Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

BLOK 8

“Neisseria Gonorhea, Chlamydia Trachomatis, Herpes Simpleks Virus,


Limfogranuloma Venerum”

Disusun oleh :

NAMA : Arini Hi Nasir

STAMBUK : N 101 17 013

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spesies bakteri Neisseria yang memiliki sifat patogen pada manusia adalah Neisseria
gonorrhoeae (gonococci) dan Neisseria meningitidis (meningococci). infeksi Neisseria
meningitidis biasanya ditemukan pada sistem pernapasan atas bagian atas yang menyebabkan
meningitis, namun bakteri Neisseria gonorrhoeae menyerang saluran urogenital yang
menyebabkan infeksi gonore. Neisseria gonorrhoeae (gonococci) merupakan bakteri utama
penyebab infeksi menular seksual yaitu gonore yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Bakteri ini biasa menyerang epitel kuboid atau kolumnar pada permukaan membran mukosa
seperti yang terdapat pada uretra, vagina, rektum, dan faring. Manusia merupakan
satusatunya host bagi bakteri ini (Brooks et al., 2013).
Chlamydia trachomatis (CT) merupakan bakteri penyebab infeksi menular seksual (IMS)
yang tersebar luas di berbagai negara dan 89 kasus baru terjadi setiap tahun. Infeksi ini dapat
menyebabkan kelainan pada organ genital dan mata. World Health Organization (WHO)
menyarankan penapisan infeksi CT pada perempuan. Gejala sisa akibat infeksi ini pada
perempuan menimbulkan masalah utama yaitu infertilitas. Chlamydia trachomatis
merupakan 1 dari 3 spesies yang termasuk genus Chlamydia. Chlamydia trachomatis terdiri
atas 19 serovar yang dapat menginfeksi manusia dan menunjukkan perbedaan seluler secara
biologis dan manifestasi klinis. Serovar A – C menyebabkan infeksi mata, sedangkan
serovar D – K menyebabkan infeksi mata dan genitourinaria. Lymphogranuloma venereum
(LGV) disebabkan oleh serovar LI – III. Serovar E lebih sering ditemukan di Eropa dan
Amerika Serikat dan LGV lebih sering ditemukan di negara tropik (Linsayani, 2014).
Herpes simplex virus (HSV) atau dikenal dengan Human herpes virus merupakan virus
DNA dari famili herpesviridae genus simplexvirus. Ada 2 tipe HSV yaitu HSV-1 dan HSV-2
yang diketahui merupakan patogen bagi manusia dan manusia adalah satu-satunya reservoar
HSV. Keunikan HSV adalah mampu bergerak di neuron, bermultiplikasi di ganglion dan
bersifat laten (Rosental, 2011).
Limfogranuloma venereum, atau disingkat sebagai LGV, merupakan salah satu penyakit
infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Bakteri ini
dapat menembus kulit dan menyebabkan penyumbatan di sekitar node. Limfogranuloma
venereum dapat menyerang node limfa, alat kelamin bagian luar, rektum, dan mulut .
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui mekanisme dan penyebab terjadinya penyakit neisseria gonorhea,
chlamydia trachomatis, herpes simpleks virus, limfogranuloma venerum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Neisseria Gonorhea
a. Definisi
Gonore merupakan salah satu penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) yang
disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae yaitu bakteri diplokokus Gram negatif.
Penularan penyakit ini melalui kontak seksual dan bakteri ini dapat menginfeksi
permukaan mukosa pada organ urogenital (leher rahin, uretra, rektum). Selain itu bakteri
ini juga dapat menginfeksi selaput mata pada bayi yang lahir melalui jalur normal
(Brooks et al., 2013).
Spesies bakteri Neisseria yang memiliki sifat patogen pada manusia adalah
Neisseria gonorrhoeae (gonococci) dan Neisseria meningitidis (meningococci). Infeksi
Neisseria meningitidis biasanya ditemukan pada sistem pernapasan atas bagian atas yang
menyebabkan meningitis, namun bakteri Neisseria gonorrhoeae menyerang saluran
urogenital yang menyebabkan infeksi gonore (Brooks et al., 2013).
