Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Protein Biomarker Sebagai Penunjang


Diagnosis Monkeypox dengan
Menggunakan Pemeriksaan Imunohistokimia

Disusun oleh :
Elfira Sutanto (031031910021)

Pembimbing :
dr . Regina Mihardja, M.Kes,Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTHOHARDJO FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 01 AGUSTUS 2022 – 02 SEPTEMBER 2022
Referat:

Protein Biomarker Sebagai Penunjang


Diagnosis Monkeypox dengan
Menggunakan Pemeriksaan Imunohistokimia

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehataan Kulit dan Kelamin RSAL. Dr. Mintohardjo
periode 01 Agustus – 02 September 2022

Disusun oleh:
Elfira Sutanto
031.191.021

Telah diterima dan disetujui oleh dr . Regina Mihardja, M.Kes,Sp.KK


selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kesehataan Kulit dan
Kelamin RSAL. Dr.Mintohardjo

Jakarta, Agustus 2022

dr . Regina Mihardja, M.Kes,Sp.KK

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Protein
Biomarker Sebagai Penunjang Diagnosis Monkeypox” ini dengan sebaik-baiknya.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSAL Dr.Mintohardjo periode periode 01 Agustus –
02 Septembr 2022. Dalam menyelesaikan laporan kasus, penulis mendapatkan bantuan
dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr . Regina Mihardja, M.Kes,Sp.KK, selaku pembimbing laporan kasus sekaligus
pembimbing selama menjalani Kepaniteraan Klinik yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan
Klinik Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSAL Dr.Mintohardjo.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSAL Dr.Mintohardjo.
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSAL Dr.Mintohardjo.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik. Semoga pembuatan laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh
pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran maupun paramedis lainnya, dan
masyarakat umum.

Jakarta, Agustus 2022

ii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 2
2.1 Monkeypox virus ................................................................... 2
2.2 Epiemiologi .......................................................................... 2
2.3 Patofisiologi .......................................................................... 3
2.4 Manifestasi klinis .................................................................. 5
2.5 Protein biomarker................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Cacar monyet atau Monkeypox merupakan penyakit infeksi yang


disebabkan oleh virus monkeypox. Virus ini termasuk dalam
genus Orthopoxvirus dari famili Poxviridae. Transmisinya sering terjadi secara
zoonosis tetapi transmisi antar manusia juga dapat terjadi. Cacar monyet pertama
kali ditemukan di Afrika pada tahun 1970 dan terutama menyerang anak-anak di
Afrika Barat dan Afrika Tengah.1
Menurut data epidemiologi, cacar monyet atau monkeypox paling sering
ditemukan di negara-negara Afrika. Sekitar 90% kasus terjadi pada anak-anak
berusia <15 tahun. Penyakit ini dilaporkan terjadi dalam rasio yang sama antara
laki-laki dan perempuan serta tidak memiliki prevalensi terhadap ras tertentu.
Angka kejadian tertinggi di Afrika dikaitkan dengan banyaknya hutan hujan tropis
yang merupakan habitat alami dari hewan-hewan reservoir virus monkeypox.2
Cacar monyet pertama kali ditemukan pada manusia di tahun 1970 di Republik
Kongo. Sejak pertama kali ditemukan hingga tahun 1980, terdapat 59 kasus yang
dilaporkan di area perhutanan Afrika Barat dan Afrika Tengah di mana penduduk
diduga berkontak dengan binatang hutan, seperti tikus, tupai, dan monyet.3 Pada
tahun 2022 terjadi outbreak yang disebabkan oleh virus ini dengan total kasus
terkonfirmasi sebanyak lebih dari 15,000 kasus secara global.4
Manifestasi klinis yang dialami pasien cacar monyet meliputi gejala
prodromal, seperti demam, nyeri tenggorokan, nyeri kepala, nyeri otot, dan
limfadenopati, yang kemudian diikuti dengan erupsi kulit. Diagnosis cacar monyet
dapat ditegakkan melalui kultur virus dari swab nasofaring atau swab orofaring,
pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), pemeriksaan imunohistokimia, dan
pemeriksaan serologi.5 Pemeriksaan imunohistokimia merupakan suatu
pemeriksaan staining protein dengan meenggunakan antibody, oleh karena itu
referat ini dibuat untuk melihat dan mengetahui protein apa saja yang menjadi
biomarker infeksi virus monkeypox.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monkeypox virus


