EKLAMPSIA
Pembimbing :
Disusun Oleh :
Elfira Sutanto 31.191.021
Putri Nur Rahmahwati 31.191.063
Queena Raihan Salsabila 31.191.064
Rizal Maulana Ramdhan 31.191.069
PERSETUJUAN
REFERAT
Judul:
Eklampsia
Nama Koas:
Elfira Sutanto 31.191.021
Putri Nur Rahmahwati 31.191.063
Queena Raihan Salsabila 31.191.064
Rizal Maulana Ramdhan 31.191.069
Pembi
mbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan berkat serta kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat
yang berjudul “Eklampsia”. Penyusunan referat ini sebagai persyaratan untuk
memenuhi tugas dalam Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Pendidikan Dokter Universitas Trisakti
Penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada pembimbing serta
teman-teman yang turut memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan
referat, serta penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan
memiliki kesalahan, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan oleh penulis untuk nantinya dapat memperbaiki dalam pembuatan
selanjutnya, penyusun selalu mengharapkan semoga pembaca dapat mengambil
manfaat dari tinjauan pustaka ini.
Penyusun
DAFTAR IS
ii
HALAMAN
BAB I.......................................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
2.1 Definisi.......................................................................................................3
2.2 Epidemiologi..............................................................................................3
2.3 Klasifikasi..................................................................................................4
2.4 Etiologi.......................................................................................................4
2.4.1 Proses plasentasi yang abnormal................................................4
2.4.2 Faktor genetik.............................................................................4
2.4.3 Faktor imun.................................................................................5
2.5 Faktor risiko...............................................................................................5
2.6 Patofisiologi...............................................................................................6
2.6.1 Plasenta abnormal.......................................................................6
2.7 Manifestasi Klinis......................................................................................8
2.8 Diagnosis....................................................................................................9
2.8.1 Anamnesis..................................................................................9
2.8.2 Pemeriksaan Fisik.....................................................................10
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang............................................................10
2.9 Diagnosis Banding...................................................................................11
2.10Tatalaksana...............................................................................................11
2.11Komplikasi...............................................................................................15
2.12Prognosis..................................................................................................16
BAB III...................................................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pre-eklampsia dan eklampsia memiliki angka mortalitas dan morbiditas
yang tinggi, oleh sebab itu diagnosis awal dan tatalaksana segera akan sangat
mempengaruhi prognosis dari ibu dan janin. Oleh karena itu, tujuan dibuatnya
makalah ini adalah untuk menyimpulkan beberapa studi mengenai pre-eklampsia
dan eklampsia seperti definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala hingga
tatalaksana serta komplikasi guna meningkatkan kesadaran, pengenalan, serta
early diagnosis dan prompt treatment pada pasien dengan pre-eklampsia dan
eklampsia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa
didahului oleh tanda-tanda lain. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul
serangan kejang yang diikuti oleh koma.(5)
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai
dengan kejang menyeluruh dan koma dan dapat timbul saat antepartum,
intrapartum dan postpartum.(6)
Eklampsia juga didefinisikan sebagai onset baru kejang umum tonik-klonik
pada wanita dengan preeklamsia. Kejang eklampsia dapat terjadi antepartum, 20
minggu setelah gestasi, intrapartum, dan postpartum.(7)
II.2 Epidemiologi
Eklampsia lebih sering terjadi pada primigravida daripada multipara. (5)
Wanita dengan eklampsia umumnya muncul setelah usia kehamilan 20 minggu,
dengan sebagian besar kasus terjadi setelah usia kehamilan 28 minggu.(7)
Insiden eklampsia berkisar antara 2 – 10% tergantung pada populasinya.
Data pada wanita di India yang melakukan persalinan dipengaruhi oleh eklampsia
berkisar 0,9 – 7,7%.(8) Sekitar 60 - 75% eklampsia dapat terjadi sebelum
persalinan, dan sekitar 40 - 50% terjadi saat persalinan dan 48 jam pertama setelah
melahirkan.(9) Eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang sangat serius
yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal.(10) Di seluruh
dunia, eklampsia menyebabkan 50.000 kematian ibu setiap tahun. Sebuah studi di
Brazil, menyebutkan bahwa prevalensi dan angka mortalitas eklampsia pada
daerah dengan tingkat pendapatan rendah (8,1% dan 22%) lebih tinggi dibanding
daerah dengan pendapatan tinggi (0,2% dan 0,8%).(5)
3
II.3 Klasifikasi
Berdasarkan dari saat timbulnya eklampsia diklasifikasikan menjadi
eklampsia gravidarum (eklampsia antepartum), eklampsia parturientum
(eklampsia intrapartum), dan eklampsia puerperale (eklampsia postpartum).(5)
Eklampsia posrpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama
setelah persalinan.(6)
II.4 Etiologi
Etiologi pasti dari pre-eklampsia dan eklampsia belum diketahui secara
pasti, namun terdapat beberapa teori yang menyebutkan bahwa dasar penyebab
dari terjadinya pre-eklampsia dan eklampsia adalah proses plasentasi yang
abnormal, faktor genetik (SNP pada gen FLT1 dan Trisomi 13), dan faktor imun.