Neisseria gonorrhoeae (gonococci) merupakan bakteri utama penyebab infeksi
menular seksual yaitu gonore yang ditularkan melalui hubungan seksual. Bakteri ini
biasa menyerang epitel kuboid atau kolumnar pada permukaan membran mukosa seperti
yang terdapat pada uretra, vagina, rektum, dan faring. Manusia merupakan satu-satunya
host bagi bakteri ini (Leboffe dan Pierce, 2011).

b. Ciri-ciri
Bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk diplococcus dan
memiliki diameter sekitar 0,8 µm, Neisseria gonorrhoeae tidak dapat bergerak, dan tidak
membentuk spora, Neisseria gonorrhoeae memiliki aerob (Brooks et al., 2013).
c. Syarat pertumbuhan
Neisseria gonorrhoae merupakan organisme fastidious (membutuhkan nutrisi dan
lingkungan yang khusus). Bakteri ini memiliki syarat pertumbuhan yang kompleks yaitu
inkubasi pada suhu 37°C, tumbuh optimal pada pH 7,4 dan atmosfir udara dengan
konsentrasi CO2 pada udara sebesar 5%. Pada media pertumbuhan Neisseria
gonorrhoeae juga harus mengandung substansi organik seperti darah yang dipanaskan,
hemin dan protein hewani. Pertumbuhan bakter ini dapat dihambat oleh beberapa zat
beracun yang terkandung di dalam media yaitu, asam lemak atau garam. Neisseria
gonorrhoeae dapat dengan cepat mati akibat pengeringan, sinar matahari, suhu tinggi,
dan banyak desinfektan (Brooks et al., 2013).
d. Patogenitas
Neisseria gonorrhoeae dapat menyerang membran mukosa pada saluran
urogenital, mata, rectum, dan tenggorokan. Infeksi oleh Neisseria gonorrhoeae akan
menyebabkan supurasi pada jaringan yang terinfeksi, yang diikuti oleh terjadinya
peradangan dan fibrosis. Infeksi yang terjadi pada pria akan menyebabkan urethritis
dengan pus yang berwarna kuning dan rasa sakit saat buang air kecil, hal ini dapat
meluas ke epididimis. Pada kasus supurasi yang mereda karena tidak dilakukan
pengobatan, pada kasus tersebut kadang menyebabkan terjadinya fibrosis. Infeksi primer
yang terjadi pada wanita akan menyerang endoserviks dan dapat meluas kebagian uretra
dan vagina. Jika tidak segera dilakukann pengobatan akan meluas kebagian serviks dan
dapat menyebabkan radang panggul (salpingitis). Dua puluh persen kasus infeksi
Neisseria gonorrhoeae pada wanita dapat menyebabkan inferitilitas dan seringkali kasus
kronis tidak menimbulkan suatu gejala atau asimtomatis (Brooks et al., 2013).
Bakterimia gonococcus pada kulit akan menyebabkan lesi pada kulit (terutama
papula dan pustula) dan atritis supuratif yang biasnaya terjadi pada lutut, pergelangan
kaki dan pergelangan tangan. Infeksi Neisseria gonorrhoeae yang terjadi pada neonatus
dapat diakibatkan melalui jalan kelahiran secara normal dan hal ini dapat menyebabkan
kebutaan pada bayi. Untuk mencegah terjadinya infeksi Neisseria gonorrhoeae dapat
dilakukan pemberian antibiotik tetrascyclin, eritrimocin, dan perak nitrat pada kantung
konjungtiva neonatus diwajibkan di Amerika Serikat. Neisseria gonorrhoeae kadang
dapat menyebabkan meningitidis dan infeksi mata pada orang dewasa yang memiliki
manifestasi klinis seperti infeksi Neisseria meningitidis (Brooks et al., 2013).
e. Faktor risiko
Faktor risiko terjadinya gonore (Triastuti 2016) :
 Berganti-ganti pasangan seksual
 Homoseksual dan PSK (Pekerja Seks Komersial)
 Wanita usia pra pubertas dan menopause lebih rentan terkena gonore
 Bayi dengan ibu menderita gonore
 Hubungan seksual dengan penderita gonore tanpa menggunakan proteksi atau
 kondom
f. Pemeriksaan Laboratorium
Penetapan diagnosis dan penanganan terhadap infeksi Neisseria gonorrhoeae
dapat dilakukan melalui berbagai pemeriksaan laboratorium yaitu:
a) Spesimen
Spesimen untuk isolasi Neisseria gonorrhoeae dapat diperoleh dari tempat yang
terpapar melalui hubungan seksual (yaitu saluran genital, uretra, rektum, dan
orofaring) atau dari konjungtiva neonatus yang terinfeksi selama kelahiran.