Monkeypox virus adalah virus DNA berkapsul dengan struktur brick-
shaped. Virus ini merupakan family Orthopoxvirus dan masuk ke dalam famili
Poxviridae. Virus ini maampu bertahan daalam keadaan kelmbaban rendah, pH
rendah, dan juga suhu tinggi. Virus ini mampu bertahan lama pada lingkungan
bebas, akan tetapi virus ini sensitif terhadap disinfektan.6

Gambar 1. Sturktur virus monkeypox

Virus monkeypox dapat ditransmisikan melalui droplet, kontak langsung


hewan-manusia, maupun dengan kontak tidak langsung melalui media atau material
yang terkontaminasi virus.7 Transmisi dari manusia-manusia dikatakan jarang
terjadi namun sudah ada transmisi antara manusia-manusia.8 Port de entrée virus
ini paling banyak melalui sistem respirasi dengan transmisi droplet, namun bisa
juga dari luka kecil pada kulit manusia.1

2.2 Epidemiologi Monkeypox


Menurut data epidemiologi, cacar monyet atau monkeypox paling sering
ditemukan di negara-negara Afrika. Sekitar 90% kasus terjadi pada anak-anak
berusia <15 tahun. Penyakit ini dilaporkan terjadi dalam rasio yang sama antara
laki-laki dan perempuan serta tidak memiliki prevalensi terhadap ras tertentu.
Angka kejadian tertinggi di Afrika dikaitkan dengan banyaknya hutan hujan tropis
yang merupakan habitat alami dari hewan-hewan reservoir virus monkeypox.2
Cacar monyet pertama kali ditemukan pada manusia di tahun 1970 di Republik
Kongo. Sejak pertama kali ditemukan hingga tahun 1980, terdapat 59 kasus yang
dilaporkan di area perhutanan Afrika Barat dan Afrika Tengah di mana penduduk
diduga berkontak dengan binatang hutan, seperti tikus, tupai, dan monyet.3 Pada
tahun 2022 terjadi outbreak yang disebabkan oleh virus ini dengan total kasus
terkonfirmasi sebanyak lebih dari 15,000 kasus secara global.4 Di Indonesia sendiri
terdapat kurang lebih ada 11 kasus probable monkeypox.

2.3 Patofisiologi Monkeypox


Poxvirus, termasuk monkeypox virus, varicella, variola, dan lainnya,
merupakan salah satu virus unik di antara virus hewan dalam beberapa hal. Pertama,
karena situs sitoplasma replikasi virus, virus menngkode banyak enzim yang
dibutuhkan baik untuk regulasi kumpulan prekursor makromolekul atau untuk
proses biosintesis. Kedua, virus ini memiliki morfogenesis yang sangat kompleks,
yang melibatkan sintesis de novo membran khusus virus dan badan inklusi. Ketiga,
genom dari virus-virus ini mengkode banyak protein yang berinteraksi dengan
proses seluler host yang terinfeksi pada tingkat sel maupun sistemik. Sebagai
contoh, homolog virus dari faktor pertumbuhan epidermal aktif dalam infeksi virus
vaccinia dari sel yang dikultur, kelinci, dan tikus. Setidaknya lima protein virus
dengan homologi ke keluarga serine protease inhibitor telah diidentifikasi dan satu,
protein 38-kDa yang dikodekan oleh virus cacar, diperkirakan memblokir jalur
inang untuk menghasilkan zat kemotaktik. Akhirnya, protein yang memiliki
homologi dengan komponen komplemen mengganggu aktivasi jalur komplemen
klasik.
Gambar 2. Pathogenesis Poxvirus, termasuk Monkeypox virus (MPXV),
pada sel