4
sFLT1 dari janin akan direlease ke dalam sirkulasi maternal, sehingga
menyebabkan efek vasokonstriksi dan menaikkan tekanan darah ibu. Pada
dasarnya FLT1 merupakan gen yang mengkode protein reeseptor yang mengikat
VEGF dan PIGF dalam proses angiogenesis dan gen ini harusnya diekspresikan
secara dominan oleh trophoblast, namun perubahan basa nukleotida pada region
gen ini mengubah mekanisme dari ekspresi region gen tersebut.(12)
5
II.6 Patofisiologi
Patofisiologi atau patogenesis dari pre-eklampsia dan eklampsia dapat
dibagi menjadi dua tahap yaitu proses plasentasi yang abnormal dan proses
terbentuknnya gejala-gejala pada ibu.
6
B. Proses munculnya geejala atau maternal syndrome
Meningkatnya kadar sFLT1 pada sirkulasi peredaran darah pada ibu
memicu terjadinya vasokonstriksi dengan menghambat VEGF sehingga memicu
terbentuknya gejala hipertensi. Vasokonstriksi pada ibu juga akan berdampak
pada perdarahan pada plasenta, dengan adanya vasokonstriksi pada arteri perifer
ibu maka perfusi ke plasenta akan relatif berkurang dan memicu hipoksia pada
plasenta. Hipoksia pada plasenta memicu terjadinya kerusakan jaringan plasenta
melalui mekanisme stress oksidatif. Kerusakan jaringan ini kemudian memicu
reaksi inflamasi dengan menginduksi produksi sitokin TNF.1 Sitokin ini kemudian
akan memberikan efek meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan disfungsi
endotel. Disfungsi endotel, sitokin proinflamasi, dan vasokonstriksi menyebabkan
kerusakan pada mikrovaskuler organ (hepar), agregasi trombosit pada endotel
yang rusak (thrombositopenia), dan hemolysis akibat dari fibrin yang terbentuk
akibat agregasi trombosit sehingga memicu terjadinya sindroma HELLP.(15)
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah memicu terjadinya edema jaringan
khususnya otak, terbentuknya edema akan memicu bangkitan kejang atau
eklampsia.(1)
Peningkatan dari kadar sFLT1 juga memberi dampak pada endotel ginjal.
VEGF mreupakan salah satu faktor yang berfungsi untuk memptoteksi podosit
ginjal, dengan meningkatnya kadar sFLT1 pada penderita pre-eklampsia maka
sFLT1 akan mengikat VEGF dan menghambat aktivasi dari VEGF untuk
memproteksi podosit ginjal. Akibat terhambatnya aktivasi dari VEGF maka
podosit akan rusak sehingga terjadi podocytopathy atau berkurangnya jumlah
podosit untuk proses filtrasi ginjal, oleh sebab itu pada penderita pre-eklampsia
terjadi proteinuria.(16)
7
Gambar 1 Patofisiologi Pre-eklampsia dan Eklampsia
8
Fase kedua kejang yaitu kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan
terbukanya rahang secara tiba – tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai
pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan
kontraksi intermiten pada otot – otot muka dan seluruh tubuh. Kontraksi otot –
otot tubuh yang begitu kuat sehingga seringkali membuat penderita terlempar dari
tempat tidur. Lidah juga seringkali tergigit akibat kontraksi otot rahang yang
terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang –
kadang dapat disertai bercak – bercak darah. Wajah dapat tampak membengkak
karena kongesti dan pada konjungtiva mata dapat didapati bintik – bintik
perdarahan. Saat kejang timbul, diafragma terfiksir sehingga pernapasan tertahan,
kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur – angsur
kejang atau kontraksi melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak atau
jatuh ke dalam koma.(6)
Pada waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat, suhu
tubuh juga meningkat kemungkinan dikarenakan gangguan serebral. Penderita
juga mengalami inkontinensia disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang –
kadang terjadi aspirasi bahan muntah.(6)
Koma atau periode tidak sadar yang terjadi setelah kejang, berlangsung