Spesimen juga dapat diperoleh dari kelenjar Bartholin, saluran tuba, endometrium,
cairan sendi, lesi kulit atau kandungan lambung dari neonatus. Pada infeksi sistemik
sampel darah juga dapat dijadikan sebagai bahan kultur. Spesimen yang akan
digunakan sebagai kultur tidak diperbolehkan dikirim dalam keadaan swab kering,
namun harus diinokulasikan ke dalam media transport. Isolat Neisseria gonorrhoeae
tidak dapat bertahan lebih dari 48 jam dalam kultur, namun beberapa isolat dapat
bertahan selama 72-96 jam. Subkultur harus dilakukan setiap 18-24 jam untuk
mempertahankan viabilitas isolat pada kondisi maksimal. Untuk dilakukannya uji
diagnosis diperlukan isolat yang berumur 18-24 jam (Brooks et al., 2013)
b) Media transport
Media transport yang dapat digunakan adalah Media Stuart untuk pengiriman
sampel swab ke laboratorium. Meskipun bakteri Neisseria gonorrhoeae dapat
bertahan pada media ini selama 6-12 jam, dan viabilitas isolat menurun dengan
cepat dan tidak mungkin pulih setelah melewati waktu 24 jam (Perilla et al., 2013).
c) Kultur
Kultur merupakan gold standard untuk diagnosis infeksi gonore, kultur dapat
dilakukan pada media yang diperkaya seperti modifikasi Thayer-Martin, Martin
Lewis, dan GC-Lect. Pada media pertumbuhan tersebut koloni bakteri Neisseria
gonorrhoeae akan berbentuk cembung, mengkilap, dan mukoid dengan diameter 1–5
mm. Bakteri ini memiliki sifat pertumbuhan yang lambat pada kultur primer.
Bakteri ini dapat dengan mudah mati akibat pengeringan, sinar matahari,
pemanasan, dan berbagai jenis desinfektan. Neisseria gonorrhoeae dapat
menghasilkan enzim oksidase pada suhu 25°C dan suasana basa (Brooks et al.,
2013).
d) Identifikasi
Identifikasi bakteri Neisseria gonorrhoeae dapat dilakukan dengan cara
penanaman pada media selektif seperti Thayer-Martin modifikasi, Pewarnaan gram
dan uji biokimia yaitu uji katalase dan uji oksidase (Brooks et al., 2013).
1) Pewarnaan gram
Pewarnaan gram dilakukan dengan pengaplikasian pewarna dasar yaitu
kristal violet. Pewarnaan kedua dilakukan dengan menambahkan iodium, pada
tahap ini semua bakteri akan berwarna biru. Tahap yang ketiga yaitu pemberian
pewarna ketiga yaitu alkohol, bakteri Gram positif akan mempertahankan warna
biru dari kristal violet, sedangkan warna biru yang berasal dari kristal violet
pada bakteri Gram negatif akan luntur sehingga bakteri menjadi tidak berwarna.
Tahap terakhir adalah pemberian pewarna kontras yaitu pewarna safranin,
sehingga bakteri Gram negatif yang tidak berwarna akan berwarna merah yang
berasal dari pewarna safranin (Brooks et al., 2013).
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil pewarnaan
yang baik adalah :
 Umur biakan sebaiknya 18-24 jam;
 Zat warna yang digunakan dalam memiliki kualitas yang baik;
 Hapusan bakteri yang dibuat preparat harus sedemikian tipis sehingga dapat
memperlihatkan morfologi bakteri setelah diwarnai (Radji, 2010).
Pada Pewarnaan gram bakteri Neisseria gonorrhoeae akan terlihat berwarna
merah (Gram negatif) dan berbentuk gonokokus (Brooks et al., 2013).

2) Uji oksidase
Uji oksidase adalah suatu uji yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan suatu mikroorganisme untuk menghasilkan enzim oksidase yang
dihasilkan melalui sistem oksidasi sitokrom secara molekuler. Uji oksidase
berguna untuk mengidentifikasi bakteri Enterobacter yang menghasilkan uji
oksidase negatif, dengan pseudomonas yang menghasilkan uji oksidase positif.