Poxvirus menginfeksi host melalui semua rute yang memungkinkan:


melalui kulit dengan cara mekanis (misalnya, infeksi moluskum kontagiosum
manusia), melalui saluran pernapasan (mis., Infeksi virus variola manusia), atau
melalui rute oral (misalnya, infeksi virus ectromelia) mouse). Infeksi virus pox,
secara umum, adalah akut, tanpa bukti kuat untuk infeksi laten, persisten, atau
kronis. Infeksi virus ini dapat terjadi secara lokal atau sistemik. Respons imun host
terhadap infeksi bersifat progresif dan multifaktorial.9
Pada awal proses infeksi, interferon, jalur alternatif aktivasi komplemen,
sel-sel inflamasi, dan sel-sel natural killer dapat berkontribusi untuk memperlambat
penyebaran infeksi. Respons yang dimediasi sel yang melibatkan limfosit T
sitotoksik terpelajar dan komponen hipersensitivitas tipe lambat tampaknya
menjadi yang paling penting dalam pemulihan dari infeksi. Peran signifikan untuk
antibodi antiviral spesifik dan sitotoksisitas yang dimediasi sel yang tergantung
pada antibodi belum ditunjukkan dalam pemulihan dari infeksi primer, tetapi
tanggapan ini dianggap penting dalam mencegah infeksi ulang.9
MKPXV memiliki genom yang relatif besar sekitar 196.858 pasangan
basa, yang mengkode 190 bingkai pembacaan open frame yang merupakan bagian
terbesar dari bahan yang dibutuhkan untuk replikasi virus dalam sitoplasma sel.
Masuknya virus ke dalam sel tergantung pada jenis sel dan jenis virus, dan terjadi
setelah perlekatan awal ke permukaan sel melalui interaksi antara beberapa ligan
virus dan reseptor permukaan sel seperti kondroitin sulfat atau heparan sulfat.
Penyeberangan membran sel selanjutnya dimediasi oleh peristiwa fusi virus dengan
membran sel dalam kondisi pH netral, atau dengan pengambilan endosom melalui
mekanisme mirip makropinositosis yang melibatkan aktin dan langkah-langkah
bergantung pada pH rendah. Setelah berada di sitoplasma sel, virus melepaskan
protein viral yang sudah dikemas dan faktor-faktor enzimatik yang melumpuhkan
pertahanan sel dan merangsang ekspresi gen awal.9
Sintesis protein awal mendorong pelepasan DNA lebih lanjut, replikasi
DNA, dan produksi faktor transkripsi menengah. Gen menengah ditranskripsi dan
diterjemahkan untuk menginduksi ekspresi gen akhir yang berfungsi terutama
sebagai protein struktural, enzim dan faktor transkripsi awal. Akhirnya, struktur
membran akan muncul dan unit virion genom yang diproses dari concatemers DNA
dikumpulkan menjadi virion yang baru lahir yang mengandung semua enzim,
faktor, dan informasi genetik yang diperlukan untuk siklus infeksi baru. Informasi
rinci yang tersedia tentang fungsi gen virus dan ekspresi yang diprogram selama
infeksi melebihi pengetahuan terkini tentang kejadian yang sesuai pada host. Lebih
lanjut, walaupun poxvirus dianggap sebagai salah satu dari keluarga virus yang
paling mandiri, mereka tetap tidak dapat bereproduksi di lingkungan ekstraseluler
dan diketahui memiliki kisaran inang terbatas, yang menunjukkan ketergantungan
pada inang.9

2.4 Manifestasi klinis Monkeypox10


Masa inkubasi (interval dari infeksi sampai timbulnya gejala) monkeypox
biasanya 6 – 16 hari, tetapi dapat berkisar dari 5 – 21 hari. Gejala yang timbul
diawali dengan demam, sakit kepala hebat, limfadenopati (pembengkakan kelenjar
getah bening), nyeri punggung, nyeri otot dan lemas. Limfadenopati dapat
dirasakan di leher, ketiak atau selangkangan. Dalam 1-3 hari setelah gejala awal
atau fase prodromal, akan memasuki fase erupsi berupa munculnya ruam atau lesi
pada kulit biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya
secara bertahap. Ruam atau lesi pada kulit ini berkembang mulai dari bintik merah
seperti cacar (makulopapula), lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah,
kemudian mengeras atau keropeng lalu rontok. Biasanya diperlukan waktu hingga
3 minggu sampai periode lesi tersebut menghilang dan rontok.