sangat bervariasi mengikuti fase kedua.(6,17) Setelah kejang berakhir, frekuensi
pernapasan pasien akan meningkat, dapat mencapai 50 kali per menit akibat
terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa kasus dapat menimbulkan
sianosis.(6) Setelah fase koma, pasien mungkin mendapatkan kembali kesadaran,
dan dia mungkin menjadi agresif, mengalami disorientasi dan sangat
gelisah. Namun, pasien tidak akan ingat kejang.(6,17)
II.8 Diagnosis
II.8.1 Anamnesis
Terdapat beberapa faktor risiko yeng penting ditanyakan apakah terdapat
Riwayat pre eclampsia pada kehamilan sebelumnya, kondisi kondisi yang
berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskular yaitu Diabetes mellitus,
hipertensi kronik, gangguan pembuluh darah dan jaringan ikat.(6)
9
II.8.2 Pemeriksaan Fisik
Keluhan yang dirasakan adalah adanya kejang yang diawali dengan gejala
prodromal eclampsia seperti nyeri kepala hebat, gangguan penglihatan, muntah-
muntah, nyeri ulu hati, dan kenaikan progresif tekanan darah. Pemeriksaan fisik
yang dapat ditemukan adalah kejang tonik yang dimulai dengan Gerakan kejang
berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa
detik kemudian akan disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga
seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami
distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua
tungkai dalam posisi inverse berlangsung sekitar 15-30 detik. Kejang tonik akan
segera disusul dengan kejang klonik yang dimuali denga terbukanya rahang secara
tiba-tiba dan tertutup Kembali dengan kuat. Seringkali lidah tergigit akibat
kontraksi otot rahang.(6,18)
10
II.9 Diagnosis Banding
Kejadian eklampsia bisa menyerupai penyakit lain sehingga terdapat
beberapa diagnosis banding yaitu diantaranya(6,19) :
Hipertensi
Perdarahan otak
Lesi di otak
Meningitis
Epilepsi
Kelainan Metabolik
II.10 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan eklampsia adalah menghentikan kejang, mencegah
kejang berulang, mencegah terjadinya komplikasi eklampsia, stabilisasi maternal,
dan lakukan terminasi di saat yang tepat.(20) Kejang pada eklampsia merupakan
gawat darurat yang mengancam jiwa dan membutuhkan penanganan cepat untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas. Persalinan merupakan terapi definitif dari
eklampsia. Metode persalinan dan waktu persalinan tergantung faktor ibu dan
janin.(7,17)
11
Gambar 2. Algoritma manajemen eklampsia(20)
12
Tabel 1. Pemberian magnesium sulfat(21)
Kontrol tekanan darah ibu dengan memberi obat anti hipertensi. Pemberian
obat anti hipertensi dilakukan segera sambil dilakukan monitor. Obat anti
hipertensi yang disarankan pada preeklampsia maupun eklampsia adalah labetalol.
Bila labetalol tidak berhasil, dapat diberikan lini kedua yaitu nifedipine atau
hydralazine.(20,21)
Tabel 3. Pemberian anti hipertensi(21)
Vital sign dilakukan setelah pasien diberikan tatalaksana awal. Vital sign
terdiri dari beberapa komponen yang dapat menentukan keadaan umum ibu yaitu
tekanan darah, nadi, temperatur, laju nafas, dan GCS. Jika skor mencapai ≥ 10,
terminasi kehamilan dapat dilakukan. Terminasi kehamilan terdapat dua pilihan
perabdominam dan pervaginam tergantung faktor ibu dan janin. Bila keadaan ibu
baik dan skor pelvik ≥5 dapat dilakukan persalinan pervaginam. Bila terjadi gawat
janin atau induksi persalinan tidak berhasil, lakukan persalinan perabdominam.(20)
13
Tabel 4. Skor Vital sign dan interpretasinya(20)
14
Tabel 2. Pemberian kortikosteroid(21)
II.11 Komplikasi
Salah satu komplikasi yang dapat terjadi adalah HELLP Syndrome. HELLP
Syndrome adalah kondisi berat dari preeklampsia-eklampsia yang ditandai dengan
adanya hemolisis (H) Elevated liver enzymes (EL), dan Low platelet count (LP).