Uji oksidase ini juga merupakan kunci identifikasi dari bakteri Neisseria
gonorrhoeae yang menghasilkan uji oksidase positif (Mahon, Lehman, dan
Manuselis, 2011).
2.2 Chlamdia Trachomatis
a. Definisi
Chlamydia trachomatis (CT) termasuk salah satu penyebab infeksi genital.
nonspesifik baik pada pria maupun wanita. Infeksi CT merupakan salah satu bentuk
infeksi menular seksual yang paling sering ditemukan di dunia. World Health
Organization (WHO) memperkirakan sebanyak 89 juta kasus baru terjadi pada tahun
2001. Prevalensi infeksi CT di Indonesia pada kalangan pekerja seks komersial
didapatkan cukup tinggi berkisar antara 20-34%. Sebagian besar individu yang terinfeksi
CT bersifat asimtomatik dan dapat menjadi sumber penularan infeksi. Infeksi oleh CT
juga dapat menyebabkan komplikasi serius seperti Pelvic Inflamatory Disease (PID) atau
penyakit radang panggul, infertilitas dan kehamilan ektopik. Untuk mencegah
penyebaran infeksi yang lebih luas dan terjadinya komplikasi maka diperlukan
pemeriksaan yang baik sehingga diagnosis dapat dilakukan secara dini dan pengobatan
dapat dilakukan dengan segera (Reza, 2015).
b. Ciri-ciri
Chlamydia trachomatis merupakan bakteri obligatintraseluler, berukuran 0.2-1 m
dan hanya dapat berkembang biak di dalam sel eukariota. Chlamydia trachomatis
memiliki dinding sel yang menyerupai bakteri Gram negatif namun tidak mengandung
peptidoglikan dan asam N-asetil muramik. Selain itu dinding paling luarnya
mengandung banyak lipid, dan dinding terluar terdapat major outer membran protein
(MOMP). Chlamydia trachomatis hidup dengan membentuk semacam koloni atau
mikrokoloni yang disebut badan inklusi. Chlamydia trachomatis membelah secara
binary fission dalam badan intrasitoplasma (Reza, 2015).
c. Epidemiologi
Chlamydia trachomatis merupakan bakteri penyebab infeksi menular seksual di
seluruh dunia. Pada tahun 1995, WHO memperkirakan terdapat 89 juta kasus baru di
dunia. Pada tahun 1986, Amerika menyatakan bahwa infeksi CT merupakan penyakit
yang harus dilaporkan sehingga sejak saat itu didapatkan adanya peningkatan kasus baik
pada pria dan wanita. Peningkatan secara signifikan infeksi CT terjadi pada kurun waktu
1986 sampai 2004. Tahun 1986 didapatkan total kasus sebesar 35,2/100.000 dan menjadi
332,5/100.000 populasi pada tahun 2005.Prevalensi infeksi CT di Indonesia berkisar
antara 9,3-66,7%. Prevalensi yang berbeda kemungkinan disebabkan oleh adanya
perbedaan pada cara diagnosis dan populasi penelitian. Pada penelitian tahun 1997 di
klinik Keluarga Berencana (KB) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM),
didapatkan prevalensi infeksi CT sebesar 9,3%, sedangkan penelitian yang dilakukan
pada populasi berisiko tinggi seperti pekerja seks komersial di Semarang didapatkan
angka lebih tinggi antara 21%, 31,1% sampai 66,7%. Infeksi CT pada saluran genital
pria dan wanita biasanya gejala yang timbul tidak spesifik, pada pria yang terinfeksi 50%
asimtomatik, sedangkan pada 10 wanita 70% asimtomatik (Reza, 2015).
d. Pemeriksaan Laboraturium
1) Pemeriksaan baku standar
untuk mendiagnosis infeksi CT saluran urogenital pada saat ini adalah kultur
organisme penyebab dengan spesifisitas pemeriksaan hampir mencapai 100%.