Gambar 3. Limfadenopati pada Monkeypox11


Gambar 4. Bentuk lesi kulit monkeypox11

Gambar 5. Pustul pada Monkeypox11


Gambar 6. Lesi pustule, umbilicated pustule dan lesi pada palmar11

Monkeypox biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri


dengan gejala yang berlangsung selama 14 – 21 hari. Kasus yang parah lebih sering
terjadi pada anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan
pasien dan tingkat keparahan komplikasi. Kasus kematian bervariasi tetapi kurang
dari 10% kasus yang dilaporkan, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak.
Secara umum, kelompok usia yang lebih muda tampaknya lebih rentan terhadap
penyakit monkeypox.11

2.5 Protein biomarker


Infeksi virus monkeypox pada sel tubuh manusia memberikan beberapa efek
perubahan pada sistem imun manusia. Oleh sebab itu terapat 5 protein yang
memiliki relasi kuat dengan respon imun manusia terhadap infeksi monkeypox
virus. Adapun protein tersebut adalah sebagai berikut:12
1. Vaccina virus protein
Vaccina virus merupakan virus DNA yang masuk ke dalam
golongaan poxvirus. Virus ini diduga memiliki hubungan erat
dengan monkeypox. Virus ini memiliki kesamaan 85%.12

Gambar 7. Marker protein Vaccina virus pada


non-monkeypox skin (atas) dan lesi kulit monkeypox (bawah)12

2. Cluster of differentiation marker 68 (CD68)


Cluster of differentiation marker 68 atau CD68 merupakan
protein yang paling banyak diekspresikan oleh sel monosit dan
makrofag jaringan manusia. Protein ini merupakan protein yang
masuk ke dalam grup lysosomal/endosomal-associated membrane.
Protein ini memiliki peran dalam fungsi aktivasi fagositosis dari
makrofag. Pada kasus-kasus monkeypox terdapat peningkatan
ekspresi protein ini pada lesi kulit sehingga dapat dijadikan sebgai
biomarker monkeypox.13
Gambar 8. Marker protein CD68 pada
non-monkeypox skin (atas) dan lesi kulit monkeypox (bawah)12

3. Cluster of differentiation marker 3 (CD3)


Cluster of differentiation marker 3 tau CD3 merupakan
protein yang berada pada permukaan sel Limfosit T yang memiliki
peran esensial pada respon imun adaptif. Protein ini berfungsi
sebagai media transmisi signal sel limfosit T. Protein ini juga
memiliki fungsi dalam diferensiasi thymocyte. Pada lesi-lesi kulit
monkeypox ekspresi protein ini cenderung meningkat.12
Gambar 9. Marker protein CD68 pada
non-monkeypox skin (atas) dan lesi kulit monkeypox (bawah)12

4. Heat shock protein 70 (Hsp70)


Heat shock protein (Hsp) adalah superfamili molecular
chaperone yang fungsinya meregulasi kerja berbagai proses seluler.
Famili Hsp70 adalah anggota superfamili Hsp yang paling banyak
dipelajari karena mempunyai tingkat kelestarian (conserved) yang
tinggi. Terdapat dua kategori Hsp70; Hsp70 yang bersifat inducible
dan Hsp70 diekspresikan secara terus menerus (Hsp70). Hsp70
diketahui berperan dalam percepatan pematangan protein virus,
regulasi siklus virus serta koordinasi kondisi fisiologi antara virus
dan inangnya.12

5. Heat shock protein 90 (Hsp90)


Hsp90 adalah protein yang memiliki peran pnting dalam
molecular chaperone. Pada mamalia terdpaat 2 tipe HSP90 yaitu
Hsp90α dan Hsp90β. Pada mamalia protein ini berfungsi untuk
meregulasi aktivitaas sel, maaturasi, lokalisasi, dan modulasi siklus
ATPase. Hsp90 merupakan protein yang dipaki untuk replikasi DNA
virus, oleh karena itu ekspresi protein ini cenderung meningkat
dengan adany infeksi virus.12

