis, termasuk demam dan nyeri abdomen akut. (chung
san,2019)

Pengawasan Jangka Panjang

Wanita yang mengalami servisitis akibat infeksi trikomonas disarankan untuk


melakukan pemeriksaan ulang 3 bulan setelah terapi.nSedangkan wanita yang mengalami
servisitis akibat infeksi gonorrhoea dan klamidia disarankan untuk melakukan
pemeriksaan 3-6 bulan setelah terapi. Bila gejala masih menetap disarankan untuk
melakukan pemeriksaan ulang 3-4 minggu setelah terapi.(CDC,2015)

Pada populasi risiko tinggi seperti pekerja seks komersial atau wanita dengan
riwayat infeksi menular seksual sebelumnya disarankan untuk melakukan skrining untuk
klamidia dan gonorrhea setiap satu tahun sekali. (CDC,2015)

K. Prognosis
Prognosis pasien ditentukan dari etiologi servisitis, ada tidaknya komplikasi,
kepatuhan terapi, perubahan perilaku seksual yang berisiko, serta penanganan pasangan
seksual pasien. (jhonson,2017)
DAFTAR PUSTAKA

CDC (Centers for Disease Control and Prevention). 2015. Sexually Transmitted Diseases
Treatment Guidelines. Diseases Characterized by Urethritis and Cervicitis. MMWR Recomm
Rep 64(3). http://googleschoolar.ac.id

Cekmez Y, Sanlikan F, Gocmen A, et al.2015. Is Cryotherapy Friend or Foe for Symptomatic


Cervical Ectopy Med Princ Pract. 25(1) :8-11. View 05 feb 2021. http://googleschoolar.ac.id

Chung San Medical University Hospital. 2019 Cervicitis. View 05 feb 2021.
http://www.csh.org.tw/Dr.TCJ/Educartion/f/web/Cervicitis/index.htm

Duenhoelter, Johann H., 2010, Ginekologi Greenhill Edisi 12, EGC, Jakarta

Fernandes JV, Fernandes, de Azevedo , et al. 2015. Link between chronic inflammation and
human papillomavirus-induced carcinogenesis . vol 9(3) view on 05 feb 2021 .
https://googleschoolar.ac.id

Johnson, TC. 2017. Women’s Health. Cervicitis.

Kemenkes RI. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2015. Kementerian
KesehatanRI.http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Nasional_Tatalaksana_IMS_
2015.pdf

Malleshappa, K. 2011. Knowledge and attitude about reproductive health among Rural
Adolescent Girl in Kuppam Mandal: An Intervention Study. Biomedical Research, 22(3): 305-
310

Mattson, et al. 2016. Chronic Cervicitis: Presenting Features and Response to Therapy. Journal
of Lower Genital Tract Disease. Vol 20(3). View 05 feb 2021. http://googleschoolar.ac.id

WHO. Sexual Transmitted Infection(s). 2016. Diunduh dari: https://www.who.int/news-


room/fact-sheets/detail/sexually-transmitted-infections-(stis)

Anda mungkin juga menyukai