Metode ini merupakan satusatunya cara untuk menemukan mikroorganisme yang
viabel dengan potensi terjadinya kontaminasi sangat 5,16 minimal. Kultur CT dapat
dilakukan dengan menggunakan media McCoy, HEp-2 ataupun sel HeLa. Sebelum
dilakukan penanaman inokulum disentrifugasi dan membentuk preformed dan
pretreated monolayers, kemudian di lakukan pemberian 30 g /mL
Diethylaminoethyl-Dextran dalam Hanks balanced salt solution selama 20 menit.
Hal ini bertujuan untuk mengubah tegangan negatif pada permukaan sel dan
memfasilitasi proses adhesi Chlamydia ke dalam sel monolayer. Setelah spesimen
disentrifugasi maka dilakukan inokulasi pada sel monolayer, dilanjutkan inkubasi
selama 48-72 jam dilakukan pewarnaan untuk melihat adanya badan inklusi
intrasitoplasma. Deteksi badan inklusi dapat dilihat dengan pewarnaan
imunofloresens, iodida maupun Giemsa (Reza, 2015).
2) Pemeriksaan Direct Immunoflorosens Assay (DFA)
Dilakukan dengan cara melakukan pewarnaan dengan antibodi khusus CT.
Pewarnaan ini bertujuan untuk melihat secara langsung organisme CT yang telah
diwarnai dengan antibodi yang telah dilabel secara khusus. Antibodi yang
digunakan pada pemeriksaan ini terutama ditujukan terhadap antigen
lipopolisakarida (LPS) dan MOMP. Antibodi terhadap LPS akan memberikan reaksi
yang sama kepada semua spesies Chlamydia dan kurang baik jika dibandingkan
dengan MOMP, karena distribusi LPS pada permukaan badan elementer tidak
merata. Antibodi monoklonal terhadap MOMP merupakan pilihan yang lebih baik
untuk pemeriksaan DFA, selain bersifat spesies spesifik, antigen MOMP tersebar
secara merata pada permukaan Chlamydia. Pewarnaan dengan menggunakan
antibodi monoklonal spesifik terhadap MOMP CT dapat memberikan sensitivitas
sebesar 80-90% dan spesifisitas 90-99%. Spesifisitas pemeriksaan DFA bergantung
pada penampakan morfologi dan karakteristik yang khas badan inklusi dan badan
elementer CT (Reza, 2015).
3) Pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
Menggunakan uji amplifikasi asam nukleat merupakan terobosan baru dalam
penegakan diagnosis infeksi oleh CT. Metode ini memiliki sensitivitas dan spesifitas
yang tinggi dengan cara mengamplifikasi sekuens asam nukleat bakteri dengan cara
yang unik. Adanya proses amplifikasi secara teori diharapkan pemeriksaan dengan
cara ini akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan
yang lain. Pada saat ini jenis pemeriksaan amplifikasi asam nukleat yang sering
dilakukan adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) atau Ligase Chain Reaction
(LCR) (Reza, 2015).
4) Polymerase chain reaction
Merupakan suatu teknik in vitro untuk penggandaan atau amplifikasi
DNAsecara enzimatis melalui proses sintesis DNA baru secara berulang. Sintesis
DNA baru diawali dengan penempelan primer di daerah tertentu DNA yang akan
menjadi cetakannya. Sepasang primer berupa rantai ganda akan digunakan sebagai
cetakan DNA, kemudian dilakukan pemisahan menjadi rantai tunggal, penempelan
primer, dan sintesis DNA. Sekuens DNA target spesifik pada setiap organisme
berbeda, prinsip inilah yang dijadikan dasar penggunaan DNA sebagai pelacakan
suatu penyakit. Prinsip kerja PCR dan LCR memperbanyak jumlah salinan DNA
target, sehingga dapat mendeteksi mikroorganisme meskipun dalam jumlah sedikit
(Reza, 2015).
2.3 Herpes Simpleks Virus
a. Definisi
Virus Herpes merupakan kelompok DNA virus yang menyebabkan infeksi dan
penyakit seumur hidup pada hewan maupun manusia. Nama herpes berasal dari bahasa
Yunani, herpein, yang berarti lesi kulit. Nama ini merefleksikan karakteristik dari gejala
penyakit yang disebabkannya. Saat ini, terdapat lebih dari 70 tipe herpes virus yang
sudah ditemukan, dimana 30 diantaranya susunan DNA nya sudah diketahui sekuennya.