Gambar 10. Marker protein Hsp 90 dan Hsp 70 pada


non-monkeypox skin (atas) dan lesi kulit monkeypox (bawah)12
BAB IV
KESIMPULAN

Monkeypox adalah penyakit zoonosis virus langka yang merupakan hasil


dari infeksi oleh virus monkeypox, anggota genus Orthopoxvirus dalam keluarga
Poxviridae (subfamili Chordopoxvirinae). Kasus pada manusia pertama kali
tercatat tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo dan yang terakhir adanya
laporan dari Singapura pada bulan Mei 2019. Penularan monkeypox dapat terjadi
ketika kontak dengan darah, cairan tubuh, atau luka terbuka pada kulit dan mukosa
hewan, juga konsumsi daging yang terinfeksi virus. Gejala khas monkeypox yang
membedakan chickenpox dan smallpox adalah terdapatnya pembesaran kelenjar
getah bening (Limfadenopati). Ruam atau lesi pada monkeypox berkembang mulai
dari makula, papula, vesikel, pustula, umbilikal pustula, lesi ulserasi, dan krusta.
Monkeypox hanya dapat didiagnosis secara pasti di laboratorium di mana virus
dapat diidentifikasi dengan sejumlah tes berbeda yang perlu dilakukan di
laboratorium khusus. Adapun 5 protein biomarker yang dapat digunakan sebaagai
penunjang diagnosis monkeypox adalah Vaccina Virus Protein, Hsp 90, Hsp 70, CD
68, dan CD3.
Pengobatan untuk monkeypox berbentuk suportif. Penyakit ini biasanya
ringan dan sebagian besar dari mereka yang terinfeksi akan pulih dalam beberapa
minggu tanpa pengobatan. Pada umumnya pencegahan dari monkeypox adalah
menghindari sumber virus seperti hewan atau manusia yang terinfeksi dan
lingkungan sekitar mereka. Selain itu pentingnya menjaga higienitas dengan seperti
melakukan cuci tangan rutin, tidak mengkonsumsi daging yang tidak dimasak
dengan baik, dan menggunakan APD saat merawat pasien atau hewan yang
terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO.Monkeypox.2022.https://www.who.int/news-room/fact
sheets/detail/monkeypox.
2. Moore M, Zahra F. Monkeypox. StatPearls Publishing. 2022.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK574519/
3. Graham MB. Monkeypox. Medscape. 2022.
https://emedicine.medscape.com/article/1134714-overview#a6.
4. Kraemer MUG, Tegally H, Pigott DM, Dasgupta A, Sheldon J, Wilkinson E, et al.
Tracking the 2022 monkeypox outbreak with epidemiological data in real-time.
Lancet Infect Dis. 2022. doi:10.1016/S1473-3099(22)00359-0
5. Nalca A, Rimoin AW, Bavari S, Whitehouse CA. Reemergence of monkeypox:
prevalence, diagnostics, and countermeasures. Clin Infect Dis. 2005;41:1765.
6. Durski KN, McCollum AM, Nakazawa Y, Petersen BW, Reynolds MG, Briand S,
et al. Emergence of monkeypox—west and central Africa, 1970–2017. Morbidity
and mortality weekly report. 2018;67(10):306.
7. European Centre for Disease Prevention and Control. Communicable disease
threats report, 29 May -4 June 2022, week 22. 2022.
8. Doshi RH, Guagliardo SAJ, Doty JB, Babeaux AD, Matheny A, Burgado J, et al.
Epidemiologic and Ecologic Investigations of Monkeypox, Likouala Department,
Republic of the Congo, 2017. Emerg Infect Dis. 2019 Feb;25(2):281-9.
9. Nasir, I. A., Dangana, A., Ojeamiren, I., & Emeribe, A. U. (2018). Reminiscing the
recent incidence of monkeypox in Nigeria: Its ecologic-epidemiology and literature
review. Port Harcourt Medical Journal, 12(1),
10. Kementerian kesehatan republic Indonesia. Monkeypox. KEMENKES RI. 2022
11. CDC. Monkeypox: Updates about clinical diagnosis and treatment. Centers for
disease control aand prevention. 2022
12. Sood A, Sui Y, McDonough E, Santamaría-Pang A, Al-Kofahi Y, Pang Z, Jahrling
PB, Kuhn JH, Ginty F. Comparison of Multiplexed Immunofluorescence Imaging
to Chromogenic Immunohistochemistry of Skin Biomarkers in Response to
Monkeypox Virus Infection. Viruses. 2020 Jul 23;12(8):787. doi:
10.3390/v12080787. PMID: 32717786; PMCID: PMC7472296.
13. Chistiakov DA, Killingsworth MC, Myasoedova VA, Orekhov AN, Bobryshev
YV. CD68/macrosialin: not just a histochemical marker. Lab Invest. 2017
Jan;97(1):4-13. doi: 10.1038/labinvest.2016.116. Epub 2016 Nov 21. PMID:
27869795.

Anda mungkin juga menyukai