Diagnosis dari HELLP Syndrome yaitu apabila ditemukan Lactate dehydrogenase
(LDH) > 600 IU/L, trombositopenia (≤ 150.000 per μl), dan AST atau ALT ≥ 40
IU/L. Stabilisasi maternal dan evaluasi kondisi janin segera dilakukan karena ibu
hamil dengan HELLP harus segera terminasi kehamilan. Apabila usia kehamilan
≥ 34 minggu, segera terminasi kehamilan, sedangkan bila usia kehamilan < 34
minggu, berikan kortikosteroid terlebih dahulu untuk membantu pematangan paru
sebelum dilakukan terminasi kehamilan.(20)
Edema paru merupakan salah satu komplikasi pada eklampsia. Disfungsi
endotel yang meningkatkan permeabilitas kapiler paru hipoalbumin yang
disebabkan proteinuria akibat vasospasme ginjal dan gangguan fungsi end
disastolic pada ventrikel kiri yang disebabkan gangguan relaksasi miokard akibat
hipertrofi ventrikel kiri. Komplikasi tersebut ditandai dengan adanya sesak nafas,
lebih nyaman posisi setengah duduk atau duduk, ronkhi paru, dan takikardi.
Tatalaksana yang diberikan yaitu stabilisasi maternal, elevasi dada dan kepala,
dan pemberian diuretik seperti furosemid.(20)
PRES (Posterior reversible encephalopathy syndrome) merupakan kondisi
neurologis yang merupakan komplikasi dari eklampsia. Komplikasi tersebut
ditandai dengan adanya gejala seperti nyeri kepala, kejang, penurunan kesadaran,
kebutaan, dan gangguan penglihatan lainnya. Sebagian besar kasus PRES dengan
sendirinya akan sembuh apabila tekanan darah mulai terkontrol.(7)
15
II.12 Prognosis
Kejadian hipertensi dalam kehamilan seperti eklampsia, preeklampsia,
hipertensi kronik, maupun hipertensi gestational memengaruhi sekitar 10%
kehamilan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian ibu sebanyak 10% di
Amerika Serikat. Meskipun ada kemajuan dalam bidang medis, eklampsia masih
menjadi masalah utama morbiditas dan mortalitas ibu di seluruh dunia.(17)
Untuk menentukan prognosis pasien, dapat digunakan kriteria eden. Bila
memenuhi kriteria eden, eklampsia yang terjadi dapat dikatakan berat. Prognosis
makin buruk pada ibu hamil yang mengalami eklampsia berat. Kriteria eden
terpenuhi apabila ditemukan salah satu dari tanda berikut(23) :
1. Koma selama 6 jam atau lebih
2. Suhu ≥ 39°C
3. Nadi ≥ 120x/menit
4. Tekanan darah sistolik ≥ 200mmHg
5. Laju nafas ≥ 40x/menit
6. Kejang lebih dari 10 kali
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
12. McGinnis R, Steinthorsdottir V, Williams NO, Thorleifsson G, Shooter S,
Hjartardottir S, et al. Variants in the fetal genome near FLT1 are associated
with risk of preeclampsia. Nat Genet. 2017;
13. Hiby SE, Apps R, Sharkey AM, Farrell LE, Gardner L, Mulder A, et al.
Maternal activating KIRs protect against human reproductive failure
mediated by fetal HLA-C2. J Clin Invest. 2010;
14. Tal R, Shaish A, Barshack I, Polak-Charcon S, Afek A, Volkov A, et al.
Effects of hypoxia-inducible factor-1α overexpression in pregnant mice:
Possible implications for preeclampsia and intrauterine growth restriction.
Am J Pathol. 2010;
15. Khalid F, Tonismae T. HELLP Syndrome [Internet]. StatPearls Publishing.
2020. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560615/
16. Kopp JB, Anders HJ, Susztak K, Podestà MA, Remuzzi G, Hildebrandt F,
et al. Podocytopathies. Nat Rev Dis Prim. 2020;
17. Ross MG. Eclampsia [Internet]. Medscape. 2019. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/253960
18. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia;
2014.
19. Wagner LK. Diagnosis and management of preeclampsia. American
Family Physician. 2004.
20. Dachlan EG, Abdullah N, Hermanto T, Aditiawarman. Hipertensi Dalam
Kehamilan. Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetrik dan
Ginekologi FK UNAIR; 2017.
21. Peres G, Mariana M, Cairrão E. Pre-Eclampsia and Eclampsia: An Update
on the Pharmacological Treatment Applied in Portugal. J Cardiovasc Dev
Dis. 2018;
22. Wormer K, Bauer A, Williford A. Bishop Score [Internet]. StatPearls
Publishing. 2020. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470368
23. El-Mowafi DM. Hypertensive Disorders in Pregnancy [Internet]. Geneva
19
Foundation for Medical Education and Research. 2019. Available from:
https://www.gfmer.ch/Obstetrics_simplified/Hypertensive_disorders_in_pr
egnancy.htm
20