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi laten, herpes virus dikelompokkan menjadi 3
subfamili.. Dari semua herpes virus yang sudah diidentifikasi, 8 tipe diantaranya
merupakan virus yang bersifat patogen terhadap manusia, yaitu herpes simplex virus tipe
1 (HSV-1), herpes simplex virus tipe 2 (HSV-2), varicela-zoster virus (VZV), Epstein
barr virus (EBV), Human cytomegalovirus (HCMV), Human herpes virus 6 (HHV-6),
Human herpes virus 7 (HHV-7) (Irianti, 2020).
b. Epidemiologi
Transmisi HSV-1 terjadi lebih mudah dibandingkan HSV-2. Hal ini dikarenakan
HSV-1 dapat ditularkan melalui lesi kulit yang umum terlihat, dibandingkan dengan
HSV-2 yang biasanya ditularkan melalui kontak genital. Penelitian menunjukkan bahwa
infeksi HSV-1 dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, status sosial-ekonomi, area
geografi, dan usia. Pada daerah dengan kondisi sosial-ekonomi yang rendah, ditemukan
bahwa infeksi terjadi sejak usia balita, dimana sekitar satu per lima anak sudah terdeteksi
memiliki antibodi terhadap HSV-1. Infeksi HSV-1 pada usia remaja meningkat menjadi
70-80%. Pada negara berkembang, frekuensi infeksi HSV-1, diperoleh lebih banyak
pada usia dewasa (Irianti, 2020).
c. Tanda dan Gejala
Infeksi HSV-1 menyebabkan gejala yang khas, yaitu munculnya lesi pada area
yang terinfeksi. Biasanya lesi ini muncul pada area mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan faringitis, tonsillitis dan gingivostomatitis. Infeksi juga dapat terjadi pada
area mata yang dapat menyebabkan stromal keratitis, blepharitis dan retinitis. Pada
pasien dengan kondisi immunocompromised seperti pasien kanker, HIV, penerima
transplantasi organ, infeksi oleh HSV-1 dapat berakibat fatal, yaitu dapat menyebabkan
kanker, enchepalitis, hepatitis, kerusakan pada lobus temporal, dan esophagitis (Irianti,
2020).
d. Struktur

Pada kondisi infeksius, struktur HSV-1 tersusun dari 4 komponen penting yaitu,
inti, kapsid, tegumen dan envelope. Pada inti terdapat single molekul linear double
stranded (ds) DNA. Inti ini dikelilingi oleh nucleocapsid yang tersusun atas 162
kapsomer dan berdiameter 100 nm. Antara nucleocapsid dan envelope terdapat area yang
amorf, asimetris yang dikenal dengan nama tegumen. Area ini mengandung enzim
penting yang berfungsi dalam proses replikasi dan mengambil alih komponen sel inang
(Irianti, 2020).
2.4 Limfagranuloma Venerum
a. Definisi
Limfogranuloma venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, L3, afek primer biasanya cepat
hilang, bersifat sistemik, mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar limfe,
terutama pada daerah genital, inguinal, anus dan rektum, dengan perjalanan klinis, akut,
sub-akut, atau kronis tergantung pada imunitas penderita dan biasanya berbentuk
sindrom inguinal. Sindrom tersebut berupa limfadenitis dan periadenitis beberapa
kelenjar getah bening inguinal medial dengan kelima tanda radang akut dan disertai
gejala konstitusi, kemudian akan mengalami perlunakkan yang tak serentak
(Sentono,2013).
b. Epidemiologi
LGV bersifat sporadis tersebar di seluruh dunia terutama pada negara-negara yang
beriklim tropis dan subtropics, seperti I daerah Amerika Utara, Eropa, Australia dan
prevalensi tinggi yang terdapat di Asia dan Amerika Selatan, LGV merupakan penyakit
endemis di timur dan barat Afrika, India, sebagian Asia Tenggara, Amerika Utara dan
Kepulauan Karibia. Pada daerah nonendemis ditemukan padapelaut, tentara, dan
wisatawan yang 6 mendapat infeksi pada saat berkunjung atau pernah tinggal di daerah
endemis. Seperti pada penyakit IMS lainnya, limfogranuloma venereum merupakan
penyakit yang lebih sering dijumpai pada daerah-daerah rural dan orang-orang
berperilaku promiskus serta golongan social ekonomi rendah. Penyakit ini dijumpai pada
usia antara 20-40 tahun, lebih sering pada laki-laki dibanding dengan perempuan dengan
rasio 5:1 atau lebih, hal ini disebakan karena adanya perbedaan patogenesis. Kejadian
akut LGV berhubungan erat dengan usia dan tingginya aktivitas seksual, pernah
dilaporkan kasus LGV pada remaja (Sentono,2013)..
c. Etiologi
Penyebab Limfogranuloma venereum (LGV) adalah Chlamydia trachomatis, yang
merupakan salah satu organisme dari 4 spesies dari genus Chlamydia, yang memiliki
siklus pertumbuhan yang unik . Chlamydia trachomatis memiliki sifat sebagian seperti
bakteri dalam hal pembelahan sel, metabolisme, struktur, maupun kepekaan terhadap
antibiotika dan kemoterapi, dan sebagian bersifat seperti virus yaitu memerlukan sel
hidup untuk berkembang biaknya (parasit obligat intrasel). Spesies Chlamydia
trachomatis terdiri dari dua biovars yaitu trachoma atau organisme TRIC dan organisme
LGV. Organisme LGV sendiri terdiri atas 3 serovars yaitu L1, L2, L3. Chlamydia
berukuran lebih kecil dari bakteri, berdiameter 250-550 mm, namun lebih besar dari
ukuran virus pada ummunya. Di dalam jaringan pejamu , membentuk sitoplasma inklusi
yang merupakan patognomoni infeksi Chlamydia. Penyakit yang segolongan dengan
Limfogranuloma venereum ialah psitakosis, trakoma, dan Inclusion conjunctivitis
(Lorek,2014).
d. Manifestasi klinis
LGV adalah penyakit sistematik primer menyerang system limfatik, dengan
manisfestasi klinis dapat akut, subakut atau kronik,dengan komplikasi pada stadium
lanjut. Masa tunas penyakit ini adalah 1-4 minggu. Gejal konstitusi timbul sebelum
penyakitnya mulai dan biasanya menetap selam sindrom inguinal. Gejal tersebut berupa
malese, nyeri kepala, artralgia, anoreksia, nausea dan demam. Terdapat perbedaan
gambaran klinis pada pria dan dan wanita. Pada wanita jarang didapatkan lesi primer
genital dan bubo inguinal. Gambaran klinis LGV secara umum dapat dibagi dalam 2
stadium, yaitu (Daili, 2014):
 Stadium dini, yang terdiri atas :
 Lesi primer genital
 Sindrom inguinal
 Stadium lanjut, dapat berupa :
 Sindrom ano-rektal
 Elefantiasis/Sindrom genital (esthiomene) Waktu terjadinya lesi primer hingga
sindrom inguinal 3-6 minggu, sedangkan dari bentuk dini hingga bentuk lanjut
yaitu selam satu tahun hingga beberapa tahun.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes Frei
Merupakan metode diagnosis pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis
LGV
Tes ini berdasarkan pada imunitas seluler terhadap virus LGV. Bahan diambil
dari aspirasi bubo yang belum pecah atau antigen yang dibuat dari hasil
pembiakan dalam selaput kuning telur embrio ayam, nama dagang lygnanum.
Cara kerja
o Caranya dengan menyuntikkan 0,1 ml antigen intradermal pada lengan
bawah dengan kontrol pada lengan lainnya.
o Reaksi dibaca setelah 48-72 jam, hasil positif bila tampak papul eritematosa
dikelilingi daerah infaltrat dengan diameter >6 mm dan daerah control
negative.
o Hasil positif dalam waktu 2 sampai beberapa minggu (bahkan sampai 6
bulan) setelah infeksi dan akan tetap positif untuk jangka waktu lama
bahkan seumur hidup. Reaksi ini merupakan delayed intradermal yang
spesifik terhadap golongan Chlamydia sehingga dapat member hasil positif
semu pada penderita dengan infeksi Chlamydia yang lain (Djamaluddin.
2014)
2) Tes Serologi
Tes serologi yang digunakan dalam pemeriksaan ini meliputi:
 Complement fixation tes (CFT)
 Radio isotop presipitation (RIP)
 Micro imunofluorescence (micro-IF)
CFT lebih sensitive dan dapat mendiagnosis lebih awal (positif), dan antibodi
bisa menetap selama bertahun-tahun. Pada pemeriksaan CFT menggunakan antigen
yang spesifik, yang merupakan tes yang lebih sensitive. Terdapat reaksi silang
dengan infeksi Chlamydia yang lain dan antibodi dapat tetap positif dengan titer
tinggi atau rendah sampai beberapa tahun. Titer lebih atau sama dengan 1:64
menunjukkan adanya infeksilimfogranuloma venereum yang aktif. Penurunan titer
dapat dipakai untuk menunjukkan keberhasilan terapi. Titer yang rendah biasanya
pada kasus-kasus in-aktif atau infeksi Chlamydia lainnya (Djamaluddin. 2014).
Pemeriksaan micro-IF dianggap lebih sensitive dibandingkan tes fiksasi
komplemen. Tes ini dapat memperlihatkan tipe strain antigen yang menyebabkan
infeksi melalui pola reaktivitasnya. Pada LGV, serumfase akut biasanya
mengandung antibody micro-IF yang sangat tinggi. Pada LGV dapat ditemukan
titer antibody IgG yang sangat tinggi (>1 : 2000) jauh melebihi titer urethritis non
gonokokus yang disebabkan oleh Chlamydia (Djamaluddin. 2014).
Pemeriksaan RIP digunakan oleh Philip et al untuk mendeteksi antibody
limfogranuloma venereum yang menggunakan antiglobulin untuk persipitasi
antibody Chlamydia dan kompleks Chlamydia meningopneumonitis radiolabeled
yang tidak dapat dilihat dari proporsi radioaktif yang dilepaska. Antigen spesifik
trachoma limfogranuloma venereum diekstrasi dari pertumbuhan Chlamydia dalam
kultur jaringa. Pemeriksaan ini lebih sensitive dari pemeriksaan micro-IF
(Djamaluddin. 2014).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1) Spesies bakteri Neisseria yang memiliki sifat patogen pada manusia adalah Neisseria
gonorrhoeae (gonococci) dan Neisseria meningitidis (meningococci).
2) Chlamydia trachomatis (CT) merupakan bakteri penyebab infeksi menular seksual (IMS)
yang tersebar luas di berbagai negara dan 89 kasus baru terjadi setiap tahun.
3) Herpes simplex virus (HSV) atau dikenal dengan Human herpes virus merupakan virus DNA
dari famili herpesviridae genus simplexvirus.
4) Limfogranuloma venereum, atau disingkat sebagai LGV, merupakan salah satu penyakit
infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis.
5)
DAFTAR PUSTAKA
Brooks. 2013. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Ed. 25. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Daili. 2014. Anatomi alat kelamin, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3rd editions. Jakarta: Balai
penerbit FK UI
Djamaluddin. 2014. Limfogranuloma venereum: Penyakit Menular Seksual. 1st edition.
Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara
Irianti, dkk. 2020. Herpes Simplex Virus Tipe 1: Prevalensi, Infeksi dan Penemuan Obat Baru.
Depok : Jurnal ilmu kefarmasian. 13(1): 21-26. Viewed on 4 februari 2021. From
http://googleschlorer.ac.id
Leboffe, M. J., & Pierce, B. E. 2011. A Photographic Atlas for The Microbiology Laboratory.
Colorado: Morton Publishing Company.
Lorek. 2014. Lymphogranuloma venereum. Viewed on 4 februaru 2021. From
http://www.emedicine.com/deru/topic617.htm
Manuselis, G. 2011. Textbook of Diagnostic Microbiology. Maryland Heights, Missiouri:
Saunders Elsevier.
Perilla. 2013. Manual for the Laboratory Identification and Antimicrobial Susceptibility Testing
of Bacterial Pathogens of Public Health Importance in the Developing World. USA: World
Health Organization
Reza, 2015. Pemeriksaan Laboratorium Infeksi Chlamydia trachomatis Pada Saluran Genital.
Surabaya : Periodical of Dermatology and Venereology. 27(2): 145-149. Viewed on 4
februari 2021. From http://googleschlorer.ac.id
Sentono. 2013. Limfogranuloma venereum: Penyakit Menular seksual. 2nd edition. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai